BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak semula, masa yang jauh silam, manusia berjuang untuk hidup. Jika awalnya,  seseorang  bekerja  menghasilkan  suatu  barang  untuk  digunakan  sendiri
atau untuk keluarganya, maka dalam perkembangannya guna mencapai kehidupan yang  lebih  baik,  mereka  bertindak  bukan  lagi  sebagai  individu,  tetapi  sebagai
anggota dari suatu kelompok masyarakat. Berbagai cara telah digunakan manusia untuk memecahkan permasalahan
ekonomi  yang  mereka  hadapi.  Bahwa  jika  semula  dalam  pemecahan  kebutuhan hidupnya,
manusia melakukannya
secara individual,
maka dalam
perkembangannya  manusia  berusaha  melakukannya  secara  bersama-sama  dan dalam perkembangannya lebih lanjut, cara-cara yang digunakan  oleh masyarakat
untuk memecahkan permasalahan ekonomi yang mereka hadapi itu berbeda-beda, seirama dengan berkembangnya zaman.
1
Kerjasama dalam masyarakat modern telah tampak wujudnya dalam suatu jaringan  sistem  yang  lebih  kompleks.  Bentuk-bentuk  ikatan  persekutuan  hidup
telah  berkembang  dan  untuk  menjaga  kelangsungan  hidup  dan  rasa  aman,  juga untuk  memperoleh  kasih  sayang  dan  persahabatan  seperti  dalam  keluarga  dan
1
Hendrojogi, Koperasi Azas-azas, Teori dan Praktek, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, cet. Ke-4, edisi 3, h.2.
paguyuban juga telah digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan, seperti terlihat pada bentuk-bentuk organisasi yang resmi.
Kerjasama  dalam  lapangan  ekonomi  bagi  masyarakat  modern  sudah sangat berkembang, bukan saja dalam rangka kegiatannya, tetapi juga sangat luas
lingkupnya.  Kerjasama  terjalin  dalam  sistem  pembagian  kerja  yang  rumit  pada setiap  lapangan  kegiatan  ekonomi,  seperti  pertanian,  industri,  perdagangan,
koperasi, dan lain-lain.
2
Koperasi  adalah  suatu  bentuk  kerjasama  dalam  lapangan  perekonomian. Kerjasama  ini  diadakan  orang  karena  adanya  kesamaan  jenis  kebutuhan  hidup
mereka.  Orang-orang  ini  bersama-sama  mengusahakan  kebutuhan  sehari-hari, kebutuhan  yang  bertalian  dengan  perusahaan  ataupun  rumah  tangga  mereka.
Untuk  mencapai  tujuan  itu  diperlukan  adanya  kerjasama  yang  akan  berlangsung terus-menerus.
3
Perkembangan  perkoperasian  di  Indonesia  menunjukan  bahwa  koperasi mula-mula  berkembang  di  kalangan  pegawai  pemerintah,  kemudian  di  daerah
pedesaan. Yang akhirnya pada saat ini sudah meluas di segala lapisan masyarakat seperti petani, buruhkaryawan, pedagang, pegawai negeri, nelayan, guru ustadz,
santri dan sebagainya.
2
Ninik Widiyanti dan Y.W. Shunindhia, Koperasi dan perekonomian Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1989, h.2.
3
Pandji Anoraga, dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, cet. Ke-2, h.1.
Koperasi  didirikan  dengan  tujuan  unuk  membantu  dalam  hal  pemenuhan kebutuhan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Prinsip seperti ini
harus  benar-benar  dijalankan  oleh  organisasi  yang  menamakan  dirinya  sebagai koperasi. Dan  manfaat koperasi  yaitu  memberi keuntungan kepada para anggota
pemilik  saham,  membuka  lapangan  kerja  bagi  calon  karyawannya,  memberi bantuan  keuangan  dari  sebagian  hasil  usahanya  untuk  mendirikan  sarana  ibadah
sekolah dan sebagainya. Maka jelaslah bahwa dalam koperasi ini tidak ada unsur kezhaliman dan pemerasan, pengelolanya demokratis dan terbuka serta membagi
keuntungan dan kerugian kepada anggota sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
4
Penekanan  prinsip  tolong  menolong,  kerjasama  dan  persaudaraan  yang diusung  kopersi,  sesuai  dengan  ajaran  agama  Islam,  sebagaimana  Allah  telah
memerintahkan  kita  untuk  saling  tolong  menolong  dalam  kebaikan.  Tetapi  pada praktiknya  apakah  prinsip  tolong  menolong  yang  diusung,  telah  sesuai  dengan
ajaran Islam? Salah  satu  jenis  kegiatan  yang  dijalankan  koperasi  adalah  usaha  simpan
pinjam  kredit.  Usaha  ini  merupakan  usaha  yang  banyak  digemari  oleh  para anggota  koperasi  karena  sangat  minimnya  bunga  kredit  yang  harus  dibayar  oleh
peminjam.  Kendala  yang  dihadapi  oleh  usaha  ini  adalah  kekurangan  modal. Kurangnya modal disebabkan oleh jumlah anggota yang meminjam cukup besar,
sedangkan  modal  yang  tersedia  minim  sekali.  Kendala  lainnya  adalah  keragu-
4
H. Hendi Suhendi,  Fiqih Muamalah, Bandung: Gunung Djati Press, 1997, h.297.
raguan  mayoritas  masyarakat  Indonesia,  yaitu  muslim  khususnya  masyarakat menengah  kebawah  sebagai  calon  pengguna  koperasi  terbanyak  terhadap
keabsahan  produk-produk  koperasi  simpan  pinjam  ini,  sebagai  masyarakat muslim mereka tidak mau terjebak kedalam praktik riba.
Koperasi  pondok  pesantren  KOPONTREN  Darul  Muttaqien  adalah salah  satu  koperasi  dimana  salah  satu  unit  usahanya  adalah  unit  simpan  pinjam
USP, selain unit mini market, unit wartel dan unit lainnya. Seluruh anggotanya adalah  para  santri,  guru  ustadz,  dan  masyarakat  sekitar  pondok,  telah  banyak
dibantu  dengan  kehadiran  koperasi  tersebut,  karena  mereka  bisa  menabung, meminjam atau yang lainnya.
Koperasi  USP  Darul  Muttaqien  sebagai  salah  satu  penyumbang  dana pesantren  yang  seluruh  anggotanya  bisa  dipastikan  muslim,  untuk  bisa  menjaga
kredibilitasnya  di  mata  masyarakat  pesantren  khususnya,  umumnya  di  mata masyarakat  luar  pesantren,  harus  bisa  menjalankan  dalam  praktiknya  prinsip-
prinsip operasional yang sesuai dengan hukum Islam.
Dari  latar bekang di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil  judul “ TINJAUAN  HUKUM  ISLAM  TERHADAP  SISTEM  OPERASIONAL
KOPERASI  UNIT  SIMPAN  PINJAM  STUDI  KASUS  PADA  KOPERASI PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN BOGOR”.
B. pembatasan dan Perumusan Masalah