Implementasi Program Pendidikan Karakter (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien-Parung Bogor)

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh: Nuning Yulistika

1112018200002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

ABSTRAK

Nuning Yulistika (NIM:1112018200002). Implementasi Program Pendidikan Karakter (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien-Parung Bogor. Skripsi di bawah bimbingan Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA dan Dr. Jejen Musfah, MA. Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa anak merupakan penerus generasi yang ada sekarang. Akan tetapi, saat ini pendidikan karakter kepada siswa kurang begitu diperhatikan. Banyak anak zaman sekarang yang kurang mendapatkan pendidikan agama, padahal agama merupakan pegangan hidup. Di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor pendidikan karakter ditekankan dengan tujuan agar anak memiliki akhlak yang mulia. Dengan begitu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penanaman pendidikan karakter sebagai penunjang keberhasilan pendidikan karakter siswa di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor, yang dilihat berdasarkan beberapa program dan strategi pendidikan karakter.

Penelitian ini dilaksanakan di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor 2016/2017 dengan menggunakan metode deskriptif kualitaif. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan observasi atau pengamatan, wawancara, dan pengumpulan data. Analisis data dilakukan dengan memberikan penjelasan terhadap data yang telah dikumpulkan. Pemeriksaan data dilakukan dengan melakukan triangulasi data dari berbagai sumber dan ditarik kesimpulan. Di samping itu, penulis merujuk kepada buku-buku pendidikan karakter, yang dijadikan sebagai landasan teori untuk mengkaji strategi pendidikan karakter di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pembiasaan karakter berjalan cukup efektif dengan segala upaya dan strategi yang telah dilakukan semua guru di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor. Hal ini dapat dilihat dari visi sekolah yaitu “Membentuk Generasi Unggul Berbasis Qur’an” yang kemudian dikembangkan dengan strategi yang dilakukan yaitu pengintegrasian program pendidikan karakter ke dalam kegiatan sehari-hari selain itu juga dengan melakukan kegiatan yang diprogramkan, meskipun terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor sudah cukup efektif. Hal ini menunjukan bahwa dengan kegiatan sehari-hari dan kegiatan terprogram cukup menunjang keberhasilan pendidikan karakter pada siswa di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.


(6)

v

Kata kunci: Implementasi, Program, Pendidikan Karakter.

ABSTRACT

Nuning Yulistika (1112018200002). The Implementation of Character Education Program (Case of Darul Muttaqien Integrated Islamic School-Parung Bogor). Essay Under the Lectures Guidance: Prof. Dr. H. Abuddin Natta, MA and Dr. Jejen Musfah, MA. Education Management major from Tarbiyah Science and Education Faculty of Syarif Hidayatullah Islamic State University.

The background of this research is a children successor generation at now. However, the character education is less attention to students in this current. Nowdays, many students who lack religious education whereas religion is a lifeline. In Darul Muttaqien Integrated Islamic School (SDIT), character education is emphasized in order for the student to have a noble character. Therefore, the goal of this research to determine the impact of character education inculcation as supporting the success of character education students in SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor, which is viewed by some character education programs and strategies.

This research held in SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor 2016/2017 using qualitative descriptive method. The researches use data collection techniques to make its observation, interview and data collection. Data analysis did to make explanation of the data has been collected. Examination of the data was done by triangulation of data from various sources and the conclusions drawn. In addition, the author refers to the character education books, which serve as the basis for reviewing strategy theory of character education at SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.

The results showed that the character of habituation program runs quite effective with all efforts and strategies that have done all the teachers at SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor. It can be seen from the school’s vision is

“Shaping Generation Based Superior Qur’an” which is then developed with the

strategy pursued, namely the integration of character education into daily activities besides also with activities programmed, although there are some obstacles in the implementation character building. It can be concluded the character education at SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor is quite effective. This shows that with daily activities and programmatic activities sufficient to support the success of character education to students in SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan izin dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya yang mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak-pihak yang sangat berjasa membantu penulis baik berupa kebijakan, bimbingan moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan.

3. Prof. Dr. H. Abuddin Natta, MA, Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membimbing penulis guna terselesaikannya skripsi ini.

4. Dr. Jejen Musfah, MA, Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Rusydy, M.Pd, M.Phill, Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan dan telah membantu penulis dalam membuat skripsi.

6. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi Manajemen Pendidikan yang telah memberikan ilmu selama perkuliahan hingga akhirnya skripsi ini selesai.


(8)

vii

7. Kepala Sekolah (Abdullah, S.Pd.I), dewan Guru serta staff karyawan SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor yang telah memfasilitasi dan meluangkan waktunya untuk penulis dalam mencari dan menghimpun data yang diperlukan selama penulisan skripsi.

8. Kedua orang tua yang hebat (Nurdin Yahya dan Fatimah), kakak (Yudie Firmasyah, S.Pd dan Neneng Putri S.Pd), dan adik (Nida Nurdiana Azzahra), serta keponakan tercinta (Jihan Maulida Firmasyah dan Firas Ahmad Firmasyah) yang telah memberikan do’a dan terus memotivasi penulis baik secara moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Sahabat-sahabat penulis the devil’s; Nur Utamy Rusdy, S.T, Anilia Sapoetri, Lia Oktaviani, yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat penulis yaitu 5 kepompong (Nurita Sari, Humaam Setiawan,

Nur’ain, S.Pd, dan Miftahul Jannah) yang selalu memberikan semangat,

canda tawa dan kerjasama kepada penulis, sehingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

11.Teman-teman seperjuangan penulis, yaitu Program Studi Manajemen Pendidikan 2012 kelas A dan B, khususnya group Hayater’s, Semoga

Berkah, Bunglon’s, dan Power Ranger’s, yang selalu memberikan

semangat serta bertukar pikiran dalam menulis skripsi ini.

12.Teman-teman ‘the lobby’ (Ela, Dina, Kusum, Hajar, Ikrom, Oji, Wildan, Amar, dan Fajar) yang selalu memberikan semangat, motivasi dan warna kehidupan bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Semua pihak yang ikut membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga semua dorongan, bantuan, dan bimbingannya yang telah diberikan, dicatat sebagai amal baik dan diterima oleh Allah SWT, Aamiin.


(9)

viii

Nuning Yulistika

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI UJI REFERENSI

SURAT PERNYATAAN KARYA TERTULIS

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Perumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KAJIAN TEORI PENDIDIKAN KARAKTER A. Pendidikan Karakter ... 14

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 14

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter ... 20

3. Macam-macam Nilai Pendidikan Karakter ... 24


(10)

ix

B. Implementasi Program Pendidikan Karakter ... 36

1. Pengertian Implementasi ... 36

2. Pengertian Program ... 37

3. Program-Program Pendidikan Karakter ... 39

4. Strategi Program Pendidikan Karakter ... 41

C. Penelitian yang Relevan ... 46

D. Kerangka Berpikir ... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

B. Metode Penelitian ... 52

C. Sumber Data ... 53

D. Teknik Pengumpulan Data ... 54

E. Pemeriksaan atau Keabsahan Data ... 56

F. Teknik Analisis Data ... 57

G. Kisi-kisi Intrument Penelitian ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 65

1. Profil SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor ... 65

2. Sejarah Singkat SDIT Darul Muttaqien ... 66

3. Visi dan Misi SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 66

4. Program Utama SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 68

5. Struktur Organisasi SDIT Darul Muttaqien ... 68

6. Sarana Prasarana SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 70

7. Profil Guru dan Siswa SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor ... 71

B. Deskripsi dan Analisis Data ... 74


(11)

x

2. Tujuan Pelaksanaan Pendidikan Karakter ... 91 3. Strategi Implementasi Pendidikan Karakter... 92 4. Program Pembiasaan Pendidikan Karakter ... 96 5. Dampak/Pengaruh dari Pembiasaan Pendidikan

Karakter ... 99 6. Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Karakter... 101 C. Temuan Hasil Penelitian ... 103

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 105 B. Kritik dan Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum Sekolah ... 33

Tabel 2.2 Penelitian yang relevan ... 47

Tabel 3.1 Kegiatan penelitian di SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 53

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrument Wawancara ... 60

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrument Observasi ... 62

Tabel 3.4 Data Ceklis Dokumen ... 64

Tabel 4.1 Saranan Prasarana SDIT Darul Muttaqien Bogor ... 70

Tabel 4.2 Jumlah Siswa/I SDIT Darul Muttaqien Bogor Tahun 2016/2017 .... 73

Tabel 4.3 Daftar Ekstrakurikuler SDIT Darul Muttaqien Bogor Tahun 2016/ 2017 ... 80


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Suasana kegiatan belajar mengajar di dalam kelas ... 75 Gambar 4.2 Suasana kegiatan ekstrakurikuler pramuka ... 77 Gambar 4.3 Pelaksanaan ekstrakurikuler tapak suci yang diikuti oleh

seluruh siswa kelas IV dan V ... 79 Gambar 4.4 Kegiatan kelas qiro’ati yang dilaksanakan di dalam masjid ... 81 Gambar 4.5 Kegiatan pra-KBM, pembacaan ikrar setiap harinya di depan

kelas mereka masing-masing ... 84 Gambar 4.6 Pelaksanaan tadarus setiap hari sebelum memulai kegiatan

belajar mengajar di dalam kelas ... 85 Gambar 4.7 Pelaksanaan sholat dhuha berjamaah di dalam masjid setiap

hari kamis dan jum’at ... 86 Gambar 4.8 Slogan sikap karakter di tempel pada masing-masing kelas ... 96


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Kepala Sekolah

2. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Wakil Bidang Kurikulum 3. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Wakil Bidang Kesiswaan 4. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Wakil Bidang Qiro’ati 5. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Guru

6. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Orang Tua 7. Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara dengan Siswa

8. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SDIT Darul Muttaqien Tahun 2016/2017

9. Struktur Kurikulum dan Beban Belajar di SDIT Darul Muttaqien Bogor 10.Tata Tertib SDIT Darul Muttaqien Bogor

11.Laporan Penilaian Kepribadian Siswa Tahun 2015/2016 Semester Genap 12.Contoh RPP berbasis pendidikan karakter yang memasukkan nilai-nilai


(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Tidak dapat disangkal bahwa persoalan karakter dalam kehidupan manusia di muka bumi ini sejak dulu sampai sekarang dan juga zaman yang akan datang merupakan suatu persoalan yang sangat penting. Sepanjang sejarah, telah cukup banyak fakta yang memperlihatkan kepada kita bahwa kekuatan dan pembangunan bangsa berpangkal pada karakternya, yang merupakan tulang punggung setiap kemajuan bangsa.

Sebaliknya, kehancuran suatu bangsa diawali dengan kemerosotan karakternya. Merosotnya karakter bangsa yang disebabkan oleh arus globalisasi, menuntut semua pihak agar membentengi dirinya sendiri, salah satunya dengan pendidikan karakter yang diyakini penting sebagai wadah untuk membentuk karakter pada anak.

Dalam ajaran Islam, untuk membentuk suatu karakter diawali dengan nilai agama dan norma bangsa sangat penting, karena antara akhlak dan karakter merupakan satu kesatuan yang kukuh seperti pohon dan menjadi inspirasi keteladanan akhlak dan karakter adalah Nabi Muhammad SAW. Pilar-pilar pembentukan karakter Islam bersumber pada Al-Quran, Sunnah atau hadis, dan keteladanan Nabi Muhammad SAW.1 Sebagaimana yang dijelaskan dalam

Al-Qur’an Surat Al-Ahzab: 21.

“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik pada (diri) Rasulullah bagimu,

(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari

Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab, 33: 21).

1

Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 45-46.


(16)

2

Ayat tersebut telah mengingatkan kepada kita semua bahwa pada diri Rasulullah sudah terdapat contoh akhlak mulia yang harus diiikuti dan menjadi patokan manusia dalam berperilaku. Tidak hanya di dalam Al-qur’an saja yang mengharuskan umat muslim membentuk akhlak mulia, tujuan dari pendidikan Islam pun sama yaitu dengan pembentukan akhlak. Hal ini sesuai dengan kutipan yang ditulis oleh Abbudin Natta dalam bukunya “Akhlak Tasawuf”:

Bila berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athyah al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikian pula Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.2

Pendapat lain dari M.A. Al-Abrasyi dalam bukunya “Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam” yang dikutip oleh Anas Salahudin dan Irwanto, menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah membentuk moral yang tinggi serta akhlak yang mulia.3

Selanjutnya dijumpai pula rumusan tujuan pendidikan Islam yang diarahkan pada upaya pembentukan akhlak manusia atau membentuk akhlak yang mulia, sebagaimana akhlak yang dimiliki oleh Rasulullah SAW. Hal ini dipahami dari firman Allah yang berbunyi:4











Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Qs. al-Qalam [68]: 4)

Tujuan dan sasaran pendidikan berbeda-beda menurut pandangan hidup masing-masing. Oleh karenanya perlu dirumuskan pandangan hidup Islam yang mengarahkan tujuan dan sasaran pendidikan Islam. Potongan ayat Al-Qur’an di

2

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), Ed. 1-7, h. 155

3

Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie,. Op, Cit., h. 107

4


(17)

bawah ini memberi landasan dan pandangan bahwa: sungguhlah Islam adalah agama yang benar di sisi Allah (Al-Imron: 19).5

م ََإسِ إْا ِ ََ َدنِع َنيّدلا َنِإ

Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan Islam harus kembali ke nilai-nilai dasar (back to basitc), yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai sumber murni.6 Oleh karena itu, bila manusia yang berpredikat muslim, benar-benar akan menjadi penganut agama yang baik, menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajarannya sesuai iman dan akidah islamiah.

Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam. Berdasarkan pandangan di atas, pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai di dalam sikap kepribadiannya.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pembentukan karakter perlu dilakukan, sesuai dengan akhlak Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi umatnya, serta pentingnya karakter dalam membangun manusia yang kuat, maka perlu menerapkan pendidikan karakter dengan tepat. Agar dapat merealisasikan hal tersebut, diperlukan kepedulian dari berbagai pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga, maupun institusi pendidikan.

Sementara itu, dalam kebijakan nasional ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan insani sebagai proses berbangsa dan bernegara. Lebih lanjut harus diingat bahwa pendidikan karakter (watak) adalah amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau bekarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan bangsa.

5

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Edisi Revisi, Cet. I, h. 7

6

Muhammad Takdir Illahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 47


(18)

4

Pada dasarnya, tujuan pendidikan nasional tidak boleh melupakan landasan fiolosofi pendidikan yang membebaskan dan mampu menyiapkan generasi masa depan untuk dapat bertahan hidup dan berhasil menghadapi tantangan-tantangan zamannya. Singkat kata, bahwasanya tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan berbagai karakter manusia.

Namun, realitanya pendidikan karakter ternyata masih belum berhasil. Dikatakan belum berhasil karena Indonesia saat ini mengalami peristiwa yang memilukan, memalukan dan memperihatinkan. Sejumlah kasus kekerasan yang terjadi justru dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa yang seharusnya menjadi penerus bangsa ini.

Pertama, tawuran pelajar dan mahasiswa yang kian mengkhawatirkan.

Kasus meninggalnya Renggo Kadapi (11) siswa SDN Makasar 09 Pagi Kelas VI Kecamatan Makasar Jakarta Timur, terbunuhnya siswa SMA di Jakarta Selatan, kasus penikaman antarmahasiswa di Makassar, penikaman dan pembunuhan keji mahasiswa IKIP Mataram (Mataram, 16 Juni 2013).7 Kasus tersebut bukti hilangnya hati nurani anak bangsa. Kasus kekerasan generasi muda (remaja) misalnya geng motor yang berkelompok cenderung brutal bukan hanya di Kota Jakarta tetapi di tempat lain. Tidak sedikit, remaja yang melawan pada orang tua, guru dan lainnya.

Kedua, munculnya mucikari (pelajar SMP) di kota Pahlawan

Surabaya. Sang mucikari menjadikan teman-temannya sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial) sebagai bentuk kejahatan (Berita TV Swasta, 12 Juni 2013). Menurut Survei terhadap 4500 siswa SMP di 12 Kota besar bahwa sekitar 67,1 persen (Pikiran Rakyat, 25 Mei 2011). Penelitian mendalam Juli 1999-Juli 2002 melibatkan sekitar 1.660 responden dari 16 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta Yogyakarta. Sekitar 97,05 persen mengakui sudah hilang keperawanannya saat kuliah. Hanya tiga responden atau 0,18 persen yang mengaku sama sekali belum pernah melakukan hubungan seksual, termasuk mastubasi.8 Fenomena ini layaknya fenomena gunung es, semakin perkembangan zaman semakin meleleh terkena dampak dari pemanasan global.

7

Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam As, Membumikan Pendidikan Karakter: Implementasi Pendidikan Berbobot Nilai dan Moral,(Jakarta: CV. Suri Tatu’uw, 2015),

Cet. I, h. 5-6

8


(19)

Ketiga, Kasus aborsi siswa dan mahasiswa. Berbagai kasus kekerasan pada anak dan remaja terus meningkat. Menurut Data Komisi Nasional Anak (2012-2013) mencatat bahwa pengaduan kekerasan anak meningkat 60 persen. Sekitar 58 persen diantaranya adalah kekerasan sex. Menurut data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2012 bahwa kasus aborsi 2,4 juta dilakukan remaja usia pra nikah atau tahap SMP dan SMA (Baca, Sepertiga Kasus Aborsi dilakukan Siswi SMA, Health Liputan 6.com Fitri Syarifah 13 Juni 2014).9

Keempat, kasus sodomi dan pedofilia yang menimpa anak-anak TK seperti

Jakarta International School (JIS), kasus pelecahan seks di Sukabumi, dan daerah lainnya.10 Kelima, remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9% dari total jumlah korban. Selain itu, berdasarkan data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta, pelajar SD, SMP, dan SMA yang terlibat tawuran mencapai 0,8% atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.645.835 siswa di DKI Jakarta.11

Penyebab dari kasus-kasus yang terjadi di kalangan remaja dan mahasiswa disebabkan oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal terjadi pada individu itu sendiri, timbul karena rasa ingin tahu yang tinggi agar terlihat gaul oleh teman-temannya dan ada juga dengan rasa coba-coba. Kemudian faktor eksternal bisa dari lingkungan luar, salah satunya dari teman-teman sepergaulan yang mempengaruhi pembentukan karakter, adakalanya pengaruh teman yang baik dan ada pula yang bertentangan. Dalam pengaruh lingkungan luar inilah peran lingkungan pendidikan menjadi sangat penting dalam membekali karakter setiap anak, akan tetapi peran dan fungsi hanyalah sebuah tulisan yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya.

Dalam konteks pendidikan formal di Indonesia, bisa jadi salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skils atau

9

Ibid.,

10

Ibid., h. 7

11

Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), h. 2


(20)

6

nonakademik sebagai unsur utama pendidikan karkater belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung diabaikan. Saat ini, ada kecenderungan bahwa target-target akademik masih menjadi tujuan utama dari hasil pendidikan karakter masih sulit dilakukan.12 Cara pandang seperti inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa di sekolah-sekolah berkembang suasana belajar yang sangat birokratik dan hanya berorientasi pada hasil.

Seperti halnya survei yang dilakukan oleh UPI, dengan responden berasal dari sekolah negeri (77%) dan sekolah swasta (20%). Para responden mengikuti UN antara tahun 2004-2013. Dari hasil survei, 75% responden mengaku pernah menyaksikan kecurangan dalam UN. Jenis kecurangan terbanyak yang diakui adalah mencontek misal lewat pesan singkat/sms, grup chat, kertas contekan, atau kode bahasa tubuh. Ada pula modus jual beli bocoran soal dan peran dari tim sukses (guru, sekolah, pengawas) atau pihak lain.13

Dengan kata lain, mereka lebih terbiasa mengambil sesuatu daripada menggali sesuatu. Dari kecenderungan dan gejala demikian, Benni Setiawan menyimpulkan:

Pendidikan Indonesia masih sangat mementingkan hasil daripada proses. Artinya, pendidikan yang selama ini dijadikan basis penyadaran dan pendewasaan tidak lebih diukur dari nilai-nilai yang dapat dibuat. Materi kecerdasan yang lain, seperti kecerdesan emosional dan

spritiual tidak tersentuh dan dihargai sama sekali.14

Dari sinilah, terlihat bahwa ternyata dunia pendidikan hanya mampu melahirkan manusia yang cerdas secara otak atau intelektual, namun gagal secara moral. Kondisi itu akhirnya mengundang banyak pertanyaan dan kritik dari banyak pengamat mengenai relevensi dunia pendidikan seseorang dalam hidup keseharian.15 Dengan kata lain, aspek-aspek lain yang ada dalam diri siswa, yaitu aspek afektif dan moral kurang mendapatkan perhatian lebih terutama dari lingkungan keluarga.

12

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. I, h. 3

13

Survei UPI: Kecurangan UN Libatkan Guru dan Kepala Sekolah, dalam situs

“http://sp.beritasatu.com/home/survei-upi-kecurangan-un-libatkan-guru-dan-kepala-sekolah/” di akses pada tanggal 18 Januari 2016, pukul 21.00 wib

14

Mujamil Qomar, Kesadaran Pendidikan: Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 33

15

Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah (Yogyakarta: Laksana, 2011), Cet. I, h.13


(21)

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat komunitas pertama bagi seseorang sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di keluargalah seseorang sejak dia sadar lingkungan, belajar tata nilai atau moral, karena tata nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya.16 Akan tetapi, fungsi dan tempat anak mendapatkan pendidikan karakter dalam keluarga sudah tidak sesuai dengan seharusnya, dikarenakan sekarang ini sudah banyak keluarga yang kacau dan menyebabkan kritisnya karakter pada anak, misalkan kedua orang tua yang sibuk bekerja sehingga anak tidak lagi dapat perhatian, bimbingan, dan kasih sayang. Kemudian faktor lainnya, sang ayah tidak betah di rumah sering ke luar mencari kesenangan lain, akibatnya sang ibu kecewa dan akan membalas dendam. Tinggalah anak-anak tanpa asuhan orang tua, mereka lari ke luar mencari kesenangan diri yang kadang-kadang mengganggu ketertiban.

Salah satu persoalan yang mendasar dalam keluarga tersebut telah menimbulkan berbagai pandangan, banyak orang yang mengatakan bahwa karakter remaja Indonesia saat ini sangat memperihatinkan. Indikasi tehadap hal ini dapat kita lihat dari fenomena yang ada di masyarakat, seperti sering terjadi tawuran antar pelajar serta besarnya pengaruh media massa dalam pembentukan karakter, banyak anak-anak yang menyaksikan adegan kekerasan, video porno, punya kecenderungan lebih besar untuk melakukannya. Tetapi yang lainnya ada yang mengatakan semua ini bisa di tanggulangi dengan penguatan karakter di lingkungan pendidikan, serta menjadikan pembangunan karakter bangsa dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terprogram.

Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana dimanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, dimana pendidikan karakter

16

Gede Raka, dkk, Pendidikan Karakter di Sekolah Dari Gagasan ke Tindakan, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), h.45


(22)

8

ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya,

dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”.17

Sesuai RPJPN yang sudah ada, maka untuk menghasilkan perilaku yang baik serta menumbuhkan karakter positif pada siswa, bisa diupayakan dengan program-program yang dilaksanakan oleh sekolah dalam menunjang keberhasilan pendidikan karakter, karena program adalah upaya untuk mencapai sasaran. Untuk mencapai satu sasaran, bisa dengan melalui satu atau beberapa program yang direalisasikan dengan kegiatan-kegiatan di sekolah.

Hal ini sesuai dengan UU No 25 Tahun 2004 bahwa “Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instransi pemerintah”.

Program pendidikan karakter dapat dilakukan melalui; pengajaran, pemotivasian, peneladanan, pembiasaan, dan penegak aturan.18 Dengan pembuatan program pengembangan budaya di sekolah, serta menerapkannya melalui kegiatan-kegiatan yang positif pada siswa, seperti masuk ke lokasi sekolah tepat waktu dan bertingkah sopan, belajar dalam kelas secara tertib tanpa adanya bising ketika tidak ada guru sekalipun, belajar di perpustakaan ketika waktu dan belajar untuk mengisi waktu kosong, mengikuti upacara sesuai program sekolah, dan lain sebagainya.

Program pengembangan budaya di sekolah memberikan arti yang sangat penting sebagai sarana pembentukan tingkah laku dikalangan para siswa, karena siswa merupakan generasi penerus bangsa dan agama. Banyak bekal pengetahuan dan kesiapan mental yang baik dan matang yang harus dimiliki siswa dalam rangka melakukan tugasnya agar dapat memiliki dedikasi yang tinggi dan bertanggung jawab, sehingga apa yang dicita-citakan bangsa dan agama dapat terwujud, yaitu terwujudnya manusia yang sehat jasmani, rohani dan bertanggung

17

Daryanto dan Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah,

(Yogyakarta: Gava Media, 2013), h. 41

18


(23)

jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena esensi dari pendidikan karakter adalah untuk membentuk kepribadian manusia seutuhnya.

Berdasarkan hal di atas, maka setiap sekolah harus melaksanakan program pendidikan karakter bisa dengan program pengembangan budaya sekolah, agar siswa-siswanya di didik dan dilatih dengan pembiasaan hal yang positif, serta menampilkan pribadi yang utuh sebagai seorang pelajar yang baik dan terhindar dari tindakan-tindakan amoral yang dapat merugikan diri sendiri serta masyarakat dan berperilaku sesuai dengan nilai karakter bangsa dan agama.

Diantara instansi pendidikan yang menyelenggarakan pelayanan sosial kemasyarakatan dengan bentuk pengelolaan pendidikan salah satunya ialah Yayasan Darul Muttaqien yang berperan terhadap pendidikan karakter. Sistem pesantren sebagaimana lazim diketahui adalah sistem pendidikan 24 jam, artinya para siswa (santri) diasramakan sehingga seluruh kegiatan santri selama 24 jam adalah aktivitas terprogram dan terpadu dalam pengawasan dan bimbingan para guru pengasuh, baik aktifitas formal akademik di sekolah maupun aktifitas non akademis di asrama. Seluruh kegiatan yang telah di programkan untuk menunjang visi pendidikan Darul Muttaqien baik melalui kegiatan harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Hingga saat ini kegiatan pendidikan yang diselenggarakan Pesantren Darul Muttaqien meliputi berbagai jenjang, salah satunya adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT).

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien yang terletak di Parung-Bogor adalah salah satu sekolah yang mengajak seluruh komunitasnya, dalam hal ini manajemen sekolah, guru, staf administrasi yang berkontribusi disiplin agar siswa selalu terjaga sehingga seluruh siswa dapat berkembang seimbang dengan karakter dan mempunyai perilaku yang diinginkan oleh masyarakat. Kegiatan sehari-hari sekolah tersebut, selalu dibiasakan dengan nilai-nilai positif bagi para siswanya agar tak hanya akademik saja yang dimunculkan dalam perilaku siswa, tetapi nilai karakter agama dan bangsa pun sejalan dilaksanakan.

Hasil wawancara yang penulis lakukan dengan bapak Hendra sebagai wakil kepala bidang kurikulum, bahwa program pendidikan karakter yang dilaksanakan


(24)

10

di SDIT Darul Muttaqien sudah dijadikan pembiasaan pada siswa misalnya mulai dari nilai spiritual seperti sholat dhuha, tadarus, dan khotmil qur’an yang menjadi salah satu program rutin, semua itu sudah ditanamkan dalam kegiatan sehari-hari sehingga para siswa pun sudah mulai terbiasa dengan aktivitas tersebut. Kemudian nilai nasionalisme, seperti membacakan ikrar: ikrar syahadat yang diucapkan pertama kali, lalu janji siswa dan pancasila agar siswa dapat mengingatnya serta dilaksanakan nilainya dalam kehidupan sehari-hari sesuai ikrar tersebut.19

Tidak hanya itu, pembiasaan sikap disiplin pun dibiasakan pada siswa, misalkan setiap pagi siswa selalu datang tepat waktu dan disambut oleh para guru ketika ingin memasuki sekolah, proses belajar mengajar di dalam kelas ditanamkan nilai-nilai karakter, serta mengikuti ekstrakurikuler pramuka dan tapak suci yang menjadi ektrakurikuler wajib di sekolah tersebut, di dalam ektrakurikuler tersebut siswa diajarkan sikap disiplin dan bekerja sama antar sesama tim. Pada akhirnya, dari semua program pengembangan budaya di sekolah tersebut akan membentuk perilaku positif pada siswa yang tanpa disadari siswa sudah terbiasa melakukan kegiatan tersebut, meskipun tidak pungkiri bahwasanya sifat dan perilaku siswa berbeda-beda, akan tetapi semua itu harus terus dan terus dibiasakan pada siswa mulai sejak dini, karena dikatakan sejak dini ialah masa-masa perkembangan emas pada diri si anak untuk membentuk karakternya.

Keberhasilan SDIT dalam menjalankan program karakter tersebut menarik untuk dikaji lebih mendalam, untuk diketahui bagaimana hal tersebut bisa dicapai dengan program-program yang ada di dalamnya. Maka dari itu, penulis melakukan penelitian lebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul: “Implementasi Program Pendidikan Karakter (Studi Kasus di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien-Parung Bogor)”,

meski lokasinya sangat jauh dari rumah penulis namun itu tidak menjadi halangan untuk meneliti dan mencari data sehingga memperoleh data yang valid.

19

Wawancara observasi awal dengan Bapak Hendra Gumilar, wakil bidang kurikulum, pada hari Sabtu, 26 Maret 2016.


(25)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis dapat mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Globalisasi merupakan salah satu dampak negatif dalam dunia pandidikan terutama mengenai pengembangan pendidikan karakter; 2. Banyaknya kekerasan dan perilaku menyimpang lainnya terjadi

dikalangan remaja merupakan salah satu permasalahan tersendiri bagi pendidikan karakter;

3. Masih rendahnya kesadaran dan keterampilan guru dalam menanamkan pendidikan karakter di sekolah;

4. Masih banyaknya warga sekolah yang membudidayakan sikap ketidakjujuran;

5. Masih banyaknya sekolah yang mementingkan prestasi akademik daripada prestasi non akademik (sikap siswa);

6. Masih belum optimalnya ketercapaian program pendidikan karakter pada siswa.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, tidak semua masalah diteliti karena keterbatasan waktu dan tenaga penulis. Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan mudah, terarah, tidak meluas, dan mendapatkan hasil sesuai dengan yang diinginkan, maka penulis hanya membatasi penelitian mengenai belum optimalnya ketercapaian program pendidikan karakter siswa di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor dan fokus pembahasan akan dipusatkan pada 7 nilai karakter (religius, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, komunikatif, dan tanggung jawab).

D. Perumusan Masalah

Setelah membatasi masalah, penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu “Bagaimana implementasi program pendidikan karakter di SDIT Darul


(26)

12

1. Bagaimanakah implementasi program pendidikan karakter di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor yang dilaksanakan melalui kegiatan pengembangan diri siswa?

2. Kendala dan upaya apa saja yang dilakukan oleh pihak SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor untuk melaksanakan pendidikan karakter?

E. Tujuan Penelitian

Pelaksanaan penelitian memiliki tujuan yaitu:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan karakter yang dilakukan melalui kegiatan pengembagan diri siswa di SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.

2. Untuk mengetahui kendala dan upaya pendidikan karakter yang dilakukan pihak sekolah pada siswa SDIT Darul Muttaqien-Parung Bogor.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti

Memberikan motivasi untuk lebih banyak belajar, serta bertambahnya pengetahuan, pengalaman dan ilmu yang berharga dalam penelitian terutama seluruh aspek yang ikut berproses pada program pendidikan karakter.

2. Bagi Lembaga

Dapat digunakan sebagai referensi untuk evaluasi pendidikan yang selanjutnya dapat digunakan untuk membangun dan meningkatkan pembinaan yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi siswa yang masih dalam pertumbuhan sejak dini.

3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Menciptakan pola pembinaan yang lebih variatif dimana nantinya dapat dipelajari dan dijadikan acuan oleh pendidik, lembaga pendidikan, orang-orang yang peduli dengan moral anak.


(27)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dapat dirinci sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, berisi pemaparan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori, berisikan tentang pemaparan pendidikan karakter; pengertian pendidikan karakter, tujuan dan fungsi pendidikan karakter, pengembangan pendidikan karakter, komponen-komponen dalam pendidikan karakter, serta implementasi program pendidikan karakter, penelitian relevan dan kerangka berpikir.

BAB III : Metodologi Penelitian, berisi pemaparan tentang tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data, dan teknis analisis data.

BAB IV : Hasil penelitian, berisi pemaparan tentang gambaran umum objek penelitian, deskripsi dan analisa data, serta temuan hasil penelitian.

BAB V : Penutup, berisi pemaparan tentang kesimpulan, kritik dan saran.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(28)

14

BAB II

KAJIAN TEORI PENDIDIKAN KARAKTER

Pada bab ini akan dikemukakan beberapa teori yang berkaitan dengan implementasi program pendidikan karakter, diantaranya ialah pengertian pendidikan karakter, tujuan dan fungsi pendidikan karakter, pengembangan pendidikan karakter, dan komponen-komponen dalam pendidikan karakter, serta implementasi program pendidikan karakter.

A. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna atau saling digunakan secara bergantian. Contohnya adalah kata akhlak, etika, moral, dan karakter.

Makna pertama yaitu kata akhlak. Menurut etimologi, kata

akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti “budi pekerti”.1

Kata akhlak dikonotasikan sebagai kata yang memiliki nuansa religius. Akhlak adalah jamak dari khuluq yang berarti adat kebiasaan (al-adat),

perangai, tabi’at (al-sajiyyat), watak (al-thab), adab/sopan santun (

al-muruat), dan agama (al-din).2

Hal serupa dikatakan oleh Abuddin Natta, bahwa kata akhlak adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah disebutkan diatas. Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya dalam

al-Qur’an, sebagai berikut:3

1

Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 39

2

Barnawai & M. Arifin, Stratgi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 19

3

Abuddin Natta, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), Ed. 1-7, h. 2


(29)



















Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS. Al-Qalam, 68: 4).

Akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.4 Hal senada dikatakan Mahjuddin, bahwa akhlaq adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya.5 Menurut Imam Ghazali: “Akhlak ialah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah

bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi”. Atau boleh juga dikatakan,

perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan.6

Dari pengertian di atas jelaslah bahwa kajian akhlak adalah tingkah laku manusia, atau tepatnya nilai dari tingkah lakunya, yang bisa bernilai baik (mulia) atau sebaliknya bernilai buruk (tercela).7

Makna kedua yaitu kata etika. Etika berasal dari bahasa Latin,

etos yang berarti “kebiasaan”.8

Sedangkan, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan buruk, kumpulan asas yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai benar/salah yang dianut golongan masyarakat.9 Pendapat lain, mengatakan etika diartikan sebagai sistem nilai yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan sangat mempengaruhi tingkah lakunya.10 Maka dari itu, istilah etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada, karena itu, etika merupakan suatu ilmu.11

4

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 3, h. 1

5

Mahjuddin, Akhlaq Tasawuf I: Mu’jizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 5

6

Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga., Op, Cit., h. 37

7

Marzuki, Prinsip Dasar Akhlak Mulia: Pengantar Studi Konsep-konsep Dasar Etika dalam Islam, (Yogyakarta: Debut Wahana Press & FISE UNY, 2009), h. 9

8

Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga,. Op, Cit., h. 39

9

Barnawai & M. Arifin,. Op, Cit., h. 19

10

Muchson & Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral, (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 3

11


(30)

16

Kemudian dalam bahasan yang sama ada Asmaran AS menulis, etika adalah ilmu yang mempelajari tingkah-laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut baik atau buruknya, sedangkan untuk menentukan nilainya adalah akal pikiran manusia.12

Makna ketiga yang serupa ialah moral. Perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores yaitu jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.13 Moral dalam kamus Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai: (1) (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, semangat, bergairah, berdisplin, dan sebagainya; (3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.14

Selanjutnya, moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.15 Hal serupa, bahwa istilah moral digunakan untuk memberikan kriteria perbuatan yang sedang dinilai. Karena itu, moral bukan suatu ilmu, tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.16 Dalam kehidupan sehari-hari, dikatakan bahwa orang yang bertingkah laku baik adalah orang yang bermoral.

Menyinergi berbagai makna pendapat di atas, maka dapat dilihat persamaan antara akhlak, etika dan moral, yaitu menentukan nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk. Perbedaan terletak pada tolak ukurnya masing-masing, yang di mana akhlak menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, etika dengan pertimbangan akal pikiran dan moral dengan adat kebiasaan umum yang berlaku di masyarakat.

12

Asmaran,. Op, Cit., h. 7

13

Asmaran,. Op, Cit., h. 8

14

Barnawai & M. Arifin,. Op, Cit., h. 19-20

15

Abuddin Natta,. Op, Cit., h. 92

16


(31)

Kemudian makna selanjutnya, yang menjadi tolak ukur seseorang dalam bertindak nyata ialah kata karakter. Dalam kamus psikologi, arti karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang. Adapun dalam bahasa Arab, karakter diartikan ‘khuluq, sajiyyah, thab’u’ (budi pekerti, tabiat atau watak. Kadang juga diartikan syakhsiyyah yang artinya lebih dekat dengan

personality (kepribadian).17

Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen, watak.18

Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terwujud dalam perilaku.19

Berdasarkan pemahaman karakter yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik benang merah, bahwa karakter adalah sifat yang melekat pada diri seseorang sejak lahir yang membuat orang akan bertindak dan bersikap otomatis dan dapat mempengaruhi keadaan sekitarnya.

Dengan kata lain bahwa akhlak, moral, dan etika merupakan fondasi seseorang yang berada dalam kualitas baik/buruk, terpuji/tercela, dan moral/amoral. Sedangkan, karakter telah masuk pada sebuah tindakan. Baik dan buruk karakter bergantung pada pilihan dan kebiasaan nilai yang dipilihnya.

17

Agus Zaenul Fitri,. Reinventing Human Character: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 20

18

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: AlFABETA, 2012), cet II, h. 1-2

19

Anas Salahudin M., dan Irwanto Alkhrienche, Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 42


(32)

18

Suatu perbuatan dikatakan karakter apabila perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri:

a. Perbuatan itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadiannya;

b. Perbuatan itu dilakukan dengan spontan tanpa pemikiran terlebih dahulu;

c. Perbuatan itu dilakukan tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar; dan

d. Perbuatan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan pura-pura atau sandiwara.20

Dalam klasifikasi lain, karakter akan dapat terbagi empat. Karakter lemah, karakter kuat, karakter jelek, dan karakter baik. Masing-masingnya dapat dilihat dari indikator karakter sebagai berikut:

a. Karakter lemah, dapat ditemukan seperti penakut, tidak berani mengambil resiko, pemalas, cepat kalah, dan beberapa jenis lainnya.

b. Karakter kuat, dapat ditemukan seperti tangguh, ulet, mempunyai daya juang yang kuat serta pantang mengalah/menyerah.

c. Karakter jelek misalnya licik, egois, serakan, sombong, tinggi hati, pamer atau suka ambil muka, dan sebagainya.

d. Karakter baik, misalnya jujur, terpercaya, rendah hati, amanah dan sebagainya.21

Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi, yakni karakter baik dan karakter buruk. Sedangkan, karakter baik atau takwa sebenarnya sudah dibawa sejak lahir. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surah QS. Al-Syams (91:8) berikut:22



















“Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya”.

20

Amirulloh Syarbini, Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), h. 11

21

Elfindri, dkk, Pendidikan Karakter: Kerangka, Metode Dan Aplikasi Untuk Pendidik Dan Profesional, (Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2012), cet. I, h. 27-28

22


(33)

Berdasarkan ayat di atas, setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi hamba yang baik (positif) atau buruk (negatif), menjalankan perintah Tuhan atau melanggar larangan-Nya, menjadi orang yang mukmin atau musyrik. Semua itu tergantung pada karakter yang dimiliki seseorang.

Menurut Al-Qur’an, apapun karakter yang kita hasilkan yang sangat mendasar adalah bahwa yang baik perbuatannya, seperti dalam surat berikut:23





























































































“Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula” (surat Al Isra’:7)

Dengan demikian, karakter adalah apa yang melekat pada diri seseorang. Karakter mencirikan seseorang menurut tanggapan dari orang lain. Maka dari itu pentingnya pembiasaan karakter sejak dini, serta penanaman karakter pada setiap lembaga pendidikan akan mempengaruhi kehidupan seseorang nantinya.

Dari konsep karakter di atas, kemudian muncul istilah pendidikan karakter. Menurut Elkind dan Sweet, menjelaskan pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila.24 Segala sesuatu yang dilakukan setiap orang, yang mampu mempengaruhi karakter di lingkungannya.

Definisi pendidikan karakter yang lebih lengkap dikemukakan oleh Thomas Lickona sebagai pencetusnya. Menurut Lickona,

23

Elfindri, dkk,, Op, Cit., h. 29-30

24


(34)

20

pendidikan karakter adalah upaya membentuk/mengukir kepribadian manusia melalui pengetahuan (knowing), perasaan (feeling), dan tindakan (acting). Tanpa melibatkan ketiga ranah tersebut pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif.25

Hal senada pula diungkapkan oleh Deni Damayanti bahwa, pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang direncanakan secara bersama yang bertujuan menciptakan generasi penerus memiliki dasar-dasar pribadi yang baik, baik dalam pengetahuan, perasaan, dan tindakan.26

Pendapat lain mengatakan, bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter, atau pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah cipta, rasa, dan karsa.27 Artinya pendidikan karakter sebuah proses tuntunan ke arah yang baik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter.

Dapat ditarik benang merah, bahwasanya pendidikan karakter/budi pekerti dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan, untuk memelihara apa yang baik dan mewujudkan serta melaksanakan kebaikan ke dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter

Pada dasarnya tujuan dan fungsi pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai

25

Amirulloh Syarbini, Op, Cit., h. 13

26

Deni Damayanti, Panduan Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Yogyakarta: Araska, 2014), Cet. I, h. 12

27


(35)

hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup.

Tujuan pendidikan karakter adalah sebagai peningkatan wawasan, perilaku, dan keterampilan, dengan berlandaskan empat pilar pendidikan. Tujuan akhirnya adalah terwujudnya insan yang berilmu dan berkarakter.

Adapun tujuan pendidikan karakter sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 3 (3): “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.

Pendidikan Nasional bertujuan: “Untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Pasal 3).

Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau bahkan nilai-nilai karakter yang bertujuan mengembangkan kemampuan para siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Menurut Kemendiknas, tujuan pendidikan karakter antara lain: a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik

sebagai manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa


(36)

22

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan e. Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan

belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).28

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah memimbing dan memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik).29

Adapun tujuan pendidikan karakter yang sesungguhnya jika dihubungkan dengan falsafah Negara Republik Indonesia adalah mengembangkan karakter peserta didik agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila.30 Namun, pendidikan karakter belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Menurut Maswardi Muhammad Amin, Berdasarkan komitmen tersebut dirumuskan tujuan pendidikan karakter/budi pekerti secara umum adalah untuk membangun dan mengembangkan karakter/budi pekerti peserta didik pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan agar dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai butir sila dari Pancasila. Secara khusus bertujuan mengembangkan potensi anak didik agar berhati baik, berpikiran baik, berkelakuan baik, memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan Negara, dan mencintai sesama umat manusia.31

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, berorientasi, bergotong royong, berjiwa patriotik berkembang dinamis, berorientasi

28

Agus Zaenul Fitri, Op, Cit., h. 24

29

Ibid., h. 22

30

Anas Salahudin, dan Irwanto Alkrienciehie, Op, Cit., h. 43

31

Mawardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Badouse Media Jakarta, 2011),h. 37


(37)

ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.32

Telah dijelaskan di atas, bahwa tujuan dari pendidikan karakter adalah membentuk, menanamkan, memfasilitasi dan mengembangkan nilai-nilai positif pada anak sehingga menjadi pribadi yang unggul dan bermartabat. Kemudian, selain adanya tujuan maka diperlukan juga fungsi sebagai keseimbangan jalannya pendidikan.

Fungsi pendidikan karakter menumbuh kembangkan kemampuan dasar peserta didik agar berpikir cerdas berperilaku yang berakhlak, bermoral, dan berbuat sesuatu yang baik, yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat (domain kognitif, afektif, dan psikomotorik), membangun kehidupan bangsa yang multikulutur, membangun peradaban bangsa yang cerdas berbudaya yang luhur, berkontribusi terhadap pengembangan hidup umat manusia, membangun sikap warga negara yang cinta damai, kreatif, mandiri, maupun hidup berdampingan dengan bangsa lain.33

Sebagaimana dikutip dari Ahmad Fikri bahwa fungsi pendidikan karakter adalah:

a. Pengembangan: pengembangan potensi dasar peserta didik agar

berhati, berpikir, dan berperilaku baik;

b. Perbaikan: memperkuat dan membangun perilaku bangsa

multikultur untuk menjadi bangsa yang bermartabat;

c. Penyaring: untuk menyaring budaya yang negatif dan menyerap

budaya yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa untuk meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.34

32

Daryanto dan Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Yogyakarta: Gava Media, 2013), h. 44

33

Mawardi Muhammad Amin,. Op, Cit., h. 37

34


(38)

24

Pendapat lain dari Daryanto, bahwa pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.35

Dapat dipahami bahwa tujuan dari pendidikan karakter membentuk kepribadian yang baik bagi peserta didik, baik dalam berpikir, baik dalam berperilaku, baik dalam berakhlak mulia, ataupun dari segi kehidupan yang lainnya. Dengan tujuan pendidikan karakter maka fungsi pendidikan karakter sebagai penopang dari tingkah laku peserta didik untuk mengetahui benar salah, baik buruk, dan sesuai nilai-nilai luhur Pancasila.

3. Macam-Macam Nilai Pendidikan Karakter

Setiap satuan pendidikan mengambil nilai inti yang akan dikembangkan di sekolah masing-masing. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat visi dan misi sekolah, tradisi budaya di sekeliling, keinginan warga sekolah, kehendak para pemegang kepentingan di sekolah, kondisi lingkungan, dan sebagainya.

Pengembangan atau pembentukan pendidikan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan utama dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah.

Pengembangan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Amanah UU No. 20 Tahun 2003 bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau bekarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafaskan nilai-nilai luhur agama dan bangsa.

35


(39)

Pengembangan karakter merupakan proses yang terjadi secara terus-menerus. Karakter bukanlah hasil atau produk melainkan usaha hidup. Usaha ini akan semakin efektif, ketika manusia melakukan apa yang menjadi kemampuan yang dimiliki oleh individu. Proses pendidikan karakter tidak mudah untuk dibangun pada setiap individu maupun kelompok karena dalam prosesnya banyak faktor yang menentukan keberhasilan dalam membentuk manusia karakter. Kekuatan dalam proses pembentukan karakter sangat ditentukan oleh realitas sosial yang bersifat subjektif yang dimiliki oleh individu dan realitas objektif di luar individu yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam membentuk pribadi yang berkarakter.36

Pengembangan karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi empat tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahapan pembentukan karakter; kedua, pada usia remaja, disebut sebagai tahap pengembangan; ketiga, pada usia dewasa, disebut sebagai tahap pemantapan; dan keempat, pada usia tua, disebut sebagai tahap pembijaksanaan. Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), perilaku (acting), menuju kebiasaan (habit).37

Karakter tersebut dikembangkan melalui tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik, yaitu moral knowing, moral feeling atau perasaan, dan moral action atau moral perbuatan. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).

Pada dasarnya setiap individu memiliki ciri, sifat bawaan

(heredity), dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh

lingkungan sekitarnya. Ahli psikologi berpendapat bahwa kepribadian dibentuk oleh perpaduan faktor pembawaan dan lingkungan. Karakteristik bawaan, baik yang bersifat biologis maupun psikologis, dimiliki sejak lahir. Apa yang dipikirkan, dikerjakan, atau dirasakan seseorang, atau merupakan hasil

36

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kecana Prenada Media Group, 2011), ed. I, cet. I, h. 198

37


(40)

26

perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diwariskan dan pengaruh lingkungan sekitarnya.38

Nilai karakter pada diri seseorang tidak bisa hanya dilihat hanya dari satu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam ajaran agama islam, semua hal yang berhubungan dengan nilai karakter selalu dikaitkan oleh sikap yang dimiliki oleh Rasulullah SWA. Beliau dikenal memiliki sifat SFAT (sidiq, fathonah, amanah ,tabligh).

Secara garis besar makna-makna karakter tersebut adalah sebagai berikut:

a. Shidiq, bermakna kejujuran, yakni jujur di dalam ungkapan, sifat

dan tindakan yang terkait dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.

b. Amanah, apat dipercaya.

c. Fathonah artinya cerdas, juga cerdik.

d. Tabligh bermakna menyampaikan perintah atau sesuatu amanah

yang dipercayakan kepadanya, atau aturan-aturan yang berlaku di organisasinya kepada seluruh jajaran di bawahnya.39

Secara sederhana, Shiddiq artinya benar atau jujur. Seorang Nabi atau Rasul pasti adalah orang yang benar dalam semua aspek hidupnya, tutur kata dan tingkah lakunya.40 Amanah, artinya dapat dipercaya atau bertanggungjawab. Orang yang amanah menyadari apa pun yang dia dapatkan sebagai sesuatu yang pasti akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Baik itu jabatan, kepandaian, kesehatan, harta, kekayaan, bahkan diri mereka sendiri, merupakan yang mesti dipertanggungjawabkan.41 Fathanah artinya kepandaian, kecerdasan, kapabilitas atau pun profesionalitas. Orang bisa disebut fathanah karena dia memiliki kecerdasan dan kecakapan

38

Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. III, h. 12

39

Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model: Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), cet. I, h. 97-99

40

Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2011), cet. II, h. 129

41


(41)

di posisi mana pun dia ditempatkan atau ditugaskan. Tapi satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa sifat fathanah ini bukan semata-mata kecerdasan, kemahiran maupun profesionalitas, tapi sifat ini didasari oleh moralitas yang tinggi dan akhlak yang mulia.42 Tabligh artinya keterbukaan atau transparasi. Orang-orang yang mempunyai sifat tabligh pastilah pribadi-pribadi yang menyenangkan, karena mereka adalah pribadi yang hangat, akrab dan terbuka. Kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat menjadi panutan dan selalu dapat dibanggakan.43

Dengan kata lain, segala sesuatu sifat yang ada dalam diri Rasulullah SAW hendaknya menjadi acuan untuk berperilaku agar dapat menjadi manusia yang bernilai karakter atau bersifat Uswatun Hasanah.

Pendidikan karakter yang dikembangkan tidak terlepas dari budaya bangsa. Dalam rangka memperkuat pelaksanaan serta pengembangan pendidikan karakter, baik di sekolah, keluarga maupun masyarakat, Pemerintah telah mengidentifikasi 18 (delapan belas) nilai yang bersumber dari agama, budaya dan falsafah bangsa. Nilai karakter yang harus dikembangkan dalam setiap instansi pendidikan, sebagai berikut:

a. Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.

c. Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan

agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

42

Ibid., h. 135

43


(42)

28

e. Kerja keras: perilaku yang menunjukkan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dadri sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung

pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis: cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang

menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya

untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

j. Semangat kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan

berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta tanah air: cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

l. Menghargai prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat/komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa

senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk

membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin member

bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung jawab: sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan alam (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.44

44


(43)

Selain itu, Ratna Megawangi, pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun 9 (sembilan) pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pengembangan pendidikan karakter, baik di sekolah maupun di luar sekolah, yaitu sebagai berikut:

a. Cinta Allah dan kebenaran

b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri c. Jujur

d. Hormat dan santun

e. Kasih sayang, peduli, dan kerja sama

f. Percaya diri, kreatif, kerja sama, dan pantang menyerah g. Adil dan berjiwa kepemimpinan

h. Baik dan rendah hati i. Toleran dan cinta damai.45

Dalam perspektif Islam, nilai-nilai karakter yang dikembangkan di atas sesungguhnya merupakan bagian dari akhlak terpuji (akhlaq mahmudah), yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Perilaku Rasulullah dalam hidup kesehariannya adalah model karakter seorang Muslim yang sebenarnya. Berikut ini beberapa contoh karakter mulia yang harus diinternalisasikan dan di impelementasikan dalam setiap kehidupan Muslim, terutama pada anak-anak dalam lingkungannya sehari-hari, diantaranya:

a. Keimanan dan ketakwaan b. Kejujuran

c. Displin d. Percaya diri e. Tanggung jawab f. Keadilan

g. Sopan santun h. Pemaaf

i. Sabar, dan Peduli.46

45


(44)

30

Indikator keberhasilan pendidikan karakter menurut Agus Zaenul Fitri, antara lain:

a. Religius yaitu dengan mengucapkan salam, berdoa sebelum dan sesudah belajar, melaksanakan ibadah keagamaan, merayakan hari besar keagamaan.

b. Jujur yaitu dengan membuat dan mengerjakan tugas secara benar, tidak menyontek atau memberi sontekan, membangun koperasi dan kantin kejujuran, melaporkan kegiatan sekolah secara transparan, melakukan sistem perekrutan siswa secara benar dan adil, melakukan sistem penilaian yang akuntabel dan tidak melakukan manipulasi.

c. Toleransi yaitu dengan memperlakukan orang lain dengan cara yang sama dan tidak membeda-bedakan agama, suku, ras, dan golongan serta menghargai perbedaan yang ada tanpa melecehkan kelompok yang lain.

d. Disiplin yaitu guru dan siswa hadir tepat waktu, menegakkan prinsip dengan memberikan punishment bagi yang melanggar

dan reward bagi yang berprestasi, dan menjalankan tata tertib

sekolah.

e. Mandiri yaitu dengan melatih siswa agar mampu bekerja secara mandiri dan membangun kemandirian siswa melalui tugas-tugas yang bersifat individu.

f. Komunikatif yaitu dengan saling menghargai dan menghormati, guru menyayangi siswa dan siswa menghormati guru, tidak menjaga jarak, dan tidak membeda-bedakan dalam berkomunikasi.

g. Tanggung jawab yaitu dengan mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan baik, bertanggung jawab yang telah ditetapkan, mengerjakan tugas kelompok secara bersama-sama.47

Hal yang paling mendasar dalam proses pendidikan adalah membentuk dan mengembangkan karakter seorang anak yang terlibat langsung secara aktif dalam proses tersebut. Namun perlu disadari bahwa setiap anak didik memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mereka dikarunia oleh beragam macam potensi yang diberikan oleh Sang Pencipta-Nya. Oleh karena itu, pengembangan karakter diperlukan untuk menanamkan cita-cita setiap anak, guna membentuk karakter yang kuat dalam menghadapi kehidupannya.

46

Ibid., h. 40

47


(45)

Jadi dengan adanya pendidikan karakter, dapat tumbuhnya nilai moral yang selama ini sedikit-sedikit mulai hilang tergerus oleh perkembangan zaman sehingga nantinya akan berpengaruh pada dunia pendidikan yang selama ini telah berperan banyak dalam pengembangan dan pembangunan karakter pada siswa-siswanya. Karena pendidikan karakter merupakan pondasi utama yang harus dikembangkan dalam setiap diri masing-masing siswa, kemudian proses pengembangan nilai karakter ini harus ditanamkan dan dibiasakan sehingga kelak tidak habis dimakan waktu dan akan terus melekat pada diri individu. Sejalan dengan nilai-nilai karakter di atas, setiap individu dapat membentuk karakter yang khas pada dirinya sesuai dengan lingkungannya yang dapat diharapkan.

Dari uraian di atas dapat ditegaskan kembali, bahwa untuk menyukseskan pendidikan dalam perkembangan si anak perlu dilakukan identifikasi nilai-nilai karakter, karena pendidikan karakter tanpa identifikasi nilai-nilai karakter hanya menjadi perjalanan panjang tanpa ujungnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan sudah sepatutnya mengembangkan pedidikan yang berlandaskan nilai karakter. Nilai-nilai karakter tersebut bisa bersumber dari ajaran agama maupun budaya bangsa, atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Dalam penelitian ini, karakter yang digunakan berpacu pada 18 nilai-nilai karakter yang telah di keluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai grand desain yang ada dalam pendidikan karakter. Acuan 18 nilai karakter ini ialah hal mendasar yang harus diutamakan dalam institusi-institusi pendidikan di Indonesia. Dengan tujuan nilai-nilai yang diterapkan oleh setiap anak agar menghasilkan generasi bangsa yang tidak cerdas dalam akademis saja tetapi juga cerdas akan akhlaq, moral, dan berperilaku sesuai nilai agama dan bangsa yang berlaku.


(46)

32

4. Komponen-komponen dalam Pendidikan Karakter

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen

(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen

pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, peneladanan tenaga pendidik dan kependidikan, pemberdayaan sarana perasarana, pembiayaan, dan seluruh warga dan lingkungan sekolah.

Komponen-komponen dalam pendidikan karakter meliputi: a. Kurikulum

Menurut Zakiah Daradjat kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.48 Mengingat

kurikulum adalah “ruh” dari pendidikan itu sendiri.

Kurikulum dirancang untuk memberikan peluang seluas-luasnya bagi sekolah dan tenaga pendidik untuk melakukan praktik-praktik pendidikan dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki peserta didik, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun melalui program pengembangan diri. Karena sekolah yang telah berkomitmen untuk mengembangkan karakter tentunya sudah ada di dalam kurikulum, baik dalam kurikulum tertulis maupun kurikulum tersembunyi.

Menurut Mansur Muchlis, hal ini mencakup apa yang sering disebut dengan istilah (1) kurikulum tersembunyi,

hidden curriculum: upacara dan prosedur sekolah,

keteladanan guru, hubungan siswa dengan guru, straf sekolah, kebijakan disiplin, penilaian pembelajaran, pengelolaan lingkungan sekolah, kebijakan disiplin; (2) kurikulum akademik, academic curriculum: mata pelajaran inti, termasuk kurikulum kesehatan jasmani; dan (3) program-program ekstrakurikuler, extracurricular programs: tim

48

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet. 11, h. 122


(47)

olahrga, klub, proyek pelayanan, dan kegiatan-kegiatan setelah jam sekolah.49

Pada prinsipnya, pengembangan kurikulum pendidikan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan, tetapi terintegrasi ke dalam mata-mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.

Tabel. 2.1

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum Sekolah50

No

Implementasi Pendidikan

Karakter Bentuk Pelaksanaan Kegiatan

1 Integrasi dalam mata pelajaran yang ada

Mengembangkan silabus dan RPP pada kompetensi yang telah ada sesuai dengan nilai yang akan diterapkan.

2 Mata pelajaran dalam muatan lokal (mulok)

Ditetapkan oleh sekolah /daerah. Kompetensi dikembangkan oleh sekolah /daerah.

3 Kegiatan pengembangan diri

Pembudayaan dan pembiasaan, berupa: pengondisian, kegiatan rutin, kegiatan spontanitas, keteladanan, dan kegiatan terprogram.

Ekstrakurikuler, seperti Pramuka, PMR, kantin kejujuran, UKS, KIR, olahraga dan seni, OSIS dan sebagainya.

49

Mansur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011), Cet. II, h. 130

50

Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasinya secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 109


(48)

34

Bimbingan konseling, yaitu pemberian layanan bagi anak yang mengalami masalah.

b. Guru

Dalam kamus besar bahasa Indonesia guru adalah seseorang yang profesinya mengajar. Dalam bahasa Arab disebut mu’alim dan dalam bahasa Inggris disebut Teacher. Itu semua memiliki arti yang sederhana yakni “A Person Occupation is Teaching Other” artinya Guru ialah seorang yang pekerjaannya mengajar.51

Dalam UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005, disebutkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.52

Guru merupakan SDM yang memberikan pengalaman kepada peserta didik sebagai wujud komitmennya terhadap implementasi pendidikan karakter.53 Artinya, guru memegang peranan penting untuk mengarahkan, mendidik, melatih, dan mengevaluasi peserta didik dalam mengembangkan serta membentuk karakter siswa.

Dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Beberapa strategi yang dapat memainkan peranannya secara optimal dalam hal penerapan pendidikan karakter, sebagai berikut: 1) Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran.54 Artinya

guru berperan sebagai seseorang yang membimbing, dan

51

Aris Shoimin, Guru Berkarakter Untuk Implementasi Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Gava Media, 2014), Cet. I, h. 8

52

Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter: Konsep Dan Implementasinya Di Sekolah, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2012), h. 81

53

Ibid.,. 50

54


(49)

memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat menemukan hasil belajarnya.

2) Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran.55 Artinya guru dituntut untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter. 3) Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan

pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia.56 Dalam hal ini para guru menjadikan pembiasaan pada kegiatan pengembangan akhlak mulia.

4) Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik.57 Artinya guru harus memfasilitasi serta melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter

5) Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter.58 6) Menjadi figur teladan bagi peserta didik.59

Dalam uraian di atas telah menggambarkan bahwa guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai seseorang yang menghasilkan perubahan pada peserta didik. Bagi peranan sebagai orang yang mempengaruhi lingkungan sekolah, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor yang mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur yang dapat ditiru oleh peserta didik. c. Siswa

Siswa atau peserta didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses

55

Ibid.,

56

Ibid.,

57

Ibid.,

58

Ibid., h. 80

59


(50)

36

mengajar. Tanpa adanya pelaku siswa, maka sekolah tidak akan bisa melangsungkan proses pendidikan.

Komponen siswa, yaitu subjek belajar yang akan melalui proses transformasi nilai-nilai luhur dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah.60 Dalam hal ini, peranan adanya pelaksanaan pendidikan karakter maka akan memberi pengaruh kepada siswa, terutama pada perubahan tingkah laku.

d. Sarana dan Prasarana

Komponen lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan kegiatan adalah faktor sarana prasarana dan dana. Sering terjadi kegiatan pendidikan karakter dilaksanakan karena kurangnya dana dan fasilitas pendukung. Karenanya pendidikan karakter merupakan kegiatan secara tidak tertulis atau yang biasa disebut dengan hidden curriculum, namun peran yang memiliki oleh kegiatan ini dalam konteks pembentukan manusia seutuhnya sama pentingnya dengan kegiatan-kegiatan kurikuler.

Yang dimaksud dengan sarana pendidikan adalah semua fasiltas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien.

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan sarana adalah fasilitas fisik yang digunakan dalam kegiatan program pendidikan karakter, seperti halnya pengajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler akan dapat berjalan lancar jika ditunjang dengan tersedianya sarana prasarana yang memadai.

Dalam rangka menerapkan pendidikan karakter pihak sekolah menambah tempat sampah dan memisahkan sampah basah dan kering dengan warna yang berbeda. Disediakan kotak temuan

60


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)