Urgensi Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid Menurut Tinjauan Pemikiran Masudul Alam Choudhury

(1)

URGENSI KEBERLANJUTAN EKONOMI BERLANDASKAN TAUHID MENURUT TINJAUAN PEMIKIRAN MASUDUL ALAM CHOUDHURY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

WILDAN ABDILLAH NIM : 1110046100207

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

ii

URGENSI KEBERLANJUTAN EKONOMI BERLANDASKAN TAUHID MENURUT TINJAUAN PEMIKIRAN MASUDUL ALAM CHOUDHURY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

WILDAN ABDILLAH NIM 1110046100207

Pembimbing

Dr. Dede Abdul Fatah, SHI., M.Si

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “URGENSI KEBERLANJUTAN EKONOMI

BERLANDASKAN TAUHID MENURUT TINJAUAN PEMIKIRAN MASUDUL ALAM CHOUDHURY” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Februari 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).


(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ini bukan merupakan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 Februari 2015


(5)

v ABSTRAK

Wildan Abdillah. NIM 1110046100207. Urgensi Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid Menurut Tinjauan Pemikiran Masudul Alam Choudhury. Konsentrasi Perbankan Syari‟ah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015, ix + 82 hlm.

Skripsi ini bertujuan untuk memberikan sebuah khazanah keilmuan berdasarkan perspektif pemikiran ilmuan Islam bernama Masudul Alam Choudhury yang solutif dan mendasar dalam perilaku ekonomi manusia terkait pengembangan ekonomi Islam dan pembangunan secara berkelanjutan secara umum, dengan dilandasi tauhid sebagai prinsip utama yang ditawarkan ekonomi Islam, yang lahir bukan hanya sebagai konsep nilai saja tetapi juga dapat di implementasikan dalam kehidupan manusia, khususnya dalam lingkup kegiatan

ekonomi yang terkait lingkup operasional dan fungsi perbankan syari‟ah dalam

masyarakat. Karena pada saat ini penulis melihat kurangnya penerapan konsep tauhid dalam upaya menciptakan keberlanjutan ekonomi dan juga belum adanya kesadaran bagi para pelaku ekonomi dan pemangku kebijakan bahwa begitu pentingnya landasan tauhid bagi terwujudnya keberlanjutan ekonomi yang optimal.

Penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan cara analisa kualitatif, mendeskripsikan dan menganalisa objek penelitian dengan membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan pemikiran Masudul Alam Choudhury dalam konsep tauhid dan hubungannya dengan keberlanjutan ekonomi.

Dari penelitian ini penulis memperoleh kesimpulan bahwa urgensi keberlanjutan ekonomi berlandaskan tauhid sangat mendesak dibutuhkan pelaksanaannya demi menciptakan keberlanjutan kesejahteraan dunia-akhirat (falah) yang menjadi hakikat tujuan ekonomi Islam yang sebenarnya.

Kata kunci:, tauhid, Masudul Alam Choudhury, keberlanjutan, ekonomi, urgensi, landasan, ekonomi Islam, moral, etika.

Pembimbing : Dr. Dede Abdul Fatah, SHI., M.Si Daftar Pustaka : Tahun 1970 s.d. tahun 2012.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata‟ala, atas

segala rahmat, hidayat juga „inayat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Syari‟ah.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan mulia Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan seluruh sahabatnya dan juga kita selaku umatnya yang senantiasa berusaha terus mengikuti dan mengamalkan sunnahnya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak sekali bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala bentuk kepedulian mereka yang telah memberi bantuan baik berupa moril, materiil, kritik, motivasi, semangat, juga dukungan finansial maupun sumbangan tenaga dan pemikiran dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan rasa terima kasih ini kepada :

1. Bapak H. JM. Muslimin, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum periode 2014-2015.

2. Bapak H. AzharuddinLathif, M.Ag, M.H., selaku Ketua Program Studi Muamalat beserta sekretaris, staff dan seluruh jajarannya.


(7)

vii

3. Bapak Dr.Dede Abdul Fatah, SHI., M.Si., selaku Pembimbing Skripsi atas segala bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis, serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

4. Ibu Dr.EuisAmalia, M.Ag.,selaku Dosen Pembimbing Akademis.

5. Mama dan Almarhum Bapak tercinta atas motivasi, pengorbanan, kasih sayang dan perhatian, sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan sarjana. 6. Bapak dan Ibu, serta keluarga besar Joko T. Sunaryo di Cibubur yang

senantiasa memberikan dukungan pengembangan diri bagi penulis di awal hingga pertengahan masa kuliah.

7. Kakak tercinta Rahmawati beserta suami atas dukungan moral dan juga materiil yang telah diberikan kepada penulis hingga saat ini.

8. Adik-adik tersayang yang selalu menguatkan dan memberi semangat perbaikan kepada penulis untuk menjadi lebih baik.

9. Teman seperjuangan penulis, Rahadian, Eko, Fadel, Alfian, Iqbal, Farid, Qori dan seluruh keluarga besar PS E Angkatan 2010 juga rekan KKN TRUST 2013 yang telah mewarnai perjalanan semasa kuliah dengan penuh semangat dan kenangan yang tak terlupakan.

10. Serta kepada seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Jakarta, 24 Februari 2015


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ii

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah B.Identifikasi Masalah C.Pembatasan Masalah D.Perumusan Masalah

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian F. Metode Penelitian

G.Sistematika Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Umum tentang Teori Pembangunan Berkelanjutan Bidang Ekonomi

1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan dan Keberlanjutan Ekonomi

2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan B.Pandangan Umum tentang Sistem Ekonomi Islam

dan Perbedaannya dengan Konvensional 1. Pengertian Sistem Ekonomi Islam

2. Landasan dan Prinsip-Prinsip Sistem Ekonomi Islam 3. Perbedaan Paradigma Sistem Ekonomi Islam Secara

Filosofis

C.Pengertian Umum tentang Konsep Tauhid sebagai Landasan Sistem Ekonomi Islam

1. Pengertian Konsep Tauhid Secara Umum 2. Pengertian Konsep Tauhid dalam Ekonomi 3. Dasar dan Tujuan Konsep Tauhid dalam Islam D.Review Studi Terdahulu

1 8 8 9 10 11 14 16 16 20 25 25 28 38 42 42 44 48 54


(9)

ix

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A.Sekilas Tentang Masudul Alam Choudhury

1. Biografi Masudul Alam Choudhury

2. Karya-karya dan Pemikiran Choudhury tentang Ekonomi Islam

3. Konsep Tauhid dan Pendekatannya Dalam Ekonomi Menurut Choudhury

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Urgensi Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid Menurut Tinjauan Pemikiran Masudul Alam Choudhury B.Implementasi Konsep Tauhid dalam Upaya

Mengoptimalkan Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan B.Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

56 56 59 60

62 68

76 77 79


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Saat ini dunia mengalami multi krisis dan selalu dihantui oleh ancaman krisis ekonomi global. Tidak hanya itu, peradaban dunia juga menghadapi dilema yang serius terkait dengan pola perilaku ekonomi umat manusia tak ramah lingkungan dalam mengeksploitasi sumber daya alam tak terbarukan yang terus memperburuk degradasi sumber alam, sumber daya energi, lingkungan dan sumber daya pangan. Ancaman perubahan iklim dan pemanasan global kian mengurangi sustainabilitas bumi dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan umat manusia.1

Perubahan perilaku manusia sangat penting untuk mencapai sustainabilitas tersebut. Ekonomi merupakan alat penting dalam pembuatan kebijakan sosial serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Ekonomi juga merupakan alat untuk memberikan informasi tentang pilihan biaya dan manfaat dari berbagai tindakan yang diputuskan beserta pengukuran hasilnya. Untuk itu diperlukan suatu paradigma ilmu ekonomi baru yang lebih peduli dengan keberlanjutan berlangsungnya hidup manusia mulai dari sekarang dan yang akan datang untuk anak cucu kita, demi peningkatan kualitas kehidupan manusia.

1

Ha u “. Pra o o, Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan Lingkungan Hidup: Adopsi Pemikiran Green Economy : 28 Paper Confrence The 1st Islamic Economics and Finance Research Forum: New Era of Indonesian Islamic Economics and Finance, 21-22 November 2012 (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012), h.51.


(11)

Allah SWT berfirman:

Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (QS. Al-Baqarah [2]:60)

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS

al-Syuara’ [26]:183)

Ayat di atas menyatakan bahwa dalam mencari dan menjalankan kehidupan kita dilarang merusak lingkungan yang merugikan orang lain. Sayangnya, dalam perkembangannya kajian ekonomi yang didasarkan pada persaingan telah menyebabkan percepatan kerusakan lingkungan serta mengakibatkan melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin yang menimbulkan ketegangan dan konflik sosial. Ekonomi neoklasik ―merasa‖ telah mampu mengatasi kelangkaan sumberdaya alam dengan kemajuan teknologi yang terus menerus. Tetapi suka atau tidak, sistem ekonomi tidak akan pernah mampu keluar dari ekosistem. Aturan yang mengatur dinamika ekosistem, dimana berlangsungnya aktivitas manusia, pada akhirnya merupakan fungsi dari hukum biologi, bukan fungsi dari sistem ekonomi yang diciptakan manusia.2

Lingkungan hidup mempunyai keterbatasan daya dukung dan daya tampung yang harus terus menerus dijaga agar dapat menjaga keberlangsungan kehidupan. Sistem ekonomi yang diinginkan adalah dapat menjaga keseimbangan aspek "pelestarian lingkungan‖ dan ―pertumbuhan ekonomi‖, yaitu (i) model pendekatan pembangunan ekonomi yang tidak lagi berbasis eksploitasi sumber

2


(12)

daya alam dan lingkungan hidup yang berlebihan, (ii) meninggalkan praktik-praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek dengan menggerakkan perekonomian yang rendah karbon dan (iii) menjawab ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan global.3

Umat muslim Indonesia sebagai potensi terbesar bangsa yang seharusnya menjadi subyek sekaligus obyek gerakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam demi keberlanjutan ekonomi itu sendiri, justru masih kurang sadar akan hak serta kewajibannya. Oleh karena itu, ekonomi Islam harus dikembangkan agar dapat berperan dalam menghadapi dan menangani permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan sekaligus.

Seiring dengan perkembangan masyarakat maka kebutuhan akan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia semakin meningkat. Keberadaan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia ini bukan saja menjadi terbatas karena memang kurangnya inovasi manusia dalam mengolah sumber daya yang bersifat alternatif tetapi juga adanya perilaku ekslploitasi manusia yang berlebihan dan tidak menghiraukan aturan moral etika, sehingga penggunaan sumberdaya yang ada tidak terkontrol dengan baik dan cenderung mengakibatkan kerugian bagi manusia itu sendiri.

Pembangunan ekonomi ―tidak harus bermakna‖ mengejar pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan dapat saja merupakan keharusan tetapi tidak cukup. Informasi GNP atau GDP hanya menangkap barang dan jasa yang ada pasarnya,

3


(13)

sedangkan banyak barang dan jasa yang sangat menentukan kesejahteraan manusia tidak terdaftar di pasar. Pembangunan berkepentingan dengan pemerataan dan perubahan struktur yang tidak mungkin teratasi hanya dengan memanipulasi pertumbuhan. Sisi lain, indikator pertumbuhan ekonomi seperti GNP atau GDP, dan tingkat inflasi tidak diiringi dengan informasi tentang nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusaknya serta tercemarnya lingkungan (degradasi)4.

Ismawan mengutip ―Willem Hogendijk telah menunjukkan kesalahan fatal mengenai terminologi ―pertumbuhan ekonomi‖ (economic growth).‖ Menurut pemikiran Hogendijk, istilah ―pertumuhan ekonomi‖ seperti yang dinomorsatukan oleh kebanyakan rezim di dunia, sebetulnya dalah ―pertumbuhan produksi‖. Dengan aktivitas produksi, perekonomian sesungguhnya tidak sedang berkembang, sebab sumber daya alam yang bersifat langka di bumi ini kian menyusut. Padahal besarnya penyusutan atau depresiasi terhadap persediaan barang-barang langka tersebut tidak dicatat dalam neraca pertumbuhan ekonomi. 5

Pertumbuhan ekonomi hanya terjadi apabila kita berhasil memenuhi lebih banyak kebutuhan (needs) kebutuhan masyarakat – bukan keinginan (wants) dari pemilik modal – melalui penyediaan barang langka sesuai dengan periode sebelumnya. Dengan logika pemikiran ini, mungkin saja ―pertumbuhan produksi‖ meningkat, akan tetapi pertumbuhan ekonomi justru menurun. Di titik inilah

4

LPPM UGM, "Pentingnya Green Economy di Tengah Ancaman Krisis Ekonomi Global", artikel di akses pada 18 agustus 2014 dari http://lppm.ugm.ac.id/lppm-highlights/212.

5

Ismawan I, "Resiko Ekologis di Balik Pertumbuhan Ekonomi", dalam Hayu S. Prabowo, Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan Lingkungan Hidup (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012), h.58.


(14)

konsep pertumbuhan yang berkelanjutan – atau yang populer dengan istilah

sustainable growth – terjebak dalam jaring kenihilan.

Soedomomenjelaskan definisi umum tentang pembangunan berkelanjutan yaitu sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Pembangunan berkelanjutan dapat dibagi dua sebagai berikut:

1. Keberkelanjutan lemah: Jika pembangunan tidak mengalami penurunan dari generasi ke generasi. Substitusibilitas antara kapital alam dan kapital buatan dianggap dapat berlangsung sempurna. Saat ini, penafsiran keberlanjutan lemah ini merupakan penafsiran keberlanjutan yang dominan.

2. Keberkelanjutan kuat: Substitusibilitas antara kapital alam dan kapital buatan adalah terbatas. Kedua kapital dipandang sebagai komplemen – keduanya harus digunakan bersama agar produktif. Pendekatan keberkelanjutan kuat berimplikasi pada batas skala ekonomi makro. Sistem ekonomi tidak dapat tumbuh di luar batas yang ditetapkan oleh kapasitas regenerasi dan penyerapan limbah oleh ekosistem.6

Perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas ekonominya di dunia ini cenderung bersifat rakus dan merusak sumber daya yang tersedia di alam dengan hanya menuruti nafsu pemenuhan kebutuhan ekonomi berdasarkan keuntungan-keuntungan yang bersifat individual ataupun kelompok saja tanpa menghiraukan

6

Soedomo, S, "Ekonomi Hijau: Pendekatan Sosial, Kultural, dan Teknologi." dalam Hayu S. Prabowo, Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan Lingkungan Hidup (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012), h.58-59.


(15)

dampaknya terhadap kondisi alam itu sendiri dan juga tentunya keberlangsungan hidup generasi manusia selanjutnya di masa sekarang dan yang akan datang.

Hal tersebut berlangsung secara terus-menerus sampai saat sekarang ini, tanpa disertai adanya kesadaran individual maupun institusional untuk meminimalisir perilaku buruk tersebut dalam menjalankan aktivitas ekonominya baik dalam lingkup ekonomi rumah tangga atau perusahaan, mikro ataupun makro, dalam segi kegiatan produksi, distribusi maupun konsumsi. Sehingga dapat terwujudkan suatu optimalisasi ekonomi yang seimbang dan merata serta memiliki tingkat keberlanjutan (sustainabilitas) yang tinggi tanpa dikhawatirkan lagi adanya krisis-krisis lain yang disebabkan oleh kurangnya sumber daya yang tersedia, karena perilaku manusia itu sendiri yang cenderung mengeksploitasi dan kurang memaksimalkan inovasi terhadap penggunaan sumberdaya lain yang bersifat alternatif sebagai upaya untuk penghematan bagi keberlangsungan ekonomi manusia secara jangka panjang selama hidup di dunia ini.

Keberlanjutan ekonomi (sustainabilitas) sangat urgen bagi proses keberlangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Kebutuhan manusia akan pangan, sandang maupun papan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga dibutuhkan adanya kontrol yang sifatnya menyeluruh terhadap segala proses pengelolaan, penyaluran dan penggunaan sumber daya ekonomi manusia tersebut agar tidak terjadi ketimpangan dan kerusakan yang merugikan manusia sendiri.

Kesadaran akan setiap individu merupakan dasar paling penting bagi terbentuknya sistem ekonomi yang berkelanjutan, dan tentu saja kesadaran untuk membangun sistem yang berkelanjutan itu hanya dapat diciptakan oleh adanya


(16)

suatu keyakinan dan pola pikir yang meresap dalam setiap individu manusia serta teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan.

Islam dalam ajarannya telah menawarkan suatu sistem yang sangat paripurna bagi keberlangsungan hidup manusia di dunia juga bahkan kehidupan setelahnya di akhirat. Adanya doktrin akan keyakinan manusia terhadap adanya Allah SWT sebagai tuhan manusia yang satu harus senantiasa tertanam dalam hati sanubari untuk kemudian dapat meresap dalam jiwa masing-masing individu untuk dapat terus taat dan patuh terhadap aturan-aturan baik perintah maupun larangan-Nya sehingga tumbuh rasa takut dalam diri manusia terhadap keesaan tuhannya yang kemudian istilah ini dalam islam dikenal dengan istilah tauhid.

Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tauhid merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada-yuwahhidu. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa, tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu ―keesaan Allah‖ mentauhidkan berarti ―mengakui akan keesaan Allah, mengesakan Allah‖.7

Tauhid merupakan unsur utama yang mengikat manusia dengan tuhannya agar menjadi pribadi yang sesuai dengan kodrat penciptaannya. Implikasinya adalah timbulnya perilaku (moral dan etika) manusia yang hanya patuh dan takut kepada keesaan Allah SWT yang merupakan satu-satunya pencipta alam semesta dimana di dalamnya terdapat sumber-sumber ekonomi dan kekayaan bagi

7


(17)

manusia, yang mana dapat diketahui bahwa Sang Penciptalah yang mengetahui kebaikan dan kesesuaian bagi apa saja yang diciptakan-Nya termasuk manusia dan segala sumber daya untuk pemenuhan kebutuhannya di dunia termasuk kebutuhan akan ekonomi dalam kehidupan.

Merujuk pada uraian di atas, maka dalam penelitin ini penulis akan meneliti tentang ―Urgensi Keberlanjutan Ekonomi Berlandaskan Tauhid Menurut Pemikiran Choudhury.‖

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya penerapan konsep keberlanjutan ekonomi berlandaskan tauhid (moral dan etika) yang telah ada sejak zaman dahulu dan menjadi dasar pijakan sistem ekonomi islam.

2. Belum adanya kesadaran bagi para pelaku dan pemangku kepentingan di bidang ekonomi bahwa pentingnya landasan tauhid bagi terwujudnya keberlanjutan ekonomi yang optimal.

C.Pembatasan Masalah

Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat dimensi dan multi-interpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh


(18)

Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa ―pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka‖ (Fauzi, 2004). Namun dari uraian tersebut penulis membatasi konsep keberlanjutan lebih kepada konsep keberlanjutan ekonomi.

Keberlanjutan ekonomi yang dalam hal ini diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral, memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi sistem yang mampu mencapai kesetaraan dan pemerataan di bidang ekonomi (Haris:2000 dalam Fauzi:2004 ).

Dari beberapa permasalahan yang ada terkait keberlanjutan ekonomi ini penulis melihat ada beberapa solusi yang ditawarkan Islam dan telah dijelaskan oleh ulama dan cendekiawan muslim berupa konsep tauhid yang mencakup moral dan etika yang dapat mengendalikan dan mengawasi pola perilaku manusia yang merupakan pelaku utama dalam kegiatan ekonomi dalam kehidupan.

Agar penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka masalah-masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada masalah keberlanjutan ekonomi dan landasan tauhid (moral dan etika) berdasarkan tinjauan pemikiran Choudhury.

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:


(19)

1. Bagaimana tingkat Urgensi Keberlanjutan ekonomi berlandaskan tauhid (moral dan Etika) berdasarkan tinjauan pemikiran Choudhury?

2. Bagaimana penerapan konsep tauhid dalam menciptakan optimalisasi keberlanjutan ekonomi berdasarkan tinjauan pemikiran Choudhury?

E.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menawarkan konsep tauhid (moral dan etika) menurut tinjauan pemikiran Choudhury sebagai strategi bagi keberlanjutan ekonomi, yaitu dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka di masa yang akan datang. Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan terkait pengembangan ekonomi islam dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan manusia, khususnya dalam lingkup kegiatan ekonomi terkait penghimpunan dan penyaluran dana pada dunia perbankan syariah. Sehingga terlaksananya tujuan dasar ekonomi islam yaitu yang bersumber pada tauhid dan terciptanya keseimbangan, kesejahteraan juga pemerataan ekonomi dari generasi ke generasi secara berkelanjutan.

Manfaat dari hasil penelitian ini antara lain :

1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai tinjauan Ekonomi Islam terhadap konsep keberlanjutan ekonomi (sustainable economy) serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini.


(20)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta menjadi bahan masukan bagi para pelaku ekonomi khususnya para pengambil kebijakan untuk selalu mempertimbangkan aspek moral dan etika yang tercakup di dalam konsep tauhid setiap kali mengambil keputusan.

3. Bagi penulis pribadi, hasil penelitian ini selain dapat memenuhi persyaratan untuk meraih gelar sarjana ekonomi syariah juga sebagai sarana menambah wawasan dalam konsep pendidikan ekonomi islam juga tauhid yang berguna dalam kehidupan nantinya.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:8 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis library research yaitu mengumpulkan bahan dengan membaca buku-buku, jurnal dan bentuk-bentuk bahan lain atau yang lazim disebut dengan penyelidikan kepustakaan (library research) adalah salah satu jenis penelitian melalui perpustakaan.9 Dengan data dan cara analisa kualitatif, dengan mendeskripsikan dan menganalisa objek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber yang relevan dan berkaitan dengan topik. Untuk kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.

8

Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian atau metodologi research adalah ilmu yang memperbincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, cet. 5, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991), h. 24.

9


(21)

2. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif yang diperoleh dari sumber-sumber otentik yang terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder. Dalam penulisan ini sumber data primer yang digunakan adalah beberapa karya Masudul Alam Choudhury seperti buku-buku, jurnal, artikel ilmiah dan pendapat-pendapatnya terkait tema yang penulis bahas.

Sedangkan sumber data sekundernya adalah berbagai tulisan yang berkaitan dengan penulisan ini, baik langsung maupun tidak langsung yaitu dari beberapa kitab atau buku yang relevan dengan judul tulisan ini.

3. Teknik Pengambilan Data

Di dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, yang dalam hal ini adalah buku, jurnal dan artikel. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupa teknik dokumentasi atau studi dokumenter, 10 yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan (library research), kemudian memilah-milahnya dengan memprioritaskan karya-karya yang telah teruji kebenarannya.

10

Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 206.


(22)

4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, 11 peneliti menggunakan analisis data kualitatif, yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.12 Sebagai pendekatannya, digunakan metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan dan menganalisis pandangan pemikiran MA. Choudhury tentang landasan ekonomi yang ditawarkan Islam berdasarkan konsep tauhid, dan aktualisasi pendapat Choudhury terhadap keberlanjutan ekonomi berdasarkan konsep tauhid yang mengandung nilai moral, etika dan spiritual. Oleh karena studi tokoh, maka digunakan pula metode content analysis yaitu teknik mengumpulkan dan menganalisis isi suatu teks. Content menjelaskan arti, lambang, gambar, ide, tema atau apapun pesan yang dapat dikomunikasikan.13

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini merujuk pada buku pedoman penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012.14

11

Menurut Moh. Nazir, Analisa adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cet. 4, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), h. 419.

12

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3, (Jakarta: PT. Raja Grrafindo Persada, 1995), h.134. Lihat juga Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 14, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001), h.2. Lihat juga Koencaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet.14, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1970), h. 269.

13

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991), h. 69.

14


(23)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penyusunan, penulis membagi skripsi ini menjadi beberapa bab dan setiap bab terdiri dari sub bab yang masing-masing menampakkan karakteristik yang berbeda namun tetap dalam satu kesatuan tak terpisah.

Bab pertama berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum dari keseluruhan penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, kajian pustaka dan kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi tinjauan umum tentang teori pembangunan berkelanjutan dan keberlanjutan di bidang ekonomi, pengertian, prinsip-prinsip, sistem ekonomi islam dan konsep tauhid, perbedaan antara pandangan konvensional dan Islam dalam sistem ekonomi.

Bab ketiga berisi pendapat-pendapat Choudhury terkait sisem ekonomi dan keberlanjutan ekonomi yang meliputi biografi MA. Choudhury, pendidikan dan karya-karyanya, pendapatnya tentang sistem ekonomi dan juga mencapai keberlanjutan ekonomi berdasarkan konsep tauhid (prinsip dasar ajaran ekonomi islam berdasarkan konsep tauhid, landasan ekonomi tauhid, pembentukan karakter pelaku ekonomi berdasarkan tauhid.

Bab keempat berisi analisis pendapat Choudhury tentang tingkat urgensi hubungan ekonomi yang berlandaskan tauhid dalam mencapai optimalisasi


(24)

keberlanjutan bidang ekonomi dan aktualisasinya dengan keadaan ekonomi Indonesia dan dunia saat ini

Bab kelima berisi penutup, kesimpulan dan saran yang relevan dengan penelitian ini.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Umum tentang Teori Pembangunan Berkelanjutan bidang Ekonomi

1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan dan Keberlanjutan Ekonomi

Pembangunan berkelanjutan (Emil Salim, 1990) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang. Menurut KLH (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu: (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun replaceable resource.

Senada dengan konsep diatas, Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya:

a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergeneration equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas


(26)

yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang unreplaceable.

b. Safe guarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan datang.

c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam semata untuk kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi.

d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal)

e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari antar generasi.

f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan habitatnya.15

Dari sisi ekonomi Fauzi (2004) setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan moral,

15

“uta ihardja, Perubahan Lingkungan Global , dalam Askar Jaya, ed., Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar Falsafah Sains Program S3 (Bogor: IPB, 2004), h.3.


(27)

generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan sehingga secara moral perlu untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumberdaya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi, keanekaragaman hayati misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan perlunya memperhatikan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare maximization).16

Sutamihardja (2004), dalam konsep pembangunan berkelanjutan, tabrakan kebijakan yang mungkin dapat terjadi antara kebutuhan menggali sumberdaya alam untuk memerangi kemiskinan dan kebutuhan mencegah terjadinya degradasi lingkungan perlu dihindari serta sejauh mungkin dapat berjalan secara berimbang.

16 Fauzi. A.,

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi , dalam Askar Jaya, ed., Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar Falsafah Sains Program S3 (Bogor: IPB, 2004), h.3.


(28)

Pembangunan berkelanjutan juga mengharuskan pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat dan adanya kesempatan yang luas kepada warga masyarakat untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik dengan tanpa mengorbankan generasi yang akan datang.

Pengembangan konsep pembangunan yang berkelanjutan perlu mempertimbangkan kebutuhan yang wajar secara sosial dan kultural, menyebarluaskan nilai-nilai yang menciptakan standar konsumsi yang berbeda dalam batas kemampuan lingkungan, serta secara wajar semua orang mampu mencita-citakannya. Namun demikian ada kecenderungan bahwa pemenuhan kebutuhan tersebut akan tergantung pada kebutuhan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi ataupun kebutuhan produksi pada skala maksimum.

Pembangunan berkelanjutan jelas mensyaratkan pertumbuhan ekonomi di tempat yang kebutuhan utamanya belum bisa konsisten dengan pertumbuhan ekonomi, asalkan isi pertumbuhan mencerminkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Akan tetapi kenyataannya aktivitas produksi yang tinggi dapat saja terjadi bersamaan dengan kemelaratan yang tersebar luas. Kondisi ini dapat membahayakan lingkungan, jadi pembangunan berkelanjutan masyarakat akan terpenuhi kebutuhannya dengan cara meningkatkan potensi produksi mereka dan sekaligus menjamin kesempatan yang sama semua orang.17

Bagaimana cara hal ini dapat dilakukan? Pemerintah tentunya memerlukan suatu strategi kebijakan yang realistis dan dapat dilaksanakan disertai dengan

17

Askar Jaya, Konsep Pembangunan Berkelanjutan, Makalah Program S3 Pengantar Falsafah Sains (Bogor: IPB, 2004), h.4.


(29)

sistem pengendalian yang tepat. Eksploitasi sumber daya alam disarankan sebaiknya pada sumber daya alam yang replaceable atau tergantikan sehingga ekosistem atau sistem lingkungan dapat dipertahankan.

2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutanpun sangat multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal (Fauzi, 2004) konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi: Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumberdaya alam dan lingkungan.18

Pezzey (1992) melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang berbeda. Dia melihat bahwa keberlanjutan memiliki pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah.

Karena adanya multidimensi dan multi-interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa ―Pembangunan berkelanjutan adalah

18


(30)

pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.‖

Ada dua hal yang secara implisit menjadi perhatian dalam konsep Brundtland tersebut. Pertama, menyangkut pentingnya memperhatikan kendala sumberdaya alam dan lingkungan terhadap pola pembangunan dan konsumsi. Kedua, menyangkut perhatian pada kesejahteraan (well being) generasi mendatang. Hall (1998) menyatakan bahwa asumsi keberlanjutan paling tidak terletak pada tiga aksioma dasar; (1) Perlakuan masa kini dan masa mendatang yang menempatkan nilai positif dalam jangka panjang; (2) Menyadari bahwa aset lingkungan memberikan kontribusi terhadap economic well-being, (3) Mengetahui kendala akibat implikasi yang timbul pada asset lingkungan.

Konsep ini dirasakan masih sangat normatif sehingga aspek operasional dari konsep keberlanjutan ini pun banyak mengalami kendala. Perman et.al, (1997) mencoba mengelaborasikan lebih lanjut konsep keberlanjutan ini dengan mengajukaan lima alternatif pengertian : (1) Suatu kondisi dikatakan keberlanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-declining consumption), (2) Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi di masa mendatang, (3) Keberlanjutan adalah kondisi dimana sumberdaya alam (natural capital stock) tidak berkurang sepanjang waktu (non-declining) (4) Keberlanjutan adalah kondisi di mana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan


(31)

produksi jasa sumber daya alam, dan (5) Keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya tahan (resilience) ekosistem terpenuhi.

Senada dengan pemahaman di atas, Daly (1990) menambahkan beberapa aspek mengenai definisi operasional pembangunan berkelanjutan, antara lain:

- Untuk sumber daya alam yang terbarukan : laju pemanenan harus sama dengan laju generasi (produksi lestari)

- Untuk masalah lingkungan: laju pembuangan limbah harus setara dengan kapasitas asimilasi lingkungan.

- Sumber energi yang tidak terbarukan harus di eksploitasi secara quasisustainable, yakni mengurangi laju deplesi dengan cara menciptakan energi substitusi.

Selain definisi operasional di atas, Haris (2000) melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlanjutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2) keberlanjutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3) Keberlanjutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang


(32)

mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.

a. Strategi Pembangunan Berkelanjutan

Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang.19

1) Pembangunan Yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial

Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti: meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan. Namun pemerataan bukanlah hal yang secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar, walaupun pemerataan di banyak negara sudah meningkat.

Aspek etika lainnya yang perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa datang dalam memenuhi kebutuhannya.

19


(33)

2) Pembangunan Yang Menghargai Keanekaragaman

Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti.

3) Pembangunan Yang Menggunakan Pendekatan Integratif

Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang kompleksnya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam kelembagaan.

4) Pembangunan Yang Meminta Perspektif Jangka Panjang

Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini. Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka


(34)

jangka pendek mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh karena itu perlu dipertimbangkan.20

B. Pandangan Umum tentang Sistem Ekonomi Islam dan Perbedaannya dengan Konvensional

1. Pengertian Sistem Ekonomi Islam

Sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan Islam (Sunnatullah).21

Apabila dalam ekonomi konvensional motif aktivitas ekonominya lebih kepada pemenuhan keinginan (wants) individu manusia yang tak terbatas dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang terbatas. Akibatnya, masalah utama ekonomi konvensional adalah kelangkaan (scarcity) dan pilihan (choices). Maka dalam sistem ekonomi Islam, motif aktivitas ekonomi lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (needs) yang tentu ada batasnya, meskipun bersifat dinamis sesuai tingkat ekonomi masyarakat pada saat itu.22

Sementara itu, dari berbagai ayat Al-Qur‘an (seperti pada surat Lukman:20, An-Nahl:5 dan 11, dan An Najm:48), ditegaskan bahwa segala yang

20

Ibid., h.6 21

Sahrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h.14 22

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.4.


(35)

ada di langit dan di bumi akan dapat mencukupi kebutuhan manusia. Selain itu, kepuasan dalam Islam tidak hanya terbatas pada benda-benda konkrit (materi), tetapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, seperti amal saleh yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, perilaku ekonomi dalam Islam tidak didominasi oleh nilai alami yang dimiliki oleh setiap individu manusia, tetapi ada nilai di luar diri manusia yang kemudian membentuk perilaku ekonomi mereka, yaitu Islam itu sendiri yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia. Jadi, perilaku ekonomi dalam Islam cenderung mendorong keinginan pelaku ekonomi sama dengan kebutuhannya, yang dapat direalisasi dengan adanya nilai dan norma dalam akidah dan akhlak Islam.

Dengan demikian, ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia-akhirat). Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiah. Akibatnya, masalah ekonomi dalam Islam adalah masalah menjamin berputarnya harta di antara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai falah di dunia dan akhirat (hereafter). Hal ini berarti bahwa aktivitas ekonomi dalam Islam adalah aktifitas kolektif, bukan individual.23

23


(36)

Selanjutnya, prinsip-prinsip ekonomi Islam yang sering disebut dalam berbagai literatur ekonomi Islam dapat dirangkum menjadi lima hal.

 Hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurious living);

 Menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct);  Implementasi Zakat (Implementation of zakat);

 Penghapusan/pelarangan Riba (prohibition of riba); dan  Pelarangan Maysir (judi/spekulasi).

Berdasarkan penjelasan di atas sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi konvensional. Sesuai dengan paradigma ini, ekonomi dalam Islam tak lebih dari sebuah aktivitas Ibadah dari rangkaian ibadah pada setiap jenis aktivitas hidup manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketika ada istilah ekonomi Islam, yang berarti beraktivitas ekonomi menggunakan aturan dan prinsip Islam, dalam aktivitas ekonomi manusia, maka ia merupakan ibadah manusia dalam berekonomi. Dalam Islam tidak ada sisi kehidupan manusia yang tidak ada nilai ibadahnya, sehingga tidak ada sisi hidup dan kehidupan manusia yang tidak diatur dalam Islam.24

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka menyembah-Ku..”(Adz Dzariyat: 56)

24


(37)

2. Landasan dan Prinsip-Prinsip Sistem Ekonomi Islam

Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Qur‘an, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komprehensif dan telah dinyatakan Allah SWT sebagai ajaran yang sempurna sebagaimana firman Allah dalam Al-qur‘an surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah

Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-maidah:

3).”

Walaupun pemikiran para pakar tentang ekonomi islami terbagi-bagi ke dalam tiga mazhab tersebut, namun pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Prinsip-prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan kerangka ekonomi islami, bangunan ekonomi islami tersebut didasarkan atas lima nilai universal, yakni: Tauhid (keimanan), ‗Adl (keadilan), Nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan Ma‘ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi islami.25

Namun, teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi islami hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai

25


(38)

universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal, akan menjadikan ekonomi islami hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice.

Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah bakal sistem ekonomi islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype ownership, freedom to act, dan social justice.

Di atas semua nilai dan prinsip yang telah diuraikan di atas, dibangunlah konsep konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep yang memayungi kesemuanya, yakni konsep akhlak. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya.

a. Tauhid (Keesaan Tuhan)

Tauhid merupakan fondasi ajaran islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa ―tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah‖, dan ―tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain daripada Allah‖26

karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya27 dan sekaligus pemiliknya, termasuk

26

QS 2:107, 5:17,120, 24:33 27


(39)

pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Oleh karena itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk ―memiliki‖ untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka. Dalam islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-sia, tetapi memiliki tujuan.28 Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya.29 Karena itu segala aktivitas manusia dalam hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu‘amalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepada-Nya kita akan mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan bisnis.

b. ‘Adl (Keadilan)

Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-Nya secara zalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi30 harus memelihara hukum Allah di bumi, dan menjamin bahwa pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat daripadanya secara adil dan baik.

Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil.31 Dalam Islam adil didefinisikan sebagai ―tidak menzalimi dan tidak dizalimi.‖ Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau

28

QS 23:115 29

QS 51:56 30

QS 2:30 31


(40)

merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkelompok-kelompok dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas manusia.32 Masing-masing berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.33

c. Nubuwwah (Kenabian)

Karena rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubah) ke asal-muasal segala, Allah. Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat.34Untuk umat muslim, Allah telah mengirimkan ―manusia model‖ yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah sebagai berikut:

 Siddiq (benar, jujur)

 Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas)  Fathanah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualita)

32

QS 25:20 33

QS 89:20 34


(41)

 Tabligh (Komunikasi, keterbukaan, pemasaran)

d. Khilafah (Pemerintahan)

Dalam Alquran, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi,35 artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: ―Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya.‖ Ini berlaku bagi semua manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin masyarakat atau kepala negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi (mu‘amalah) antarkelompok—termasuk dalam bidang ekonomi—agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi. Dalam Alquran: (yaitu) orang-orang yang jika Kami kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan jahat.36

Dalam hadits lainnya Nabi bersabda: ―Berakhlaklah kalian seperti akhlak Allah!‖ akhlak Allah diajarkan kepada manusia lewat al-asma al-husna-Nya (nama-nam-Nya yang terbaik). Jadi misalnya jika Allah bersifat al-Waliy, maka implikasi ekonomi dari berakhlak seperti waliy adalah mengelola dan memelihara sumber daya dengan baik supaya bermanfaat bagi manusia generasi kini sampai generasi-generasi selanjutnya. Implikasi ekonomi dari berakhlak seperti al-Razzaq adalah menjamin kecukupan hidup (kebutuhan dasar) bagi semua manusia.

35

QS 2:30. 36


(42)

Implikasi dari al-Fattah: membuka kesempatan berkarya, menciptakan iklim bisnis yang sehat, membuka akses manusia terhadap ilmu untuk meningkatkan kualitas manusia. Implikasi dari al-Wahhab; membangun sistem jaminan sosial yang tangguh, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakat, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakat. Implikasi sifat al-Malik al-Mulk: menginvestasikan sumber daya secara bijak supaya membawa manfaat sebesar-besarnya bagi semua. Ini semua merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh negara//pemerintah.

Dalam islam, pemerintah memainkan peranan yang kecil, tetapi sangat penting dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam kerangka mencapai maqashid al-shari‘ah (tujuan-tujuan syariah), yang menurut Imam Al-Ghazali adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.

e. Ma’ad (Hasil)

Walaupun sering kali diterjemahkan sebagai ―kebangkitan‖, tetapi secara harfiah ma‘ad berarti ―kembali.‖ Karena kita semua akan kembali kepada Allah.37 Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut hingga alam setelah dunia (akhirat). Pandangan dunia yang khas dari seorang muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai: ―Dunia adalah ladang akhirat.‖ Artinya,

37


(43)

dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktivitas (beramal saleh). Namun demikian, akhirat lebih baik daripada dunia,38 karena itu Allah melarang kita untuk terikat pada dunia,39 sebab jika dibandingkan dengan kesenangan akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa.40

Allah menandaskan bahwa manusia diciptakan di dunia untuk berjuang.41 Perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat. Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat-lipat, perbuatan jahat dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu, ma‘ad dartikan juga sebagai imbalan/ganjaran. Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikan oleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu konsep profit mendapatkan legitimasi dalam islam.

Prinsip-prinsip Derivatif: Ciri-ciri Sistem Ekonomi Islam

Kelima nilai yang telah diuraikan di atas menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori dan proposisi ekonomi islami. Seperti sudah dibicarakan di muka, dari kelima nilai ini kita dapat menurunkan tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri-ciri sistem ekonomi islami. Prinsip derivatif tersebut uraiannya adalah sebagai berikut.

38

QS 87:17, 13:26, 4:77, 17:21. 39

QS 31:33, 3:185, 6:32, 13:26. 40

QS 9:38, 13:26. 41


(44)

f. Multitype Ownership (Kepemilikan Multijenis)

Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype ownership. Dalam sistem kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan swasta. Dalam sistem sosialis, kepemilikan negara. Sedangkan dalam islam, berlaku prinsip kepemilikan multi jenis, yakni mengakui bermacam-macam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, negara atau campuran.

Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid: pemilik primer langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia diberi amanah untuk mengelolanya. Jadi manusia dianggap sebagai pemilik sekunder. Dengan demikian, konsep kepemilikan swasta diakui. Namun, untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada proses penzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan nasionalisasi juga diakui. Sistem kepemilikan campuran juga mendapat tempat dalam islam, baik campuran swasta-negara, swasta domestik-asing, atau negara-asing. Semua konsep ini berasal dari filosofi, norma dan nilai-nilai islam.

g. Freedom to act (Kebebasan Bertindak/Berusaha)

Ketika menjelaskan nilai nubuwwah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa penerapan nilai ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang profesional dan prestatif dalam segala bidang, termasuk bidang ekonomi dan bisnis. Pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis menjadikan nabi sebagai teladan dan model dalam melakukan aktivitasnya. Sifat-sifat nabi yang dijadikan model tersebut terrangkum ke dalam


(45)

empat sifat utama, yakni siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh. Sedapat mungkin setiap muslim harus dapat menyerap sifat-sifat ini agar menjadi bagian perilakunya sehari-hari dalam segala aspek kehidupan.

Keempat nilai-nilai nubuwwah ini bila digabungkan dengan nilai keadilan dan nilai khilafah (good governance) akan melahirkan prinsip freedom to act pada setiap muslim, khususnya pelaku bisnis dan ekonomi. Freedom to act bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam islam, dengan syarat tidak ada distorsi (proses penzaliman). Potensi distorsi dikurangi dengan penghayatan nilai keadilan. Penegakan nilai keadilan dalam ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah (segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara zalim), gharar (uncertainty, ketdakpastian), tadlis (penipuan), dan maysir (perjudian, zero sum game: orang mendapat keuntungan dengan merugikan orang lain). Negara bertugas menyingkirkan atau paling tidak mengurangi market distortion ini. Dengan demikian, negara /pemerintah bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu‘amalah) pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis dalam wilayah kekuasaannya untuk menjamin tidak dilanggarnya syariah, supaya tidak ada pihak-pihak yang zalim atau terzalimi, sehingga tercipta iklim ekonomi dan bisnis yang sehat.

h. Social Justice (keadilan sosial)

Gabungan nilai khilafah dan nilai ma‘ad melahirkan prinsip keadilan sosial. Dalam islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan


(46)

kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan sosial antara yang kaya dan yang miskin.

Semua sistem ekonomi mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan sistem perekonomian yang adil. Namun tidak semuanya sistem tersebut mampu dan secara konsisten menciptakan sistem yang adil. Sistem yang baik adalah sistem yang dengan tegas dan secara konsisten menjalankan prinsip-prinsip keadilan. Dalam sistem sosialis, keadilan akan terwujud apabila masyarakatnya dapat menikmati barang dan jasa dengan sama rasa dan sama rata. Sedangkan dalam sistem kapitalis, adil apabila setiap individu mendapatkan apa yang menjadi haknya. Dalam kenyataannya, kita sering menemui bahwa dalam sistem sosialis pun, negara menjadi faktor yang dominan dan dengan dominasinya tersebut para birokrat dan penguasa menjadi kaum kapitalis di tengah kaum sosialis yang miskin. Tidak berbeda dengan sistem kapitalis, sistem yang mendasarkan pada mekanisme pasar ini bercita-cita keadilan dapat ditegakkan, namun kenyataan mengatakan tidak. Sistem kapitalis justru mendorong terbentuknya industri korporasi (perekonomian didominasi oleh sebagian kecil orang saja), melegalkan monopoli (setidaknya sistem kapitalis tidak mempunyai perangkat kebijakan yang tegas untuk menghilangkan monopoli tersebut) dan sangat mendewakan modal dengan penghargaan yang berlebihan (cost of fund yang direfleksikan dengan sistem bunga telah mendorong inefisiensi penggunaan modal; dalam sebuah


(47)

survei diketahui bahwa hanya 5% saja sistem keuangan yang disalurkan di sektor riil).42

Dalam Islam, keadilan diartikan dengan suka sama suka (‗an taraadhiin minkum) dan satu pihak tidak menzalimi pihak lain (latazlimuna wala tuzlamun). Islam menganut sistem mekanisme pasar, namun tidak semuanya diserahkan pada mekanisme harga. Karena segala distorsi yang muncul dalam perekonomian tidak sepenuhnya dapat diselesaikan, maka islam membolehkan adanya beberapa intervensi, baik intervensi harga maupun pasar. Selain itu, Islam juga melengkapi perangkat berupa instrumen kebijakan yang difungsikan untuk mengatasi segala distorsi yang muncul.43

3. Perbedaan Paradigma Ekonomi Islam Secara Filosofis

Sejauh ini kita telah mengetahui perbedaan-perbedaan yang diametral antara paradigma yang mendasari ekonomi konvensional dengan paradigma yang mendasari ekonomi islami. Keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan, karena masing-masingnya didasarkan atas pandangan dunia (weltanschauung) yang berbeda. Ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler (berorientasi hanya pada kehidupan duniawi— kini dan di sini), dan sama sekali tidak memasukkan Tuhan serta tanggung jawab

42

Sebagaimana dikutip dari Justice Muhammad Taqi Usmani, Judgement on Riba Perspectives, (Boston: Kluwe Academic Publishers, 2001), h. 304. Oleh Prof. John Gray (Oxford U i ersit dikataka ah a Most sig ifi a tl , perhaps tra sa tio s o foreig e ha ge market have now reached the astonishing sum of around $1,2 trillion a day, over fifty time the level of the world trade. Around 95% of this transactions are speculative in nature, many using

o ple e deri ati e’s fi a ial i stru e ts ased o futures a d optio s . 43

Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.8-11.


(48)

manusia kepada Tuhan di akhirat dalam bangun pemikirannya. Oleh karena itu, ilmu ekonomi konvensional menjadi bebas nilai (positivistik). Sementara itu, ekonomi islami justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh prinsip-prinsip relijius (berorientasi pada kehidupan dunia—kini dan di sini—dan sekaligus kehidupan akhirat—nanti dan di sana).

Dalam tataran paradigma seperti ini, ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun, ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonomi islam itu, mulai muncullah perbedaan pendapat.44 Sampai saat ini, ekonom-ekonom muslim kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya menjadi tiga mazhab, yakni: Mazhab Baqir as Sadr, Mazhab Mainstream dan Mazhab Alternatif-Kritis.

Di dalam filosofinya Ekonomi Islam terkandung tiga hal yaitu Ontologi Ekonomi Islam, Epistemologi Ekonomi Islam, dan Aksologi Ekonomi Islam

(Mochamad Aziz, 2009).45

Latar belakang keilmuan Ekonomi Islam disebut sebagai Ontologi Ekonomi Islam yaitu berupa alasan mendasar adanya Ekonomi Islam. Sesuai dengan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, keluarga, lingkungan, dan alam semesta maka elemen dasar penciptaan terdiri dari 3 unsur yaitu manusia, Allah, dan ibadah. Kemudian perpaduan 3 hal ini membentuk alasan besar penciptaan yaitu Islam, sehingga ontology dari Ekonomi Islam adalah Islam.

44

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h.29-30. 45

Adiyatna, "Filosofi Ekonomi Isla , artikel diakses pada Dese er dari https://adiyatnapages.wordpress.com/2011/05/01/filosofi-ekonomi-islam-by-dr-ir-h-roikhan-m-aziz-mm.


(49)

QS. Ali-Imran [3]: 19.

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada

berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” [Q.S 3:19]

Sesuai dengan firman Allah tersebut bahwa sistem atau Din yang diciptakan Allah itu hanya Islam. Sehingga sistem ekonomi yang ada seharusnya juga mengikuti aturan dalam sistem Islam. (Mochamad Aziz, 2009).

Islam dalam Ekonomi Islam merupakan konsep besar sebagai suatu sistem yang menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang menjadi

epistemology dari keilmuan Ekonomi Islam yang sedang berkembang yaitu kafah. Ekonomi Islam yang kafah muncul sebagai konsep dasar ekonomi dengan batasan Islam sebagai suatu sistem. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 208.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan.


(50)

Konsep Ekonomi Islam yang kafah didukung oleh Quran Surat Al-Baqarah [2] ayat 208 bahwa tujuan dari Ekonomi Islam dapat dijalankan oleh orang-orang yang beriman dan dilakukan secara sistematis dan menyeluruh atau kafah yang berarti dimulai dari Islam sebagai kerangka dasar kehidupan yang di dalamnya mengandung makna bahwa manusia diciptakan Allah untuk ibadah. Kemudian dikembangkan ke berbahai aspek termasuk ekonomi (Mochamad Aziz, 2010).

Kerangka dasar Islam dari konsep yang menyeluruh berupa kaafah ini perlu diterjemahkan ke dalam penerapan berekonomi secara makro dan mikro ekonomi. Implementasi dari kedua hal tersebut dijabarkan dalam bentuk aksiologi

yaitu keseimbangan sistem ekonomi yang terdiri dari 2 hal misalnya antara penawaran dan permintaan. Secara analogis, gambaran tentang keseimbangan antara 2 hal dalam Al-Quran disebutkan sebagai hubungan antara hal yang baik dan hal yang buruk (Mochamada Aziz, 2010).

QS. Saba [34]: 28.

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” [Q.S 34:28]


(51)

C.Pengertian Umum tentang Konsep Tauhid sebagai Landasan Sistem Ekonomi Islam

1. Pengertian Konsep Tauhid Secara Umum

Islam dalam ajarannya telah menawarkan suatu sistem yang sangat paripurna bagi keberlangsungan hidup manusia di dunia juga bahkan kehidupan setelahnya di akhirat. Adanya doktrin akan keyakinan manusia terhadap adanya Allah SWT sebagai tuhan manusia yang satu harus senantiasa tertanam dalam hati sanubari untuk kemudian dapat meresap dalam jiwa masing-masing individu untuk dapat terus taat dan patuh terhadap aturan-aturan baik perintah maupun larangan-Nya sehingga tumbuh rasa takut dalam diri manusia terhadap keesaan tuhannya yang kemudian istilah ini dalam islam dikenal dengan istilah tauhid.

Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tauhid merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah, kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada-yuwahhidu. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, maksudnya keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa, tunggal, satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu ―keesaan Allah‖ mentauhidkan berarti ―mengakui akan keesaan Allah, mengesakan Allah‖.46

Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib

46


(52)

dilenyapkan pada-Nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.47

Sedangkan tauhid menurut Zainuddin, tauhid berasal dari kata ―wahid‖ yang artinya ―satu‖. Dalam istilah agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut dengan ilmu Tauhid.48

Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh tim IAIN Syarif Hidayatullah terbagi menjadi dua yakni: tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah.49 Sedangkan menurut Ismail Raji Al-Faruqi tauhid terdiri dari tiga macam, yakni tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan tahid Ubudiyah. Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dari kebesaran dan kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk mengurus alam ini. Dia inilah yang disebut sebagai tauhid rububiyah.50

Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah satu-satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan dengan semua aktivitas seorang hamba. Keyakinan tersebut harus diwujudkan melalui ibadah, amal shaleh yang langsung ditujukan kepada Allah SWT tanpa perantara serta

47

Syeikh Muhammad Abduh dalam Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h.2.

48

Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.1. 49

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h.934

50

Ismail Raji al-faruqi, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti, (Bandung: Pustaka, 1988), h.18.


(53)

hanya untuk Dialah segala bentuk penyembahan dan pengabdian, inilah tauhid ubudiyah.

Tauhid uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid ialah bahwa yang berhak dijadikan tempat khudhu‘ atau ketundukan dalam beribadah serta ketaatan hanyalah Allah SWT yang berhak dipatuhi secara mutlak oleh hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai ―raja‖.51

Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim. Oleh sebab itu, ia harus ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya akan hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Ketauhidan merupakan unsur utama yang mengikat manusia dengan tuhannya agar menjadi pribadi yang sesuai dengan kodrat penciptaannya.

Implikasinya adalah timbulnya perilaku (moral dan etika) manusia yang hanya patuh dan takut kepada keesaan Allah SWT yang merupakan satu-satunya pencipta alam semesta dimana di dalamnya terdapat sumber-sumber ekonomi dan kekayaan bagi manusia, yang mana dapat diketahui bahwa Sang Penciptalah yang mengetahui kebaikan dan kesesuaian bagi apa saja yang diciptakan-Nya termasuk manusia dan segala sumber daya untuk pemenuhan kebutuhannya di dunia termasuk kebutuhan akan ekonomi dalam kehidupan.

2. Pengertian Konsep Tauhid dalam Ekonomi

Chapra menjelaskan, bahwa pembangunan ekonomi islam dibangun berdasarkan prinsip tauhid serta etika mengacu pada tujuan syariah atau maqashid

51


(54)

al-syariah. Yaitu memelihara: (1) Iman atau faith. (2) hidup atau life; (3) nalar atau intellect; (4) keturunan atau posterity; dan (4) kekayaan atau wealth.52

Konsep ini adalah bukti yang menjelaskan bahwa konsep dan sistem ekonomi islam, hendaknya berawal dari bangunan sebuah keyakinan atau iman atau faith, dan berakhir dengan kekayaan atau property. Diharapkan pada gilirannya tidak akan muncul kesenjangan ekonomi atau perilaku ekonomi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah.

Basis utama sistem ekonomi syariah, adalah terletak pada aspek kerangka dasarnya yang berlandaskan hukum islam atau syariah. Terutama pada aspek tujuannya, yaitu mewujudkan suatu tatanan ekonomi masyarakat yang sejahtera berdasarkan: (1) keadilan; (2) pemerataan; dan (3) keseimbangan.

Atas dasar itulah, pemberdayaan Ekonomi Syariah dilakukan dengan strategi yang ditujukan bagi perbaikan kehidupan dan ekonomi masyarakat. Sistem ekonomi Islam memiliki pijakan yag sangat tegas bila dibandingkan dengan sistem ekonomi liberal. Bahkan bagi yang berpaham sosialis sekalipun. Dalam sistem ekonomi liberal, menghendaki lebih pada elemen kebebasan absolute individu. Termasuk di dalam memperoleh keuntungan keadilan non-distributif. Semisal dalam sistem sosialis-komunis, menekankan kepada aspek pemerataan ekonomi (keadilan yang merata). Yaitu dengan teknik membenturkan dua pertentangan kelas sosial, yang terdiri dari: (1) Kelas borjuis; dan (2) kelas proletar.

52

M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, terjemah Ikhwan Abidin Basri, Islam dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Institute, 2000).


(1)

landasan tauhid tersebut, Choudhury memperkenalkan gagasan pembangunan sosio-ekonomi berkelanjutan melalui pemahaman hubungan antara ekonomi dan masyarakat secara terintegrasi antara pemerintahan dan sistem pasar. Pembangunan merupakan teori, proses dan realisasi tujuan sosial dan ekonomi secara bersamaan. Dalam hal ini, tujuan pemerataan pendapatan dan efisiensi ekonomi harus dicapai (prinsip pemerataan-efisiensi) dalam perspektif etika. 3. Dalam implementasinya tauhid dalam ekonomi berfungsi sebagai pusat kendali

seluruh pola perilaku manusia dalam kegiatan ekonomi melalui adanya batasan agama Islam yang diatur melalui Al-qur‘an, Al-hadits (Sunnah) dan juga ijtihad yang merupakan hasil penelitian dan pemikiran para ulama untuk mendapatkan sesuatu jawaban atas permasalahan yang terus berkembang dari waktu ke waktu namun tetap sesuai dan bersumber dari Al-qur‘an juga hadits terhadap suatu hukum syara‘. Unsur penghapusan riba yakni menghilangkan sistem bunga yang ada dan juga pelaksanaan redistribusi kekayaan sumber daya secara adil merata melalui instrumen zakat dan pengaturan kepemilikan masih menjadi acuan utama dalam usaha menciptakan kesejahteraan generasi sekarang dan akan datang sehingga tercipta suatu keberlanjutan ekonomi yang diharapkan menurut Islam

B.Saran

Sebagai konsep sederhana namun mencakup dimensi yang cukup luas, pencarian konsep keberlanjutan yang memenuhi harapan semua pihak akan terus berjalan. Pengembangan konsep dan model-model yang telah ada diharapkan akan


(2)

selalu muncul. Oleh karena itu berdasarkan beberapa hal yang telah dibahas dalam penelitian ini, konsep keberlanjutan yang berlandaskan tauhid sangat penting untuk terus diteliti dan dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti di masa yang akan datang sehingga menjadi acuan utama akademisi, pemerintah dan kalangan praktisi dalam membangun kegiatan ekonomi masyarakat dengan berdasarkan pokok-pokok ajaran utama Islam yang menghendaki kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah) yang merupakan hakikat konsep keberlanjutan yang sebenarnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Syeikh Muhammad. dalam Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993: h.2.

Adiyatna. "Filosofi Ekonomi Islam‖, artikel diakses pada 10 Desember 2014 dari https://adiyatnapages.wordpress.com/2011/05/01/filosofi-ekonomi-islam-by-dr-ir-h-roikhan-m-aziz-mm.

Akram Khan, Muhammad, Ed. Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi

(Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan tentang Ekonomi). T.tp: Bank

Muamalat, t.th.

al-faruqi, Ismail Raji. Tauhid. Terjemahan Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka, 1988.

Amirin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3. Jakarta: PT. Raja Grrafindo Persada, 1995.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.

Ascarya. Akad Dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Prakteknya di Beberapa Negara. Jakarta: Bank Indonesia, 2006.

Asmuni, Yusran Ilmu Tauhid. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Bukhori, Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987.

Chapra, M. Umer. Islam and Economic Development. terjemah Ikhwan Abidin Basri. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Institute, 2000.

Choudhury, M. A. Comparative Development Studies In Search of the World View. London: The Macmillan Press Ltd, 1993.

_________. Comparative Development Studies In Search of the World View. London: The Macmillan Press Ltd,1993.

_________. Tawhidi String Relationship. Jakarta: IEF Trisakti, 2008.

__________. The Unicity Precept and the Socio-Scientific Order. Lenham: University Press of America, 1993.

__________. The Unicity Precept and the Socio-Scientific Order. Lenham: University Press of America, 1993.


(4)

__________. An Islamic Social Welfare function. Indianapolis: American Trust Publications, Jan.1983.

__________. Contributions to Islamic Economic Theory : A Study in Social Economics. New York: St. Martin‘s Press, 1986.

__________. Wealth Creation in Islam. Indianapolis: Indiana University, 2007. Choudhury, M. A., & Hossain, M. S. Computing Reality. Tokyo: Blue Ocean

Press, 2006.

Choudhury, Nabaul. ―BioChoudhury‖. diakses pada 27 Agustus 2014 dari www3edu.nd.edu/.../Choudhury/BioChoudhury.doc.

CIEFS. ―Prof. DR Masudul Alam Choudhury, PhD‖, diakses pada 12 September 2014 dari http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/06/prof-dr-masudul-alam-choudhury-phd.html.

Fauzi, A. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

__________.―Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi‖. dalam Askar Jaya, ed. Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar Falsafah Sains Program S3. Bogor: IPB, 2004: h.3.

Fielnanda, Refky. ―Resume Prinsip Dasar Menurut Masudul Alam Choudhury‖.

diakses pada 24November 2014 dari

http://refkyfielnanda.blogspot.com/2011/03/ekonomi-syariah.html.

__________. Prinsip Dasar Menurut Masudul Alam Choudhury, Tugas Resume Kuliah Ekonomi Islam. Jambi: IAIN Jambi, 2010.

FSH, Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi, Cet. Ke-1. Jakarta: UIN Press, 2012.

Hadi, Sutrisno. Metode Penelitian Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1990. I, Ismawan. "Resiko Ekologis di Balik Pertumbuhan Ekonomi", dalam Hayu S.

Prabowo, Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan Lingkungan Hidup. Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012: h.58.

IAIN Syarif Hidayatullah, Tim Penulis. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.

Jaya, Askar. Konsep Pembangunan Berkelanjutan, Makalah Program S3 Pengantar Falsafah Sains. Bogor: IPB, 2004.


(5)

Koencaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet.14. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1970).

Lilik, Elang. Kumpulan Makalah Perubahan Lingkungan Global dan Kerjasama Internasional. Bogor: IPB, 2003.

Lubis, Sahrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 14. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001.

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, cet. 5. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991.

Nazir, Moh. Metode Penelitian, Cet. 4. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999.

Permeii. ―Profil Para Pakar Ekonomi Syariah‖. diakses pada 23 Desember 2014 dari http://permeii-indonesia.blogspot.com/2009/11/profil-para-pakar-ekonomi-syariah.html.

Prabowo, Hayu S. ―Pengembangan Pemikiran Ekonomi Islam dalam Perlindungan Lingkungan Hidup: Adopsi Pemikiran Green Economy‖: 28 Paper Confrence The 1st Islamic Economics and Finance Research Forum: New Era of Indonesian Islamic Economics and Finance, 21-22 November 2012. Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2012. h.51-59.

R, Tarumingkeng. Pengantar Falsafah Sains, Semester Ganjil. Bogor: Pascasarjana IPB, 2004.

Rasyid, Daud. Islam dalam Berbagai Dimensi. Jakarta: Gema Insani Press, 2000. S, Soedomo. Ekonomi Hijau: Pendekatan Sosial, Kultural, dan Teknologi. Paper

presented at the Konsep Ekonomi Hijau/Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan Untuk Indonesia. Jakarta: Bappenas, 2010.

Sabiq, Sayyid. Aqidah Islam, terjemahan Moh. Abdai Rathomy. Bandung: CV.Diponegoro, 1978.

Sutamihardja. ―Perubahan Lingkungan Global‖. dalam Askar Jaya, ed. Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Pengantar Falsafah Sains Program S3. Bogor: IPB, 2004: h.3.

__________. Perubahan Lingkungan Global, Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana. Bogor: IPB, 2004. Taqi Usmani, Muhammad, oleh Prof. John Gray, Oxford University. Judgement


(6)

UGM, LPPM. "Pentingnya Green Economy di Tengah Ancaman Krisis Ekonomi Global". artikel di akses pada 18 agustus 2014 dari http://lppm.ugm.ac.id/lppm-highlights/212.

UNO. Green Economy: A Transformation to Address Multiple Crises. An Interagency Statement of the United Nations System. Copenhagen: United Nation, 2009.