Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhimorium dari Buah Bawang Hutan (Scorodocarpus borneensis .Becc)

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI KANDUNGAN

MINYAK ATSIRI TERHADAP Staphylococcus aureus,

Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhimorium

DARI BUAH BAWANG HUTAN

(Scorodocarpus borneensis Becc.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MUHAMAD LUQMANUL HAKIM

NIM : 108102000060

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

1435 H/ 2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

Nama : Muhamad Luqmanul Hakim Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhimorium dari Buah Bawang Hutan (Scorodocarpus borneensis .Becc)

Telah diuji aktivitas antibakteri dari minyak atsiri buah bawang hutan terhadap tiga bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus, Bacillus subtilis ATCC 6633 dan tiga bakteri Gram negatif, yaitu Eschericia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Salmonella typhimurium ATCC 14028 dengan metode dilusi cair. Minyak atsiri diperoleh menggunakan dua metode yaitu destilasi uap air dan enfleurasi. Analisis kimia minyak atsiri dengan GC-MS menunjukkan beberapa komponen kimia untuk destilasi uap air yaitu asam butanoat, 1,2,3 trimetil benzene dan dimetoksisulfon sedangkan untuk enfleurasi yaitu 2,3 butanediol, 1,3 asam sikloheksadiena dan asam tiosulfurat. Hasil akhir menunjukkan bahwa minyak atsiri buah bawang hutan dari hasil destilasi uap air maupun enfleurasi tidak memiliki kemampuan sebagai antibakteri.

Kata Kunci : Bawang Hutan (Scorodocarpus borneensis Becc.), minyak atsiri, antibakteri, dilusi cair.


(6)

Name : Muhamad Luqmanul Hakim Program Study: Pharmacy

Tittle : Antibacterial Activity Test Component of Essential Oil in Wood Garlic Fruit (Scorodocarpus borneensis .Becc) Againts Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhimorium.

The antibacterial activity of essential oil of wood garlic was tested against three bacteria of Gram-positive such as Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus, Bacillus subtilis ATCC 6633 and three bacteria Gram-negative such as Eschericia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Salmonella typhimurium ATCC 14028 by broth dillution method. The essential oil was obtained by two methods water steam distilation and enfleurage. The identified of the chemical components of essential oils by GC-MC showed several components e.q water steam distilation : butanoic acid, 1,2,3, trimethyl benzene and dimethoxysulfone and enfleurage : 2,3 butanediol, 1,3 cyclohexadiene and thiosulfuric acid. The final result showed the essential oil of wood garlic from water steam distilation and enfleurage didn’t have antibacterial activity.

Key word : Wood Garlic (Scorodocarpus borneensis Becc.), volatile oil, antibacterial, broth dilution.


(7)

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Chairul, M.Chem, Apt. selaku Pembimbing pertama dan Ibu Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan Bapak dan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik oleh Allah SWT.

2. Bapak Prof. (hc) dr. MK. Tadjudin, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Umar, M.Sc, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak/Ibu Dosen dan Staff Akademika yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama saya menempuh pendidilkan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedikteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Sahabat-sahabat saya, Ikhsan, Dzikro, Irfan, Labib, Syukron, Doni, Ali, Farhan, Yan, Irul dan Mas Teguh yang selalu ada dan menemani penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan penelitian ini.


(8)

memberi semangat kepada penulis.

7. Keluarga Besar Farmasi angkatan 2008 baik Alcoolique maupun Betalactam, yang selalu bersama-sama mengisi hari-hari penulis dengan suka maupun duka.

Tak lupa kepada orang tua saya, Ayahanda Umar, S.pd dan Ibunda Umi Kulsum, semoga segala amalan dan jerih payah keduanya mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Ciputat, September 2014


(9)

(10)

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang . ... 1

1.2Perumusan Masalah . ... 3

1.3Tujuan Penelitian . ... 3

1.4Manfaat Penelitian . ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA . ... 4

2.1Bawang Hutan (Scorodocarpus borneensis. Becc) ... 4

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 4

2.1.2 Nama Lain ... 4

2.1.3 Deskripsi ... 5

2.1.4 Tempat Tumbuh ... 5

2.1.5 Kandungan Kimia ... 5

2.1.6 Khasiat ... 6

2.2Isolasi Minyak Atsiri ... 6

2.2.1 Destilasi ... 6


(11)

2.3.1 Definisi Bakteri . ... 9

2.3.2 Struktur Bakteri . ... 9

2.3.3 Pembagian Bakteri ... 12

2.3.4 Bakteri uji ... 12

2.3.4.1Bakteri Gram positif ... 12

2.3.4.2Bakteri Gram negatif ... 13

2.3.5 Antibakteri ... 15

2.3.5.1Pendahuluan ... 15

2.3.5.2Mekanisme Kerja Antibakteri ... 16

2.3.5.3Metode Pengujian Antibakteri ... 18

2.3.5.4 Antibakteri Pembanding ... 20

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 21

3.1Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 21

3.2Bahan Dan Alat ... 21

3.2.1 Bahan Uji ... 21

3.2.2 Bakteri Uji ... 21

3.2.3 Antibakteri Pembanding ... 21

3.2.4 Bahan Kimia ... 22

3.2.5 Alat ... 22

3.3Prosedur Kerja ... 22

3.3.1 Penyiapan Simplisia ... 22

3.3.2 Isolasi ... 22

3.3.3.1 Destilasi Uap Air ... 22

3.3.3.2 Enfleurasi ... 23

3.3.3 Analisis senyawa menggunakan Gas Spectroscopy- Mass Spectrofotometry (GC-MS) ... 23

3.3.4 Sterilisasi alat dan bahan ... 24

3.3.5 Pembuatan media pertumbuhan ... 24


(12)

3.3.9 Pengujian Aktivias Antibakteri ... 25

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Hasil Determinasi ... 27

4.2. Hasil Minyak Atsiri Buah Bawang Hutan ... 27

4.3. Hasil Identifikasi Menggunakan GC-MS ... 28

4.4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri ... 31

4.5. Pembahasan ... 32

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

5.1. Kesimpulan ... 37

5.2. Saran ... 37

5.3. Ucapan Terima Kasih ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(13)

Halaman

Tabel IV.1: Hasil Randeman Minyak Atsiri ... 27

Tabel IV.2 : Data Kandungan Kimia Penyusun Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi Uap Air ... 29

Tabel IV.3 : Data Kandungan Kimia Penyusun Minyak Atsiri dari Hasil

Enfleurasi ... 30

Tabel IV.4 : Hasil Uji Antibakteri Minyak Atsiri Bawang Hutan dari Hasil Destilasi Uap Air ... 31

Tabel IV.5 : Hasil Uji Antibakteri Minyak Atsiri Bawang Hutan dari Hasil Enfleurasi ... 31


(14)

Halaman

Gambar 1: Buah Bawang Hutan ... 5

Gambar 2 : Struktur Kimia Cyprofloxacin ... 20

Gambar 3 : Hasil Kromatogram Minyak Atsiri Bawang Hutan dengan menggunakan Metode Destilasi Uap Air ... 28

Gambar 4 : Hasil Kromatogram Minyak Atsiri Bawang Hutan dengan menggunakan Metode Enfleurasi ... 28

Gambar 5 : S-methyl methanethiosulphinate ... 34

Gambar 6 : Dimethyoxysulfone ... 34

Gambar 7 : Methyl methyltiomethyl disulfide ... 34

Gambar 8 : Thiosulfuric acid ... 34

Gambar 9 : Methyl allyl trisulfida ... 34

Gambar 10 : Diallyl disulfida ... 34

Gambar 11 : Diallyl trisulfida ... 35

Gambar 12 : Buah Bawang Hutan ... 43

Gambar 13 : Alat Destilasi Uap Air ... 43

Gambar 14 : Rotary Evaporator ... 43

Gambar 15 : Metode Enfelurasi Bagian Samping dan Depan ... 43

Gambar 16 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air Berbagai Konsentrasi dan Bakteri S.aureus sebelum dan setelah di inkubasi .... ... 58


(15)

.... ... 58

Gambar 18 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air Berbagai Konsentrasi dan Bakteri B.subtilis sebelum dan setelah di inkubasi .... ... 58

Gambar 19 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air Berbagai Konsentrasi dan Bakteri E.coli sebelum dan setelah di inkubasi ... 59

Gambar 20 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air Berbagai Konsentrasi dan Bakteri S.typhimorium sebelum dan setelah di inkubasi ... 59

Gambar 21 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air Berbagai Konsentrasi dan Bakteri P.aeruginosa sebelum dan setelah di inkubasi .... ... 59

Gambar 22 : Tabung Uji Kontrol berisi Kontrol Medium, Kontrol Ekstrak dan Kontrol Bakteri sebelum di inkubasi ... 60

Gambar 23 : Tabung Uji Kontrol berisi Kontrol Bakteri setelah diinkubasi ... 60

Gambar 24 : Tabung Uji Kontrol Ekstrak (kiri) dan Kontrol Medium (kanan) setelah diinkubasi ... 60

Gambar 25 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi Berbagai Konsentrasi dan Bakteri S.aureus sebelum dan setelah di inkubasi .... ... 61

Gambar 26 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi Berbagai Konsentrasi dan Bakteri B.cereus sebelum dan setelah di inkubasi .... ... 61


(16)

.... ... 61

Gambar 28 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi Berbagai

Konsentrasi dan Bakteri E.coli sebelum dan setelah di inkubasi ... 62

Gambar 29 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi Berbagai Konsentrasi dan Bakteri S.typhimorium sebelum dan setelah di inkubasi ... 62

Gambar 30 : Tabung Uji Berisi Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi Berbagai

Konsentrasi dan Bakteri P.aeruginosa sebelum dan setelah di inkubasi .... ... 62

Gambar 31 : Tabung Uji Kontrol berisi Kontrol Ekstrak dan Kontrol Bakteri sebelum di inkubasi ... 63

Gambar 32 : Tabung Uji Kontrol berisi Kontrol Ekstrak dan Kontrol Bakteri setelah di inkubasi ... 63

Gambar 33 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air dari Buah Bawang Hutan terhadap Staphylococcus aureus ... 64 Gambar 34 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil

Destilasi Uap Air dari Buah Bawang Hutan terhadap Bacillus cereus .... ... 64

Gambar 35 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air dari Buah Bawang Hutan terhadap Bacillus subtilis .... ... 65

Gambar 36 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air dari Buah Bawang Hutan terhadap Escherichia coli .... ... 65


(17)

typhimurium ... 66

Gambar 38 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air dari Buah Bawang Hutan terhadap Pseudomonas aeruginosa ... 66

Gambar 39 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan terhadap Staphylococcus aureus .... ... 67

Gambar 40 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan terhadap Bacillus cereus ... 67

Gambar 41 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan terhadap Bacillus subtilis .... 68

Gambar 42 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan terhadap Escherichia coli .... 68

Gambar 43 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan terhadap Salmonella typhimurium .... ... 69

Gambar 44 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan terhadap Pseudomonas


(18)

Halaman

Lampiran 1: Hasil Determinasi Tanaman ... 42

Lampiran 2 : Gambar Bahan dan Alat Penelitian ... 43

Lampiran 3 : Alur Penelitian ... 44

Lampiran 4 : Penyiapan Simplisia ... 45

Lampiran 5 : Skema Isolasi Minyak Atsiri Buah Bawang Hutan ... 46

Lampiran 6 : Skema Kerja Peremajaan Bakteri ... 47

Lampiran 7 : Skema Kerja Pembuatan Suspemsi Bakteri Uji ... 47

Lampiran 8 : Skema Kerja Pengujian Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Buah Bawang Hutan ... 48

Lampiran 9 : Pembuatan Larutan Uji Antimikroba ... 49

Lampiran 10 : Hasil GC-MS Kandungan Kimia Penyusun Minyak Atsiri Buah Bawang Hutan dari Metode Destilasi Uap ... 50

Lampiran 11 : Hasil GC-MS Kandungan Kimia Penyusun Minyak Atsiri Buah Bawang Hutan dari Metode Enfleurasi ... 54

Lampiran 12 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Destilasi Uap Air dari Buah Bawang Hutan Terhadap Tiga Bakteri Gram Positif dan Tiga Bakteri Gram Negatif ... 58

Lampiran 13 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan Terhadap Tiga Bakteri Gram Positif dan Tiga Bakteri Gram Negatif ... 61


(19)

Gram Positif dan Tiga Bakteri Gram Negatif setelah Dikultur pada Media Agar ... 64

Lampiran 15 : Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kandungan Minyak Atsiri Hasil Enfleurasi dari Buah Bawang Hutan terhadap Tiga Bakteri Gram Positif dan Tiga Bakteri Gram Negatif setelah Dikultur pada Media Agar ... 67

Lampiran 16 : Hasil Pengamatan Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS untuk Larutan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Hasil Destilasi Uap Air ... 70

Lampiran 17 : Hasil Pengamatan Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS untuk Larutan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Hasil Enfleurasi .... ... 72

Lampiran 18 : Hasil Pengamatan Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS untuk Larutan Uji Antibiotik Ciprofloxacin sebagai Pembanding ... 74


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Agen-agen antimikroba merupakan contoh kemajuan yang dramatis pada pengobatan modern. Aktivitas obat –obat antimikroba yang luar biasa kuat dan spesifik ini disebabkan oleh kemampuan obat-obat tersebut memilih target yang sangat spesifik dan juga unik bagi mikroorganisme, atau memilih target yang jauh lebih penting bagi mikroorganisme daripada bagi manusia (Katzung, 2002).

Walaupun penggunaan antibiotik dan analog semisintesisnya secara klinik sudah tersedia secara luas, sebuah penelitian untuk mendapatkan agen antiinfeksi baru tetap diperlukan (Hostettmann, 1991). Penelitian untuk mencari senyawa aktif farmakologi baru yang diperoleh dengan penyarian sumber alam telah membawa kepada penemuan banyak obat klinis yang berguna dan berperan penting dalam pengobatan manusia (Shridhar et al., 2009).

Salah satu strategi yang memungkinkan untuk menemukan obat antiinfeksi yang baru meliputi pencarian senyawa dengan aktivitas kemoterapi tambahan dan perbedaan struktur secara luas dari senyawa tersebut pada penggunaan sekarang. Senyawa ini dapat diekstrak dari sumber yang memilikinya, yang untuk banyak alasan, sangat kurang dieksplorasi dibandingkan dengan mikroorganisme tradisional, termasuk, diantaranya, tanaman tingkat tinggi (Hostettmann, 1991). Bahan alam masih menjadi sumber utama dalam pengembangan senyawa terapetik untuk penyakit infeksi (baik bakteri maupun jamur), kanker, gangguan kolesterol dan immunomodulasi (Shridhar et al., 2009). Melihat dari laporan mengenai jumlah yang sangat besar dan keanekaragaman struktural yang mengagumkan dari unsur-unsur pokok tumbuhan yang aktif antimikroba dan antiviral yang ada sekarang, mungkin satu harapan agen


(21)

antiinfeksi dengan aksi sistemik dan/atau lokal yang menjanjikan mungkin akan ditemukan di kerajaan tumbuhan (Hostettmann, 1991).

Bawang hutan merupakan salah satu dari tumbuhan di Indonesia yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan. Bawang hutan merupakan famili dari Olecaceae. Bawang hutan adalah pohon yang tumbuh secara alami di Pulau Kalimantan dan semenanjung Melayu. Memiliki nama asli

“wood garlic” (kayu bawang putih) karena baunya khas seperti bawang putih dan irisan atau bubuk dari daging buah kadang-kadang digunakan oleh masyarakat setempat sebagai bumbu untuk memasak ikan dan bahan makanan lainnya (Lim et al.,1997).

Kubota et al 1999, telah melaporkan isolasi dan identifikasi dari ekstrak etanol buah bawang hutan. Senyawa utamanya adalah kandungan senyawa sulfur yang sama dengan bawang putih, dimana 2,4,5,7-tetrathiaoctane (CH3SCH2SSCH2SCH3), dan 2,4,5,7-tetrathiaoctane

2,2-dioxida (CH3SO2CH2SSCH2SCH3) menunjukkan aktivitas antimikroba yang

lumayan kuat, khususnya melawan jamur.

Minyak atsiri merupakan salah satu senyawa hasil metabolit sekunder yang akhir-akhir ini telah menarik perhatian dunia, karena diketahui memiliki sifat aktif biologis sebagai antibiotik sehingga dapat dipergunakan sebagai antibakteri dan antijamur (Soetjipto et al., 2008). Sifat antimikroba dari minyak atsiri telah diketahui sejak lama namun baru akhir-akhir ini ditetapkan secara ilmiah (Miksusanti et al., 2009). Minyak atsiri dari suatu tumbuhan memiliki aroma yang berbeda dengan minyak atsiri dari tumbuhan lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda (Praptiwi et al., 2000).

Menurut hasil penelitian Khadri et al 2010, diketahui bahwa minyak atsiri dari bawang putih mempunyai khasiat sebagai antibakteri. Sedangkan Lawrence (2011) mengatakan bahwa kandungan minyak atsirilah yang menyebabkan bau pada buah bawang putih. Buah bawang hutan memiliki bau bawang putih yang sangat kuat (Lim et al., 1997).


(22)

Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian terhadap uji antibakteri dari isolasi minyak atsiri kulit buah bawang hutan (Scorodocarpus borneensis. Becc) terhadap tiga bakteri Gram positif dan tiga bakteri Gram negatif. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat walaupun hanya sedikit informasi yang didapat.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

- Bagaimana perbandingan hasil senyawa minyak atsiri buah bawang hutan (Scorodocarpus borneensis. Becc) yang diperoleh antara Metode Destilasi Uap Cair dengan Metode Enfleuransi?

- Apakah senyawa minyak atsiri dari buah bawang hutan (Scorodocarpus borneensis. Becc) dari hasil Metode Destilasi Uap Air dan Metode Enfleuransi mempunyai aktivitas antibakteri?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

- Mengetahui perbandingan hasil senyawa minyak atsiri buah bawang hutan (Scorodocarpus borneensis. Becc) yang diperoleh antara Metode Destilasi Uap Cair dengan Metode Enfleuransi.

- Menentukan ada tidaknya aktivitas antibakteri pada senyawa minyak atsiri dari buah bawang hutan (Scorodocarpus borneensis. Becc) dari hasil Metode Destilasi Uap Air dan Metode Enfleuransi.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam meningkatkan upaya kesehatan dengan cara menemukan senyawa kimia baru yang berasal dari tumbuhan di Indonesia.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BAWANG HUTAN (Scorodocarpus borneensis. Becc) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman bawang hutan adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Divisio : Spermatophyta

Sub divisio : Magnoliophytinae (Angiospermae) Class : Magnoliatae (Dycotyledoneae) Sub Class : Rosidae

Ordo : Santales Familia : Olacaceae Genus : Scorodocarpus

Species : Scorodocarpus borneensis Becc.

(diakses dari www.plantamor.com/index.php?plant=1443) 2.1.2 Nama Lain

Sumatera : Bawang, Kulim, Rengom.

Kalimantan : Ansam, Bawang, Bawang Utan, Cepeluk, Jauhi, Kudur, Marsindu, Merica, Madudu, Sedau, Selaru, Seluru, Teradu, Sinduk dan Kayu Bawang.

2.1.3 Deskripsi

Tumbuhan ini merupakan pohon, tinggi sampai 36 m dan diameter batang kayunya lebih dari 80 cm, pada umumnya tinggi ± 20 m dan diameter batang kayunya 50 – 60 cm, batang pada umumnya tegak, bulat torak (berbentuk gulungan), di bagian kaki batang sedikit berjalur atau bersiku, bagian batang yang tidak bercabang pada umumnya panjang ± 15 m, kadang-kadang lebih dari 20 m. Tumbuhan ini mudah dikenal karena memberikan bau menyengat seperti bawang putih dari kulit dan buah. - Kayu : lebar, padat, keras agak halus dan berwarna merah tua atau


(24)

awet, sehingga sering digunakan sebagai bahan bangunan rumah, tiang jembatan dan untuk bagian lunas (dasar) perahu.

- Kulit batang : tebal, dari luar berwarna merah kecoklat-coklatan, dapat lepas menjadi bagian-bagian kecil berbentuk lempeng segi empat dan irisannya berwarna ungu.

- Buah : bulat, memiliki bau yang kuat seperti bawang putih terutama ketika dihancurkan. Digunakan sebagai pengganti bawang putih pada masakan dan biji setelah dipanggang digunakan untuk pengobatan cacing.

Gambar 1. Buah bawang hutan

2.1.4 Tempat Tumbuh

Tumbuhan ini tersebar di bagian barat Nusantara, tumbuh didataran rendah dan daerah bukit sampai 300 m dpl (diatas permukaan laut), terutama pada tanah kering, tidak pernah di rawa-rawa, tidak membentuk hutan murni, tetapi di hutan rimba tumbuh secara berkelompok dan hanya di tempat-tempat tertentu tumbuh secara umum (Heyne,1987).

2.1.5 Kandungan Kimia

Tanaman bawang hutan (Scorodocarpus borneensis Becc.) mengandung senyawa polisulfida yang mirip dengan spesies Allium. Daunnya mengandung senyawa megastigma dan flavanoid. Ekstrak kulit batang bawang hutan mengandung saponin, steroid, flavanoid, alkaloid dan senyawa metiltiometil (metil sulfonil) metal disulfida yang menyebabkan bau seperti bawang putih (Kubota et al.,1999; Kartika,1999).

Komponen utama dari senyawa yang mengandung sulfur pada bawang hutan diantaranya yaitu : 2,4,5-trithiahexane ;


(25)

2,4,5,7-tetrathiaoctane ; 2,4,5,7-tetrathiaoctane 2,2-dioxide dan 2,4,5,7 tetrathiaoctane 4,4-dioxide (Lim Haeyoung et al.,1997). Serta terdapat pula senyawa sesquiterpen scodopin dan senyawa alkaloid berupa scorodocarpines (Wiart Christophe et al.,2001).

2.1.6 Khasiat

Buahnya digunakan sebagai antimikroba, obat cacing dan sering digunakan sebagai bumbu masak, begitu juga dengan kulit batangnya, hal ini karena baunya yang khas seperti bawang putih. Daunnya digunakan sebagai obat diare, sedangkan kayunya biasa digunakan untuk bahan bangunan (Kubota et al.,1999).

2.2 ISOLASI MINYAK ATSIRI 2.2.1 Destilasi (Penyulingan)

Destilasi atau penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jens cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut. Proses penyulingan dengan demikian merupakan proses penting bagi produsen minyak atsiri (Guenther, 1987).

Destilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi destilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa air.

Destilasi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu evaporasi atau memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan, pemisahan uap cairan didalam kolom untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil serta kondensasi uap untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil (Irawan, 2010). Destilasi menurut Guenther (1987) terbagi menjadi :

1. Destilasi Air

Pada metode ini, bahan yang akan didestilasi kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah


(26)

bahan yang akan disuling. Ciri khas dari metode ini adalah kontak langsung dari antara bahan dengan air mendidih. Beberapa jenis bahan harus disuling dengan menggunakan metode ini, karena bahan harus tercelup dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan menggunakan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam.

2. Destilasi Uap Air

Pada metode ini, bahan olah diletakkan diatas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh dibawah saringan. Ciri khas dari meode ini, adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas serta bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.

3. Destilasi Uap

Metode ketiga ini disebut penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak diatas saringan atau tempat berlubang.

2.2.2 Enfleurasi (Ekstraksi dengan Lemak Dingin)

Metode enfleurasi memanfaatkan lemak sebagai media untuk mengabsorbsi aroma wangi yang dihasilkan oleh jenis bunga tertentu misalnya melati, sedap malam dan mawar. Proses enfleurasi berakhir apabila lemak telah jenuh dengan minyak bunga. Keberhasilan proses enfleurasi tergantung kualitas lemak yang digunakan dan keterampilan dalam mempersiapkan lemak.

Lemak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga atau bagian tumbuhan yang berbau wangi, maka


(27)

lemak akan mengabsorbsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga atau bagian tumbuhan tersebut. Prinsip ini diterapkan dalam proses enfleurasi.

Dalam proses enfleurasi biasanya bagian tumbuhan yang digunakan adalah bunga. Hal ini karena proses penyulingan dengan uap air atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisa, polimerasi dan resinifikasi, komponen yang bertitik didih tinggi khususnya yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan lebih rendah.

Prinsip proses kegiatan enfleurasi yaitu, bunga segar hasil pemetikan ditaburkan diatas permukaan lemak yang telah disediakan dan dibiarkan selama 24 jam, kemudian diganti dengan bunga yang masih segar. Kemudian minyak bunga tersebut diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan (Guenther,1987). 2.2.3 Minyak Atsiri

Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling-uap. Zat inilah penyebab wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa cita rasa di dalam industri makanan. Suku tumbuhan yang kaya akan minyak atsiri ialah suku Compositae, Matricaria, Labiatae; misalnya Mentha spp., Myrtaceae, Eucalyptus, Pinaceae, Pinus, Rosaceae, bunga mawar, Rutaceae, Citrus, dan Umbelliferae, Pimpinella anisum, Carvum carvi, Cuminum cyminum, Anethum, dll. Golongan senyawa lainnya mungkin terdapat bersama-sama dengan terpena di dalam minyak atsiri. Terpena juga sering kali terdapat dalam fraksi yang berbau, bersama-sama dengan senyawa aromatik seperti fenilpropanoid.

Secara kimia, terpena minyak atsiri dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan

C15 yang jangka titik didihnya berbeda (titik didih monoterpena 140-180OC,

titik didih seskuiterpena > 200OC). Pertama-tama, monoterpena dapat dipilah lebih lanjut menjadi tiga golongan, bergantung pada apakah struktur


(28)

kimianya asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya limonena), atau bisiklik (misalnya α- dan β- pinena). Monoterpena sederhana tersebar luas dan cenderung merupakan bagian dari kebanyakan minyak atsiri.

Secara kimia, seperti monoterpena, seskuiterpena dipilah-pilah berdasarkan kerangka karbon dasarnya. Yang umum ialah asiklik (misalnya farnesol), monoosiklik (misalnya bisabolena), atau bisiklik (β-selinena, korotol).

Untuk mengisolasinya dari jaringan tumbuhan, sekarang, mono- dan seskuiterpena dipisahkan dengan ekstraksi memakai eter, eter minyak bumi, atau aseton. Cara klasik untuk mengisolasi minyak atsiri ialah memisahkannya dari jaringan segar dengan penyulingan uap. Sekarang langkah ini jarang dilakukan karena ada bahaya terbentuknya senyawa jadian pada suhu yang dinaikkan. Terpena dapat mengalami tata susun ulang (misalnya dehidrasi pada alkohol tersier) atau polimerasi. Keatsirian terpena sederhana mempunyai arti bahwa terpena itu merupakan bahan yang ideal untuk pemisahan dengan kromatografi gas. Banyak terpena yang berbau harum dan dengan demikian sering kali dapat dikenali langsung dalam sulingan tumbuhan bila terdapat sebagai kandungan utama (Harbone, 1987). 2.3 BAKTERI DAN ANTIBAKTERI

2.3.1 Definisi

Bakteri adalah organisme bersel satu yang harus mengabsorbsi nutrisinya dengan difusi sederhana (Gerard et al.,2010).

2.3.2 Struktur Bakteri 1. Bentuk

Bersama dengan sifat-sifat lainnya, bentuk bakteri dipergunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Bentuk bakteri ditentukan oleh mekanisme penyusunan sel.

a. Bentuk bakteri biasanya dapat ditentukan dengan pulasan yang tepat dan dilihat dibawah mikroskop.


(29)

c. Kokus dan basilus sering berpasangan (diplokokus), atau tersusun seperti rantai (streptokokus). Kokus yang tumbuh berkelompok disebut stafilokokus.

d. Beberapa spesies antibakteri adalah pleomorfik, misalnya Bacteroides. e. Antibiotika yang menyerang biosintesis dinding sel (misalnya

penisilin) dapat mengubah bentuk bakteri. 2. Inti

Di dalam bakteri, inti biasanya disebut nukleoid atau badan inti. 3. Sitoplasma

Sitoplasma bakteri mengandung ribosom dan berbagai jenis granula penyimpan nutrisi. Sitoplasma tidak mengandung organel.

4. Ribosom

Ribosom bakteri mengandung protein dan RNA yang berbeda dengan yang ada pada rekan-rekan eukariota lainnya.

5. Membran (sitoplasma) sel

Membran sel biasanya merupakan dua lapis fosfolipid yang mengandung susunan sebagai berikut :

a. Sitokrom dan enzim yang berperan dalam transpor elektron dan fosforilasi oksidatif.

b. Pembawa lipid, enzim, dan protein pengikat penisilin (PCP) yang berperan pada biosintesis dinding sel.

c. Enzim yang berperan pada sintesis fosfolipid dan replikasi DNA. d. Kemoreseptor

6. Mesosom

Merupakan struktur kontroversial yang merupakan invaginasi membran plasma yang berkelok-kelok.

7. Plasmid

Plasmid adalah molekul DNA berserat ganda, kecil, melingkar, nonkromosomal.

8. Transposon

Transposon ialah sepotong kecil DNA yang bergerak antara DNA bakteri dan plasmid; transposon tidak mereplikasikan diri.


(30)

9. Pembungkus sel

Pembungkus sel tersusun dari lapisan-lapisan makromolekul yang mengelilingi bakteri, meliputi:

a. Membran sel dan suatu lapisan peptidoglikan kecuali pada mikoplasma.

b. Lapisan membran luar pada bakteri Gram-negatif.

c. Suatu kapsul, suatu lapisan glikokaliks, atau keduanya (kadang-kadang)

d. Antigen yang seringkali menginduksi terjadinya respons antibodi spesifik.

10. Lapisan luar

a. Protein permukaan

Protein antifagositik ini terletak di luar dari dinding sel beberapa bakteri Gram-positif

b. Kapsul

Kapsul ialah suatu struktur polisakarida yang berbatas tegas yang mengelilingi sel bakteri dan berada di luar dinding sel. Perkecualian terhadap struktur polisakarida ialah kapsul poli D-asam glutamat Bacillus anthraxis.

c. Glikokaliks

Istilah glikokaliks ditujukan untuk jaringan longgar benang polisakarida yang mengelilingi beberapa dinding sel bakteri.

11. Struktur tambahan

a. Flagel ialah suatu struktur tambahan protein untuk pergerakan dan mengandung determinan antigen yang menonjol.

b. Pili (fimbria) adalah struktur tambahan permukaan yang kaku dan hanya terdiri dari protein yang disebut pilin.

12. Endospora

Endospora terbentuk sebagai respon untuk bertahan hidup terhadap kondisi nutrisi tertentu, misalnya kekurangan sumber gizi tertentu. Endospora ialah sel-sel bakteri yang secara metabolik inaktif dan sangat tahan terhadap pengeringan, pemanasan, dan berbagai zat


(31)

kimiawi. Endospora berguna untuk mengidentifikasi beberapa jenis bakteri (misalnya Bacillus dan Clostridium).

13. Biofilm

Ialah kumpulan sel-sel bakteri yang terbentuk di dalam lingkungan tanah dan air laut dan permukaan alat yang dicangkokkan secara medik (misalnya protesa). Biofilm meningkatkan asupan gizi dan seringkali menyingkirkan antimikroba (Johnson et al. 2011).

2.3.3 Pembagian Bakteri

Bakteri dibagi atas bakteri Gram positif dan Gram negatif tergantung pada respon diwarnai dengan pewarnaan Gram. Sel kuman mula-mula diwarnai dengan kristal ungu dan jodium lalu dicuci alkohol atau aseton. Kuman Gram negatif kehilangan zat warna ungunya setelah dicuci dengan alkohol, sedangkan kuman Gram positif tetap mempertahankan warna ungu meskipun telah dicuci dengan alkohol (Assani, 1994).

2.3.4 Bakteri Uji

2.3.4.1 Bakteri Gram Positif a. Staphylococcus aureus

Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus menurut Usman et al (1994) dan Sjoekoer et al (2003) adalah :

Ordo : Eubacteriales

Famili : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus bersifat aerob atau anaerob fakultatif, tes katalase positif dan tahan hidup dalam lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi tinggi (halofilik), misalnya NaCl 10%. Infeksi oleh jenis kuman ini yang terutama menimbulkan penyakit pada manusia. Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan pembentukan abses. Kuman ini berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang


(32)

tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8-1,0 mikron.

b. Bacillus cereus

Klasifikasi bakteri Bacillus cereus menurut Usman et al (1994) dan Jawetz et al (2004) adalah:

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus cereus

Bacillus cereus bersifat aerob, berbentuk batang dan berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0 μm. Bakteri Bacillus cereus ini dapat meyebabkan keracunan makanan, pneumonia, bronkopneumonia dan luka.

c. Bacillus subtilis

Klasifikasi bakteri Bacillus subtilis menurut Usman et al (1994) dan Jawetz et al (2004) adalah:

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus subtilis

Genus bacillus sebagian besar aerobic, Gram-positif, berbentuk batang dan berantai. Selnya berbentuk khas, berukuran 1 x 3-4 μm. Dapat menyebabkan meningitis, endokartis, infeksi mata dan lain-lainnya.

2.3.4.2 Bakteri Gram Negatif a. Escherichia coli

Klasifikasi bakteri Escherichia coli menurut Usman et al (1994) adalah:

Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia


(33)

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Kuman berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram-negatif, ukuran 0,4-0,7

μm x 1,4 μm. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer

pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea, seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus.

b. Pseudomonas aeruginosa

Klasifikasi bakteri Pseudomonas aeruginosa menurut Usman et al (1994) adalah:

Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

Genus Pseudomonas terdiri dari sejumlah kuman batang Gram negatif yang tidak meragi karbohidrat, hidup di aerob di atas tanah dan air. Kuman ini sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia. Organisme ini dapat merupakan peyebab 10-20% infeksi nosokomial. Sering diisolasi dari penderita dengan neoplastik, luka dan luka bakar yang berat. Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian bawah, saluran kemih, mata dan lain-lainya. Batang Gram negatif 0,5-1,0 x 3,0-4,0 um.

c. Salmonella typhimorium

Klasifikasi bakteri Salmonella typhimorium berdasarkan Usman et al (1994) dan Sjoekoer et al (2003) adalah:

Ordo : Eubacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella typhimorium

Organisme yang berasal genus Salmonella adalah agen penyebab bermacam-macam infeksi, mulai dari gastroenteritis yang ringan sampai dengan demam tifoid yang disertai bakterimia. Kuman


(34)

berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan Gram bersifat Gram negatif, ukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, besar koloni rata-rata 2-4 mm, mempunyai flagel peritrikh.

2.3.5 Antibakteri 2.3.5.1 Pendahuluan

Obat-obat antimikroba diklasifikasi sebagai bakteriostatika atau bakterisidal. Obat-obat bakteriostatika menahan pertumbuhan dan replikasi bakteri pada kadar serum yang dapat dicapai dalam tubuh pasien, sehingga membatasi penyebaran infeksi sementara sistem imun tubuh menyerang, memobilisasi dan mengeliminasi bakteri patogen. Bila obat dikeluarkan sebelum sistem imun menangkap organisme, organisme yang dapat hidup ditemukan dalam jumlah yang cukup sehingga dapat memulai siklus infeksi kedua. Catatan bahwa organisme dapat hidup meskipun dengan adanya obat bakteriostatika. Sebaliknya, dengan penambahan obat bakterisidal dapat membunuh bakteri dan jumlah total organisme yang hidup menurun (Mary et al., 2001). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM) (Rianto et al, 2008).

Spektrum kemoterapeutika dari suatu obat tertentu mengacu pada spesies organisme yang dipengaruhi oleh obat tersebut.

 Spektrum sempit

Obat kemoterapeutika yang bekerja hanya pada segolongan bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri Gram positif saja atau Gram negatif saja. Misalnya, isoniazid hanya aktif terhadap mikobakteria.

 Spektrum sedang

Spektrum sedang adalah suatu terminologi yang diaplikasikan pada antibiotika yang secara efektif melawan organisme Gram positif dan sejumlah bakteri Gram negatif. Misalnya, ampisilin dipertimbangkan sebagai spektrum sedang.


(35)

 Spektrum luas

Obat-obat antibiotik berspektrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun negatif, seperti kloramfenikol dan tetrasiklin mempengaruhi spesies mikroba secara luas dan dirujuk sebagai antibiotika secara luas. Pemberian antibiotika spektrum luas secara drastis dapat merubah flora bakterial normal secara alamiah dan dapat mencetuskan super infeksi suatu organisme seperti kandida yang perkembangannya secara normal dipengaruhi dengan adanya mikroorganisme (Pratiwi, 2008).

2.3.5.2 Mekanisme kerja antibakteri

Berdasarkan mekanisme kerjanya, menurut Rianto et al (2008) antimikroba dibagi dalam lima kelompok:

1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba

Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari luar, kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila sulfonamid atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan mikroba akan terganggu. Berdasarkan sifat kompetisi, efek sulfonamid dapat diatasi dengan meningkatkan kadar PABA.

2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel bakteri

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri, terdiri dari peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis dinding sel; diikuti berturut-turut oleh basitrasin, vankomisin, dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin, yang


(36)

menghambat reaksi terakhir (transpeptidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.

3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik, umpamanya antiseptik surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa amonium-kuaterner dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membran sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut. Antiseptik yang mengubah tegangan permukaan ( surface-active agents), dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba.

4. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah golongan aminoglikolisid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebegai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara.

5. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat

Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah rifampisin, dan golongan kuinolon. Rifampisin, salah satu derifat rifampisin, berikatan dengan enzim polimerase-RNA (pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang


(37)

fungsinya menata krromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil.

2.3.5.3 Metode Pengujian Antibakteri 1. Metode Difusi

Metode Disc Diffusion (tes Kirby & Bauer)

Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada pertumbuhan media Agar.

E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media Agar.

Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba.

Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media Agar yang telah ditanami dengan


(38)

mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

Gradient-plate technique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media Agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media Agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan Petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang diatasnya. Plate diinkubasikan selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroba maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.

Bila:

X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin Y = panjang pertumbuhan total

C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau μg/mL

Maka konsentrasi hambatan adalah : [(X,Y)]: C mg/mL atau

μg/mL.

Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat.

2. Metode Dilusi

Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration atau Kadar Hambat Minimum, KHM)dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration dan Kadar Bunuh Minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang


(39)

ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.

Metode dilusi padat/solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

2.3.5.4 Antibakteri Pembanding

Klasifikasi cyprofloxacin yang digunakan sebagai antibakteri pembanding berdasarkan Rianto et al (2008) dan Soemitro et al (1995) adalah sebagai berikut :

a. Rumus Kimia : 1 – cyclopropyl – 6 – fluoro - 1, 4-dihydro-4-oxo-7- (1 – piperazinyl) -3 – quinolonecarboxylic acid

b. Rumus molekul : C17H18FN3O3.HCl.H2O

N HN

F

N O

COOH

Gambar 2. Struktur Cyprofloxacin

c. Pemerian : serbuk, putih

d. Aktifitas bakteri : menghambat pertumbuhan bakteri (baktersidal) e. Mekanisme kerja :menghambat subunit A pada DNA girase (topoisomerase) yang merupakan bagian essensial dalam proses sintesa DNA bakteri.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan September hingga Februari 2013 di Laboraturium Produk Alami dan Laboraturium Analisa Umum, Bidang Botani dan Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Jalan Raya Jakarta – Bogor Km 46, Cibinong; dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 BAHAN DAN ALAT 3.2.1 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah buah bawang hutan (Scorodocarpus borneensis. Becc) dengan spesifikasi warna kuning kecoklatan, bau sulfur. Buah bawang hutan yang digunakan berasal dari hutan di daerah Samarinda, Kalimantan Timur. Bahan sebelumnya telah dilakukan determinasi dan authentication specimen di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat.

3.2.2 Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Salmonella typhimurium ATCC 14028 yang diperoleh dari koleksi Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Badan POM RI, Jakarta. Bacillus cereus yang diperoleh dari Laboraturium Produk Alami dan Laboraturium Analisa Umum, Bidang Botani dan Mikrobiologi Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor. 3.2.3 Antibakteri Pembanding

Antibakteri pembanding yang digunakan adalah Cyprofloxacin yang diperoleh dari Bagian Baku Pembanding, Badan POM RI, Jakarta.


(41)

3.2.4 Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan diantaranya : Natrium Agar (NA), Natrium Broth (NB), Tween 80%, NaCl 0,9%, larutan standar Mc Farland III, adeps lanae, eter, alkohol 96%, metanol, NaCl jenuh dan aquadest.

3.2.5 Alat

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas (Pyrex), timbangan analitik (Sartonius CP2245), cawan penguap, kapas, kain kasa, jarum ose, mikropipet (Nichipet Ex), bunsen, alumunium oil, corong, corong pisah, alat destilasi, alat enfleurasi (chamber ukuran 30 cm x 30 cm dan dua buah plat kaca setebal 0,5 cm dengan ukuran 20 cm x 20 cm), lumpang dan alu, botol vial, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, cawan petri (Iwaki), autoklaf (Tommy type SS-325), Magnetic stirrer (Daiki KB Lee 5001), oven (Memmert), Laminar Air Flow (EACI), lemari pendingin (SANYO-MEDICOOL), vortex (Labnet International Inc), jangka sorong, vacuum rotary evaporator, Spektrofotometri UV-Vis (Genesys 20), Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

3.3 PROSEDUR KERJA 3.3.1 Penyiapan Simplisia

Penyiapan simplisia buah bawang hutan dilakukan dengan cara sortasi basah untuk membersihkannya dari kotoran. Selanjutnya buah bawang hutan dihancurkan dan ditumbuk dengan menggunakan lumpang dan alu dan langsung diisolasi minyak atsiri yang terkandung di dalamnya. 3.3.2 Isolasi

3.3.2.1 Destilasi Uap Air

Isolasi buah bawang hutan dilakukan dengan menggunakan destilasi uap air. Sebanyak 200 gram buah bawang hutan yang sudah dirajang dan ditumbuk, didestilasi dengan menggunakan uap air selama ± 5 jam pada suhu diatas 100oC. Uap yang keluar dikumpulkan dan dibiarkan mengembun. Kemudian hasil destilasi yang diperoleh ditampung dalam corong pisah. Fase minyak dan fase air dipisahkan


(42)

menggunakan NaCl jenuh hingga diperoleh minyak atsirinya. Selanjutnya ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air yang

masih tersisa. Minyak atsiri bebas air kemudian ditimbang selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri dan diidentifikasi kandungan kimianya menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (Jamal, 2009). 3.3.2.2Enfleurasi

Sebanyak ± 30 gram lemak (dalam hal ini menggunakan adeps lanae atau lemak bulu domba) dioleskan secara merata dengan tebal 0,3 cm pada permukaan plat kaca (hal ini dilakukan pada 2 buah plat kaca). Buah bawang hutan sebanyak ± 180 gram yang telah dirajang dan ditumbuk diletakkan di dasar permukaan chamber. Setelah itu 2 plat kaca dimasukkan ke dalam dua sisi chamber dan membentuk pola segitiga dengan mempertemukan 2 buah sisi atas dari plat kaca. Setelah itu chamber ditutup dengan menggunakan penutup kaca yang bagian dalamnya telah dioleskan lemak sebanyak ± 20 gram. Kemudian chamber didiamkan pada suhu ruang.

Setelah 7 hari lemak kemudian diambil dari plat kaca dan ditimbang beratnya. Lemak kemudian dilarutkan ke dalam metanol pro analisis dengan perbandingan lemak : metanol = 1 : 2 dan dibiarkan selama 1 hari. Kemudian metanol diuapkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator. Minyak atsiri bebas metanol kemudian ditimbang selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri dan diitentifikasi kandungan kimianya menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry.

3.3.3 Analisis Senyawa menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry

Sebanyak 1 µL minyak atsiri yang didapatkan diinjeksikan ke injektor Gas Chromatography-Mass Spectrometry menggunakan detektor FID. Temperatur kolom ditingkatkan dari 70oC-100oC dengan rata-rata kenaikan 2 oC/menit, 100oC-150oC dengan rata-rata kenaikan 5oC/menit, dan dari 150oC-200oC dengan rata-rata kenaikan 10oC/menit. Kolom yang digunakan yaitu kolom kapiler (dimensi 30 m x 0,25 mm x 0,25 µm), laju alir 1 ml/menit, gas pembawa berupa helium tekanan 80 kPa, suhu injektor


(43)

250 oC, suhu interface 280 oC. Parameter Mass Spectrometry berupa tegangan ionisasi sebesar 70 eV, suhu ion source (sumber ionisasi) 180 oC, rata-rata scanning 50-600 Da (Baharum et al, 2010).

3.3.4 Sterilisasi Alat dan Bahan

Semua alat dan bahan yang digunakan untuk uji mikrobiologi disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, kecuali untuk bahan yang terbuat dari karet disterilkan dengan cara direndam dalam alkohol 70 % dan jarum ose disterilkan dengan cara flambir pada nyala bunsen. Pengerjaan uji mikrobiologi dilakukan secara aseptis di dalam lemari aseptis yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 % lalu disinari dengan lampu UV selama 2 jam yang dinyalakan 15 menit sebelum digunakan (Harley, 2005).

3.3.5 Pembuatan Media Pertumbuhan a. Nutrien Agar

Serbuk NA sebanyak 23 gram dilarutkan dalam 1 liter aquades dan dipanaskan sampai mendidih hingga semuanya larut. Lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

Komposisi NA (g/L): Agar 15; gelatin pepton 5; Beef extract 3. b. Nutrient Broth

Ditimbang 13 gr BHI NB dilarutkan dengan 1 L aquadest dan dipanaskan hingga semuanya larut kemudian disterilkan dalam autoklaf.

Komposisi NB (g/L): Lab-Lenco powder 1; Yeast extract 2; Peptone 5; dan Sodium chlorida 5.

3.3.6 Pembuatan Larutan Uji

Setiap larutan uji dibuat emulsi dengan menggunakan cara mencampur minyak atsiri buah bawang hutan dengan pelarut aquadest steril dan 0,5% Tween 80. Konsentrasi yang dibuat untuk semua bakteri terdiri dari 125 ppm; 250 ppm; 500 ppm; 1000 ppm; 2000 ppm baik hasil dari destilasi uap air maupun hasil enfleuransi (Hosamani et al., 2011).


(44)

3.3.7 Pembuatan Stok Bakteri

Semua bakteri uji diinokulasikan pada medium NA dengan cara menggoreskan bakteri menggunakan jarum ose pada permukaan agar, kemudian diinkubasi pada suhu 37 OC selama 24 jam (Suppakul et al., 2006; Kumar et al., 2010).

3.3.8 Pembuatan Suspensi Bakteri

Biakan bakteri yang telah berumur 24 jam pada NA diambil satu ose dan disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 2 mL NaCl 0,9%. Kemudian divortex dan diukur menggunakan Spectrophotometry, setelah itu diencerkan hingga diperoleh suspensi 106 sel bakteri/mL sesuai dengan standard Mc Farland III (109 sel bakteri/mL) sebagai acuan (Azrifitria et al., 2010).

3.3.9 Pengujian Aktivitas Antibakteri

1. Pengujian Aktivitas Antibakteri Minyak atsiri dari Hasil Destilasi Uap Air dan Enfleurasi

Penentuan KHM dan KBM dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Konsentrasi larutan uji dibuat sebuah seri pengenceran pada medium cair dengan volume total 3 ml dengan konsentrasi larutan uji 125 ppm; 250 ppm; 500 ppm; 1000 ppm; 2000 ppm yang kemudian ditambahkan dengan suspensi bakteri uji sebanyak 0,3 ml dan 1,2 ml NB. Kemudian di shaker dan diinkubasi pada suhu 37OC selama 24 jam dalam kondisi aerob. Sebagai pembanding digunakan empat macam kontrol yaitu:

a. Kontrol bakteri = 2,7 ml medium + 0,3 ml suspensi bakteri b. Kontrol pelarut = 1,5 ml medium + 1,5 ml pelarut

c. Kontrol ekstrak = 1,5 ml medium + 1,5 ml ekstrak

Nilai KHM dinyatakan sebagai konsentrasi terendah minyak atsiri buah bawang hutan yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Sedangkan nilai KBM akan dicari lebih lanjut berdasarkan nilai KHM yang diperoleh. Nilai KBM dinyatakan sebagai konsentrasi terendah minyak atsiri buah bawang hutan yang tidak menunjukkan


(45)

adanya pertumbuhan koloni bakteri pada agar. Pengujian dilakukan 2 kali pengulangan (Azrifitria et al., 2010; Suppaku et al., 2006).

2. Pengujian Aktivitas Antibakteri Cyprofloxacin sebagai Antibakteri Pembanding

Pentuan KHM dan KBM dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Konsentrasi larutan uji dibuat sebuah seri pengenceran pada medium cair dengan volume total 3 ml dengan konsentrasi larutan uji sebagai berikut:

a. Untuk S. aureus 0,03125 ppm; 0,0625 ppm; 0,125 ppm; 0,25 ppm; 0,5 ppm

b. Untuk B. cereus 0,015625 ppm; 0,03125 ppm; 0,0625 ppm; 0,125 ppm; 0,25 ppm

c. Untuk B. subtilis 0,03125 ppm; 0,0625 ppm; 0,125 ppm; 0,25 ppm; 0,5 ppm

d. Untuk E.coli 0,225 ppm; 0,45 ppm; 0,9 ppm; 1,8 ppm; 3,6 ppm e. Untuk P. aeruginosa 0,125 ppm; 0,25 ppm; 0,5 ppm; 1 ppm; 2 ppm f. Untuk S. typhimurium 0,0625 ppm; 0,125 ppm; 0,25 ppm; 0,5 ppm;

1 ppm

Yang kemudian ditambahkan dengan suspensi bakteri uji sebanyak 0,3 ml dan 1,2 ml NB. Kemudian di shaker dan diinkubasi pada suhu 37OC selama 24 jam dalam kondisi aerob. Sebagai pembanding digunakan empat macam kontrol yaitu:

a. Kontrol bakteri = 2,7 ml medium + 0,3 ml suspensi bakteri b. Kontrol pelarut = 1,5 ml medium + 1,5 ml pelarut

c. Kontrol ekstrak = 1,5 ml medium + 1,5 ml ekstrak

Nilai KHM dinyatakan sebagai konsentrasi terendah cyprofloxacin yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Pengujian dilakukan 2 kali pengulangan (Azrifitria et al., 2010).


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1HASIL DETERMINASI

Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, LIPI – Cibinong Bogor, menunjukan bahwa tumbuhan uji yang digunakan dalam penelitian ini merupakan spesies Scorodocarpus borneensis Becc. Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran.

4.2HASIL MINYAK ATSIRI BAWANG HUTAN

Pada penelitian ini, proses isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan metode destilasi uap air dan enfleurasi. Randemen minyak atsiri yang dihasilkan dihitung menggunakan rumus :

Bobot minyak atsiri yang dihasilkan x 100% Bobot sampel awal yang ditimbang

Tabel IV.1. Hasil Randemen Minyak Atsiri Bawang Hutan No. Metode Isolasi Bobot awal

yang ditimbang

Bobot minyak atsiri yang dihasilkan

Randemen

1. Destilasi Uap Air

200 gram 4,9 gram 2,5 %

2. Enfleurasi 180 gram 7,1 gram 3,9 %

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah minyak atsiri yang diperoleh menggunakan metode enfleurasi lebih besar (7,1 gram) dengan randemen 3,9 % dibandingkan dengan menggunakan metode destilasi uap air (4,9 gram) dengan randemen 2,5 %.


(47)

4.3.HASIL IDENTIFIKASI MENGGUNAKAN GC-MS

Proses identifikasi komponen kimia yang ada pada minyak atsiri bawang hutan dilakukan menggunakan Gas Chromatography – Mass Spectrometry. Hasil kromatogram dan kandungan kimia minyak atsiri yang didapatkan dapat dilihat pada gambar dan tabel.

Gambar 3. Hasil kromatogram minyak atsiri bawang hutan dengan menggunakan metode destilasi uap air

Gambar 4. Hasil kromatogram minyak atsiri bawang hutan dengan menggunakan enfleurasi.


(48)

Tabel IV.2. Data kandungan kimia penyusun minyak atsiri dari hasil Destilasi Uap Air

No. Nama Senyawa Waktu

Retensi

Rumus Molekul

Berat Molekul

Quality Persent (%)

1. Unknown 4,15 - - - 40,10

2. Unknown 4,83 - - - 7,68

3. Ethyl acetate 4,91 C4H8O2 88.12 91 2,63

4. 1,1

Diethoxyethane

6,46 C6H14O2 118.174 90 17,82

5. 3-methyl,2-pentanone

7,03 C5H10O 86.073 72 3,13

6. Butanoic acid 8,26 C4H8O2 88.052 94 0,27

7. 2-Hexanol 8,36 C6H14O 102.104 78 0,17

8 Unknown 9,15 - - - 4,69

9. p-Xylene 11,00 C6H10 106.078 97 0,76

10. 1,1 Diethoxy butane

12,41 C8H18O2 146.131 83 0,56

11. 3-methyl-3-Heptanol

14,46 C7H16O 116.12 78 0,18

12. 1-Ethyl-2-methyl benzene

15,74 C9H12 120.094 94 0,19

13. 1,2,3-Trimethyl benzene

16,16 C9H12 120.094 97 0,31

14. S-methyl methane thiosulphinate

17,04 C2H6OS2 109.986 97 0,35

15. Dimethoxysulfon e

22,30 C2H6O4S 125.999 97 0,70

16. Methyl

methyltiomethyl disulfide

25,35 C3H8S 139.979 72 0,26


(49)

Tabel IV.3. Data kandungan kimia penyusun minyak atsiri dari hasil Enfleurasi

No. Nama Senyawa Waktu Retensi

Rumus Molekul

Berat Molekul

Quality Persentase (%)

1. Ethanol 4,06 C2H6O 46.068 78 40,98

2. Ethyl acetate 4,83 C4H8O2 88.12 87 12,56

3. 1-Butanol 5,41 C4H10O 74.073 91 6,40

4. 2,3-Butanediol 8,62 C4H10O2 90.068 80 0,29

5. Unknown 9,12 - - - 10,09

6. 2-methyl-2,4-Pentanediol

14,00 C6H14O2 118.099 90 2,12

7. 1-1’ -oxybis-2-Propanol

20,01 C6H14O3 134.094 90 1,86

8. Diethyl malonate

22,35 C5H8O4 132.042 81 0,19

9. Dihydro myrcenol

22,48 C10H20O 156.151 78 0,25

10. α- Terpinolene 23,99 C10H18O 154.249 87 0,30

11. β-Citronellol 29,57 C10H20O 156.151 98 0,14

12. 1-methyl-4- (methylethyl)-

1,3-Cyclohexadiene

35,36 C10H16 136.125 95 0,09

13. Coumarine 35,83 C9H6O2 146.037 93 0,67

14. Thiosulfuric acid

36,23 H2S2O3 256 86 0,65

15. Hexadecanoic acid

36,35 C16H32O2 256.24 93 1,61

16 Diethyl Phthalate


(50)

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa kandungan kimia minyak atsiri hasil metode destilasi uap air berbeda dengan kandungan kimia minyak atsiri hasil metode enfleurasi. Hasil identifikasi minyak atsiri dari kedua metode yang digunakan menunjukkan adanya kandungan kimia berupa sulfur.

4.4. HASIL UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

Tabel IV.4. Hasil Uji Antibakteri Minyak Atsiri Bawang Hutan dari Hasil Destilasi Uap Air

Konsentrasi minyak atsiri (ppm)

Bakteri uji

S. a B. s B. c E. c S. t P. a

2000 ppm + + + + + +

1000 ppm + + + + + +

500 ppm + + + + + +

250 ppm + + + + + +

125 ppm + + + + + +

Tabel IV.5. Hasil Uji Antibakteri Minyak Atsiri Bawang Hutan dari Hasil Enfleurasi

Konsentrasi minyak atsiri (ppm)

Bakteri uji

S. a B. s B. c E. c S. t P. a

2000 ppm + + + + + +

1000 ppm + + + + + +

500 ppm + + + + + +

250 ppm + + + + + +


(51)

Keterangan :

(+) menunjukan adanya pertumbuhan bakteri sehingga tidak mempunyai aktivitas antibakteri

(-) menunjukan tidak adanya pertumbuhan bakteri sehingga mempunyai aktivitas antibakteri

S. a = Staphylococcus aureus E. c = Escherichia coli

B. s = Bacillus subtilis S. t = Salmonella typhimorium B. c = Bacillus cereus P. a = Pseudomonas aeruginosa Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa minyak atsiri yang didapatkan baik dari hasil destilasi uap air maupun enfleurasi tidak mempunyai aktifitas antibakteri.

Tabel IV.6. Hasil Uji Antibakteri Pembanding Ciprofloxacin Konsentrasi

(ppm)

Bakteri uji

S. a B. s B. c E. c S. t P. a

KHM 0,25 0,0625 0,125 0,12 0,5 1

KBM 0,5 0,125 0,25 0,24 1 2

Keterangan :

S. a = Staphylococcus aureus E. c = Escherichia coli

B. s = Bacillus subtilis S. t = Salmonella typhimorium B. c = Bacillus cereus P. a = Pseudomonas aeruginosa Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa antibakteri pembanding ciprofloxacin paling kuat aktifitasnya pada bakteri Bacillus subtilis dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 0,0625 ppm dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) sebesar 0,125 ppm.

4.5. PEMBAHASAN

Metode yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada buah bawang hutan adalah destilasi uap air dan enfleurasi. Pemilihan dua metode ini selain untuk mengetahui perbedaan kandungan kimia minyak atsiri yang didapatkan, sekaligus mengetahui ada tidaknya perbedaan jumlah yang didapatkan secara kuantitas.


(52)

Setelah dilakukan pengamatan, didapatkan bahwa perolehan minyak atsiri (randemen) dengan metode enfleurasi lebih tinggi (3,9 %) dibandingkan dengan hasil dari metode destilasi uap air (2,5 %). Hasil randemen minyak atsiri dari metode enfleurasi lebih banyak dikarenakan ketika dilakukan perendaman selama satu hari untuk memisahkan metanol dari lemak, masih terdapat lemak yang belum terpisah dan masih terbawa oleh metanol. Saat dilakukan rotary evaporator dengan pelarut metanol, lemak tidak ikut teruapkan dan tertinggal dengan minyak atsiri yang diperoleh.

Selanjutnya minyak atsiri yang diperoleh diidentifikasi menggunakan Gas Chromatography-Mas Spectrometry. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat perbedaan kandungan kimia pada minyak atsiri dari hasil destilasi uap air jika dibandingkan dengan kandungan kimia yang ada pada minyak atsiri hasil enfleurasi. Perbedaan kandungan kimia yang dihasilkan dikarenakan perbedaan suhu yang digunakan pada kedua metode. Pada metode destilasi uap air yang menggunakan suhu tinggi menyebabkan kandungan kimia yang tidak tahan panas akan rusak. Sedangkan pada metode enfleurasi dengan menggunakan suhu rendah menyebabkan kandungan kimia yang diharapkan menguap selama proses berlangsung, namun tertinggal didalam sampel buah bawang hutan.

Hasil isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi uap air terdiri atas senyawa kimia golongan sulfur (S-methyl methanethiosulphinate; Dimethyoxysulfone; Methyl methyltiomethyl disulfide), alifatik alkohol ( 2-Hexanol; 3-methyl-3-Heptanol), alifatik keton (3-methyl-2-Pentanone; Butanoic acid; 1,1-diethoxy butane), aromatik (1,2,3-Trimethylbenzene; 1-Ethyl-methyl benzene; p-Xylene). Sedangkan untuk hasil isolasi minyak atsiri dengan menggunakan metode enfleurasi terdiri atas senyawa kimia golongan kimia sulfur (Thiosulfuric acid), alifatik alkohol (1-Butanol; 2,3-Butanediol; 2-methyl-2,4-Pentanediol; 1-1’-oxybis-2-Propanol; Dihydro myrcenol; β -Citronellol; Hexadecanoic acid), alifatik keton (Propanedioic acid), aromatik (α- Terpinolene; 1-methyl-4-(methylethyl)-1,3-Cyclohexadiene), aromatik keton (Coumarine).


(53)

Hasil analisis GCMS pada minyak atsiri buah bawang hutan baik dengan metode destilasi uap air maupun metode enfleurasi ditemukan beberapa senyawa sulfur. Senyawa sulfur umumnya mempunyai aktivitas antibakteri yang cukup kuat (Kubota et al.,1998).

Senyawa kimia golongan sulfur pada minyak atsiri yang dihasilkan dari buah bawang hutan baik hasil destilasi uap air maupun enfleurasi berbeda jika dibandingkan dengan senyawa kimia golongan sulfur pada minyak atsiri buah bawang putih yang sudah lebih dahulu teruji aktivitas antibakterinya. Khadri et al yang meneliti minyak atsiri buah bawang putih di Aelgeria Barat menemukan dua senyawa sulfur utama yaitu Methyl allyl trisulfida dan Diallyl disulfida. Sedangkan Ogara et al pada penelitianya tentang minyak atsiri buah bawang putih di India, senyawa utama sulfur yang ditemukan yaitu Diallyl disulfida dan Diallyl trisulfida.

S S O

Gambar 5. S-Methyl methanethiosulpinate

S

O O

OCH3 H3CO

Gambar 6. Dimethoxysulfone

S S

S

Gambar 7. Methyl methyltiomethyl disulfide

S S

O OH

OH

Gambar 8. Thiosulfuric acid

H2C

S S

S

CH3

Gambar 9. Methyl allyl trisulfide

H2C

S S

CH2


(54)

H2C

S S

S

CH2

Gambar 11. Diallyl trisulfide

Setelah dilakukan proses identifikasi selanjutnya dilakukan proses uji aktivitas antibakteri. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair. Metode ini dipilih karena selain dapat menentukan ada tidaknya kemampuan antibakteri pada minyak atsiri bawang hutan juga dapat menentukan seberapa besar Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap bakteri. Pembuatan larutan uji minyak atsiri dilarutkan dalam aquadest dengan ditambahkan tween 80 % sebanyak 0,5 %. Penggunaan tween 80 % bertujuan agar menjaga kestabilan minyak dalam air sehingga lebih homogen. Penentuan nilai KHM ini ditentukan setelah larutan uji dikultur kembali pada media agar.

Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri hasil destilasi uap air dan minyak atsiri hasil enfleurasi tertera pada tabel 4 dan 5. Uji aktivitas antibakteri hasil destilasi uap air dan hasil enfleurasi menggunakan tiga bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan tiga bakteri gram negatif yaitu Escherichia Coli, Salmonella typhimorium, Pseudomonas aeruginosa. Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan untuk keenam bakteri tersebut yaitu 125 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 1000 ppm dan 2000 ppm. Pemilihan konsentrasi mengacu kepada ketentuan dimana suatu bahan fitokimia diklasifikasikan sebagai antimikroba jika mempunyai nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) pada rentang dibawah 100-1000 mg/mL (Kuete et al,. 2011).

Hasil yang diperoleh pada konsentrasi tertinggi yang digunakan yaitu 2000 ppm, baik minyak atsiri buah bawang hutan hasil destilasi uap air maupun hasil enfleurasi tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Hal ini dapat dilihat pada tabung larutan uji sebelum diinkubasi (kiri atau A) berwarna kuning jernih, dan setelah diinkubasi (kanan atau B) semua tabung larutan uji mulai dari konsentrasi terendah 125 ppm sampai yang tertinggi yaitu 2000 ppm berwarna keruh yang menandakan adanya pertumbuhan


(55)

bakteri (Gambar 16 – 21 untuk minyak atsiri hasil destilasi uap air dan 25 – 30 untuk minyak atsiri hasil enfleurasi).

Untuk menghindari kesalahan ketika mengamati kekeruhan pada tabung larutan uji saat menggunakan mata manusia maka dilakukan pengamatan menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. Hasil Spektrofotometri UV-VIS menunjukkan bahwa nilai absorban yang diperoleh dari larutan uji konsentrasi 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm dan 125 ppm dari minyak atsiri hasil destilasi uap air sangat besar jika dibandingkan dengan nilai absorban medium sebagai kontrol. Hasil yang sama juga dialami oleh nilai absorban yang diperoleh dari larutan uji dari minyak atsiri hasil enfleurasi (Lampiran 16 dan 17). Prinsip Spektrofotometri UV-VIS yaitu semakin besar nilai absorban dari suatu larutan maka semakin keruh larutan tersebut. Jadi dengan ini sudah bisa dipastikan bahwa larutan uji baik dari minyak atsiri hasil destilasi uap air maupun hasil enfleurasi memang keruh. Pengamatan terakhir dilakukan pengkulturan kembali pada medium agar, hal ini untuk menghilangkan keraguan pada kekeruhan tabung larutan uji yang ditimbulkan akibat pertumbuhan bakteri uji atau karena faktor lain. Setelah dilakukan pengkulturan kembali pada medium agar dan terlihat pertumbuhan bakteri di dalamnya maka dapat dipastikan bahwa kekeruhan yang terjadi pada tabung larutan uji sebelumnya karena adanya bakteri yang tumbuh pula (Gambar 33 - 44).

Untuk antibakteri pembanding yang digunakan yaitu ciprofloxacin, diperoleh hasil paling besar aktivitasnya pada bakteri Bacillus subtilis dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 0,0625 ppm dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) sebesar 0,125 ppm.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak atsiri buah bawang hutan yang dihasilkan dari dua metode yang berbeda tersebut tidak memiliki aktivitas antimikroba. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi yang dimiliki oleh masing-masing senyawa kimia penyusun minyak atsiri sangat rendah sehingga mempengaruhi aktivitas antibakteri yang dimilikinya.


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN

1. Hasil minyak atsiri tertinggi buah bawang hutan diperoleh dari isolasi enfleurasi (3,9%) dibandingkan dengan hasil destilasi uap air (2,5%). 2. Senyawa sulfur yang ditemukan dari hasil analisis GCMS pada minyak

atsiri buah bawang hutan dengan metode destilasi uap air yaitu S-methyl methanethiosulphinate; Dimethyoxysulfone; Methyl methyltiomethyl disulfide sedangkan pada minyak atsiri dengan metode enfleurasi yaitu Thiosulfuric acid.

3. Hasil minyak atsiri buah bawang hutan baik dari hasil enfleurasi maupun hasil destilasi uap air menunjukkan tidak mempunyai aktivitas antibakteri.

5.2. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan minyak atsiri buah bawang hutan dengan metode yang berbeda dan kegunaan-kegunaan yang lainnya dari minyak atsiri buah bawang hutan tersebut.

5.3. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis berterimakasih kepada Prof. (ris) Dr. Partomun Simanjuntak, M.Sc dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI atas buah bawang hutan yang diperoleh langsung dari Samarinda, Kalimantan Timur. Serta Ibu Lina dari Laboratorium Mikrobiologi Kesehatan FKUI Cikini atas bantuanya dalam memberikan banyak pengetahuan kepada penulis.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Andrews, Jennifer M. 2001. Determination of minimum inhibitory concentrations. Journal of Antimicrobial Chemotherapy 48: 5-16.

Azrifitria, Aziz Syaikhul, Chairul. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanolik Daun Umbi Crinum asiatum L. Terhadap bakteri penyebab jerawat. Majalah Farmasi Indonesia, 21(4) 249-254.

Baharum Syarul Nataqain, Bunawan Hamidun, Abd Ghani Ma’aruf, Mustapha

Wan Aida Wan and Noor Normah Mohd. 2010. Analysis of the Chemical Composition of the Essential Oil of Polygonum minus Huds Using Two-Dimensional Gas Chromatography-Time-of-Flight Mass Spectrometry (GC-TOF-MS). Journal Molecules. 15. 7006-7015.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P, Soediro Iwang. Bandung: Penerbit ITB. 6-17.

Harley, John P. 2005. Laboratory Exercises in Microbiology, Sixth Edition. Newyork: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Terjemahan oleh Badan Litbang Kehutanan. Jakarta : Yayasan Sarana Wano Jaya.

Hosamani R C, K Sandeepkumar, C Lakshman H, A Hosamani P. 2011. Antimicrobial Activity of Leaf Extract of Andrographis paniculata Wall. Science Research Reporter 1(2): 92-95.

Hostettmann K. 1991. Methods in Plant Biochemistry. San Diego : Academic Press inc. 47-58

Irawan Bambang T A. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Tesis. Magister Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang.

Jamal Yuliasri. 2009. Komposisi Kimia Minyak Atsiri Melodorum cylindricum (Maing. Ex Hook.f & Thoms), Litsea firma (Blume) Hook.f., FI. Brit. Ind. Dan Calistemon lanceolatus D.C. Berita Biologi. 9 (6). 721-730.

Jawetz E, Melnick J, Adelberg E, 2004. Medical Microbiology. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc.


(1)

1. Kontrol Negatif

No. Bahan yang digunakan Absorban

1. Natrium broth 0.000

2. Staphylococcus aureus

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.272 1.3005

2 1.329

2. 250 ppm 1 1.291 1.309

2 1.327

3. 500 ppm 1 1.006 1.0725

2 1.139

4. 1000 ppm 1 1.115 1.105

2 1.095

5. 2000 ppm 1 1.005 1.0245

2 1.044

3. Bacillus cereus

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.217 1.408

2 1.599

2. 250 ppm 1 0.901 0.950

2 0.999

3. 500 ppm 1 1.253 1.113

2 0.973

4. 1000 ppm 1 1.125 1.130

2 1.235

5. 2000 ppm 1 0.888 0.9845

2 1.081

4. Bacillus subtilis

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.352 1.320


(2)

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.336 1.3565

2 1.377

2. 250 ppm 1 1.388 1.3365

2 1.285

3. 500 ppm 1 1.318 1.324

2 1.330

4. 1000 ppm 1 1.327 1.277

2 1.227

5. 2000 ppm 1 1.144 1.148

2 1.152

6. Pseudomonas aeruginosa

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.204 1.1345

2 1.065

2. 250 ppm 1 1.120 1.1945

2 1.269

3. 500 ppm 1 1.195 1.180

2 1.165

4. 1000 ppm 1 1.209 1.2355

2 1.262

5. 2000 ppm 1 0.828 0.912

2 0.996

7. Salmonella typhimorium

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.237 1.2395

2 1.342

2. 250 ppm 1 1.309 1.3175

2 1.326

3. 500 ppm 1 1.090 1.099

2 1.108

4. 1000 ppm 1 1.230 1.124

2 1.018

5. 2000 ppm 1 1.094 1.003


(3)

1. Kontrol Negatif

No. Bahan yang digunakan Absorban

1. Natrium broth 0.000

2. Staphylococcus aureus

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.357 1.2235

2 1.090

2. 250 ppm 1 1.037 1.0115

2 0.986

3. 500 ppm 1 1.094 1.047

2 1.000

4. 1000 ppm 1 0.998 0.8845

2 0.771

5. 2000 ppm 1 0.862 0.780

2 0.698

3. Bacillus cereus

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 0.850 0.833

2 0.816

2. 250 ppm 1 0.705 0.7345

2 0.764

3. 500 ppm 1 0.872 0.773

2 0.674

4. 1000 ppm 1 0.760 0.7195

2 0.679

5. 2000 ppm 1 0.650 0.687

2 0.724

4. Bacillus subtilis

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.031 1.208


(4)

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.242 1.292

2 1.342

2. 250 ppm 1 1.196 1.2045

2 1.213

3. 500 ppm 1 1.313 1.2365

2 1.160

4. 1000 ppm 1 1.309 1.1805

2 1.052

5. 2000 ppm 1 0.903 0.9865

2 1.070

6. Pseudomonas aeruginosa

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.307 1.3025

2 1.298

2. 250 ppm 1 1.079 1.0805

2 1.082

3. 500 ppm 1 1.170 1.167

2 1.164

4. 1000 ppm 1 0.701 0.695

2 0.689

5. 2000 ppm 1 0.573 0.5735

2 0.574

7. Salmonella typhimorium

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 125 ppm 1 1.366 1.214

2 1.062

2. 250 ppm 1 1.252 1.1585

2 1.065

3. 500 ppm 1 1.004 1.0215

2 1.039

4. 1000 ppm 1 0.958 0.9495

2 0.941

5. 2000 ppm 1 0.973 0.9245


(5)

1. Kontrol Negatif

No. Bahan yang digunakan Absorban

1. Natrium broth 0.000

2. Staphylococcus aureus

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 0,03125 ppm 1 0,326 0,319

2 0,312

2. 0,0625 ppm 1 0,279 0,340

2 0,401

3. 0,125 ppm 1 0,351 0,3185

2 0,286

4. 0,25 ppm 1 0,128 0,127

2 0,126

5. 0,5 ppm 1 0,138 0,1475

2 0,157

3. Bacillus cereus

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 0,03125 ppm 1 0,192 0,191

2 0,190

2. 0,0625 ppm 1 0,165 0,166

2 0,167

3. 0,125 ppm 1 0,152 0,152

2 0,152

4. 0,25 ppm 1 0,062 0,076

2 0,090

5. 0,5 ppm 1 0,071 0,0425

2 0,014

4. Bacillus subtilis

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 0,3125 ppm 1 0,235 0,240


(6)

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 0,015 ppm 1 1,029 1,0305

2 1,031

2. 0,03 ppm 1 0,920 0,9215

2 0,923

3. 0,06 ppm 1 0,766 0,7875

2 0,809

4. 0,12 ppm 1 0,466 0,4655

2 0,465

5. 0,24 ppm 1 0,167 0,1665

2 0,166

6. Pseudomonas aeruginosa

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 0,125 ppm 1 0,909 0,9885

2 1,068

2. 0,25 ppm 1 0,831 0,845

2 0,859

3. 0,5 ppm 1 0,631 0,603

2 0,575

4. 1 ppm 1 0,265 0,274

2 0,283

5. 2 ppm 1 0,098 0,089

2 0,080

7. Salmonella typhimorium

No. Konsentrasi Tabung Absorban Rata-rata absorban

1. 0,0625 ppm 1 1,162 1,1645

2 1,167

2. 0,125 ppm 1 1,031 1,029

2 1,027

3. 0,25 ppm 1 0,721 0,7245

2 0,728

4. 0,5 ppm 1 0,227 0,2575

2 0,288

5. 1 ppm 1 0,114 0,114


Dokumen yang terkait

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 53 68

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Bakung Putih (Crinum asiaticum L) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa

2 33 101

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 5 68

AKTIVITAS ANTIBAKTERI GLUKOSA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Aktivitas Antibakteri Glukosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli.

0 1 12

PENDAHULUAN Aktivitas Antibakteri Glukosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli.

0 2 6

DAFTAR PUSTAKA Aktivitas Antibakteri Glukosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli.

0 1 4

AKTIVITAS ANTIBAKTERI GLUKOSA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Aktivitas Antibakteri Glukosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli.

0 0 15

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 0 13

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 0 2

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Manggis terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa secara In vitro

0 0 3