Analisis Biaya Pemanenan Kayu di Salah Satu IUPHHK-HA di Papua Barat.

ANALISIS BIAYA PEMANENAN KAYU DI SALAH SATU
IUPHHK-HA DI PAPUA BARAT

LILI NURINDAH SARI SIREGAR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Biaya
Pemanenan Kayu di Salah Satu IUPHHK-HA di Papua Barat” adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Lili Nurindah Sari Siregar
NIM E14100019

ABSTRAK
LILI NURINDAH SARI S. Analisis Biaya Pemanenan Kayu di Salah Satu
IUPHHK-HA di Papua Barat. Dibimbing oleh JUANG RATA MATANGARAN.
Efisiensi biaya pemanenan hutan berkaitan dengan efisiensi biaya setiap
tahapan pemanenan hasil hutan dan efisiensi pemanfaatan hasil tebangan.
Breakeven point analysis (BEP) penting untuk mengetahui hubungan antara biaya,
volume, dan laba. BEP juga dapat memberikan informasi mengenai jumlah
penjualan minimum agar perusahaan tidak menderita kerugian. Penelitian ini
bertujuan untuk menghitung dan menganalisis besarnya biaya pemanenan dalam
setiap tahap kegiatan pemanenan kayu dan menentukan tingkat produksi yang
dapat mengakibatkan perusahaan berada pada kondisi impas di izin usaha
pemanenan hasil hutan kayu hutan alam (IUPHHK-HA) PT Wijaya Santosa.
Penelitian ini menggunakan data sekunder perusahaan. Analisis biaya pemanenan
kayu menghasilkan biaya usaha sebesar Rp 6 322 482 000/bulan, dengan biaya
kegiatan sebesar Rp 345 665/m3. Pengurangan alat dapat menghemat sebesar

Rp 1 561 085 414/bulan (sekitar 25% dari biaya usaha semula). Pada analisis BEP
didapatkan target produksi harus lebih dari 3512.5 m3/bulan untuk menutupi biaya
usaha. Pada kegiatan penebangan operator harus memproduksi kayu minimal
sebesar 160 m3/bulan untuk menutupi biaya usaha yang ditanggung oleh operator
sebesar Rp 1 759 644/bulan.
Kata kunci: analisis biaya, penghematan biaya, titik impas

ABSTRACT
LILI NURINDAH SARI S. Cost Analysis of Timber Harvesting at one of
IUPHHK-HA in West Papua. Supervised by JUANG RATA MATANGARAN.
The efficiency cost of forest harvesting related to the efficiency cost of
harvesting the forest products per stage and the utilizationefficiency of the fells.
Analysis of breakeven point (BEP) was important to know about the relationship
between costs, volume, and profit. BEP also giving information about the
minimum amount of sales, so the company does not suffer from financial loss.
This study aimed to calculate and analyze the magnitude of wood harvesting costs
in every stage of wood harvestings activities and determine the level of
productions that have result the company is at break-even condition in IUPHHKHA PT Wijaya Santosa. This study is used secondary data from the company.
Analysis of wood harvesting operating cost makes outcome about Rp Rp 6 322
482 000/month, with unit costs about Rp 345 665/m3. Reduction tools make

saving about Rp 1 561 085 414/month (about 25% of the operating cost). Analysis
the BEP obtained target of production more than 3512.5 m3/ month to cover the
operating cost. Felling operator activity have to minimal produce the wood for
160 m3/month to cover operating cost with guaranteed by the operator about
Rp 1 759 644/ month.
Keywords: breakeven point, cost analysis, cost saving

ANALISIS BIAYA PEMANENAN KAYU DI SALAH SATU
IUPHHK-HA DI PAPUA BARAT

LILI NURINDAH SARI SIREGAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun judul
karya ilmiah yang dipilih yaitu “Analisis Biaya Pemanenan Kayu di Salah Satu
IUPHHK-HA di Papua Barat” dan penelitian karya ilmiah ini dilaksanakan sejak
bulan April sampai bulan Juni 2014.
Analisis biaya dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kegiatan
IUPHHK yang akan dilaksanakan, ditinjau dari kepentingan investor
menguntungkan atau tidak. Perusahaan yang diteliti merupakan perusahaan baru
sehingga memerlukan analisis biaya pengusahaan hutan, khususnya biaya
pemanenan kayu yang merupakan biaya yang berkontribusi sangat besar dalam
biaya pengusahaan kayu. Penelitian ini menggunakan data harga alat, biaya
perbaikan dan pemeliharaan alat, biaya penggunaan alat, upah operator, dan biaya
operasional lain. Alat yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu alat pada
kegiatan penebangan (chainsaw), alat penyaradan (skidder), alat muat bongkar
(loader), alat pengangkutan (truck trailer), dan alat pembuatan jalan (motor

grader, excavator, bolldozer, dump truck). Data tersebut diolah sehingga
menghasilkan biaya usaha, biaya kegiatan dan produksi minimal.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti ingin menganalisis biaya
pemanenan yang terjadi di perusahaan kayu sesuai dengan keadaan dilapangan
dan penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor yang dibimbing
oleh Bapak Juang Rata Matangaran.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Lili Nurindah Sari Siregar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii


DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Jenis Data

2

Batasan Penelitian

3

Pengolahan Data

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Kondisi Umum

4

Analisis Biaya

5

Breakeven Point
SIMPULAN DAN SARAN

13
13

Simpulan


13

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8

Produktivitas setiap kegiatan pemanenan kayu
Alat yang dimiliki IUPHHK-HA PT Wijaya Sentosa
Hasil perhitungan biaya tetap setiap kegiatan pemanenan kayu
Hasil perhitungan biaya variabel untuk seluruh alat dalam kegiatan
pemanenan kayu
Hasil perhitungan biaya usaha seluruh alat setiap kegiatan pemanenan
kayu
Hasil perhitungan biaya usaha setiap kegiatan pemanenan kayu
Hasil perhitungan biaya produksi setiap kegiatan dan biaya produksi
per alat dalam kegiatan
Hasil perhitungan penghematan biaya pemanenan kayu


5
6
7
7
9
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Persentasi biaya setiap kegiatan dalam pemanenan kayu

11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penggunaan bahan bakar dan pelumas pada kegiatan pemanenan
kayu
2 Pemeliharaan dan perbaikan alat penebangan
3 Harga dan pemakaian ban
4 Upah karyawan bidang pemanenan kayu

16
16
16
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan memiliki potensi sumber daya sangat beragam yang bernilai ekonomi
dan non ekonomi. Kegiatan pengelolaan hutan sendiri bertujuan untuk
memaksimalkan nilai ekonomi hutan dengan menyediakan bahan baku industri
perkayuan serta memenuhi kebutuhan manusia akan kayu yang diwujudkan dalam
kegiatan pemanenan. Sundberg dan Silversides (1996) menyatakan, sistem
pemanenan kayu adalah metode pengambilan hasil hutan berupa kayu dapat
berdasarkan penggunaan alat, penggunaan jenis tenaga kerja dan jenis sortimen
yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil yang sebaik-baiknya dalam suatu usaha
dari segi kualitas maupun kuantitas, maka prestasi kerja para buruh/pekerja
memegang peranan yang penting. Prestasi kerja adalah hasil yang dapat dicapai
seorang atau sekelompok pekerja dalam satu satuan produksi pada waktu
tertentu. Analisis produktivitas digunakan pendekatan pengukuran waktu kerja.
Langkah-langkah dalam penentuan produktivitas antara lain pengamatan waktu
kerja, pengukuran hasil kerja dan perhitungan produktivitas kerja.
Efisiensi biaya pemanenan hasil hutan berkaitan dengan efisiensi biaya
setiap tahapan pemanenan hasil hutan dan efisiensi pemanfaatan hasil tebangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemanenan hasil hutan berupa kayu
meliputi ukuran, jumlah pohon per satuan luas, jarak angkut, topografi, efisiensi
jumlah tenaga, peraturan yang membatasi, seperti jumlah jam kerja per hari,
keselamatan tenaga kerja, asuransi serta biaya penyediaan dan efisiensi alat.
Menurut Suparto (1979) diantara kegiatan-kegiatan lain dalam kehutanan,
kegiatan pemanenan memerlukan biaya yang paling tinggi dengan kata lain biaya
pemanenan merupakan biaya terbesar dalam produksi kayu.
Titik impas adalah suatu keadaan dimana sebuah perusahaan tidak
memperoleh keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian dari kegiatan
operasinya, karena hasil penjualan yang diperoleh perusahaan sama besarnya
dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan (Panomban 2013). Breakeven
point analysis penting bagi manajemen untuk mengetahui hubungan antara biaya,
volume dan laba, terutama informasi mengenai jumlah penjualan minimum dan
besarnya penurunan penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian.
FAO (1974) menyatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan
biaya pemanenan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Iklim, sangat mempengaruhi terhadap hasil dan biaya tapi tidak dapat
diubah atau dimanipulasi.
2.
Kondisi sosial ekonomi, hal ini berhubungan dengan operasional dalam
jangka panjang.
3.
Kondisi hutan, mulai dari pohon, tegakan, topografi, tanah, yang paling
signifikan adalah kelerengan.
4.
Metode, berkaitan dengan metode kerja dan peralatan yang digunakan.
Suatu usaha dapat dipandang sebagai suatu sistem yang memiliki
pengeluaran (output), proses dan pemasukan (input), dimana biaya termasuk ke
dalam suatu output yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan atau manfaat (input) yang besarnya dapat berubah sesuai tempat dan

waktu tertentu. Komponen penyusun biaya tersebut terdapat biaya variabel dan
biaya tetap dari setiap kegiatan. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak
dipengaruhi volume produksi, sedangkan biaya variabel yaitu biaya yang besarnya
dipengaruhi volume produksi. Sehingga total biaya yang dikeluarkan adalah
penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel (Pujawan 2008). Suatu usaha yang
layak akan diperoleh suatu pemasukan yang dapat menguntungkan perusahaan,
keuntungan akan menjadikan usaha tersebut lestari. Pada konsep optimasi dalam
perusahaan adalah memaksimalkan manfaat dan meminimalkan pengeluaran
(cost) dengan alokasi sarana produksi seefisien mungkin (Nugroho 2002).

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian analisis biaya pemanenan di salah satu izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam (IUPHHK-HA) adalah menghitung dan
menganalisis besarnya biaya pemanenan dalam setiap tahap kegiatan pemanenan
kayu (pembuatan jalan, penebangan, penyaradan, pemuatan, pengangkutan, dan
pembongkaran) dan menentukan tingkat produksi yang dapat mengakibatkan
perusahaan berada pada kondisi impas.

Manfaat Penelitian
Studi ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran besar biaya
yang harus dikeluarkan untuk kegiatan pemanenan kayu dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Hal ini bersamaan untuk mengurangi biaya sehingga
mendapatkan biaya yang optimum, pekerjaan lebih efisien serta mengetahui
volume kayu minimal yang harus diproduksi perusahaan dengan pendekatan biaya
pemanenan yang telah dikeluarkan.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan Mei sampai dengan Juni 2014,
di areal IUPHHK-HA PT Wijaya Santosa Distrik Wasior Kabupaten Teluk
Wondama, Provinsi Papua Barat .

Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
tersebut terdiri dari data produktivitas per jam, data jenis, umur dan harga alat
setiap kegiatan pemanenan, data pemakaian bahan bakar dan pelumas, data
penggantian sparepart (suku cadang), data upah operator, mekanik, dan grader.

Batasan penelitian
Penelitian ini difokuskan pada produktivitas dan biaya dari setiap kegiatan
pemanenan (pembuatan jalan, penebangan, penyaradan, bongkar-muat,
pengangkutan) hutan, dan produksi kayu minimal atau breakevent point (BEP)
yang harus dikeluarkan perusahaan dari areal konsesinya dengan pendekatan
biaya pemanenan.

Pengolahan data
1.

2.

Adapun tahapan dari perhitungan :
Memasukkan dan menggolongkan data pemakaian bahan bakar dan
pelumas, data pemakaian sparepart (suku cadang) dan upah untuk setiap
alat kegiatan yang ada di perusahaan selama 4 bulan (Januari sampai Mei
2014).
Perhitungan biaya usaha
a. Biaya tetap (depresiasi, bunga modal, asuransi, dan pajak)
1) Depresiasi (Wiradinata 1989)
Depresiasi tahunan = M - R
N
2) Bunga Modal, Pajak dan Asuransi (Wiradinata 1989)
Bunga modal = i% x net deprecition value
=[

(M-R)(N+1)

3) Biaya tetap (BT) (Rp/bulan)

2N

+ R] x 0.0p

BT = D + Bm + P + A

b.

Keterangan :
Bm = bunga modal, pajak, asuransi (Rp/ bulan)
D = depresiasi (Rp/ bulan)
M = harga alat (Rp)
R = harga rongsokan alat (Rp)
N = masa pakai alat (tahun)
0,0p = bunga, asuransi dan pajak (%)
Biaya variabel /operasional (Rp/ bulan)
Biaya variabel merupakan penjumlahan dari bahan bakar, pelumas,
ban, biaya perbaikan dan biaya pemeliharaan (Conway 1976).
a. Biaya perbaikan dan pemeliharaan (Rp/ bulan)
b. Biaya bahan bakar (Rp/ bulan)
c. Biaya pelumas (Rp/bulan)

c. Biaya mesin, merupakan biaya total yang dikeluarkan oleh alat
(Wiradinata 1989)
TC = FC + VC
Keterangan :
TC = biaya total (Rp /bulan)
FC = biaya tetap (Rp/bulan)
VC = biaya variabel/ biaya operasional (Rp/bulan)
d. Upah operator dan pembantu operator (Rp/ bulan)
e. Biaya usaha
BU = TC + O

3.

Keterangan :
BU = biaya usaha (Rp/ bulan)
O
= upah operator dan helper (Rp/ bulan)
Perhitungan biaya produksi (Rp/m3)
BP = BU / P

4.

Keterangan :
BP
= biaya produksi (Rp/ m3)
P
= total produksi (m3/bulan)
Perhitungan BEP (Douglas 1992)
P =T
H.N=T
Keterangan :
T
P
N
H

= total biaya usaha (Rp/bulan)
= penerimaan total (Rp/ bulan)
= jumlah produksi (m3/bulan)
= harga kayu (Rp/m3)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Letak dan Luas Keadaan Daerah
Areal kerja IUPHHK-HA PT Wijaya Sentosa seluas 130 755 ha dengan luas
efektif sebesar 115 830 ha. Areal konsesi terletak pada 3º 35’ - 3º 11’ LS dan 134º
16’ - 134º 11’ BT. Areal IUPHHK pada hutan alam PT Wijaya Sentosa termasuk
ke dalam kelompok hutan S. Kuri – S. Teluk Umar. Menurut wilayah administrasi
areal PT Wijaya Sentosa sebagian besar termasuk kedalam wilayah Distrik
Wasior Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Sedangkan
berdasarkan administrasi pemangkuan hutan termasuk dalam wilayah Dinas
Kehutanan Kabupaten Teluk Wondama, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan hasil penggambaran peta joint operation grafik skala 1: 250 000

tahun 1967 menunjukkan bahwa areal perusahaan didominasi topografi
bergelombang dengan persentase sebesar 34.30% (44 849 ha).
Pada tahun 2012 PT Wijaya Sentosa mengambil alih PT Wapoga Mutiara
Timber Unit I yang telah diperpanjang pada tanggal 20 Desember 2011 dengan
persetujuan dari Menteri Kehutanan sesuai surat persetujuan nomor
S.556/Menhut-VI/2012 tanggal 10 Desember 2012 dan telah dipindah
tangankannya areal kerja PT. Wapoga Mutiara Timber Unit I selanjutnya
dilakukan perubahan Surat Keputusan IUPHHK sesuai Surat Keputusan nomor
SK. 33/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013.
Iklim
Berdasarkan data iklim stasiun pencatat Wasior, curah hujan rata-rata untuk
wilayah PT Wijaya Sentosa sebesar 3080 mm per tahun dengan jumlah hari hujan
181 hari. Distribusi hujan bulanan hampir merata sepanjang tahun dengan curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 412 mm dan terendah pada
bulan Desember. Rata-rata hari hujan bulanan sebesar 15.08 hari dengan rata-rata
curah hujan bulanan sebesar 256.6 mm.
Pengusahaan Hutan
Pengelolaan hutan yang ada pada areal IUPHHK-HA PT Wijaya Sentosa
menggunakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI).
Perusahaan ini memiliki 30 blok tebangan. Luas efektif sebesar 115 830 ha maka
etat luas rata sebesar 3861 ha/tahun dan etat volume sebesar 164 508 m3/tahun
(13 709 m3/bulan).

Analisis biaya
Perhitungan biaya suatu kegiatan tidak terlepas dari data produktivitas
kegiatan yang bersangkutan. Data produktivitas yang digunakan merupakan hasil
pengukuran yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya menghasilkan data
produktivitas yang berbeda disetiap kegiatannya. Hal ini disebabkan oleh faktorfaktor pembentuk produktivitas berbeda seperti alat, kemampuan operator, kondisi
alat, elemen kerja, keadaan lapang, jarak dan volume yang dihasilkan. Hari kerja
efektif berpengaruh terhadap produksi bulanan suatu kegiatan pemanenan seperti
yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Produktivitas setiap kegiatan pemanenan kayu
Produktivitas Jumlah Jam kerja
Produktivitas
Produktivitas
Kegiatan
(m3/jam/alat)
alat
(jam/bulan)
(m3/bulan)
(m3/bulan/alat)
Penebangan
12.66
18
80.24
18 285.09
1 015.84
Penyaradan
8.97
18
112.37
18 143.26
1 007.96
Muat
127.82
1
153
19 556.46
19 556.46
Bongkar
201.75
1
90.9
18 339.08
18 339.08
Pengangkutan
17.45
5
207
18 060.75
3 612.15
Sumber: Ningrum (2014).

Kegiatan pembukaan wilayah hutan yang menjadi fokus peneliti merupakan
kegiatan untuk menyediakan prasarana pendukung kegiatan produksi yaitu
kegiatan pembuatan jalan. Produktivitas dan biaya dalam pembuatan jalan yaitu
sekitar 2‒4 km/bulan, baik jalan utama maupun jalan simpang. Pada kegiatan
pembuatan jalan terdapat dua tim yaitu tim trobos dan tim gali timbun. Jam kerja
untuk kegiatan pembuatan jalan 24 jam/hari, 20 hari/ bulan dan bekerja sepanjang
bulan dalam setahun. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang
dilakukan Dulsalam dan Tinambunan (2006), pembuatan jalan pada perusahaan
hutan tanaman industri (HTI) sekitar 3.6‒56.61 km/tahun. Pembuatan jalan sangat
tergantung pada keberadaan blok yang akan ditebang.
Sistem pengupahan kegiatan pembuatan jalan utama dan jalan cabang
merupaka borongan sehingga sangat bergantung pada produktivitas kegiatan.
Lebar jalan yang dibuat sekitar 18‒20 m dengan pemadatan tanah 5‒10 m,
sedangkan jalan cabang memiliki lebar 8‒12 m dengan pemadatan setinggi 3‒5 m.
Hal ini sesuai dengan pedoman pembukaan wilayah hutan yang ditulis oleh Elias
(2008) menyatakan bahwa lebar jalur maksimum areal yang dibuka dari kedua
tepi sisi hutan adalah 25 m untuk jalan utama dan 20 m untuk jalan cabang.
Kegiatan pemeliharaan jalan sendiri dilakukan oleh tim gali timbun. Kegiatan
pemeliharaan berupa perataan jalan yang berlubang, pemadatan kembali pada
jalan-jalan yang sudah mengalami kerusakan, khususnya untuk jalan utama. Jalan
cabang tidak ada perlakuan perawatan, kecuali jalan cabang yang masih
digunakan.
IUPHHK-HA PT. Wijaya Sentosa merupakan perusahaan kayu yang
terintegrasi dalam satu group besar Sinar Wijaya Group. Analisis biaya di
IUPHHK-HA PT Wijaya Sentosa dilakukan per kegiatan dengan
memperhitungkan jumlah alat yang ada. Perusahaan ini memiliki 20 bulldozer
CAT 527, 3 loader CAT 980 F dan 3 Komatsu WA 900, 6 truck trailer Mercedes
Benz 3836 serta alat untuk kegiatan pembuatan jalan sebanyak 21 alat . Adapun
informasi tentang alat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Alat yang dimiliki IUPHHK-HA PT. Wijaya Sentosa
Kegiatan
Jenis alat
Jumlah
Umur
Umur
alat
ekonomis
alat
(thn)
hingga
2014
(thn)
Penyaradan
CAT D527
20
10
2
Muat
CAT 980 F
3
10
9
Bongkar
KOM WA500
3
10
9
Pengangkutan MERCY 3836
6
10
9
Pembuatan
CAT 12G
1
10
9
jalan
D6R
2
10
2
D7G
4
10
7
D8R
1
10
5
HINO500FM260TI
10
10
2
KOM PC 300-8
3
10
9

Harga
alat
(Rp/alat)
x 1 juta
2000
1750
1750
750
1500
1750
1750
1750
750
1750

Dalam kegiatan penebangan, operator menggunakan chainsaw Stihl 072
dengan harga Rp 17 000 000/unit dengan umur ekonomis sebesar 10 tahun. Umur
rata-rata chainsaw yang digunakan oleh operator sekitar 2 tahun. Perusahaan
memiliki 19 operator chainsaw dengan setiap operator dibantu oleh seorang
helper. Dari data alat maka dapat dihitung biaya tetap dari setiap kegiatan dalam
pemanenan. Pada kegiatan penebangan perusahaan tidak menyediakan alat dan
biaya operasional alat kegiatan penebangan ditanggung oleh operator chainsaw itu
sendiri.
Tabel 3 Hasil perhitungan biaya tetap setiap kegiatan pemanenan kayu
Penyusutan Bunga Modal
Asuransi
Pajak
Biaya tetap
Kegiatan
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/ bulan)
Penebangan
2 833 333
2 181 667
5 015 000
Penyaradan
333 333 333 256 666 667
21 083 333
183 333 333 794 416 667
Muat
42 050 000
32 378 500
2 659 663
23 127 500 100 215 663
Bongkar
42 050 000
32 378 500
2 659 663
23 127 500 100 215 663
Pengangkutan
32 415 000
24 959 550
2 050 249
17 828 250
77 253 049
Pembuatan jalan
218 098 333 167 935 717
13 794 720
119 954 083 519 782 853
Pada perhitungan bunga modal alat memakai tingkat bunga tahunan yang
diterapkan oleh perusahaan dalan RKU sebesar 14% dan untuk nilai rongsokan
dianggap nol karena perusahaan tidak menjual alat setelah masa pakai alat habis.
Pajak yang digunakan pada perusahaan sebesar 10% per tahun, serta asuransi
yang dibayar perusahaan sebesar 1.15% per tahun. Perhitungan biaya variabel
dibutuhkan data pemakaian bahan bakar dan pelumas, pemakaian sparepart oleh
alat per bulan dan pemakaian ban untuk wheel loader dan truck trailer. Pada
Tabel 3 dijelaskan bahwa biaya tetap pada kegiatan penyaradan sangat besar hal
ini disebabkan oleh penggunaan jumlah alat pada kegiatan penyaradan yang
banyak.
Tabel 4

Hasil perhitungan biaya variabel untuk seluruh alat dalam kegiatan
pemanenan kayu
Biaya
Pelumas/
Upah
Biaya
pemeliharaan Bahan bakar
oli
Ban
mekanik
variabel
Kegiatan dan perbaikan (Rp/ bulan)
(Rp/
(Rp/bulan)
(Rp/
(Rp/bulan)
(Rp/ bulan)
x(1000)
bulan)
x (1000)
bulan)
x(1000)
x(1000)
x (1000)
x(1000)
Penebangan
8 400
19 439
2 339
30 178
Penyaradan
375 681
1 028 925
38 987
59 264 1 502 858
Muat
145 208
111 735
6 538
30 667
25 530
319 678
Bongkar
38 726
94 681
4 872
92 000
25 530
255 809
Hauling
92 788
314 208
7 302
28 250
88 538
531 088
Pembuatan
120 747
786 635
33 656
36 000
25 530 1 002 568
Jalan

Pada kegiatan penebangan kegiatan pemeliharaan chainsaw berupa
penggantian rantai chainsaw selama 2 kali dalam 3 bulan, sproket dan busi diganti
3 bulan sekali (lampiran 2). Kegiatan perbaikan pada kegiatan penebangan berupa
penggantian bar chainsaw. Pemeliharaan alat berat (bulldozer, loader, dan truck
trailer) dilakukan penggantian pada setiap pemakaian 250 jam kerja untuk
penggantian oli dan filter oli transmisi, setiap pemakaian 500 jam dilakukan
penggantian cooler filter dan water separator, untuk pemeliharaan setelah
pemakaian 1000 jam penggantian oli hidrolik, transmisi, oli final drive beserta
filter olinya. Pada biaya variabel, biaya untuk kegiatan penyaradan merupakan
biaya yang tertinggi hal ini disebabkan jam operasi yang tinggi, jumlah alat yang
banyak yang mengakibatkan peningkatan upah per bulan dan ada pemeriksaan
rutin setiap 250 jam kerja. Sedangkan alat lain tidak ada pemerikasaan rutin.
Khususnya untuk kegiatan pengangkutan, truk yang berfungsi hanya 5 dari 6 truk.
Satu truk yang tidak dapat diperbaiki karena tidak ada ketersediaan suku cadang,
sehingga truck tersebut diambil suku cadangnya untuk truk lain dan diantara 5
truk yang beroperasi terdapat satu truk yang sering rusak.
Kerusakan yang sering dialami alat disebabkan oleh umur alat yang sudah
mencapai umur ekonomis dan tidak tersedianya suku cadang yang diperlukan
sehingga penggambilan suku cadang bekas dari truk yang tidak beroperasi.
Begitu juga untuk loader karena umur loader yang sudah mencapai umur
ekonomis dan jam kerja loader yang cukup panjang setiap harinya sehingga sering
terjadi kerusakan, namun untuk alat loader tidak ada pengambilan alat dari loader
lain, karena pengadaan suku cadang masih tersedia. Untuk pemakaian ban sendiri
truck trailer, dump truck dan motor grader mengalami pergantian ban setiap
bulan satu ban dan untuk loader pergantian ban per tiga bulan untuk 2 ban.
Pada komponen biaya variabel dalam setiap kegiatan memiliki kontribusi
yang berbeda. Hasil perhitungan komponen biaya bahan bakar memiliki
kontribusi sangat besar dari seluruh kegiatan kecuali kegiatan muat komponen
biaya variabel yang terbesar merupakan biaya perawatan dan perbaikan seperti
yang disajikan pada Tabel 4. Hasil perhitungan ini berbeda dengan hasil penelitian
Dulsalam dan Tinambunan (2006) yang menyatakan bahwa pada kegiatan
penyaradan dan pengangkutan komposisi biaya perawatan dan perbaikan lebih
besar daripada biaya bahan bakar. Hal ini disebabkan oleh umur alat yang
digunakan pada kegiatan tersebut sudah mencapai umur ekonomis dan jam kerja
alat per hari yang cukup besar terutama untuk kegiatan pengangkutan sehingga
alat perlu perawatan dan perbaikan yang lebih intensif serta jam kerja alat pada
kedua penelitian ini berbeda. Jam kerja per hari terutama untuk kegiatan
pengangkutan PT Wijaya Sentosa sekitar 24 jam/hari sedangkan pada perusahaan
PT Musi Hutan Persada hanya 8 jam/hari. Waktu kerja sangat berpengaruh pada
pemakaian bahan bakar dan produktivitas dalam suatu kegiatan.

Tabel 5 Hasil perhitungan biaya usaha seluruh alat setiap kegiatan pemanenan
kayu
Biaya
Biaya
Biaya
Biaya tetap
Upah
variabel
mesin
usaha
Kegiatan
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
x(1000)
x(1000)
x(1000)
x(1000)
x(1000)
Penebangan
5 015
30 178
319 113
319 113
Penyaradan
794 417
1 502 858
2 297 274
256 045
2 553 319
Muat
100 216
319 678
419 894
30 414
450 307
Bongkar
100 216
255 809
356 025
30 413
386 439
Pengangkutan
77 253
531 088
608 341
75 081
683 422
Pembuatan
519 783
1 002 568
1 522 351
274 710
1 797 062
jalan
Grader
132 819
132 819
Total biaya usaha seluruh kegiatan pemanenan
6 322 482
Adapun bentuk suatu usaha dapat dipandang suatu sistem pengeluaran dan
pemasukan. Keuntungan atau pemasukan yang diperoleh akan menentukan usaha
tersebut lestari. Biaya usaha merupakan gambaran biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk mengeluarkan produk dalam hal ini kayu. Pada penyusunan
biaya usaha, kegiatan penyaradan memiliki biaya yang terbesar yaitu sebesar
Rp 2 553 319 000/bulan (Tabel 5), hal ini di karenakan penyusun biaya usaha dari
kegiatan penyaradan memiliki nilai yang lebih tinggi dari kegiatan lain. Hal ini
tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suhartana dan Yuniawati (2008)
melakukan penelitian pada hutan tanaman di Kalimantan Selatan menyatakan
biaya usaha pengangkutan memiliki biaya usaha yang lebih besar dari pada biaya
usaha kegiatan lain. Perbedaan besarnya komposisi penyusun biaya usaha
kegiatan dalam suatu kegiatan pemanenan kayu sangat bergantung pada jenis alat
yang digunakan, kondisi dan umur alat, jumlah alat, jam kerja alat, dan penerapan
sistem pengupahan yang diterapkan pada suatu usaha kehutanan.
Biaya kegiatan pemanenan hutan tidak akan terlepas dari produktivitas
tahapan kegiatan pemanenan itu sendiri. Kegiatan penebangan seluruh beban
biaya ditanggung oleh operator, perusahaan hanya menanggung pengeluaran yang
digunakan untuk upah operator pada kegiatan ini. Upah yang diberikan
perusahaan merupakan pendapatan dari operator pada kegiatan penebangan. Hasil
penelitian ini didapat produktivitas untuk kegiatan penebangan sebesar 18 285.09
m3/bulan dan biaya mesin sebesar Rp 1 759 644/bulan. Pada penelitian
yangsebelumnya yang dilakukan Suhartana dan Yuniawati (2006) produktivitas
kegiatan penebangan di PT Surya Inhutani dihasilkan lebih kecil sebesar 10
466.38 m3/bulan, namun biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penebangan
sangat besar yaitu Rp 72 807 500/bulan. Hal ini terjadi karena ada perbedaan
tempat, kondisi perusahaan, kondisi areal, alat yang digunakan, dan sistem
pengupahan serta perbedaan tahun studi.

Tabel 6 Hasil perhitungan biaya usaha setiap alat pada kegiatan pemanenan kayu
Biaya
Biaya tetap
Biaya mesin
Upah
Biaya usaha
variabel
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
(Rp/bulan)
Kegiatan
(Rp/bulan)
x(1000)
x(1000)
x(1000)
x(1000)
x(1000)
Penebangan
13 296
13 296
Penyaradan
39 721
83 492
123 213
14 225
137 438
Muat
33 405
159 839
193 244
10 138
203 382
Bongkar
33 405
85 270
118 675
10 138
128 813
Pengangkutan
12 875
106 217
119 093
12 513
131 606
Pembuatan
47 741
72 493
13 081
85 574
Jalan
24 752
Grader
4 427
4 427
Pada penyusunan biaya usaha setiap alat yang digunakan dalam kegiatan
pemanenan kayu, alat muat memiliki biaya yang terbesar yaitu sebesar Rp 203
382/bulan dapat dilihat pada Tabel 6, hal ini dikarenakan penyusun biaya usaha
dari alat muat memiliki nilai yang lebih tinggi dari alat lain, khususnya pada
komponen biaya pemeliharaan alat. Umur alat yang digunakan untuk kegiatan
muat telah melewati umur ekonomis alat, sehingga butuh perawatan dan
penggantian suku cadang lebih besar dari alat lain. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dulsalam dan Tinambunan (2006) pada PT Musi
Hutan Persada menyatakan biaya usaha alat penyaradan lebih besar dari pada
alat yang digunakan dalam kegiatan lainnya. Hal ini disebabkan oleh jam kerja
alat, pada alat muat PT Wijaya Sentosa bekerja 17 jam/hari dan alat penyaradan
hanya bekerja 6‒7 jam/hari, sedangkan alat muat dan penyaradan pada PT Musi
Hutan Persada hanya bekerja 8 jam/hari.
Kegiatan penebangan sendiri memberi kontribusi biaya usaha yang tidak
terlalu besar, hal ini dikarenakan perusahaan hanya menanggung komponen upah
saja pada penyusunan biaya usaha (tabel 6), sedangkan biaya mesin dari alat yang
digunakan untuk kegiatan penebangan operator chainsaw yang menanggung.
Penelitian Mujatehid (2008) dihasilkan biaya usaha pada kegiatan penebangan
lebih tinggi sebesar Rp 7 692/jam. Perbedaan ini disebabkan oleh lokasi
penelitian, sistem pengupahan yang diterapkan, kondisi pengusahaan hutan, alat
yang digunakan, tahun penelitian dan yang paling berpengaruh adalah komponen
biaya mesin. Mujatehid (2008) menyatakan upah memberikan kontribusi pada
biaya usaha sebesar 50.72% dan sisanya 49.28% merupakan biaya mesin.
Setelah diketahui biaya usaha dari kegiatan pemanenan maka dapat dihitung
biaya usaha kegiatan pemanenan kayu dengan membandingkan biaya usaha per
kegiatan dengan produktivitas per kegiatan. Biaya kegiatan menjelaskan berapa
biaya yang ditanggung oleh kayu yang dikeluarkan dari dalam hutan per m 3.
Namun, biaya kegiatan yang dihitung pada penelitian ini hanya menggambarkan
biaya dari kegiatan pemanenan kayu saja. Pada kenyataannya kayu yang keluar
dari hutan menanggung seluruh biaya pengelolaan hutan, hal ini disebabkan kayu
merupakan produk satu-satunya yang dihasilkan oleh hutan tersebut.

Tabel 7 Hasil perhitungan biaya produksi seluruh kegiatan dan biaya produksi per
kegiatan
Biaya usaha
Biaya
Produksi
(Rp/bulan)
Produksi
Kegiatan
(m3/bulan)
x(1000)
(Rp/m3)
Penebangan
319 113
18 285
17 452
Penyaradan
2 553 319
18 143
140 731
Muat
450 307
19 556
23 026
Bongkar
386 439
18 339
21 072
Pengangkutan
683 422
18 061
37 840
PWH
1 797 062
18 285
98 280
Grader
132 819
18 285
7 264
Total biaya
6 322 482
345 665
produksi
Biaya usaha seluruh kegiatan pemanenan kayu didapat Rp 6 322 482
000/bulan dan biaya kegiatan pemanenan sebesar Rp 345 665/m3. Jika dilihat dari
tabel 7 biaya kegiatan penyaradan memiliki biaya yang tinggi sebesar Rp 140
731/m3. Hal ini sejalan dengan penelitian Dulsalam dan Tinambunan (2006) yang
menyatakan biaya kegiatan penyaradan lebih besar dari pada kegiatan lainnya.
Namun, produktivitas kegiatan penyaradan bulanan pada penelitian Dulsalam dan
Tambunan (2006) merupakan produktivitas tertinggi dari pada produktivitas
kegiatan lain, sedangkan pada penelitian ini produktivitas kegiatan penyaradan
tidak memiliki nilai produktivitas tertinggi dari kegiatan lain. Hal ini disebabkan
jam kerja pada penelitian terdahulu lebih besar dari pada penelitian ini yaitu
8 jam/hari.
Setiap kegiatan memberikan kontribusi tertentu dalam penyususnan biaya
usaha pemanenan kayu. Nilai persentasi dari setiap kegiatan yang dihasilkan juga
dipengaruhi oleh komponen biaya tetap dan biaya variabel. Pada diagram dibawah
ini menjelaskan nilai persentasi setiap tahapan kegiatan dalam penyusunan biaya
usaha pemanenan kayu.

Pembuatan
jalan
28%

grader
2%

Penebangan
5%

Penyaradan
41%
Pengangkutan
11%

Muat
7%

Bongkar
6%
Gambar 1 Persentasi biaya setiap kegiatan dalam pemanenan kayu

Penyusun biaya terbesar merupakan kegiatan penyaradan sebesar 41% dari
biaya seluruh kegiatan pemanenan kayu dan kegiatan pembuatan jalan sebesar
28% dari seluruh kegiatan pemanenan kayu, dimana komponen penyusun biaya
usaha penyaradan dan pembuatan jalan lebih besar dari pada kegiatan lain mulai
dari biaya tetap yang disebabkan oleh jumlah alat, begitu juga biaya variabel yang
disebabkan oleh penggunaan bahan bakar dan biaya pemeliharaan serta upah yang
dikeluarkan untuk operator. Penggunaan jumlah alat yang besar oleh juga
dimaksudkan untuk mengantisipasi kerusakan alat yang dapat menganggu
kelancaran produksi. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Suhartana dan
Yuniawati (2008) melakukan penelitian pada hutan tanaman di Kalimantan
Selatan yang memiliki truck Nissan 200 unit, serta Cahyono (1993) yang
melakukan penelitian pada hak pengusahaan hutan (HPH) di Kalimantan timur
yang menggunakan truck dan truck trailer menyatakan bahwa biaya
pengangkutan memiliki persentasi yang lebih tinggi dengan kegiatan pemanenan
lain. Hal ini disebabkan oleh pemakaian alat pengangkutan yang digunakan pada
perusahaan yang diteliti lebih banyak dan jarak angkut yang panjang. Biaya usaha
yang ditanggung oleh operator tebang sebesar Rp 1 759 644/bulan/operator.
Tabel 8 Hasil perhitungan penghematan biaya pemanenan kayu
Kegiatan
Alat yang
Alat yang
Biaya Produksi
Penghematan
tersedia
dibutuhkan
(Rp/bulan)
biaya (Rp/bulan)
x(1000)
Penebangan
19
14
13 296
66 481 858
Penyaradan
20
14
137 438
824 625 987
Muat
3
1
203 382
406 764 338
Bongkar
3
3
128 813
Pengangkutan
263 213 231
6
4
131 606
Pembuatan
jalan
Total penghematan

21

21

85 574

1 561 085 414

Etat volume yang direncanakan oleh IUPHHK-HA PT Wijaya Sentosa
dapat dioptimalisasi biaya yang dikeluarkan melalui pengurangan alat yang
sekaligus akan mengurangi operator. Untuk mencapai produksi 13 709 m3/bulan
dibutuhkan 14 alat untuk penebangan, 14 alat untuk penyaradan, 3 alat untuk
bongkar dan kegiatan lain di logpond, 1 alat untuk muat dan 4 alat untuk
pengangkutan (tabel 8). Jika dilihat dari tabel 8 dapat dilihat penghematan biaya
akibat pengurangan alat sebesar Rp 1 561 085 414/bulan (sekitar 26% dari biaya
usaha semula). Nisa (2014) menyatakan pengurangan atau penambahan alat dapat
dilakukan untuk pengoptimalisasian alat ataupun biaya usaha dari kegiatan
pemanenan kayu. Pengurangan biaya usaha dari hasil penelitian tersebut
pengurangan alat dapat mengurangi biaya usaha sebesar Rp 570 000 000/tahun
(mengurangi sekitar 2% dari biaya usaha semula).

Breakeven Point
Titik impas dalam hal ini adalah penentuan tingkat minimal produksi yang
harus dikeluarkan perusahaan dengan korbanan biaya usaha sebesar Rp 6 322 482
000/bulan. Tingkat produksi minimal juga dipengaruhi oleh harga jual produk
dalam hal ini kayu. Pada penjualan produk setiap jenis kayu memiliki harga yang
berbeda dalam kasus ini kayu merbau dijual dengan harga Rp 2 800 000/m3,
sedangkan kayu rimba campuran sebesar Rp 1 800 000/m3. Penelitian mengambil
harga kayu yang termurah agar mendapatkan nilai BEP yang maksimal. Sehingga
dengan produksi 18 285.09 m3/bulan maka penghasilan yang dapat Rp 32 913 164
160/bulan. Hasil perhitungan titik impas minimal produksi yang dibutuhkan
sebesar 3512.5 m3/bulan untuk menutupi biaya usaha kegiatan pemanenan kayu.
Pada penelitian Tinambunan (2001) menyatakan biaya pemungutan kayu pada
HPH yang menggunakan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia (TPTI)
sebesar 33,2% dari total biaya keseluruhan pengelolaan hutan. Pada kegiatan
penebangan operator tebang harus menebang minimal 160 m3/ bulan. Hasil ini
didapat dari perbandingan pengeluaran operator tebang sebesar Rp 1 759
644/bulan dengan harga kayu. Harga kayu yang dipakai adalah harga kayu rimba
campuran (Rp 11 000/m3) untuk mendapatkan penghasilan maksimum untuk
operator.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Analisis biaya pemanenan kayu menghasilkan biaya usaha sebesar Rp 6 322
482 000/bulan, dengan biaya kegiatan sebesar Rp 345 665/m3. Biaya usaha di
setiap kegiatan pemanenan hutan akan berbeda tergantung pada jumlah alat yang
digunakan, kondisi alat, kondisi areal konsesi dan kondisi perusahaan. Untuk
mengurangi biaya usaha kegiatan pemanenan namun tidak mengurangi kubikasi
yang telah direncanakan pada RKU perusahaan dapat dilakukan dengan cara
pengurangan alat. Pengurangan alat dapat menghasilkan penghematan sebesar
Rp 1 561 085 414/bulan (sekitar 25% dari biaya usaha semula). Pada analisis titik
impas didapatkan target produksi lebih dari 3512.5 m3/bulan untuk menutupi
biaya usaha kegiatan pemanenan sebesar Rp 6 322 482 000/bulan. Pada kegiatan
penebangan operator harus memproduksi kayu minimal 160 m3/bulan untuk
menutupi biaya usaha yang ditanggung oleh operator Rp 1 759 644/bulan.

Saran
Adanya penelitian lebih lanjut tentang analisis biaya pengusahaan hasil
hutan agar diketahui berapa persen kontribusi biaya usaha pemanenan kayu dalam
biaya pengusahaan hasil hutan terutama di IUPHHK-HA.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono. 1993. Analisis biaya pemanenan kayu di areal HPH PT. Narkata Rimba
(Alas Kusuma Group) Provinsi Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
CAT. 2010. Maintenance Intervals: Operation Adan Maintenance Manual
Excerpt. USA: Caterpillar Tractor Co.
Conway S. 1976. Logging Practices. USA: Miller Freeman Publication.
Douglas E J. 1992. Managerial Economic Analisis and Strategy Ed.4. Singapura
(SGP): Prentice Hall International.
Dulsalam dan Tinambunan. 2006. Produktivitas dan biaya peralatan pemanenan
hutan tanaman: studi kasus di PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. J
Penelitian Hasil Hutan. 24 (3): 251 – 266.
Elias. 2008. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): IPB Press.
FAO. 1974. Logging and Log Transport in Tropical High Forest. Roma (RM):
Food and Agriculture Organization of The United National.
Mujetahid A. 2008. Produktivitas Penebangan Pada Hutan Jati (Tectona grandis)
Rakyat di Kabupaten Bone. Jurnal Perennial [Internet]. 14 Desember
2014.[20131213].
5(1)
:
53-5.
Bone.
Tersedia
pada:
unhas.ac.id/index.php/perennial/article/download/66/51
Ningrum W. 2014. Produktivitas alat berat dan efisiensi waktu kerja kegiatan
pemanenan kayu di IUPHHK-HA di Papua Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Nisa K. 2014. Optimalisasi peralatan pemanenan kayu pada hutan tanaman
industri di IUPHHK-HT PT Wirakarya Sakti, Provinsi Jambi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nugroho B. 2002. Analisis Biaya Proyek Kehutanan. Bogor (ID): Yayasan
Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.
Panomban C P. 2013. Analisis breakeven point sebagai alat perencanaan laba
pada PT. Tropica Cocoprima. ejurnal EMBA. 14 Desember 2013.
[20140117].1(4):
1250‒1261.
Manado.
Tersedia
pada:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/viewFile/2905/2456
Pujawan I. 2008. Ekonomi Teknik Ed.2. Surabaya (ID): Guna Widya.
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2010
Tentang Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
PT Wijaya Sentosa. 2013. Rencana Karya Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Berbasis Inventarisasi Hutan
Menyeluruh Berkala (IHMB) Periode 2013-2022. Papua Barat (ID): PT
Wijaya Sentosa.
Sundberg U, Silversides, editors. 1996. Operational Effeciency in Forestry
Volume 1: analysis. Netherlands (NED): Kluwer academic publisher.
Suhartana S, Yuniawati. 2008. Penggunaan peralatan pemanenan kayu yang
efesien pada perusahaan hutan tanaman di Kalimantan Selatan. J Penelitian
Hasil Hutan. 26 (3): 243 – 252.
Suhartana S, Yuniawati. 2006. Efisiensi penggunaan chainsaw pada kegiatan
penebangan: studi kasus di PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur.

Ejurnal [Internet]. 4 September 2014. 24(1): 63‒76. Bogor. Tersedia pada:
www.forda-mof.org/index.php/content/download/jurnal/298
Sukadaryati dan Sukanda. 2008. Produktivitas, biaya dan efisiensi muat bongkar
kayu di dua perusahaan HTI Pulp. J Penelitian Hasil Hutan. 26 (3): 228 –
242
Suparto R S. 1979. Eksploitasi Hutan Modern. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan
IPB.
Tinambunan D. 2001. Beban progam tambahan dan komposisi biaya pengelolaan
hutan alam dengan sistem tebang pilih tanam Indonesia. Buletin Hasil
Hutan. 2 (2): 111‒118.
Wiradinata S. 1989. Manual Perhitungan Biaya Pembalakan. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Lampiran 1 Penggunaan bahan bakar pada kegiatan pemanenan kayu
kegiatan
PWH
penebangan
penyaradan
muat
bongkar
angkut

Jumlah alat
21
18
18
2
3
6

Solar
(ltr/bulan)
68 775
2 101
84 820
9 235
8 818
24 449

Pelumas
Solar
(ltr/bulan)
(Rp/bulan)
5 558
786 635 733
405
19 438 767
8 644 1 028 952 200
1 525
111 734 933
1 959
94 681 067
1 439
314 208 533

Pelumas
(Rp/bulan)
33 655 682
2 339 105
38 987 223
6 538 301
4 871 948
7 302 494

Lampiran 2 Pemeliharaan dan perbaikan alat penebangan
Komponen
bar
rantai
sproket +busi
Total

Harga (Rp/unit)
Biaya (Rp/bulan)
1 200 000
100 000
350 000
233 333
200 000
66 667
400 000

Keterangan
1 unit/bulan
2 unit/3 bulan
1 unit/3bulan

Lampiran 3 Harga dan pemakaian ban
Kegiatan
Harga ban per set Pemakaian (Rp/bulan) keterangan
muat
46 000 000
30 666 667 2 set /3 bulan
bongkar
46 000 000
92 000 000 2 set /3 bulan
1 set/bulan
pengangkutan
5 650 000
28 250 000
pembuatan jalan
1 set/bulan
Motor grader
5 300 000
5 300 000
1 set/bulan
Dump truck
3 070 000
30 700 000
Lampiran 4 Upah karyawan bidang pemanenan kayu
Kegiatan
Penebangan
Pengujian
Penyaradan
Pemuatan
Pembongkaran
Pengangkutan
Pembuatan jalan

Januari
193 041 782
99 179 204
169 741 002
19 951 733
19 951 733
50 546 909
197 997 079

Februari
296 537 588
121 939 740
235 241 230
28 710 961
28 710 961
69 847 925
190 809 735

Bulan (Rp)
Maret
416 044 933
162 800 575
336 361 779
39 278 188
39 278 188
97 797 766
364 869 541

April
370 827 366
147 358 008
282 837 386
33 713 642
33 713 642
82 132 544
345 165 571

Rata-rata
3 191 129 17.3
132 819 381
256 045 349
30 413 631
30 413 631
75 081 286
274 710 481

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Medan, 23 Agustus 1992 dari ayah Zainuddin Siregar dan
Ibu Mainam Simamora. Penulis merupakan anak pertama dari 6 bersaudara.
Tahun 2007 penulis bersekolah di SMA Negeri 2 Sipirok, dan menyelesaikan
studi pada tahun 2010. Selanjutnya penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan
Manajemen Hutan IPB pada tahun 2010 pada jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis pernah menjadi panitia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa
Baru (MPKMB) tahun 2010 dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) tahun
2011. Penulis mengikuti beberapa keorganisasian yaitu Uni Konservasi Flora dan
Fauna (UKF) pada tahun 2010, Pengurus cabang Sylva Indonesia (PC Sylva) pada
tahun 2011, dan Forest Management Students Club (FMSC) pada tahun 2011
hingga 2012.