5. Kriteria Masyarakat Miskin di Indonesia
Terdapat berbagai macam indikator-indikator yang dijadikan patokan dalam kriteria masyarakat tergolong miskin di Indonesia. Bappenas 2004
dalam Nareswari, 2014:23 menjelaskan indikator kemiskinan bahwa indikator ukuran miskin meliputi terbatasnya kecukupan dan mutu pangan,
terbatasnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dan pendidikan, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan penguasaan
tanah, dan sebagainya. Badan Pusat Statistik menentukan indikator-indikator kemiskinan,
yaitu: a.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 per orang
b. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanahbambukayu
murahan c.
Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamboorumbiakayu berkualitas rendahtembok tanpa plester
d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan
rumah tangga lain. e.
Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. f.
Sumber air minum berasal dari sumurmata air tidak terlindung sungaiair hujan
g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakararangminyak tanah h.
Hanya mengkonsumsi dagingsusuayam satu kali dalam seminggu i.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun j.
Hanya sanggup makan sebanyak satudua kali dalam sehari k.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di PuskesmasPoliklinik l.
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- enam ratus ribu rupiah
m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tidak sekolahtidak
tamat SDhanya SD n.
Tidak memiliki tabunganbarang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000,- lima ratus ribu rupiah seperti sepeda motor kreditnon
kredit, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
Masyarakat miskin juga dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu golongan miskin sekali fakir miskin, miskin dan hampir miskin
rentan terjadi miskin. Untuk masyarakat golongan fakir miskin pemerintah sudah melakukan kegiatan-kegiatan seperti bantuan Raskin, Bantuan
Langsung Tunai, beasiswa, Jamkesmas dan sebagainya. Dalam realisasinya, bantuan tersebut ternyata tidak mudah. Masyarakat lebih suka mengaku
sebagai fakir miskin dengan harapan mendapat berbagai bantuan gratisan tersebut. Akibatnya sifat ketergantungan semakin meningkat Anwas,
2013:85.
6. Solusi Menanggulangi Kemiskinan