Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

Pereaksi an 1. Ekstrak Daun Ganjeng + Dragondorff Negatif + Lieberman- Buchard Positif + AlCl 3 Negatif + FeCl 3 Negatif + KOH Etanolik Positif + H 2 SO 4 Negatif

B. Pembahasan

Daun Ganjeng Piper betle L. adalah salah satu tumbuhan yang sampai saat ini banyak dikenal sebagai tanaman obat. Daunnya sering digunakan sebagai obat yang dipercaya memiliki khasiat mencegah penyakit infeksi saluran kemih, pembersih gigi, obat sakit perut, dan obat luka oleh masyarakat Makassar, Sulawesi Selatan. Daun Ganjeng Piper betle L. diketahui mengandung Minyak atsiri. Mengingat manfaat dari Daun Ganjeng Piper betle L. yang banyak bermanfaat bagi tubuh. Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari kandungan kimia dari bahan alam yang mempunyai khasiat obat. Bahan alam meliputi tumbuhan, hewan, mineral, serta biota laut. Bahan alam tersebut mengandung beberapa komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Obat yang berasal dari bahan alam dikenal luas sebagai obat tradisional Gunawan, 2004. Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu: batang pengaduk, beker gelas, chamber, cawan porselin, corong, corong pisah, eksikator, gelas ukur, gelas arloji, kain putih, kipas angin, klem, lampu belajar, lap halus, lap kasar, lempeng kaca, lumpang, mikro pipet, mikroskop, magnetik stirer, neraca analitik, oven, pengayak, pipa kapiler, pipet tetes, rota vaporator, saringan vakum, sentrifuge, sendok tanduk, sendok besi, senter glass, spatel, spoit, statif, toples, tabung reaksi, tabung sentrifuge, timbangan kasar, vial. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu: air bebas protozoa, aluminium foil, asam sulfat 10 , aquadest, Daun Ganjeng Piper betle L., etanol, etilasetat, n-hexan, kloroform, KOH etanolik, kertas saring, larva udang Artemia salina L, lempeng silika gel GF 254, metanol, n-hexan, n-butanol, permipan, plastik bening, serbuk silika gel GF 254, sel telur larva udang Artemia salina L. Dalam praktikum ini akan dilakukan percobaan untuk ekstraksi senyawa aktif tumbuhan tertentu yang berkhasiat obat. Percobaan dilakukan mulai dari pengambilan sampel, kemudian ekstraksi dan identifikasi senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak tersebut dengan metode Kromatografi Lapis Tipis dan dengan menggunakan pereaksi kimia. Sampel tumbuhan yang digunakan dalam percobaan ini adalah daun Ganjeng atau disebut daun Sirih Piper betle L.. Daun Ganjeng diambil dengan cara dipetik langsung. Kemudian sampel dicuci hingga bersih dengan air mengalir dan kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tidak di bawah matahari langsung agar komponen aktifnya tidak mudah terurai. Cara pengeringan dengan diangin-anginkan dan tidak di bawah matahari langsung terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga dan daun. Setelah kering sampel dipotong kecil-kecil dengan tujuan untuk memudahkan molekul-molekul air yang terdapat dalam dalam sel tumbuhan dapat menguap dengan mudah. Penghilangan molekul-molekul air ini dilakukan karena air merupakan medium yang mudah ditumbuhi mikroba atau jamur. Keberadaan mikroba atau jamur ini nantinya dapat mengganggu hasil ekstraksi senyawa aktif dari sampel. Selain itu tujuan dari pengeringan ini dilakukan juga dimaksudkan untuk mencegah terjadi reaksi enzimatis di dalam sel, di mana reaksi enzimatis ini dapat berlangsung bila simplisia mengandung air dengan jumlah lebih dari 10 . Dalam proses pengolahan sampel terdapat dua jenis sortasi yang dilakukan yaitu sortasi basah dan sortasi kering. Sortasi basah dilakukan pada sampel yang baru diambil dari habitatnya ditujukan untuk memisahkan simplisia yang utuh dan layak untuk diekstraksi dengan bagian tanaman lain yang tidak dibutuhkan serta kotoran dan benda asing seperti tanah, pasir serta kerikil. Sortasi yang kedua, yaitu sortasi kering yang dilakukan pada saat sampel telah dikeringkan untuk selanjutnya dapat diekstraksi dengan metode yang sesuai. Setelah itu sampel dirajang hingga sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Adapun tujuan dari proses ekstraksi ini adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi yang dilakukan disesuaikan dengan sifat kimia fisika dari sampel dan juga tergantung dari zat yang dikandungnya. Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi dengan cara maserasi. Maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperatur kamar terlindung dari cahaya. Proses ekstraksi yang terjadi yaitu cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel dan masuk ke dalam rongga yang mengandung zat aktif, kemudian zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara di luar sel dan di dalam sel. Setelah proses maserasi selesai, kemudian di saring dengan kain putih. Digunakan kain putih agar ekstrak tidak terkontaminasi pewarna dari kain. Digunakan pula larutan penyari metanol, karena metanol bersifat semipolar sehingga dapat menarik komponen kimia yang bersifat polar maupun non polar pada daun sirih. Kemudian ekstrak metanol tersebut dikeringkan hingga larutan penyari menguap. Dari hasil percobaan ini diperoleh hasil ekstrak 2,067 gram. Kemudian setelah dilakukan ekstraksi maka selanjutnya ialah partisi, dimana partisi ini terbagi 2 yaitu partisi cair-cair dan partisi cair-padat. Prinsip dari partisi cair-cair adalah ekstraksi cair-cair corong pisah merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Sampel daun Ganjeng, dipartisi cair-padat. Prinsip dari ekstraksi cair-padat yaitu penarikan komponen kimia pada suatu sampel dengan menggunakan satu pelarut yang pelarutannya dilakukan secara terpisah di mana komponen kimia akan terlarut dalam pelarut dengan cepat dengan bantuan sentrifuge berdasarkan gaya sentrifugasi. Cara kerjanya yaitu pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk partisi cair-padat. Kemudian ditimbang ekstrak metanol sebanyak 5 gram. Lalu ekstrak metanol yang telah ditimbang, dilarutkan dengan 1000 ml n- heksan sedikit demi sedikit dalam lumpang dan digerus. Kemudian hasil gerusan disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit. Dipisahkan antara ekstrak larut dan tidak larut n-heksan dan untuk yang larut n-heksan disaring menggunakan kertas saring dan ditampung pada mangkok. Dilakukan terus menerus dengan perlakuan yang sama hingga ekstrak yang ada pada lumpang menjadi bening. Dan semua hasil tampungan larut n-heksan diuapkan dan yang tidak larut n-heksan disimpan pada cawan porselin sebagai sampel ekstrak yang tidak larut n-heksan. Kemudian masing-masing ditimbang bobot ekstrak. Dari sini diperoleh larut heksan 4,06 gram dan tidak larut heksan 1,75 gram. Kromatografi lapis tipis KLT adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk memisahkan suatu campuran senyawa secara cepat dan sederhana. Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit sekunder dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk proses pengerjaan berikutnya dalam menentukan struktur senyawa. Prinsipnya atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang. Bahan adsorben sebagai fase diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berflouresensi dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Sebelum menotolkan sampel ke lempeng KLT, terlebih dahulu dibuat batas atas dan batas bawah dengan menggunakan pensil. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dimana penotolan sampel itu, dalam penandaan tidak digunakan tinta karena pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. Hal ini dapat mempengaruhi proses pengelusian senyawa sampel. Di dalam chamber diisi dengan eluen, dimana untuk setiap sampel memiliki eluen dengan campuran yang sama yaitu n-heksan:etil asetat 3:1 untuk sampel daun Ganjeng. Chamber tersebut terlebih dahulu dijenuhkan. Dalam hal ini chamber ditutup rapat dengan tujuan agar meyakinkan bahwa atmosfer dalam chamber terjenuhkan dengan uap pelarut. Penjenuhan udara dalam chamber dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut dalam KLT. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam chamber biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Setelah chamber jenuh maka lempeng KLT dimasukan ke dalam chamber, ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama-tama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa- senyawa akan cenderung bergerak pada lempeng kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Di sini akan kita lihat mulai akan ada noda terpisah-pisah, ini dikarenakan setelah sampel dilarutkan dengan eluen, maka sampel akan ikut berinteraksi juga dengan silika yang ada di lempeng. Senyawa yang terperangkap di bagian paling bawah menunjukan bahwa senyawa tersebut paling tinggi kepolarannya karena lempeng ini bersifat polar sehingga senyawa yang paling tinggi kepolarannya akan tinggal dibagian bawah lempeng, ini terjadi karena sifatnya itu like dissolve like yang di mana jika kepolarannya sama akan suka sama suka. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen yang akan melekat pada silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Kita dapat mengatakan bahwa senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Eluen yang digunakan merupakan kombinasi dari dua atau tiga macam pelarut, hal ini dimaksudkan untuk mencapai semua tingkat kepolaran sehingga diharapkan eluen ini dapat mengangkat noda dengan tingkat kepolaran yang berbeda- beda pula. Dengan perbandingan jumlah pelarut yang digunakan adalah perbandingan yang didasarkan pada pengalaman bahwa eluen tersebut dapat menarik komponen kimia yang maksimal. Namun jika pada penampakan noda belum didapat jumlah noda yang maksimal atau posisi noda yang terlalu ke atas atau ke bawah maka perbandingan eluen yang digunakan dapat dimodifikasikan kembali. Dilakukan identifikasi KLT dengan sampel hasil partisi cair-padat. Dimana sampel larut n-heksan dilarutkan dengan kloroform, sampel larut metanol dilarutkan dengan metanol, sampel tidak larut n-heksan juga dilarutkan dengan n-butanol. Setelah dilarutkan, ditotolkan sampel pada 2 lempeng silika gel yang berbeda, yang telah diberi tanda berdasarkan kepolarannya. Dielusi lempeng silika gel yang telah ditotol sampel pada chamber yang telah dijenuhkan dan berisi eluen. Apabila eluen telah mencapai batas atas maka lempeng tersebut dikeluarkan dari chamber. Setelah itu diamati penampakan noda yang terbentuk pada UV 254 dan UV 366, difoto hasil noda yang tampak pada UV 254 dan 366 nm. Mekanisme penampakan noda pada UV yaitu suatu metode yang mengabsorbsi cahaya ultraviolet akan mencapai suatu keadaan tereksitasi dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak pada waktu kembali ke tingkat dasar emisi, emisi inilah yang digambarkan sebagai fluoresensi. Pada UV 254 nm, lempeng F 254 yang mengalami flouresensi, dimana lempeng F 254 mengabsorbsi cahaya ultraviolet mencapai suatu keadaan tereksitasi dan kemudian memancarkan cahaya ultraviolet atau cahaya tampak sebagai fluoresensi, sedangkan noda akan terlihat gelap, tidak dapat tampak bila mengandung gugus kromofor. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Energi inilah yang menyebabkan perbedaan fluoresensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda. Brine Shrimp Lethality Test BST adalah suatu metode pengujian dengan menggunakan hewan uji yaitu Artemia salina L., yang dapat digunakan sebagai bioassay yang sederhana untuk meneliti toksisitas akut suatu senyawa, dengan cara menentukan nilai LC 50 yang dinyatakan dari komponen aktif suatu simplisia maupun bentuk sediaan ekstrak dari suatu tanaman. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC 50 dengan metode BST, maka tanaman tersebut dapat dikembangkan sebagai obat anti kanker. Namun, bila tidak bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina L. seperti mencit dan tikus secara in vivo. Suatu senyawa dinyatakan mempunyai potensi toksisitas akut jika mempunyai harga LC 50 kurang dari 1000 μgml. LC 50 Lethal Concentration 50 merupakan konsentrasi zat yang menyebabkan terjadinya kematian pada 50 hewan percobaan yaitu larva Artemia salina L. Brine Shrimp Lethality Test BST adalah suatu metode uji hayati yang tepat dan murah untuk skrining dalam menentukan toksisitas suatu ekstrak tanaman aktif dengan menggunakan hewan uji Artemia Salina L. Artemia Salina L sebelumnnya telah digunakan dalam bermacam-macam uji hayati seperti uji pestisida, polutan, mikotoksin, anastetik, komponen seperti morfin, kekarsinogenikan, dan toksikan dalam air laut. Uji dengan organisme ini sesuai untuk aktifitas farmakologi dalam ekstrak tanaman yang bersifat toksik. Penelitian menggunakan Artemia salina L ternyata juga mempunyai aktivitas sitotoksik. Pada hari pertama, disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dimana disiapkan 5 buah vial untuk konsentrasi [1000], 5 buah vial untuk konsentrasi [100], 5 buah vial untuk konsentrasi [10], 5 buah vial untuk kontrol air laut, serta 15 vial untuk kontrol pelarut di mana pelarut yang digunakan di sini ada 3 jenis. Disiapkan larutan stok pada 3 vial yang berbeda untuk ekstrak metanol, ekstrak tidak larut n- hexan dan ekstrak larut n-hexan. Kemudian diambil larutan stok sampel lalu dimasukkan pada masing-masing vial sesuai dengan konsentrasi masing-masing. Kemudian vial yang telah diisi dengan larutan stok di diamkan selama 1x24 jam hingga pelarutnya benar-benar menguap. Setelah itu diambil telur larva lalu dimasukkan ke dalam beker gelas dan ditambahkan aquadest, didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit, diambil larva udang yang bagus yang tenggelam. Lalu dimasukkan dalam wadah penetasan yaitu toples yang sudah diberikan plastik berbentuk kerucut berisi air laut, kemudian disinari dengan lampu dan diberi aerator selama 1x24 jam. Pada hari kedua yaitu pemindahan larva, di mana larva yang bagus atau masih hidup pada toples yang berada dalam plastik kerucut dipindahkan ke dalam wadah plastik yang telah dibagi dua. Larva dari toples diletakkan pada wadah plastik yang tertutup sedangkan wadah yang bagian dua diberi cahaya lampu dan aerator, didiamkan lagi selama 1x24 jam. Aerator ini digunakan untuk membantu proses penetasan udang. Pada hari ketiga, diambil masing-masing vial sampel konsentrasi [1000], [100], [10], kontrol pelarut sebanyak 15 buah yang telah diuapkan dan juga diambil vial kontrol air laut sebanyak 5 buah. Kemudian diambil larva udang dari wadah plastik dan ditampung sebagian pada beker gelas. Setelah itu diambil 10 ekor larva udang pada beker gelas lalu dimasukkan ke dalam tiap vial. Kemudian ditambahkan 1-2 tetes permipan sebagai sumber makanan untuk larva pada masing-masing vial yang telah berisi 10 ekor larva udang. Didiamkan selama 1 x 24 jam. Pada hari keempat yaitu pengamatan, di mana dilihat larva udang yang mati pada tiap-tiap vial. Setelah itu dihitung larva yang mati. Dari hasil percobaan diperoleh hasil dimana untuk ekstrak n-heksan diperoleh persen kematian larva pada konsentrasi 1000 ppm 78, konsentrasi 100 ppm 62 dan pada konsentrasi 50 ppm 8. Untuk ekstrak larut n-heksan diperoleh persen kematian larva pada konsentrasi 1000 ppm 86, konsentrasi 100 ppm 60 dan konsentrasi 10 ppm 48. Sedangkan pada ekstrak tidak larut n-heksan diperoleh persen kematian larva pada konsentrasi 1000 ppm 64, konsentrasi 100 ppm 46, dan pada konsentrasi 10 ppm sebanyak 30. Dan pada vial yang berisi pelarut dan kontrol air laut tidak ditemukan adanya larva udang yang mati. Dari hasil perhitungan kematian larva diperoleh kembali hasil untuk nilai LC 50 pada ekstrak metanol sebesar 24,67, ekstrak larut heksan nilai LC 50 ialah 17,37, serta pada ekstrak tidak larut n-heksan diperoleh nilai LC 50 sebesar 20,52. Jadi yang esktrak yang baik untuk uji BSLT ini adalah ekstrak larut n-hexan dengan hasil LC 50 sebesar 17,37. Setelah dilakukan uji BSLT selanjutnya dilakukan uji fraksinasi dimana cara kerjanya yaitu Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Setelah itu ditimbang 1,5 gram ekstrak n-heksan serta timbang pula silika gel G.60 sebanyak 7 gram. Dimasukkan ekstrak larut n-heksan ke dalam silika gel G.60 dan digerus hingga homogen. Timbang lagi silika gel G.60 sebanyak 13 gram dan dimasukkan ke dalam center glass lalu dimampatkan. Setelah mampat tambahkan hasil gerusan bubur silika dengan ekstrak larut n-heksan ke dalam center glass dan dimampatkan kembali. Selanjutnya diletakkan kertas saring yang telah disesuaikan ukurannya dengan center glass dibatas bubur silika yang telah dimampatkan lalu dimasukkan perbandingan eluen yang telah dibuat satu per satu. Ditampung pada mangkok yang berbeda setiap hasil fraksinya dengan perbandingan eluen yang berbeda, yaitu eluen Pertama n-hexan, kedua n-hexan:etil, ketiga etil, kemudian etil:metanol dan yang terakhir metanol. Setelah itu diuapkan semua hasil fraksi yang diperoleh. Setelah itu larutkan dengan kloroform dan metanol 1:1 pada hasil fraksi tadi. Selanjutnya ditotolkan pada lempeng yang telah diaktifkan semua hasil fraksi yang telah dilarutkan kemudian dielusi. Setelah itu amati hasil noda yang nampak. Selanjutnya amati kromatogram yang sama pada lempeng dan yang sama disatukan dalam satu wadah kemudian diuapkan kembali. Hasil penggabungan yang diperoleh selanjutnya ditotolkan kembali pada lempeng yang telah diaktifkan namun sebelumnya kembali dilarutkan dengan kloroform:metanol 1:1. Kemudian dijenuhkan chamber yang berisi eluen n-heksan dan etil 3:1. Setelah jenuh masukkan lempeng yang telah ditotolkan tadi dan ditunggu hingga eluent mencapai batas atas. Selanjutnya diamati kembali noda pada UV 254 nm dan 366 nm. Dari noda yang ditemukan nanti selanjutnya digunakan untuk identifikasi. Didapatkan hasil untuk bobot fraksinya diperoleh 2 gabungan fraksi dengan bobot yang berbeda untuk fraksi pertama diperoleh bobot sebesar 0,25 gram dan fraksi kedua diperoleh bobot sebesar 0,11 gram. Setelah dilakukan fraksinasi, selanjutnya dilakukan identifikasi noda dengan metode KLTP Kromatografi Lapis Tipis Preparatif. Di mana cara kerjanya yaitu pertama-tama dibuat lempeng preparatif dengan cara, ditimbang serbuk silika gel 20 gram untuk 3 lempeng preparatif berukuran 20cm x 20cm. Dibuat suspensi silika dengan menambahkan 50 ml aquadest. Diatur lempeng kaca sejajar, dituang silika gel di atas lempeng kaca dan diratakan. Didiamkan selama 1x24 jam. Setelah itu diaktifkan di dalam oven dengan suhu 110 C selama 1-2 jam. Setelah lempeng preparatif aktif, ditotolkan ekstrak pada lempeng dengan ukuran yang lebih besar biasanya 20cm x 20cm. Setelah ditotolkan, sampel kemudian dielusi dengan eluen n- hexan:etil dengan menggunakan chamber besar dan eluen sebanyak 60 ml dengan perbandingan eluen yang digunakan 3:1. Setelah proses elusi selesai, akan tampak noda yang berbentuk pita, kemudian noda tersebut diberi tanda dan dikeruk. Noda yang didapatkan terdiri atas 2 noda. Setelah ke dua noda tersebut dikeruk, masing- masing noda ditambahkan pelarut kloroform:metanol sebanyak 10 ml, lalu dihomogenkan, kemudian dipipet ke dalam tabung sentrifuge. Sampel disentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm dalam waktu 5 menit. Setelah disentrifuge diperoleh 2 lapisan yaitu cairan bening dan endapan. Dipipet cairan bening dari masing-masing noda ke dalam 2 vial yang berbeda. Setelah didapatkan cairan bening dari metode KLTP Kromatografi Lapis Tipis Preparatif dilanjutkan lagi dengan identifikasi senyawa dengan metode Multi Eluen. Cara kerja pada metode ini yaitu disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Ditotol noda hasil kromatografi lapis tipis preparatif pada lempeng silika gel yang telah diaktifkan. Diukur eluen yang akan digunakan yaitu n-hexan:etil dengan perbandingan 5:1 sebanyak n-hexan 5ml dan etil 1 ml, kloroform:etil dengan perbandingan 1:1 sebanyak kloroform 2 ml dan etil 2 ml, serta etil:metanol dengan perbandingan 1:5 sebanyak etil 1 ml dan metanol 5 ml. Kemudian, dielusi masing- masing noda dengan eluen yang telah disiapkan. Setelah proses elusi selesai, diamati penampakan noda pada lampu UV. Setelah didapatkan noda pada metode multieluen, selanjutnya dilakukan identifikasi golongan senyawa, cara kerjanya yaitu dibaca basmalah. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Diaktifkan lempeng silika gel. Ditotol noda 1 dan 2 pada lempeng silika gel sebanyak 12 totolan. Masing-masing noda terdiri atas 6 totolan. Setelah itu, dimasukkan eluen n-hexan:etil ke dalam chamber secara bersamaan, kemudian chamber dijenuhkan. Setelah jenuh, dimasukkan lempeng yang telah ditotol ke dalam chamber. Ditunggu hingga proses elusi selesai. Setelah proses elusi selesai, diamati lempeng di bawah lampu UV 366 nm. Setelah tampak noda yang diinginkan, lempeng kemudian dipotong-potong hingga menjadi 12 bagian yang terdiri atas 6 bagian noda pertama dan 6 bagian noda kedua. Setelah dipotong-potong, setiap lempeng disemprot atau ditetesi sejumlah pereaksi. Perekasi yang digunakan disini yaitu pereaksi Dragondorff untuk mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid, perekasi Lieberman-Burchard untuk mengidentifikasi senyawa golongan steroid, pereaksi AlCl 3 untuk mengidentifikasi senyawa golongan flavonoid, pereaksi FeCl 3 untuk mengidentifikasi senyawa golongan fenol dan pereaksi KOH etanolik untuk mengidentifikasi senyawa golongan kumarin. Setelah disemprot dengan beberapa pereaksi tersebut, lempeng kemudian didiamkan. Hasil positif untuk senyawa golongan alkaloid ditandai dengan warna jingga dengan latar belakang kuning. Hasil positif untuk senyawa golongan steroid, setelah kromatogram dipanaskan dan diamati pada lampu UV 366 nm, ditandai dengan munculnya noda berflouresensi coklat atau biru, menunjukkan adanya triterpen, sedangkan warna hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid. Hasil positif untuk senyawa golongan flavonoid ditandai dengan adanya noda berflouresensi kuning pada saat diamati pada lampu UV 366 nm. Hasil positif untuk senyawa golongan fenol, ditandai dengan adanya warna biru atau hitam. Hasil positif untuk senyawa golongan kumarin ditandai dengan adanya warna merah. Hasil yang didapatkan pada identifikasi golongan senyawa ini yaitu daun Ganjeng mengandung senyawa golongan steroid dengan ditandai munculnya noda berflouresensi coklat atau biru.

BAB V PENUTUP