Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                2
aghinia  dengan  strata  ekonomi  lemah dhu’afa  melalui  pengelolaan  dana
zakat,  infaq,  dan  shadaqoh  yang  kemudian  penyalurannya  diarahkan  pada upaya  pemberdayaan  ekonomi  produktif  terhadap  kaum
dhu’afa, di samping kegiatan sosial lainnya.
2
Salah satu ciri dari BMT adalah lembaga ini mudah didirikan.Artinya, lembaga  ini  dapat  ditangani  dan  dimengerti  oleh  para  pengusaha  yang
sebagian besar berpendidikan rendah.Ciri berikutnya adalah agar  semua yang terlibat  memiliki  motivasi  yang  kuat  bukan  hanya  untuk  mendirikan,  tetapi
juga membina dan mengembangkan lebih lanjut, maka BMT berkaitan dengan kepentingan  mendasar  dari  pemiliknya.Ciri  berikutnya  adalah  untuk  dapat
melayani  keperluan  para  pengusaha  kecil  secara  berkesinambungan,  maka BMT tidak hanya memiliki aturan-aturan kerja yang membuat lentur, efesien,
efektif,  tetapi  juga  mandiri.  Dan  ciri  BMT  selanjutnya  adalah  untuk melaksanakan  system  bagi  hasil  sebagai  salah  satu  bentuk  kerja  sama
berkelanjutan,  maka  BMT  mengembangkan  sikap  amanah  dan  saling percaya.
3
Baitul maal mempunyai kegiatan pengolahan dan yang bersifat nirlaba sosial. Sumber dana diperoleh dari zakat, infaq, shadaqoh, atau sumber lain
yang  halal,  kemudian  dana  tersebut  disalurkan  kepada  mustahik  yang  berhak atau  untuk  tujuan  kebaikan.
4
Sedangkan  baituttamwil  merupakan  lembaga keuangan  yang  bersifat  profit  motive,  baituttamwil  memperoleh  dana  dari
2
Luthfi Rokhman, Pengaruh Kebijakan Personal Selling Terhadap Pertumbuhan Jumlah Nasabah  Pembiayaan  Pada  BMT  dana  Al-bina,  Skripsi  Sarjana  Ekonomi  Islam,
Jakarta:Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, 2002, h. 1, t.d
3
Baihaqi  Abdul Madjid, et.al., Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah; Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, h. 58
4
Hertanto Widodo, et. All, Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung: Mizan, 1999, hal 81
3
simpanan  pihak  ketiga  dan  penyaluran  di  dalam  bentuk  pembiayaan  atau investasi yang dijalankan sesuai syariat Islam.
5
Persoalan  yang  muncul  sekarang  adalah  dari  mana  para  pengusaha kecil memperoleh tambahan modal agar mampu memperbesar omsetnya. Bagi
pengusaha  kecil  dan  sangat  kecil,  pengadaan  modal  menjadi  salah  satu masalah  dalam    pengembangan  usaha  serta  dalam  usaha  mendukung
peningkatan  produktifitasnya,  taraf  hidup  dan  tingkat  pendapatan  usaha mereka.  Sementara  dengan  usahanya  yang  kecil  mustahil  mereka  lakukan
penambahan modal. Perekonomian  Indonesia  dalam  bidang  keuangan  mikro,  beberapa
tahun belakangan ini mengalami kemajuan dengan berdirinya dan tumbuhnya BMT-BMT  yang  menjalankan  prinsip  syariah  dalam  konsep  kegiatan  dan
pembiayaannya.  Untuk  mengantisipasi  peluang  yang  besar  pada  peranan BMT,  perlu  adanya  peranan  pemerintah  agar  setiap  kegiatannya  BMT  dapat
membantu para pengusaha kecil dalam memperbaiki perekonomiannya. Dengan adanya BMT tersebut diharapkan kebutuhan akan pembiayaan
kalangan  bawah  akan  terpenuhi  terutama  bagi  masyarakat  ekonomi  lemah yang membutuhkan pembiayaan. Dalam rangka meningkatkan ekonomi umat
sebagai  bagian  dari  program  pembangunan  ekonomi  kerakyatan  maka  sudah seharusnya  memanfaatkan  dan  memberdayakan  BMT  sebagai  lembaga  yang
menghimpun masyarakat usaha kecil dan menengah dengan mengembangkan iklim usaha dalam lingkungan sosial ekonomi yang sehat.
6
5
Hertanto Widodo, et. All, Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung: Mizan, 1999, hal 81
6
“Memberdayakan Koperasi dan BMT”, Harian Republika, 31 Maret 2003, h. 2.
4
Mudharabah  yaitu  suatu  akad  kontrak  yang  memuat  penyerahan modal  khusus  atau  semaknanya  tertentu  dalam  jumlah,  jenis,  dan  karakter
sifat dari orang yang diperbolehkan mengelola harta kepada orang lain yang aqil  berakal,  mumayyiz  dewasa,  dan  bijaksana,  yang  dipergunakan  untuk
berdagang  dengan  mendapatkan  bagian  tertentu  dari  keuntungannya  menurut nisbah pembagiannya dalam kesepakatan.
7
Prinsip  mudharabah  adalah  bentuk  kerja  sama  antara  shohibul  maal pemilik dana dan mudharib pengelola yang cangkupannya sangan luas dan
tidak  dibatasi  oleh  spesifikasi  jenis  usaha,  waktu,  daerah  bisnis,  dan keuntungan dari usaha tersebut dibagi berdasarkan kesepakatan bersama.
8
Salah satu hikmah diperbolehknnya mudharabah adalah agar ada kerja sama antara pemilik modal yang tidak memiliki pengalaman dalam bisnis atau
tidak  ada  peluang  untuk  berusaha  sendiri  dengan  orang  yang  mempunyai pengalaman dan kemampuan di bidang tersebut, tetapi tidak memiliki modal.
9
Atas  dasar  itu,  penting  kiranya  dilakukan  suatu  penelitian  mengenai respon  nasabah  terhadap  pembiayaan  mudharabah  di  BMT  Kayu  Manis
Jakarta  Timur.  Dengan  demikian,  judul  penelitian  ini  adalah  “Respon Nasabah  Terhadap  Pembiayaan  Mudharabah  di  BMT  Kayu  Manis
Jak ara Timur”.
7
Hertanto Widodo, et. All, Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung: Mizan, 1999, hal 51
8
M.  Syafi’i  Antonio,  Bank  syariah  dari  Teori  ke  Praktek,    Jakarta  :  GIP,  Tazkiah Cendekiawan, 2001, cet ke 1, h. 95
9
Hertanto Widodo, et. All, Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung: Mizan, 1999, hal 52
5
                