Pengaruh Faktor Perilaku Masyarakat Terhadap Perolehan Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

(1)

PENGARUH FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEROLEHAN IMUNISASI CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007

TESIS

Oleh

EMI HARTATI

057012010/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEROLEHAN IMUNISASI CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EMI HARTATI

057012010/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEROLEHAN IMUNISASI CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007

Nama Mahasiswa : Emi Hartati Nomor Pokok : 057012010

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof.dr.Aman Nasution, MPH) (Dra.Syarifah, MS)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur SPs USU


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Juni 2008

Panitia Penguji Tesis :

Ketua : Prof.dr.Aman Nasution, MPH

Anggota : 1. Dra. Syarifah, MS

2. Dr.Drs.R.Kintoko Rochadi, MKM.


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEROLEHAN IMUNISASI CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2007

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 26 Juni 2008


(6)

ABSTRAK

Perolehan imunisasi campak dapat dipengaruhi oleh faktor perilaku dari masyarakat. Wilayah Kabupaten Aceh Besar menduduki peringkat ke tiga di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam hal rendahnya cakupan imunisasi campak serta tingginya kasus campak. Dari Kabupaten Aceh Besar wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro merupakan daerah yang rendah cakupan imunisasinya yaitu hanya sebesar 47,40%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor perilaku masyarakat (predisposisi, pendukung dan pendorong) terhadap perolehan imunisasi campak. Penelitian ini menggunakan desain Explanatory Research dilakukan terhadap 211 orang tua yang mempunyai bayi (usia 6 – 12 bulan) yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar.

Dari hasil uji Regresi Linier Berganda diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi perolehan imunisasi campak dari faktor predisposisi adalah pendidikan, ekonomi dan pengetahuan, dan dari faktor pendorong adalah tindakan petugas imunisasi, dan yang dominan mempengaruhi adalah tindakan petugas imunisasi.

Kesimpulan dari penelitian ini faktor perilaku masyarakat yang mempengaruhi perolehan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar tahun 2007 adalah pendidikan, ekonomi, pengetahuan, tindakan petugas imunisasi. Dari keempat faktor tersebut yang paling dominan mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap perolehan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro adalah tindakan petugas imunisasi.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar agar dapat meningkatkan promosi kesehatan pada masyarakat Kabupaten Aceh Besar terutama di wilayah kerja Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Besar melalui kampanye imunisasi campak.


(7)

ABSTRACT

The reports on measles immunization can be influenced by the factor of community’s behavior. In the Nanggroe Aceh Darussalam Province, Aceh Besar District is in the third rank in terms of low coverage of measles immunization and excessive cases of measles. The working areas of Puskesmas (Community Health Center) kuta baro, in Kuta Baro Sub-district, Aceh Besar District, is the one with low immunization coverage which is only 47.40%.

The purpose of this study is to analyzed the influence of the factor of community’s behavior (predisposition, support and motivation) on the reports on measles immunization. This study with Explanatory Research design was done to 211 parents with babies of 6-12 months old living in the working area of Puskesmas Kuta Baro, Kuta Baro Sub-district, Aceh Besar District.

The result of Multiple Linear regression test shows that the factors that influence the reports on measles immunization from the factor of predisposition are education, economy and knowledge and from the factor of motivation is the action taken by the immunization worker and the most dominant factor is the action taken by the immunization worker.

The conclusion is that the community’s behavior factors influencing the reports on measles immunization in the working area of Puskesmas Kuta Baro, Kuta Baro Sub-district, Aceh Besar District in 2007 are education, economy, knowledge, action taken by immunization worker. The four factors, the factor of action taken by immunization worker is the most dominant factor which influences the community’s behavior on the reports on measles immunization in the working area of Puskesmas Kuta Baro, Kuta Baro Sub-district.

It is suggested that the Health Service of Aceh Besar District improve the promotion of their health program for the people living in Aceh Besar District especially those who livin in the working area of the existing Puskesmas in Aceh Besar District through measles immuzation campaign.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan KaruniaNya kepada penulis sehingga penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan Tesis dengan judul "Pengaruh Faktor Perilaku Masyarakat Terhadap Perolehan Imunisasi Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007". Salawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.dr.Aman Nasution, MPH dan Ibu Dra. Syarifah, MS. yang telah membimbing penulis dari awal sampai selesainya penyusunan Tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada :

1. Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak DR.Drs.Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Ibu dr.Ria Masniari Lubis, MSi., selaku Dosen Pembanding Tesis.

5. Ibu drg.Erni Ramayani, MPh, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar. 6. Ibu dr.Neni, selaku Kepala Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten

Aceh Besar beserta staf yang telah memberi bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya.

7. Suami tercinta Ir. Riza Aqli serta ananda Rizti Aqli, Hariz Poetra Aqli dan Nadira Maghfira Aqli, yang senantiasa mendo’akan, memberi perhatian dan semangat selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesainya pendidikan.

8. Ayahanda tercinta H. Achmad dan Ibunda tercinta Hj. Mulyati yang selalu mendo’akan dan memotivasi penulis.

9. Ayahanda Mertua tercinta Alm.H.Razali Hasan, SH dan Ibunda Mertua tercinta Hj. Saniah yang senantiasa mendo’akan dan memberi dorongan kepada penulis.

10.Para orang tua yang menjadi subjek penelitian yang telah meluangkan waktu untuk wawancara.

11.Teman-teman mahasiswa-mahasiswi Prodi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan SPS USU Angkatan 2005 yang telah memberi semangat kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan Tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan Tesis ini. Mudah-mudahan Tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah SWT. Amin ya rabbal ’alamin.

Medan, Juni 2008 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Emi Hartati dilahirkan di Plaju pada tanggal 2 November 1966, anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Achmad, MB dan Ibunda Hj.Mulyati. Menikah dengan Ir.H.Riza Aqli pada tanggal 19 Juni 1992 dan telah dikaruniai tiga orang putra dan putri yaitu Rizti Aqli, Harriz Poetra Aqli, Nadhira Maghfira Aqli, sekarang menetap di Jl. Keurinci No.75-A Sentui Banda Aceh.

Memulai pendidikan di SD Yaktapena III Plaju lulus tahun 1979, melanjutkan pendidikan di SMP Yaktapena I Plaju lulus tahun 1982. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Yaktapena I Plaju lulus tahun 1985. Selanjutnya meneruskan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Syiahkuala Banda Aceh dan selesai tahun 1997.

Pernah bekerja sebagai Dokter PTT di Puskesmas Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar dari tahun 1998 – 2000, kemudian sebagai Dokter PNS di Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar dari tahun 2001 – 2002, selanjutnya di Puskesmas Lampeunereut Kabupaten Aceh Besar dari tahun 2002-2005. Kemudian pindah ke Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar pada Sub Dinas Penyuluhan dan Pelayanan Kesehatan sampai dengan sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... iii

PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA PENGUJI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Perilaku ... 9

2.1.1. Perilaku Kesehatan ... 9

2.1.2. Domain Perilaku ... 12

2.2. Campak ... 20

2.2.1. Definisi ... 20

2.2.2. Penyebab... 20

2.2.3. Gejala Klinis ... 21

2.2.4. Komplikasi... 22

2.2.5. Pencegahan ... 22

2.2.6. Tahapan Pemberantasan Campak ... 23

2.3. Imunisasi... 25

2.3.1. Tujuan Imunisasi ... 26

2.3.2. Manfaat Imunisasi... 26

2.4. Landasan Teori ... 27


(12)

BAB III : METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1. Populasi Penelitian ... 30

3.3.2. Sampel Penelitian ... 31

3.4. Metode Pengumpulan Data... 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 35

3.6. Metode Pengukuran ... 37

3.6.1 Variabel Bebas (Independen) ... 37

3.6.2 Variabel Terikat (dependen) ... 43

3.7. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45

4.2. Analisis Univariat ... 46

4.2.1. Faktor Predisposisi ... 47

4.2.2. Faktor Pendukung ... 49

4.2.3. Faktor Pendorong ... 50

4.2.4. Perolehan Imunisasi Campak ... 51

4.3. Analisas Bivariat... 52

4.3.1 Pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, ekonomi, kepercayaan, pengetahuan, dan sikap) terhadap perolehan imunisasi campak ... 52

4.3.2 Pengaruh faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan) terhadap perolehan imunisasi campak... 56

4.3.3 Pengaruh faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama, tindakan petugas imunisasi) terhadap perolehan imunisasi campak ... 57

4.4. Analisa Multivariat ... 59

BAB V : PEMBAHASAN ... 63

5.1. Perolehan Imunisasi Campak ... 63

5.2. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran ... 74 DAFTAR KEPUSTAKAAN


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 33

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... 37

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pendidikan ... 47

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Ekonomi ... 47

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kepercayaan ... 48

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan... 48

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap... 49

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jarak Fasilitas Pelayanan Kesehatan ... 49

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Tindakan Tokoh Masyarakat... 50

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Tindakan Tokoh Agama... 50

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Tindakan Petugas Imunisasi... 51

Tabel 410. Distribusi Frekuensi Perolehan Imunisasi campak... 51

Tabel 4.11. Distribusi Faktor Predisposisi dan Perolehan Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar 2007 ... 52

Tabel 4.12. Distribusi Faktor Pendukung dan Perolehan Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar 2007... 56

Tabel 4.13. Distribusi Faktor Pendorong dan Perolehan Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar 2007... 57


(14)

Halaman Tabel 4.14. Indentifikasi Koefisien Variabel dependen yang Akan masuk

Dalam Model dengan P < 0,05 ... 60 Tabel 4.15. Indentifikasi Koefisien Determinasi dan Uji Kecocokan

(Fitness) Terhadap Variabel Dependen Yang Akan Masuk

Dalam Model Dengan P < 0,05... 61 Tabel 4.16. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Pemodelan Faktor

Perolehan Imunisasi Campak di Wilayah kerja Puskesmas

Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007 .... 62


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1. Landasan Teori Penelitian ... 27 Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 29


(16)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada sidang World Health Assembly (WHA) Tahun 1988 menetapkan kesepakatan global salah satunya adalah reduksi campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia, dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada Sidang WHO Tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk di eradikasi, karena satu-satunya penjamu (host) atau reservoir campak hanya manusia, diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah dieliminasi (Depkes RI, 2005).

Pada tahun 2003 WHO membuat rencana strategi dalam penanggulangan campak dengan tujuan utama menurunkan angka kematian campak sebanyak 50% pada tahun 2005 dibandingkan dengan angka kematian pada tahun 1999. Strategi tersebut berupa akselerasi surveilans campak, akselerasi respons KLB, cakupan rutin imunisasi campak tinggi (cakupan 90%) dan pemberian dosis kedua campak (Depkes RI,2006).

Di dunia diperkirkan setiap tahun terdapat 30 juta orang yang menderita campak. Pada tahun 2002 dilaporkan kematian campak di dunia sebanyak 777.000 dan 202.000 diantaranya berasal dari negara ASEAN serta 15% dari kematian campak tersebut dari Indonesia. Tahun 2005 diperkirakan 345.000 kematian di seluruh dunia, yang terbanyak terjadi pada anak-anak (Depkes RI, 2006). Kejadian penyakit campak sangat berkaitan dengan keberhasilan program imunisasi campak. Indikator yang bermakna untuk menilai


(18)

cakupan imunisasi mencapai 90%, maka dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan angka kematian sebesar 80-90%. Amerika Serikat mencapai eradikasi campak pada tingkat cakupan sekitar 90% (Depkes RI, 2004). Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB). Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan KLB. Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak. Tanpa program imunisasi attack rate 93,5 per 100.000. Kasus campak dengan gizi buruk akan meningkatkan Case Fatality Rate (Depkes RI. 2006).

Di Indonesia program imunisasi campak dimulai sejak tahun 1984 dengan kebijakan memberikan 1 dosis pada bayi usia 9 bulan. Pada awalnya cakupan campak sebesar 12,7% di tahun 1984 kemudian meningkat sebesar 85,4% pada tahun 1990 dan bertahan pada 90,6% di tahun 2002, pada tahun 2004 cakupan naik menjadi 91,8%. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam cakupan imunisasi campak berada pada peringkat ketiga terendah di Indonesia (72,6%) setelah Irian Jaya (60,5%) dan Maluku (46,8%) (Depkes, RI, 2006). Pada tahun 1990 Indonesia dinyatakan telah mencapai Universal Child Immunization (UCI) secara nasional. Hal ini memberikan dampak positif terhadap kecenderungan penurunan insiden campak, khususnya pada Balita dari 20,08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992-1997. Jumlah kasus campak menurun pada semua golongan umur di Indonesia terutama anak-anak dibawah lima tahun pada tahun 1999 s/d 2001, namun setelah itu insidens rate tetap, dengan kejadian pada kelompok umur <1 tahun dan 1-4 tahun selalu tinggi dari pada kelompok umur lainnya. Pada umumnya KLB yang terjadi di beberapa provinsi menunjukkan kasus tertinggi selalu pada golongan umur 1-4 tahun. Gambaran ini menunjukkan bahwa balita merupakan kelompok rawan dan perlu ditingkatkan imunitasnya


(19)

terhadap campak. Hal ini menggambarkan lemahnya pelaksanaan dari pemberian satu dosis sehingga perlu dilakukan imunisasi campak pada semua kelompok umur tersebut di seluruh desa yang mempunyai masalah cakupan imunisasi. Case Fatality Rate campak di rumah sakit dan dari hasil penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) selama tahun 1997-1999 cenderung meningkat, kemungkinan berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, tapi hal itu belum diteliti (Depkes RI, 2005).

Penyakit campak masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Lebih dari 30.000 anak meninggal setiap tahun karena campak atau dengan kata lain setiap 20 menit terjadi 1 kematian. Dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian. Indonesia telah melaksanakan berbagai upaya antara lain dengan program reduksi campak yang dilaksanakan di seluruh Indonesia secara bertahap dan beberapa provinsi telah melaksanakan secara intensif. Di Indonesia diperkirakan tahap reduksi campak bila insidens menjadi 50/10.000 balita dan kematian 2/10.000. Dalam rangka percepatan reduksi campak, maka dilakukan pemberian imunisasi campak dosis tambahan pada kelompok usia yang beresiko tinggi secara lebih luas berupa pelaksanaan crash program campak pada anak usia 6 – 59 bulan dan catch up campaign campak seluruh Anak SD Kelas 1 s/d 6, tanpa melihat status imunisasi sebelumnya (Depkes RI, 2006). Saat ini ada tiga genotip virus campak di Indonesia, yaitu D9, G3 dan G2. Dengan adanya tiga genotip virus campak di Indonesia tersebut, maka seorang anak yang sudah pernah menderita campak, dapat menderita campak lagi apabila terinfeksi virus campak dengan genotip yang berbeda (Lib.unair.ac.id.go).


(20)

penyuluhan kepada masyarakat, kampanye imunisasi campak dan pemberian imunisasi campak secara massal (crash program campak). Tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena masih dijumpainya kasus-kasus campak di daerah tersebut. Pada tahun 2005 jumlah kasus campak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah 1102 kasus, yang terbanyak adalah di Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu 254 kasus, Kabupaten Pidie 177 kasus dan Kabupaten Aceh Besar 157 kasus. Sedangkan cakupan imunisasi campak untuk tahun 2005 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah 71,73 %. Kabupaten yang terendah cakupan imunisasi campak adalah Kabupaten Aceh Barat Daya 44 %, Kotamadya Banda Aceh 65 % dan Kabupaten Aceh Besar 67 % (Dinkes Provinsi NAD, 2005). Pada tahun 2006 jumlah kasus campak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah 926 kasus, yang terbanyak adalah di Kabupaten Nagan Raya 97 kasus, Katomadya Lhokseumawe 65 kasus dan Kabupaten Aceh Besar 56 kasus. Sedangkan cakupan imunisasi campak untuk tahun 2006 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah 82,27 %. Kabupaten yang terendah cakupan imunisasi campak adalah Kabupaten Nagan Raya 73,96 %, Kabupaten Aceh Utara 75,57 % dan Kabupaten Aceh Besar 74,90 % (Dinkes Provinsi NAD, 2006).

Di Kabupaten Aceh Besar, menurut penjelasan Kasubdin serta Petugas P2P, walaupun dengan keterbatasan dana, fasilitas yang kurang lengkap, serta tenaga yang kurang terampil, tetapi berbagai kebijakan dan strategi dalam pemberantasan penyakit campak telah dilakukan, seperti penyuluhan oleh petugas kesehatan tentang penyakit campak dan bahaya yang ditimbulkannya. Bahkan pada tahun 2005 pasca Tsunami telah dilakukan crash program campak yang langsung di bawah Koordinasi Departemen Kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta dukungan dari LSM lokal maupun asing . Namun semua program ini belum berhasil dalam memberantas


(21)

penyakit campak tersebut. Hal ini terbukti dengan timbulnya KLB pada bulan Mei Tahun 2005 di Kabupaten Aceh Besar sebanyak 35 kasus, juga masih tingginya kasus campak pada Tahun 2005 yaitu 157 kasus (Dinkes Kabupaten Aceh Besar, 2005). Pada bulan Juni tahun 2006 juga masih dijumpai KLB yaitu 17 kasus sedangkan kasus campak 56 kasus. Serta masih rendahnya cakupan imunisasi campak yaitu pada Tahun 2005 sebesar 67 % dan pada Tahun 2006 sebesar 74,9%. Daerah yang paling rendah cakupan imunisasi campak dan tertinggi jumlah kasus campak adalah Kecamatan Kuta Baro, dimana cakupan imunisasi campak untuk tahun 2006 sebesar 47,4% dan jumlah kasus campak sebanyak 33 kasus (Dinkes Kabupaten Aceh Besar, 2006). Koordinator data survei epidemiologis WHO di Aceh pada tanggal 18 Februari 2005 pada sebuah konferensi pers di Banda Aceh, mengatakan kekhawatirannya terhadap penyakit menular campak karena dapat menyebar ke daerah lain, diperkirakan tingkat imunisasi campak di Aceh adalah sekitar 70%, sedangkan cakupan yang diperlukan untuk mencegah penyebarannya secara efektif adalah 90-95% (www.kalbefarma.com.2005).

Berdasarkan penjelasan dari Petugas P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, masih tingginya kasus campak tersebut disebabkan oleh perilaku masyarakat itu sendiri yang kurang aktif dalam program pemberantasan penyakit campak, antara lain masyarakat tersebut tidak ikut dalam pemberian imunisasi yang dilakukan secara rutin di Posyandu 1 bulan sekali. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit campak, persepsi masyarakat tentang penyakit campak, kurangnya keyakinan masyarakat dan menolak diberikannya imunisasi pada anaknya karena takut anaknya menjadi sakit setelah diimunisasi .


(22)

masyarakat menjadi faktor yang menentukan terjangkitnya seseorang akan penyakit campak, karena dengan tidak ikutnya masyarakat untuk diimunisasi akan mengakibatkan rendahnya cakupan imunisasi sehingga hal ini akan meningkatkan kasus campak. Demi berhasilnya program ini, maka dituntut partisipasi masyarakat, dengan berbagai karakteristik yang ada di masyarakat, seperti pengertian, sikap, kepercayaan, pengetahuan, pendidikan, sosial ekonomi, budaya masyarakat yang ada di daerah tersebut . Partisipasi disini diartikan sebagai keikutsertaan seseorang atau kelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Wujud dari keikutsertaan tersebut adalah perilaku tertentu yang positif dalam pencapaian tujuan kegiatan (Depkes RI, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Green, mengemukakan analisisnya bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor yaitu : faktor-faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, keyakinan, sikap, kepercayaan, budaya, nilai-nilai dan sebagainya yang ada di dalam masyarakat tersebut ; faktor-faktor pendukung yang meliputi lingkungan fisik (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas), untuk menunjang seseorang bertindak atau berperilaku ; dan faktor-faktor pendorong yang meliputi dalam sikap, perilaku, pengetahuan, keahlian para petugas dalam melayani kesehatan di masyarakat.

Dari berbagai permasalahan di atas, serta adanya dukungan dari beberapa teori, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam imunisasi campak adalah faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi), pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan) dan pendorong (Tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama, dan tindakan petugas imunisasi) sehingga


(23)

mengakibatkan rendahnya cakupan imunisasi campak dan masih tingginya kasus campak di Kabupaten Aceh Besar. Hal ini perlu untuk dibuktikan kebenarannya, baik teori maupun permasalahan tersebut.


(24)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh faktor perilaku masyarakat (predisposisi, pendukung, pendorong) terhadap perolehan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007”.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor perilaku masyarakat (predisposisi, pendukung dan pendorong) terhadap perolehan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007”.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor perilaku masyarakat (predisposisi, pendukung, pendorong) terhadap perolehan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007”.

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar mengenai sejauh mana pengaruh faktor perilaku masyarakat (faktor predisposisi, pendukung dan pendorong) terhadap perolehan imunisasi campak, sehingga dapat mengambil suatu kebijakan dengan membuat program yang sesuai untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan menurunkan jumlah kasus campak.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003) .

2.2.1. Perilaku Kesehatan (Notoatmodjo, 2003)

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.


(26)

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek :

a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan, atau Sering Disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mecari pengobatan keluar negeri.


(27)

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan yaitu :

a. Perilaku hidup sehat

Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.

b. Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role).


(28)

2.1.2. Domain Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) yaitu :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang besifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultance antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni : a) kognitif (cognitive), b) afektif (affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :


(29)

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

a. Proses Adopsi Perilaku

Dalam penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang melalui sejumlah tahapan yang disebut tahapan putusan inovasi, yaitu :

1) Tahapan pengetahuan, dalam tahap ini seseorang sadar dan tahu adanya inovasi 2) Tahap bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang

membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya

3) Tahap putusan, dalam tahap ini seseorang membuat putusan menerima atau menolak inovasi tersebut

4) Tahap implementasi, dalam tahap ini seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya

5) Tahap pemastian, yaitu dimana seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya itu (Rogers dan Everett, 1983).

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku


(30)

itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat


(31)

diartikan seabgai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


(32)

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb (dalam Notoatmodjo, 2003), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.


(33)

a. Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap mempunyai 3 komponen pokok. Yaitu :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya seorang ibu telah mendengar tentang penyakit campak (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena campak. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena campak. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit campak.

b. Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 1993)


(34)

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap imunisasi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang imunisasi.

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi membawa anaknya ke posyandu untuk imunisasi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau mengimunisasikan anaknya, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau suaminya.


(35)

c. Praktek atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan.

1) Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat petama.

2) Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3) Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.


(36)

4) Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. Campak 2.2.1. Definisi

Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis dan ruam kulit. Cara penularan dengan droplet dan kontak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2 - 4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada (Behrman dkk, 2000).

2.2.2. Penyebab

Campak disebabkan oleh virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan dan kontak langsung dengan penderita campak. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).

Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah : - Anak berumur lebih dari 1 tahun


(37)

- Remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua (Chaudhry dan Harvey, 2001).

Saat ini ada tiga genotip virus campak di Indonesia, yaitu D9, G3 dan G2. Dengan adanya tiga genotip virus campak di Indonesia tersebut, maka seorang anak yang sudah pernah menderita campak, dapat menderita campak lagi apabila terinfeksi virus campak dengan genotip yang berbeda (Lib.unair.ac.id.go).

2.2.3. Gejala Klinis

Masa tunas 10 - 20 hari. Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium yaitu : 1. Stadium Kataral (Prodomal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4 - 5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotophobia, konjungtivitis. Menjelang akhir staium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis gambaran penyakit menyurupai influlensa dan sering di diagnosis sebagai influlensa.

2. Stadium Erupsi.

Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertati meningkatnya suhu badan. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke tiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya.


(38)

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala pathognomonik untuk morbili. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi

(Behrman dkk, 2000).

2.2.4. Komplikasi

Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak (FK UI, 1985):

1. Infeksi bakteri - Pneumonia

- Infeksi telinga tengah

2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga penderita mudah mengalami perdarahan.

3. Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1.000 – 2.000 kasus.

2.2.5. Pencegahan

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun (Depkes RI, 1990).


(39)

2.2.6. Tahapan Pemberantasan Campak

Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.(Depkes RI, 2006).

a. Tahap Reduksi

Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap 1) Tahap pengendalian campak.

Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4-8 tahun.

2) Tahap pencegahan KLB.

Pada tahap ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB relatif lebih panjang.

b. Tahap Eliminasi

Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptable) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.


(40)

c. Tahap Eradikasi

Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.

Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu :

1. Imunisasi rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak Sekolah Dasar Kelas 1 (belum dilaksanakan secara nasional) dan imunisasi tambahan atau suplemen.

2. Surveilans campak.

3. Penyelidikan dan penanggulangan KLB. 4. Manajemen kasus.

5. Pemeriksaan laboratorium.

Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak terlaporkan, pemantauan dini (SKD-KLB) campak pada desa-desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta ikut berkontribusi melaporkan bila menemukan campak (Depkes RI, 2005).


(41)

2.3. Imunisasi

Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh (Djauzi dan Sundaru, 2003).

Kuman disebut antigen. Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkenapun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal (Depkes RI, 1990).

Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio, campak dan lain-lain. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan (Djauzi dan Sundaru, 2003). Setiap tahun di seluruh dunia, ratusan ibu, anak-anak dan dewasa meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi


(42)

2.3.3. Tujuan Imunisasi

Untuk mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh wabah yang sering berjangkit. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kematian bayi (Depkes RI, 1990).

2.3.4. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi (Depkes RI, 1990) adalah : 1. Untuk anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

2. Untuk keluarga

Menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga kecil apabila si orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak dengan aman.

3. Untuk negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara, memperbaiki citra bangsa Indonesia diantara segenap bangsa di dunia.

2.4. Landasan Teori

Green (1980), mengemukakan bahwa derajat kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Perilaku itu sendiri diwujudkan menjadi 3 faktor :


(43)

a. Faktor-faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, keyakinan, sikap, kepercayaan, budaya, nilai-nilai dan sebagainya yang ada di dalam masyarakat tersebut.

b. Faktor-faktor pendukung yang meliputi lingkungan fisik (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas), untuk menunjang seseorang bertindak atau berperilaku.

c. Faktor-faktor pendorong yang meliputi dalam sikap, perilaku, pengetahuan, keahlian para petugas dalam melayani kesehatan di masyarakat.

Sumber :

Predisposing factors - Attitudes

- Beliefs - Values

Enabling factors - Skills - Availability - Accessibility - Referrals

Reinforcing factors Support from family, peers, teachers, employers, health providers

Behavioral causes

Motivation Facilitation Reinforcement

Sumber : Green LW,1994 : Community Health, Seventh Edition, Mosby Year Book, Inc, United Stateds of America.

Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit campak, diperlukan partisipasi masyarakat yang merupakan kunci keberhasilan, yang dapat juga diartikan sebagai keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Wujud dari keikutsertaan dimaksud tentu saja adalah perilaku tertentu, yang positif bagi pencapaian tujuan kegiatan (Depkes RI, 2006).


(44)

Kebijakan Pemerintah dalam menentukan suatu kegiatan, jarak fasilitas pelayanan kesehatan, sarana prasarana, pembiayaan, begitu juga halnya dengan sikap, perilaku, keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat (Depkes, 1999).


(45)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

A. Faktor Predisposisi

- Pendidikan

- Ekonomi

- Kepercayaan

- Pengetahuan

- Sikap

Perolehan imunisasi campak

B. Faktor Pendukung

- Jarak fasilitas pelayanan kesehatan

C. Faktor Pendorong

- Tindakan tokoh masyarakat

- Tindakan tokoh agama


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Explanatory Research. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi) faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan) dan faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama dan tindakan petugas imunisasi) terhadap perolehan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar tahun 2007.

3.2. Lokasi dan waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan alasan :

1. Kabupaten Aceh Besar menduduki peringkat ke tiga di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam hal banyaknya kasus campak dan rendahnya cakupan imunisasi campak.

2. Pada wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro cakupan imunisasi campak menunjukkan persentase terendah dibandingkan Puskesmas lain yaitu 47,4 %.

3.2.2 Waktu Penelitian

30 Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan Juli 2007.


(47)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua orang tua yang mempunyai bayi (6–12 bulan) yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar . Adapun jumlah populasi tersebut adalah 280 orang.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2005). Tehnik sampling dalam penelitian ini adalah simple random sampling ( sampel acak sederhana), yaitu setiap anggota dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Lemmeshow, 1997). Teknik pengambilam sampel acak sederhana dalam penelitian ini dengan mengundi anggota populasi (lottery technique) atau teknik undian.

Langkah-langkah dalam pengambilan sampel dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan daftar subjek yaitu daftar nama ibu/bapak yang mempunyai bayi yang didapat di Puskesmas.

2. Memberi nomor urut subjek anggota populasi, penomoran dilakukan sesuai alphabet nama.

3. Menyiapkan potongan kertas

4. Menulis nama dan nomor dari masing-masing anggota populasi


(48)

Besar sampel dalam penelitian di hitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis satu sampel (Lemeshow, 1997).

n =

{

2

}

2 ) ( ) 1 ( 1 ) 1 ( 1 Po Pa Pa Pa Z Po Po Z − − − + −

−α β

Keterangan :

n = Besar sampel

= 5 % = 0,05 maka Z1 - = 1,645

Po = cakupan imunisasi Puskesmas Kuta Baro 47,4 % Pa = 57,4 %

Power (kekuatan uji) = 90 % ( = 10 %), maka Zõ - = 1,282

Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti sebesar 211 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 1. Data primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari ibu dan bapak yang mempunyai bayi dengan bertanya langsung pada ibu dan bapak dengan menggunakan kuesioner. Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji validitas dan reliabilitas di lokasi yang berbeda dari lokasi penelitian, tujuannya adalah untuk mengetahui apakah kuesioner tentang variabel independen yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi), faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan), faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama, tindakan petugas imunisasi), variabel dependen (perolehan imunisasi campak) yang disusun mampu


(49)

mengukur apa yang hendak diukur. Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Variabel Butir

pertanyaan

Corrected Item Total Correlation

Status Cronbach’s

Alpha

1 0.926 Valid

2 0.653 Valid

3 0.769 Valid

4 0.843 Valid

5 0.883 Valid

6 0.672 Valid

7 0.724 Valid

8 0.880 Valid

9 0.786 Valid

X1

(Pengetahuan)

10 0.745 Valid

0,982 (reliabel)

1 0.961 Valid

2 0.880 Valid

3 0.897 Valid

4 0.925 Valid

5 0.891 Valid

6 0.882 Valid

7 0.828 Valid

8 0.843 Valid

9 0.702 Valid

X2 (Sikap)

10 0.926 Valid

0,982 (reliabel)

1 0.925 Valid

2 0.828 Valid

3 0.880 Valid

4 0.702 Valid

X3

(Kepercayaan)

5 0.780 Valid

0,982 (reliabel)

1 0.930 Valid

2 0.859 Valid

3 0.710 Valid

4 0.930 Valid

X4

(Jarak fasilitas pelayanan

0,941 (reliabel)


(50)

Variabel Butir pertanyaan

Corrected Item Total Correlation

Status Cronbach’s

Alpha

1 0.891 Valid

2 0.970 Valid

3 0.970 Valid

4 0.891 Valid

X5

(Tindakan tokoh masyarakat)

5 0.970 Valid

0,983 (reliabel)

1 0.891 Valid

2 0.970 Valid

3 0.807 Valid

4 0.891 Valid

X6

(Tindakan tokoh agama)

5 0.717 Valid

0,983 (reliabel)

1 0.788 Valid

2 0.970 Valid

3 0.970 Valid

4 0.788 Valid

X7

(Tindakan petugas imunisasi)

5 0.807 Valid

0,983 (reliabel)

1 0.943 Valid

2 0.914 Valid

3 0.735 Valid

4 0.668 Valid

X8

(Perolehan imunisasi campak)

5 0.889 Valid

0,932 (reliabel)

Berdasarkan Tabel 3.2. di atas diketahui butir-butir pertanyaan untuk variabel independen yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi), faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan), faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama, tindakan petugas imunisasi) dan variabel dependen yaitu perolehan imunisasi campak, butir pertanyaan tersebut valid karena nilainya lebih besar dari r-tabel serta reliabel (memenuhi persyaratan). Dengan demikian kuesioner tersebut layak digunakan sebagai alat ukur pada penelitian ini. 2. Data sekunder


(51)

Data sekunder diperoleh dari Posyandu dan Puskesmas Kuta Baro serta sumber lainnya.

3.5. Variabel dan Definisi Operasioanl Jenis Variabel :

1. Variabel Dependen (variabel terikat) : perolehan imunisasi campak

2. Variabel Independen (variabel bebas) : faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi), faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan), faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama, dan tindakan petugas imunisasi).

Definisi Operasional

1. Perolehan imunisasi campak adalah suatu keadaan yang menggambarkan status imunisasi campak pada bayi responden.

2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang penyakit campak dan imunisasi campak.

3. Sikap adalah kesiapan/kesediaan responden dalam peran serta program imunisasi campak.

4. Kepercayaan adalah keyakinan responden dalam bentuk tindakan dalam program imunisasi campak.

5. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang dicapai oleh responden dikelompokkan dalam kategori ; a) SD, b) SLTP/MTsn, c) SLTA/MAN, d) Akademi/Perguruan tinggi.


(52)

6. Sosial ekonomi adalah penghasilan atau posisi ekonomi masyarakat atau keluarga yang dihitung dalam sebulan menurut upah minimum pekerja (UMP) kabupaten, dan dapat dikelompokkan dalm kategori ; a) ≤ Rp.850.000,-, b) Rp. 851.000,- - Rp. 1.000.000,-, c) > Rp. 1.000.000,-.

7. Jarak fasilitas pelayanan kesehatan yaitu kemudahan untuk mencapai lokasi atau keterjangkauan untuk mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.

8. Tindakan tokoh masyarakat yaitu setiap tindakan tokoh masyarakat dalam program imunisasi campak

9. Tindakan tokoh agama yaitu setiap tindakan tokoh agama dalam program imunisasi campak.

10.Tindakan petugas imunisasi yaitu setiap tindakan petugas imunisasi dalam melayani masyarakat dalam program imunisasi campak

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Variabel Bebas (Independen)

Aspek pengukuran variabel bebas adalah : faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan, ekonomi), faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan), faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama, dan tindakan petugas imunisasi). Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(53)

No Nama Variabel Jumlah

Indikator Bobot Nilai

Bobot Nilai Variabel

Seluruh Indikator

Kategori Alat

ukur

Skala Ukur

1. Pengetahuan 10 Bila menjawab a

Bila menjawab b Bila menjawab c

3 2 1

21 – 30 11- 20 10 Baik Kurang baik Tidak baik Kuesioner Ordinal

2. Sikap 10 Bila menjawab a

Bila menjawab b Bila menjawab c

3 2 1

21 – 30 11- 20 10 Setuju Kurang setuju Tidak setuju Kuesioner Ordinal

3 Kepercayaan 5 Bila menjawab a

Bila menjawab b Bila menjawab c

3 2 1

11 - 15 6 - 10

5

Percaya Kurang percaya Tidak percaya

Kuesioner Ordinal

4. Pendidikan a) Tinggi

b) Sedang c) Rendah

Kuesioner Ordinal

5. Sosial Ekonomi a) Tinggi

b) Sedang c) Rendah

Kuesioner Ordinal

6. Jarak fasilitas kesehatan

5 Bila menjawab a

Bila menjawab b 2 1

6 - 10 5

Dekat Jauh

Kuesioner Ordinal 7. Tindakan tokoh

masyarakat

5 Bila menjawab a

Bila menjawab b 2 1

6 - 10 5

Baik Kurang baik

Kuesioner Ordinal 8. Tindakan tokoh

agama

5 Bila menjawab a

Bila menjawab b 2 1

6 – 10 5

Baik Kurang baik

Kuesioner Ordinal 9. Tindakan petugas

imunisasi

5 Bila menjawab a

Bila menjawab b 2 1

6 – 10 5

Baik Kurang baik

Kuesioner Ordinal Keterangan

1. Variabel Pengetahuan

Untuk mengetahui pengetahuan tentang imunisasi campak didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel pengetahuan yaitu ; a) Baik, diberi nilai 3 (tiga), b) Kurang baik diberi nilai 2 (dua), c) Tidak baik diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 10 x 3 = total nilai 30, rentang nilai baik, antara 21 – 30


(54)

2. “Kurang baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 10 x 2 = total nilai 20, rentang nilai kurang baik, antara 11 – 20

3. “Tidak baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 10 x 1 = total nilai 10, nilai tidak baik = 10

Pertanyaan untuk pengetahuan no 1 s/d 10 (Arikunto S, 2005).

2. Variabel Sikap

Untuk mengetahui sikap responden terhadap partisipasi dalam program imunisasi campak didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel

sikap yaitu ; a) Setuju, diberi nilai 3 (tiga), b) Kurang setuju diberi nilai 2 (dua), c) Tidak setuju diberi nilai 1 (satu).


(55)

Maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. “Setuju”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 10 x 3 = total nilai 30, rentang nilai setuju, antara 21 – 30

2. “Kurang setuju”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 10 x 2 = total nilai 20, rentang nilai kurang setuju, antara 11 – 20

3. “Tidak setuju”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 10 x 1 = total nilai 10, nilai tidak setuju = 10.

Pertanyaan untuk sikap no 1 s/d 10 (Arikunto S, 2005).

3. Variabel Kepercayaan

Untuk mengetahui kepercayaan responden terhadap program imunisasi campak didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel kepercayaan yaitu ; a) Percaya, diberi nilai 3 (tiga), b) Kurang percaya, diberi nilai 2 (dua), c) Tidak percaya, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut

1. “Percaya”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 3 = total nilai 15, rentang nilai baik, antara 11 – 15

2. “Kurang percaya”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 2 = total nilai 10, rentang nilai baik, antara 6 – 10

3. “Tidak percaya”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 1 = total nilai 5, nilai baik = 5.


(56)

Untuk mengetahui pendidikan responden didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel pendidikan yaitu sebagai berikut :

a. Tinggi, jika pendidikan responden akademi/perguruan tinggi b. Sedang, jika pendidikan SLTA/MAN

c. Rendah, jika pendidikan SD - SLTP/MTSn

5. Variabel Sosial Ekonomi

Untuk mengetahui sosial ekonomi responden didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel social ekonomi yaitu sebagai berikut :

a. Tinggi, jika penghasilan responden > Rp. 1.000.000,-

b. Sedang, jika penghasilan responden Rp. 851.000,- - Rp. 1.000.000,- c. Rendah, jika penghasilan responden ≤ Rp. 850.000,-

6. Variabel Jarak Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Untuk mengetahui jarak fasilitas pelayanan kesehatan didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel jarak fasilitas pelayanan kesehatan yaitu ; a) Dekat, diberi nilai 2 (dua), b) Jauh diberi nilai 1 (satu),


(57)

Maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. “Dekat”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 2 = total nilai 10, rentang nilai dekat antara 6 - 10.

2. “Jauh”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 1 = total nilai 5, nilai jauh = 5. Pertanyaan untuk jarak fasilitas pelayanan kesehatan no 1 - 5 (Arikunto S, 2005).

7. Variabel Tindakan Tokoh Masyarakat

Untuk mengetahui tindakan tokoh masyarakat terhadap program imunisasi campak didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel tindakan tokoh masyarakat yaitu ; a) Baik, diberi nilai 2 (dua), b) Kurang baik diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 2 = total nilai 10, rentang nilai baik, antara 6 – 10

2. “Kurang baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 1 = total nilai 5, nilai kurang = 5.


(58)

8. Variabel Tindakan Tokoh Agama

Untuk mengetahui tindakan tokoh agama terhadap program imunisasi campak didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel tindakan tokoh agama yaitu ; a) Baik, diberi nilai 2 (dua), b) Kurang baik diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 2 = total nilai 10, rentang nilai baik, antara 6 – 10.

2. “Kurang baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 1 = total nilai 5, nilai kurang = 5.

Pertanyaan untuk tindakan tokoh agama no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).

9. Variabel Tindakan Petugas Imunisasi

Untuk mengetahui tindakan petugas imunisasi terhadap program imunisasi campak didasarkan pada skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel tindakan petugas imunisasi yaitu ; a) Baik, diberi nilai 2 (dua), b) Kurang baik diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 2 = total nilai 10, rentang nilai baik, antara 6 - 10

2. “Kurang baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 1 = total nilai 5, nilai kurang = 5


(59)

3.6.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel terikat adalah perolehan imunisasi campak, diukur dari perolehan imunisasi dan ketepatan imunisasi campak pada bayi.

Untuk mengetahui perolehan imunisasi campak didasarkan pada skala interval dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal untuk tiap-tiap kategori dari aspek variabel perolehan imunisasi campak yaitu : a) Tinggi diberi nilai 2 (dua), b) Rendah diberi nilai 1 (satu), maka penilaian kategori tersebut adalah sebagai berikut

1. “Tinggi”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 2 = total nilai 10, rentang nilai Imunisasi, antara 6 - 10.

2. “Rendah”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu : 5 x 1 = total nilai 5, nilai tidak imunisasi = 5

Pertanyaan untuk perolehan imunisasi campak no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).

3.7. Metode Analisis Data

Data primer dan sekunder yang telah diperoleh dianalisis melalui proses pengolahan data yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Editing, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan atau

kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi.

2. Coding, pemberian kode dan skorsing pada tiap jawaban untuk memudahkan proses

entry data


(60)

4. Cleaning, sebelum analisis data dilakukan pengecekan dan perbaikan terhadap data yang sudah masuk

5. Analisa data, diperoleh dengan beberapa uji statistik memakai bantuan program komputer.

Analisa data dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Analisa Univariat

Tujuan analisis ini untuk melihat gambaran dan karakteristik setiap variabel independen dan variabel dependen.

2. Analisa Bivariat

Tujuan analisis ini untuk menjelaskan hubungan dua variabel yaitu antara variabel independen yang diduga kuat mempunyai hubungan bermakna dengan variabel dependen, dengan menggunakan derajat kepercayaan 90%. Bila P < 0.05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan).

3. Analisa Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel independen mana yang paling berperan berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam imunisasi campak. Tehnik analisa data yang digunakan adalah uji statistik Regresi Linier Berganda.


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Kuta Baro merupakan salah satu kecamatan dalam Kabupaten Aceh Besar Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang berbatasan sebelah timur dengan Kecamatan Ingin Jaya, sebelah barat dengan Kecamatan Krueng Barona Jaya, sebelah Utara dengan Kecamatan Montasik, dan sebelah selatan dengan Kecamatan Ingin Jaya (BPS Aceh Besar, 2005).

Puskesmas Kuta Baro terletak di Desa Lambro Bileu Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar dengan jarak 55 km dari Ibukota Kabupaten Aceh Besar yaitu Jantho, dengan luas wilayah 140,33 km2. Kecamatan Kuta Baro terdiri dari 54 desa dengan jumlah penduduk 21.155 jiwa terdiri dari 10.634 jiwa laki-laki dan 10.521 jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 4765 KK. Desa yang paling dekat jaraknya ke Puskesmas Kuta Baro adalah Desa Lampu’uk yaitu 0,25 km dan desa yang paling jauh jaraknya ke Puskesmas Kuta Baro adalah Desa Cot Lam Me yaitu 7 km (BPS Aceh Besar, 2005).

Sarana-sarana pendukung Puskesmas Kuta Baro adalah 1 buah bangunan Puskesmas, 5 buah Puskesmas pembantu, 56 buah Posyandu, 6 buah Polindes dan 1 buah ambulance sebagai Puskesmas Keliling yang memberi pelayanan ke desa-desa serta membawa pasien rujukan ke rumah sakit (Profil Puskesmas Kuta Baro, 2006).


(62)

Pelaksanaan imunisasi di Kecamatan Kuta Baro dilakukan mulai dari Posyandu, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas. Imunisasi dilakukan oleh juru imunisasi yang berjumlah 3 orang di Puskesmas. Pada Puskesmas Pembantu jumlah tenaga imunisasi adalah sebanyak 32 orang untuk seluruh Puskesmas Pembantu yang ada di Kecamatan Kuta Baro, imunisasi dilakukan oleh semua petugas yang ada di Puskesmas Pembantu tersebut dan di Posyandu pelaksanaan imunisasi dilakukan oleh Bidan Desa yang ada di desa tersebut. Kader merupakan salah satu tenaga yang sangat dibutuhkan terutama dalam pelaksanaan posyandu yang dilakukan sebulan sekali di setiap desa. Peran kader dalam hal ini cukup penting seperti mengingatkan masyarakat jadwal Posyandu dan mengajak masyarakat untuk datang ke Posyandu. Jumlah kader di Kecamatan Kuta Baro adalah sebanyak 396 kader (Profil Puskesmas Kuta Baro, 2006)

4.2. Analisis Univariat

Analisis Univariat yaitu untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari variabel yang diteliti baik variabel independen maupun variabel dependen yang meliputi faktor predisposisi (pendidikan, ekonomi, kepercayaan, pengetahuan, dan sikap), faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan), faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama dan tindakan petugas imunisasi) dan perolehan imunisasi campak.


(63)

4.2.1 Faktor Predisposisi 4.2.1.1.Pendidikan

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Pendidikan

No. Pendidikan Frekuensi ( %)

1. 2. 3. Rendah Sedang Tinggi 39 134 38 18,5 63,5 18

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa hanya 18% responden yang memiliki pendidikan dengan kategori tinggi, sedangkan yang terbanyak adalah pendidikan dengan kategori sedang yaitu sedang yaitu 63,5 %.

4.2.1.2. Ekonomi

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Ekonomi

No. Ekonomi Frekuensi ( %)

1. 2. 3. Rendah Sedang Tinggi 73 79 59 34,6 37,4 28,0

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa responden dengan ekonomi kategori tinggi hanya 28,0% dan responden dengan ekonomi kategori rendah 34,6%.


(64)

4.2.1.3.Kepercayaan

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Kepercayaan

No. Kepercayaan Frekuensi ( %)

1. 2. 3. Tidak percaya Kurang percaya Percaya 90 77 44 42,7 36,5 20,9

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa hanya 20,9% responden yang percaya terhadap imunisasi campak yang dapat memberikan kekebalan terhadap penyakit campak. Hampir sebagian besar yaitu 42,7% responden tidak percaya terhadap imunisasi campak.

4.2.1.4.Pengetahuan

Tabel 4.4.

Distribusi Frekuensi Pengetahuan

No. Pengetahuan Frekuensi ( %)

1. 2. 3. Tidak baik Kurang baik Baik 38 63 110 18,0 29,9 52,1

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa responden dengan pengetahuan kategori baik adalah yang paling dominan yaitu sebesar 52,1% sedangkan responden dengan pengetahuan kategori tidak baik hanya 18,0%.


(65)

4.2.1.5. Sikap

Tabel 4.5.

Distribusi Frekuensi Sikap

No. Sikap Frekuensi ( %)

1. 2. 3.

Tidak setuju Kurang setuju Setuju

29 77 105

13,7 36,5 49,8

Jumlah 211 100,0

Dari tabel.4.5 dapat dilihat bahwa sikap responden kategori setuju terhadap program imunisasi campak sebesar 49,8% sedangkan yang tidak setuju hanya 13,7%.

4.2.2. Faktor Pendukung

4.2.2.1.Jarak fasilitas pelayanan kesehatan Tabel 4.6.

Distribusi Frekuensi Jarak Fasilitas Pelayanan Kesehatan No. Jarak fasilitas

pelayanan kesehatan Frekuensi ( %)

1. 2.

Jauh Dekat

76 135

36,0 64,0

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar (64,0%) responden menempuh jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan kategori dekat, sedangkan responden dengan kategori jauh hanya 36%.


(66)

4.2.3. Faktor Pendorong

4.2.3.1. Tindakan tokoh masyarakat

Tabel 4.7.

Distribusi Frekuensi Tindakan Tokoh Masyarakat No. Tindakan tokoh

masyarakat Frekuensi ( %)

1. 2.

Kurang baik Baik

71 140

33,6 66,4

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar (66,4%) responden berpendapat tindakan tokoh masyarakat dengan kategori baik, sedangkan responden yang berpendapat tindakan tokoh masyarakat kategori kurang baik hanya 33,6%.

4.2.3.2.Tindakan tokoh agama

Tabel 4.8.

Distribusi Frekuensi Tindakan Tokoh Agama No. Tindakan tokoh

agama Frekuensi ( %)

1. 2.

Kurang baik Baik

95 116

45,0 55,0

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.8 di atas dapat dilihat bahwa responden yang berpendapat tindakan tokoh agama kategori baik sebesar 55,0% sedangkan kategori kurang baik sebesar 45,0%.


(67)

4.2.3.3.Tindakan petugas imunisasi

Tabel 4.9.

Distribusi Frekuensi Tindakan Petugas Imunisasi No. Tindakan petugas

imunisasi Frekuensi ( %)

1. 2..

Kurang baik Baik

85 126

40,3 59,7

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berpendapat tindakan petugas imunisasi kategori baik yaitu 59,7% sedangkan kategori kurang baik 40,3%.

4.2.4. Perolehan imunisasi campak

Tabel 4.10.

Distribusi Frekuensi Perolehan Imunisasi Campak No. Perolehan

imunisasi campak Frekuensi ( %)

1. 2.

Rendah Tinggi

80 131

37,9 62,1

Jumlah 211 100,0

Dari tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dengan perolehan imunisasi campak kategori tinggi yaitu 62,1% sedangkan kategori rendah hanya 37,9%.


(68)

4.3.Analisa Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh masing masing variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun variabel independen adalah faktor predisposisi (pendidikan, ekonomi, kepercayaan, pengetahuan, dan sikap), faktor pendukung (jarak fasilitas pelayanan kesehatan), dan faktor pendorong (tindakan tokoh masyarakat, tindakan tokoh agama, tindakan petugas imunisasi) sedangkan variabel dependen adalah perolehan imunisasi campak.

4.3.1. Pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, ekonomi, kepercayaan, pengetahuan, dan sikap) terhadap perolehan imunisasi campak

Tabel 4.11.

Distribusi Faktor Predisposisi Dan Perolehan Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro

Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

Perolehan Imunisasi Campak

Rendah Tinggi Total

No. Faktor Predisposisi

n % n % n % X ( p Value) Pendidikan - Rendah - Sedang - Tinggi 23 49 8 59,0 36,6 21,1 16 85 30 41,0 63,4 78,9 39 134 38 100,0 100,0 100,0 1.

T o t a l 80 37,9 131 62,1 211 100,0

12,041 ( 0,002)* Ekonomi - Rendah - Sedang - Tinggi 36 29 15 49,3 36,7 25,4 37 50 44 50,7 63,3 74,6 73 79 59 100,0 100,0 100,0 2.

T o t a l 80 37,9 131 62,1 211 100,0

7,990 ( 0,018)*

Kepercayaan - Tidak Percaya - Kurang Percaya - Percaya 33 29 18 36,7 37,7 40,9 57 48 26 63,3 62,3 59,1 90 77 44 100,0 100,0 100,0 3.

T o t a l 80 37,9 131 62,1 211 100,0

0,229 ( 0,892)


(69)

Perolehan Imunisasi Campak

Rendah Tinggi Total

No. Faktor Predisposisi

n % n % n % X ( p Value) Pengetahuan

- Tidak Baik - Kurang Baik - Baik 21 26 33 55,3 41,3 30,0 17 37 77 44,7 58,7 70,0 38 63 110 100,0 100,0 100,0 4.

T o t a l 80 37,9 131 62,1 211 100,0

8,087 ( 0,018)*

Sikap

- Tidak Setuju - Kurang Setuju - Setuju 17 30 33 58,6 39,0 31,4 12 47 72 41,4 61,0 68,6 29 77 105 100,0 100,0 100,0 5.

T o t a l 80 37,9 131 62,1 211 100,0

7,194 ( 0,027)*

4.3.1.1. Pengaruh pendidikan terhadap perolehan imunisasi campak

Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah pendidikan dengan kategori sedang yaitu 134 orang dan memperoleh imunisasi campak tinggi yaitu 85 orang (63,4%). Sedangkan responden dengan pendidikan kategori tinggi mendapatkan perolehan imunisasi campak tinggi yaitu 30 orang (78,9%).

Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p) lebih kecil dari (0,002 < 0,05) berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan terhadap perolehan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Kuta Baro Kecamatan Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar 2007.


(1)

a. Setuju b. Kurang setuju

c. Tidak setuju (alasanya ……….)

7. Apakah ibu/bapak setuju anak sedang menderita batuk diimunisasi campak ? a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju (alasanya ……….) 8. Apakah ibu/bapak setuju anak sedang menderita pilek diimunisasi campak ?

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju (alasanya ……….) 9. Apakah ibu/bapak setuju anak sedang menderita mutah diimunisasi campak ?

a. Setuju

b. Kurang setuju

c. Tidak setuju (alasanya ……….)

10.Bagaimana pendapat ibu/bapak jika anak setelah diimunisasi campak akan menderita demam ringan akibat reaksi dari obat?

a. Setuju

b. Kurang setuju c. Tidak setuju

C. Kepercayaan

1. Apakah ibu/bapak percaya bahwa campak itu disebabkan oleh ?. a. Percaya

b. Kurang percaya c. Tidak percaya

2. Apakah ibu/bapak percaya bahwa penyakit campak dapat dicegah dengan imunisasi ?.


(2)

3. Apakah ibu/bapak percaya jika anak menderita penyakit campak diobati secara tradisional atau ke dukun ?

a. Tidak Percaya b. Kurang percaya c. Percaya

4. Apakah ibu/bapak percaya bahwa imunisasi campak akan menyebabkan anak menjadi sakit ?

a. Tidak percaya b. Kurang percaya c. Percaya

5. Apakah ibu/bapak percaya bahwa imunisasi campak akan menyebabkan anak menjadi cacat ?

a. Tidak percaya b. Kurang percaya c. Percaya

II. Faktor pendukung

D. Jarak Fasilitas Pelayanan Kesehatan

1. Berapa jarak rumah ibu/bapak dengan puskesmas ? a. Kurang dari 1 Km

b. Lebih dari 1 Km

2. Berapa jarak rumah ibu/bapak dengan posyandu ? a. Kurang dari 1 Km

b. Lebih dari 1 Km

3. Apakah ke tempat pelayanan imunisasi diperlukan biaya untuk alat transportasi ? a. Tidak


(3)

b. Tidak

5. Apakah jika ke Puskesmas ibu/bapak menggunakan alat transportasi ? a. Tidak

b. Ya

III. Faktor Pendorong

E. Tindakan tokoh masyarakat

1. Apakah dalam melaksanakan imunisasi campak ibu/bapak mendapat anjuran dari tokoh masyarakat (camat, keucik, sekdes dan lain-lain ) ?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah dalam melaksanakan imunisasi campak ibu/bapak mendapat ancaman dari tokoh masyarakat ?

a. Tidak b. Ya

3. Apakah dalam melaksanakan imunisasi campak ibu/bapak mendapat larangan dari tokoh masyarakat ?

a. Tidak b. Ya

4. Apakah ada tokoh masyarakat (ibu kecik) yang memberikan batuan berupa uang/makanan dalam pelaksanaan imunisasi campak?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah ada tokoh masyarakat (ibu camat) yang memberikan batuan berupa uang/makanan dalam pelaksanaan imunisasi campak?

a. Ya b. Tidak


(4)

1. Apakah dalam melaksanakan imunisasi campak ibu/bapak mendapat anjuran dari tokoh agama (Imam ,tengku ) ?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah dalam melaksanakan imunisasi campak ibu/bapak mendapat ancaman dari tokoh agama ?

a. Tidak

b. Ya

3. Apakah dalam kegiatan agama (maulid, isra’ mi’raj dll) tokoh agama menyampaikan pesan-pesan imunisasi ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah dalam acara wirid, tokoh agama (ustazah) menyampaikan pesan-pesan imunisasi ?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah dalam pengajian, tokoh agama (ustazah) menyampaikan pesan-pesan imunisasi ?

a. Ya b. Tidak

G. Tindakan Petugas Imunisasi

1. Apakah ibu/bapak pernah mendapat penyuluhan tentang imunisasi campak dari petugas imunisasi campak ?

a. Ya


(5)

b. Tidak

3. Apakah petugas kesehatan pernah mengunjungi rumah ibu/bapak untuk memberikan penjelasan tentang manfaat imunisasi camapak ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah petugas kesehatan bersikap ramah dan sopan dalam melayani imunisasi a. Ya

b. Tidak

5. Apakah setiap ibu/bapak datang ketempat pelayanan imunisasi capak langsung dilayani dengan segera oleh petugas ?

a. Ya b. Tidak

IV. Perolehan Imunisasi Campak

1. Apakah semua anak ibu/bapak mendapatkan imunisasi campak a. Ya, semua anak mendapat imunisasi campak

b. Tidak semua anak mendapat imunisasi campak c. Semua anak tidak mendapat imunisasi campak


(6)

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak

3. Pada Umur berapa anak ibu/bapak mendapat imunisasi campak (lihat KMS) a. 6 - 9 bulan

b. 10 – 12 bulan c. Diatas 1 tahun

4. Bila ibu/bapak terlambat memberikan imunisasi campak pada anak, apa yang ibu bapak lakukan

a. Langsung membawa ke Puskesmas untuk segera diimunisasi b. Meminta saran ke petugas kesehatan

c. Mendiamkan saja

5. Apabila anak ibu/bapak sedang menderita menceret/muntah/batuk dan pilek apakah ibu/ bapak tetap mengimunisasikan anak ?

a. Ya

b. Tidak, menunggu anak sembuh dari sakit c. Tidak sama sekali