Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Dprd) Periode 2009-2014 Terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Subang

(1)

2009-2014 TERHADAP PENGELOLAAN ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN

SUBANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

ILHAM FAHMA SETIAWAN 109048000005

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Januari 2014

Ilham Fahma Setiawan 1089048000005


(5)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Periode 2009-2014 Terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Subang. Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas mengenai masalah pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD periode 2009-2014 terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang, hambatan dan pencapaian DPRD periode 2009-2014 dalam menjalakan pengawasan terhadap pengelolaan APBD

Kabupaten Subang dengan tujuan untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pengawasan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah periode 2009-2014 terhadap pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Subang, untuk mengetahui hambatan dan pencapaian DPRD periode 2009-2014 dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang. Hal ini dilatar belakangi adanya penyimpangan pelaksanaan Anggaran yang dilakukan oleh DPRD atau bisa disebut dengan perbuatan korupsi, berkaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Subang.

Mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD periode 2009-2014 terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang, maka penulisan skripsi ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu hasil dari pemaparan pihak responden yang jelas dan rinci terhadap masalah yang diteliti sehingga memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masalah yang diteliti tersebut. Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah socio-legal. Penggunaan metode sosio-legal dalam studi ini pada tataran penelitian normatif dimaksudkan untuk mengetahui aturan yuridis mengenai fungsi DPRD yang dilanjutkan dengan melakukan penelitian empiris yang secara langsung terjun kelapangan dalam hal ini melakukan penelitian ke DPRD Kabupaten Subang untuk mengetahui implementasi atas pengaturan normatif fungsi pengawasan DPRD terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam pengelolaan APBD di Kabupaten Subang. Kemudian seluruh data yang diperoleh baik data primer yakni hasil wawancara dengan anggota DPRD Kabupaten Subang maupun data sekunder dianalisa dengan menggunakan deskriptif analitis.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD periode 2009-2014 terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang belum berjalan efektif, karena secara umum adanya hambatan-hambatan, diantaranya kerjasama politik, kerjasama perorangan politik, dan kurangnya teknologi untuk melakukan pengawasan di Kabupaten Subang.

Kata Kunci: pelaksanaan, fungsi pengawasan, DPRD, Kabupaaten Subang, pengelolaan, APBD

Pembimbing: 1. Dr. Alfitra, SH. MH 2. Nur Habibi, SH.I. MH. Daftar Pustaka: Tahun 1981 s.d Tahun 2012


(6)

KATA PENGANTAR





Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat serta anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DAERAH (DPRD) PERIODE 2009-2014 TERHADAP

PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

KABUPATEN SUBANG”. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada

junjungan alam semesta Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.

Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., ketua Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin, SH., M.Hum., sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian dan ketelitian memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

5. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidataullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Universitas Indonesia, dan staff Perpustakaan Daerah Kabupaten Subang yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahakan bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.

7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Subang, yang telah bersedia menjawab semua pertanyaan dari penulis dan meluangkan waktu dengan penuh keikhlasan kesabaran. Memberikan kemudahan kepada penulis dalam melakukan penelitian dengan memberikan buku referensi yang sesuai dengan objek penulisan, sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada.


(8)

8. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Drs. Wawan Soleh Setiawan M.Pd dan Ibunda Salesih S.Pd yang menurut penulis adalah ibu paling sabar, tabah dan begitu mencintai anak-anaknya, terimakasih karena berkat do’a, motivasi, kasih sayang, perhatian, dan bantuan (moril, materil, dansprititual) yang telah diberikan dengan tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri.

9. Keluarga Besar, khusunya kepada kakek Sukarta, nenek Ucih dan nenek Nurkisah yang memberikan doa dan dukungan baik moril, materil, dan spiritual bagi penulis.

10. Cintaku Nurul Adhani, yang telah mensupport, membantu, mengajarkan, dan menghibur penulis.

11. Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum Angkatan 2009, terima kasih atas segala bentuk dukungan dan ilmu yang telah kalian berikan. Khususnya Abdullah, Naufal, M. Ichwan, Jajang, Arfandi, Gagat, Zico, Taufan, Riko Dst.

12. Keluarga Besar Kosan, terima kasih kepada Firman Lukman Dani (begin), Yusuf Aminudin, Daqoiq, Lili Muhamad Halim, Soleh, Radi, Zaky Zulkarnain yang sudah memberikan motivasi untuk menjadi lebih baik.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Sekian terimakasih.

Wassalamu’alaikumWr. Wb. Jakarta, 23 Januari 2014


(9)

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu ... 8

E. Kerangka Teori dan Konseptual………... 10

F. Metode Penelitian... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II SISTEM PERWAKILAN DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA ... 18

A. Teori Perwakilan dan Pembagian Kekuasaan ... 21

1. Teori Perwakilan ... 18

2. Teori Pembagian Kekuasaan ... 20

a. Teori Pemisahan Kekuasaan John Locke ... 22

b. Teori Pemisahan Kekuasaan Montesquieu ... 23

c. Teori Pembagian Kekuasaan C. van Vollenhoven ... 25

B. Fungsi, Tugas, Wewenang DPRD dan Dasar Hukum DPRD ... 26


(10)

1. Pengertian Pengawasan………. 29

2. Fungsi Pengawasan DPRD……… 30

D. Otonomi dan Otonomi Daerah ... 32

1. Pengertian Otonomi dan Otonomi Daerah ... 32

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah ... 34

E. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 35

1. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 37

2. Praktik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 39

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG DAN DPRD KABUPATEN SUBANG ... 42

A. Gambaran Umum Kabupaten Subang ... 42

1. Sejarah Kabupaten Subang ... 42

2. Kondisi Geografis ... 44

3. Keadaan Demografis ... 46

B. Gambaran Umum DPRD Kabupaten Subang ... 47

BAB IV PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD PERIODE 2009-2014 TERHADAP PENGELOLAAN APBD KABUPATEN SUBANG ... 50

A. Analisis Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Periode 2009-2014 Terhadap Pengelolaan APBD di Kabupaten Subang ... 50

1. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Oleh DPRD Terhadap Pengelolaan APBD Kabupaten Subang ... 53

a. Tahap Perencanaan... 54

b. Tahap Pelaksanaan ... 55


(11)

Pengelolaan APBD ... 66

BAB V PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan... 70

B. Saran ... 71


(12)

DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat mohon kesediaan menjadi pembingbing skripsi 2. Surat permohonan data/wawancara

3. Surat balasan wawancara DPRD Kabupaten Subang

4. Daftar pimpinan dan anggota besrta alat kelengkapan DPRD periode 2009-2014 Kabupaten Subang

5. Data APBD Kabupaten Subang tahun 2009-2013

6. Hasil wawancara dengan Suraden Anggota DPRD komisi C Kabupaten Subang

7. Hasil wawancara dengan Hani Ruchendi anggota DPRD komisi C Kabupaten Subang

8. Hasil wawancara dengan Moch Noor Wibowo anggota DPRD Komisi B Kabupaten Subang

9. Hasil wawancara dengan Haerul Anwar anggota DPRD komisi C Kabupaten Subang


(13)

A.Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang dibatasi dengan luasnya lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahanya tidak bisa dilakukan secara terpusat, karena banyaknya pulau yang berada di Indonesia membuat pemerintah sangat kesulitan dalam menjalankan sistem pemerintahan yang ada. Maka Indonesia membaginya atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota mempunyai pemerintahan daerah serta bentuk susunan pemerintahannya diatur dengan Undang-Undang.1

Negara Republik Indonesia memberikan hak, wewenang dan kewajiban kepada setiap pemerintahan daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan (medebewind), diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.2

1

Mahkamah Konstitusi RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekretaris Jendral dan Kepanitreraan Mahkamah Konstitusi RI, 2011), h. 13.

2

Haw. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2005), h. 37.


(14)

2

Pada era otonomi daerah saat ini, ada beban yang berat ditumpukan kepada pemerintahan daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, beban itu adalah upaya mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, mensejahterakan, menyerap dan menjalankan harapan masyarakat.3 DPRD adalah unsur pemerintahan daerah sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan pancasila. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DPRD berpegang kepada prinsip-prinsip otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.4

DPRD sebagai wakil rakyat mempunyai tiga fungsi, yaitu: legislasi, anggaran dan pengawasan. Dikemukakan bahwa salah satu tugas dan wewenang DPRD adalah melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan APBD. Tugas dan wewenang tersebut, merupakan tugas yang harus benar-benar serius dilakukan oleh DPRD, karena anggaran adalah aspek terpenting dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang baik.

Bagi pemerintah, anggaran adalah instrumen terpenting dalam kebijakan ekonomi yang akan lebih menjelaskan prioritas kebijakan dokumen-dokumen lainya, dengan kata lain, anggaran diartikan sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas.5

3

Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan, cet. III, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 161.

4

Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 232.

5

Dedi Nordiawan, dkk, Akuntansi Pemerintahan, cet. III, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 39.


(15)

Pada hakekatnya APBD merupakan perwujudan amanat rakyat kepada pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan kepada masyarakat, APBD juga merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah perlu memperhatikan bahwa APBD merupakan perwujudan amanat rakyat kepada pihak eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Maka dalam Pelaksanaan APBD agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan anggaran, diperlukan adanya pengawasan yang kuat.6

Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dimana APBD merupakan suatu pengejawantahan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk satuan keuangan dalam waktu 1 tahun yang berkaitan erat dengan kepentingan rakyat, yang berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik, seharusnya dilaksanakan sejak tahap perencanaan, bukan hanya pada tahap pelaksanaan dan pelaporannya saja, sebagaimana yang terjadi selama ini, hal ini sangat penting dilakukan, karena untuk mencegah adanya penyimpangan anggaran.7

Pengawasan terhadap APBD akan efektif jika seluruh anggota DPRD betul-betul menempatkan diri sebagai pengawas sesuai dengan fungsi DPRD. Fungsi pengawasan APBD oleh DPRD akan semakin efektif jika masyarakat

6

Soekarwo, Berbagai Masalah Keuangan Daerah, (Surabaya: Airlangga University Press, 2003), h. 65.

7

Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 189.


(16)

4

memberi dukungan dalam hal informasi dan data penyimpangan pelaksanaan APBD di lapangan.

Namun pada kenyataanya sangat bertolak belakang, saat ini sering terjadi penyalahgunaan APBD yang dilakuan oleh DPRD, hal ini sangat memalukan dan suatu tamparan yang sangat perih untuk pemerintahan daerah, karena yang seharusnya DPRD melakukan pengawasan terhadap APBD, namun dalam kenyataanya DPRD malah menjadi aktor dalam penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tersebut.

Berbagai kasus yang terjadi dilingkungan kita, tentang DPRD belakangan ini mengindikasikan bahwa kredibilitas DPRD sebagai lembaga pengawasan politik diragukan. DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota telah meninggalkan cacat atau pelanggaran hukum yang tidak ada bandingnya dalam sejarah DPRD Indonesia, terutama menyangkut skandal korupsi. Sesuai dengan pemberitaan media massa yang sempat kita catat, DPRD telah melakukan korupsi yang ratusan milyar jumlahnya dan tersebar hampir merata di DPRD seluruh Indonesia.8

Contohnya Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki nilai kasus korupsi paling tinggi dibandingkan dengan Kabupaten-kabupaten lain yang ada di Profinnsi Jawa Barat. Penyalahgunaan anggaran-anggaran untuk pengembangan pemerintahan daerah sering sekali dilakukan oleh DPRD, padahal seharusnya dana tersebut

8

BN Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), h. 252.


(17)

dialokasikan untuk program-program yang telah direcanakan untuk mencapai cita-cita pemerintahan daerah.

Contohnya ketua DPRD Kabupaten Subang, Ketua DPRD Kabupaten Subang ini merupakan terdakwa kasus korupsi dana asuransi anggota DPRD Kabupaten Subang tahun 2004. Dana yang terbukti digunakan Bambang adalah sebesar Rp.136.400.000, dia harus masih mengembalikan uang sebesar Rp.104.000.000, ke kas negara karena sebanyak Rp.32.400.000, diantaranya telah dikembalikan dalam bentuk uang tunai. Kemudian Bupati Kabupaten Subang yang telah terbukti melakukan tindak Pidana Korupsi Biaya Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan senilai Rp.14.000.000.000, sehingga divonis 5 tahun penjara dan harus mengembalikan uang tunai sebesar Rp.200.000.000.9

Masalah ini harus menjadi perhatian penting bagi para pejabat tinggi dan seluruh masyarakat penduduk sekitar, agar ikut serta melaporkan kejadian-kejadian yang terjadi dilingkunganya masing-masing yang berkaitan tentang korupsi khususnya, sehingga penyimpangan-penyimpangan yang sudah ada dapat diminimalisasi serta pelaksanaan dari APBD sesuai dengan amanat yang telah ditetapkan. Dengan demikian, penulis tertarik mengambil judul penelitian

“PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DAERAH (DPRD) PERIODE 2009-2014 TERHADAP

PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUBANG.

9

Haerul Anwar, wawancara tentang kasus DPRD dan Bupati, Subang: Kantor DPRD, 22 November 2013.


(18)

6

B.Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan tentang fungsi DPRD dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan yang menyebutkan bahwa fungsi DPRD adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan, maka penelitian hanya menjelaskan masalah fungsi pengawasan terhadap anggaran pemerintahan daerah khususnya di Kabupaten Subang, dan peneliti lebih fokus untuk membahas tentang masalah pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap pengelolaan APBD didaerah Kabupaten Subang Periode 2009-2014.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan pembahas di atas, maka pokok permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah:

a. Bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah periode 2009-2014 terhadap pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Subang?

b. Apa hambatan dan pencapaian DPRD periode 2009-2014 dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang?


(19)

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tentang fungsi pengawasan DPRD dalam pengelolaan APBD. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah periode 2009-2014 terhadap pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Subang.

b. Untuk mengetahui hambatan dan pencapaian DPRD periode 2009-2014 dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang.

2. Manfaat Penelitian

Bahwa hasil penelitian ini diharapkan memberikan nilai dan hasil bagi semua pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran dalam Ilmu Hukum, khususnya Ilmu Hukum Tata Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam pengelolaan APBD serta hambatan dan solusi untuk mengatasinya. b. Manfaat Praktis


(20)

8

1. Bagi Akademis

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang kelak dapat diterapkan dalam dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan negara dan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 serta dalam kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat Internasional.

2. Bagi Masyarakat Umum

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam pengelolaan APBD.

3. Bagi Pemerintah

Dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk membenahi sistem dan controlling di Kabupaten Subang khususnya tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam pengelolaan APBD, agar memberikan kemudahan di dalam mencapai tujuan negara yang telah diamanatkan oleh UUD 1945.

D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada skripsi-skripsi ataupun penelitian-penelitian yang pernah membahas seputar DPRD. Berikut beberapa review data yang menyinggung mengenai bahasan DPRD:

1. Judul Skripsi: OPTIMALISASI PERAN DAN FUNGSI DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM PENINKATAN


(21)

Qorinatul Zahro/UIN Jakarta/2013. Skripsi Harum Qorinatul Zahro, Universitas Islam Negeri Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Program Studi Ilmu Hukum, membahas tentang optimalisasi peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam peningkatan otonomi daerah Kabupaten Bojonegoro.

Skripsi Harum Qorinatul Zahro fokus mengenai pembahasan tentang upaya meningkatkan kembali (Optimalisasi) peran dan fungsi DPRD dalam peningkatan otonomi daerah dan faktor-faktor yang mendukung optimalisasi peran dan fungsi DPRD dalam peningkatan otonomi daerah. Berbeda dengan skripsi yang peneliti susun, yaitu penulis menjelaskan bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pengelolaan APBD di Kabupaten Subang.

2. Judul Skripsi: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS TERHADAP PERAN DPRD KOTA BEKASI DALAM PENYUSUNAN

DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANANAN PUBLIK

Penulis: Sri Sahlawati/UIN Jakarta/2010. Skripsi Sri Sahlawati, Universitas Islam Negeri Jakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Politik, membahas DPRD dalam otonomi daerah studi analisis terhadap peran DPRD Kota Bekasi dalam penyusunan dan pengawasan peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayananan publik.

Skripsi Sri Sahlawati fokus membahas tentang bagaimana peran DPRD Kota Bekasi dalam penyusunan dan pengawasan peraturan daerah


(22)

10

tentang penyelenggaraan pelayanaan publik, sedangkan skripsi yang penulis susun itu berbeda, penulis membahas tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pengelolaan APBD di Kabupaten Subang.

Berdasarkan telaah pustaka yang dipaparkan di atas, penulis melihat ada beberapa kajian yang mengupas tentang DPRD, Beberapa kajian tersebut meneliti DPRD dari sisi optimalisasi, peran dan fungsi saja, serta pengawasan terhadap peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanaan publik, sedangkan dalam skripsi yang penulis susun itu lebih fokus terhadap permasalahan pengawasan DPRD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

E. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

a. DPRD melakukan pengawasan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengawasan Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja. Pengawasan yang dilakukan oleh dewan dimulai pada saat penyusunan APBD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban APBD.10 b. Perwakilan merupakan bentuk dari kata wakil yang memiliki arti satu

pihak yang bertindak untuk dan atau atas nama pihak lain, dan tindakan atas nama tersebut disetujui oleh kedua belah pihak. Perwakilan diartikan

10

DPRD, Sistem Keuangan Daerah dan Fungsi Pengawasan DPRD, Kebumen: Kerjasama DPRD Kebumen dengan The Asia Foundation, 2006.


(23)

sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil.11

Perwakilan dalam konteks teori modern merupakan mekanisme hubungan antara penguasa dan rakyat. Maka hubungan antara penguasa dengan rakyat harus harmonis serta harus memiliki tanggungjawab penuh kepada seluruh masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan, guna terciptanya keseimbangan dalam menjalankan roda pemerintahannya.12 c. Akibat dari praktik kekejaman dan kesewenang-wenangan dari para raja

dan penguasa pada masa lalu akhirnya mendapat perlawanan dari pihak rakyat, sehingga muncul teori Trias Politika yang membagi kekuasaan negara menjadi tiga cabang kekuasaan, yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.13

2. Kerangka Konseptual

Dalam pembahasan ini, disampaikan suatu rangkaian definisi secara analitis dengan memberikan kejelasan secara terang mengenai konsep-konsep yang dipergunakan dalam pembahasan ini sebagai berikut:

11

Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), cet. Pertama, h.1.

12

Rusadi Kantaprawira dan Dede Mariana, Perihal Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 93.

13

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.282.


(24)

12

Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan.14 Pengawasan juga bisa didefinisikan suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.15

DPRD Kabupaten merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan Daerah Kabupaten yang dipilih melalui partai politik dan dipilih langsung oleh masyarakat.16

Pengelolaan adalah suatu istilah yang berasal dari kata “kelola”

mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk mengali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.17

APBD adalah suatu daftar yang memuat rincian penerimaan dan pengeluran daerah dalam waktu tertentu, biasanya satu tahun.18 Secara lebih lengkap APBD merupakan suatu pengejawantahan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk satuan keuangan dalam waktu 1 tahun yang berkaitan erat dengan kepentingan rakyat, yang berorientasi pada tujuan kesejahteraan

14

Prayudi, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 80

15

M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), h.18.

16

Riduan Syahrani, Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2009), h. 49

17

Harsoyo, Pengertian Pengelolaan, diakses pada tanggal 24 Januari 2014 dari http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2108155-pengertian pengelolaan/#xzz2r

18

Alam S. Ekonomi untuk SMA dan MA kelas XI KTSP Standar Isi 2006, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 49.


(25)

publik, seharusnya dilaksanakan sejak tahap perencanaan, bukan hanya pada tahap pelaksanaan dan pelaporannya saja, sebagaimana yang terjadi selama ini, hal ini sangat penting dilakukan, karena untuk mencegah adanya penyimpangan anggaran.19

F. Metode Penelitian

Pada bagian ini penulis menjelaskan secara rinci tentang hal-hal yang terkait dengan metode penelitian dari skripsi ini, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini termasuk salah satu jenis penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.20 Dalam pengertian bahwa metode yang digunakan untuk memahami masalah yang diteliti pada skripsi ini, tidak melakukan pengukuran secara statistik, melainkan hasil dari pemaparan pihak responden yang jelas dan rinci terhadap masalah yang diteliti sehingga memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masalah yang diteliti tersebut.

Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah socio-legal. Socio-legal adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan

19

Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 189.

20

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. Pertama, h. 138.


(26)

14

prilaku induvidu atau masyarakat dalam kaitanya dengan hukum.21 Penggunaan metode sosio-legal dalam studi ini pada tataran penelitian normatif dimaksudkan untuk mengetahui aturan yuridis mengenai fungsi DPRD yang dilanjutkan dengan melakukan penelitian empiris yang secara langsung terjun ke lapangan dalam hal ini melakukan penelitian ke DPRD Kabupaten Subang untuk mengetahui implementasi atas pengaturan normatif fungsi pengawasan DPRD terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu: a. Data Primer

Data primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.22

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.23

21

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, h. 51.

22

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet. IV, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 141.

23


(27)

c. Data Non-Hukum

Data non-hukum adalah data yang diperoleh dengan cara wawancara dengan seseorang agar mendapatkan informasi yang lebih jelas dalam melakukan suatu penelitian. Data non-hukum contohnya adalah wawancara dengan responden.24

Responden yang diwawancara, yaitu: Suraden, dari fraksi PDIP, Hani Ruchendi, dari fraksi GOLKAR, Noor Wibowo, dar fraksi PDIP, Haerul Anwar, dari fraksi PAN.

d. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data yaitu dengan cara memeriksa informasi yang diperoleh dari responden atau informan dan narasumber, terutama kelengkapan jawaban yang diterima. Kemudian menghubungkan antara data primer, data sekunder dan data non-hukum, kemudian diantara bahan-bahan hukum yang dikumpulkan, melanjutan editing dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data dan informasi terjamin.25

e. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan, diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi dilapangan dengan langkah

24

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 163.

25

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, h. 181.


(28)

16

abstraksi teoritis terhadap informasi lapangan, dengan mempertimbangkan pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal.

Kemudian peneliti dalam menganalisasi berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan dan menarik kesimpulan terhadap hasil penelitian.

f. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku Pedoman Penulisan skripsi yang disusun oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012. G.Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dan jelas diketahui alur logis dan struktur berpikir dalam skripsi ini, akan diberikan gambaran umum secara sistematis dari keseluruhan skripsi. Skripsi ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang penulisan; Batasan dan Rumusan Masalah; Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu; Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual Metode Penelitian; dan Sistematika Penulisan.


(29)

BAB II SISTEM PERWAKILAN DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA

Bab dua menerangkan tentang teori perwakilan dan pembagian kekuasaan, tugas, wewenang dan fungsi DPRD, dasar hukum DPRD, teori pengawasan, otonomi dan otonomi daerah, APBD, fungsi APBD, praktek APBD.

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG DAN DPRD KABUPATEN SUBANG.

Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran umum Pemerintahan Kabupaten Subang, sejarah Kabupaten Subang, kondisi geografis, Keadaan demografis, gambaran umum DPRD Kabupaten Subang.

BAB IV PELAKSANAAN FUNGSI PENGAWASAN DPRD

TERHADAP PENGELOLAAN APBD KABUPATEN

SUBANG

Bab ini menjelaskan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pengelolaan APBD dan faktor hambatan dan pencapaian hasil pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pengelolaan APBD Kabupaten Subang.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran penulis yang didapatkan berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya.


(30)

BAB II

SISTEM PERWAKILAN DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA

A.Teori Perwakilan dan Pembagian Kekuasaan 1. Teori Perwakilan

Tidak mudah untuk mendefinisikan kata perwakilan. Kata ini merupakan bentuk dari kata wakil, sesungguhnya mempunyai makna yang sangat jelas. Wakil adalah satu pihak yang bertindak untuk dan atau atas nama pihak lain, dan tindakan atas nama tersebut disetujui oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, kata wakil menjadi lebih abstrak ketika mendapatkan imbuhan per-an. Kalau kita lihat penerapannya dalam dewan perwakilan rakyat, tampaknya kata perwakilan memiliki arti yang hampir sama, walaupun ada perbedaanya.1

Kesamaanya antara lain bahwa satu pihak bertindak atas nama pihak lain, sedangkan perbedaanya adalah perwakilan bersifat jamak atau plural, dan ada kesan hubungan antara kedua pihak dan tidak sekuat dalam kata wakil, perwakilan sering disebut sebagai hubungan antara dua orang atau lebih, yakni antara wakil dengan pihak yang terwakil (terwakil).2

Perwakilan diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang

1

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, (Bandung: Alumni, 2004), cet. Pertama, h. 96.

2


(31)

dibuatnya dengan terwakil.3 Perwakilan juga bisa diartikan sebagai seseorang ataupun sekelompok orang yang berwenang menyatakan sikap atau melakukan suatu tindakan yang diperuntukan bagi atau mengatas namakan pihak lain.4

Perwakilan dalam konteks teori modern merupakan mekanisme hubungan antara penguasa dan rakyat. Maka hubungan antara penguasa dengan rakyat harus harmonis serta harus memiliki tanggungjawab penuh kepada seluruh masyarakat dalam menjalankan roda pemerintahan, guna terciptanya keseimbangan dalam menjalankan roda pemerintahannya.5

Tata pemerintahan perwakilan demokratis meniscayakan hubungan fungsional yang harus terjalin antara (anggota) dewan perwakilan rakyat dengan pemerintah terpilih, yakni: dewan menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat, pemerintah memenuhi kehendak dan kebutuhan rakyat yang terpantulkan dari aspirasi dan kepentingan yang disuarakan perwakilan politik, kemudian pemerintah terpilih mengakomodasi hasil pengawasan dan koreksi dewan untuk menyempurnakan kebijakan pemenuhan kebutuhan masyarakat.6

Duduknya seseorang di Lembaga Perwakilan, baik karena pengangkatan atau penunjukan maupun melalui pemilihan umum, maka

3

Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), cet. Pertama, h. 1.

4

Paimin Napitupulu, Menuju Pemerintahan Perwakilan, (Jakarta: PT. Alumni, 2007), cet. Pertama, h. 134.

5

Rusadi Kantaprawira dan Dede Mariana, Perihal Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 93.

6

Sebastian Salang dan M. Djadijono, Menghindari Jeratan Hukum Bagi Anggota Dewan, (Jakarta: Forum Sahabat, 2009), cet. Pertama, h. 195.


(32)

20

dengan sendirinya mengakibatkan timbulnya hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya, sehingga hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya tidak lepas dengan teori-teori sebagai berikut:

a. Teori Mandat

Si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mendapatan mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris, ajaran ini muncul di Perancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh petion.

b. Teori Organ

Teori ini menjelaskan bahwa negara merupakan suatu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapanya seperti eksekutif, parlemen dan mempunyai rakyat, yang semuanya memiliki suatu fungsi sendiri-sendiri dan saling tergantungan satu sama lain.

c. Teori Sosiologi Rieker

Teori ini menjelaskan bahwa Lembaga Perwakilan bukan merupakan bangunan politis tetapi merupakan bangunan masyarakat. Si pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan dan yang akan benar-benar membela kepentingan si pemilih sehingga terbentuk Lembaga Perwakilan dari kepentingan-kepentingan dari masyarakat.

d. Teori Hukum Obyektif dari Duguit

Menurut teori ini dasar hubungan antara rakyat dan parlemen adalah solidaritas. Wakil rakyat dapat melaksanakan tugas kenegaraanya hanya atas nama rakyat sedangkan rakyat tidak akan bisa melaksanakan tugas-tugas kenegaraanya tanpa dukungan wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah.7

Terlepas dari kepastianya bertindak sebagai utusan, wali, politik, kesatuan dan penggolongan, tetapi yang paling pokok pada dasarnya adalah adanya kesadaran tanggungjawab dan komitmen dari setiap sang wakil untuk tetap memperjuangkan dan berpihak kepada kepentingan rakyat banyak. Tanggungjawab tersebut mengandung tiga macam kewajiban, yaitu:

1. Kewajiban untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan pegawasan politik dan kebijaksanaan nasional.

7

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, cet. III, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995), h. 240.


(33)

2. Kewajiban untuk menjelaskan kepada para warga negara mengenai kegiatan-kegiatan sendiri dan kegiatan badan perwakilan rakyat. 3. Kewajiban untuk memberikan bantuan dan nasihat kepada para warga

negara.8

2. Teori Pembagian Kekuasaan

Akibat dari praktik kekejaman dan kesewenang-wenangan dari para raja dan penguasa pada masa lalu akhirnya mendapat perlawanan dari pihak rakyat. Tindakan penguasa yang kejam dan sewenang-wenang tersebut secara konseptual ada kaitanya dengan pemikiran dan pemaknaan yang mendukung untuk penggunaan kekuasaan secara dominan dari negara, raja, penguasa atau yang mengemban tugas dan fungsi negara.9

Segolongan pemikir atau filusuf yang mendukung pentingnya dominasi kekuasaan dimaksud antara lain: Plato, Aristoteles, Max Weber, dan Machiavelli. Sementara para pemikir atau filusuf yang reaksinis terhadap gagasan tersebut mulai digenderangkan oleh Martin Luther dengan cara melakukan gugatan terhadap kekuasaan gereja yang mutlak. Menyusul kritik dari kaum monarchomaken (anti raja) atau monarchomacha dan diikrarkan lebih jelas oleh John Locke dengan pemikiranya yang sangat kritis dan berdimensi futuristic sebagai cikal bakal lahirnya teori pembagian kekuasaan.10

8

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, h. 99.

9

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h.282.

10

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, h. 28.


(34)

22

Pada awalnya, teori pembagian kekuasaan sebagaimana yang dikenal

sekarang merupakan pengembangan atas reformasi dari teori “pemisahan kekuasaan”. Teori pemisahan kekuasaan muncul pertama kali di Eropa Barat sebagai antitesa terhadap kekuasaan raja yang absolute sekitar abad pertengahan, yaitu antara abad 14 samapai dengan abad ke 15. Kemudian pada abad ke 17 dan ke 18, lahirlah suatu konsep atau gagasan untuk menarik kekuasaan membuat peraturan dari raja dan selanjutya diserahkan kepada suatu badan kenegaraan yang berdiri sendiri. Begitu pula pada akhir abad pertengahan terhadap kekuasaan kehakiman telah diserahkan kepada suatu badan peradilan.11

Kemunculan teori pemisahan kekuasaan mengalami proses yang cukup panjang. Hal itu dapat dicermati mulai dari penggunaan istilah “Trias

Politika”. Istilah trias politika awalnya diperkenalkan oleh Emmanueul Kant, begitu pula secara substansi pemikiran yang melandasinya sudah terlebih dahulu dimunculkan dan ditulis oleh Aristoteles.

a. Teori Pembagian Kekuasaan John Locke

John Locke dilahirkan 26 Agustus 1632 dalam suatu keluarga dengan kelas ekonomi menengah di Wrington, Inggris Barat. Ayahnya adalah seorang tuan tanah dan pengacara. Ia memberikan pengaruh sangat besar pada cara berfikir Locke.12

11

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, h. 29.

12

Reza A. A. Wattimena, Melampaui Negara Hukum Klasik, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), h. 13.


(35)

John Locke adalah seorang ahli pemikir besar tentang negara dan hukum dari Inggris, dia hidup pada tahun 1632-1704, di bawah kekuasaan pemerintahan Willem III, yang bersifat pemerintahanya adalah monarki yang sudah agak terbatas. Dan memang demikianlah, bahwa seluruh ajaran John Locke terutama ajarannya tentang negara dan hukum.13

John Locke dalam bukunya “Two Tritieses of Government” yang terbit tahun 1690. Locke adalah seorang filusuf Inggris yang pertama kali menggagaskan pentingnya kekuasaan dalam negara dipisahkan menjadi tiga bidang: pertama, kekuasaan membentuk peraturan-peraturan dan Undang-Undang (legislatif), kedua, kekuasaan eksekutif ialah kekuasaan melaksanakan Undang-Undang dan termasuk kekuasaan mengadili (Locke memandang mengadili itu sebagai uitvoering, yaitu termasuk pelaksanaan Undang-Undang), dan ketiga, kekuasaan federative ialah kekuasaan yang meliputi kekuasaan mengenai perang dan damai, membuat perserikatan.14

b. Teori Pembagian Kekuasaan Montesquieu

Pemikiran John Locke itu diteruskan oleh Montesquieu dengan mengembangkan konsep trias politica yang membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang kekuasaan, yang saat ini dianut oleh negara Indonesia,

13

Soehino, Ilmu Negara, cet. VI, (Yogyakarta: Liberty, 2004), h. 106.

14

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, PengantarHukum Tata Negara Indonesia, cet. V (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, 1983), h. 140.


(36)

24

sehingga ada tiga kekuasaan yang ada di Indonesia untuk menjalankan roda pemerintahan.15

Montesquieu adalah seorang ahli pemikir besar yang pertama diantara ahli-ahli pemikir besar tentang negara dan hukum dari Perancis. Dia adalah seorang sarjana hukum, hidup pada tahun 1688-1755. Dia adalah seorang autodidact, yaitu seorang yang dengan pemikiran dan tenaganya sendiri telah memperoleh kemajuan terutama dalam lapangan ilmu pengetahuan.16

Montesquieu berpendapat bahwa negara dalam bangunannya seperti Undang-Undang, kebiasaan dan tradisinya adalah berlainan. Yang menyebabkan berlainannya hal-hal di atas negara yang pernah dan masih ada itu adalah perbedaan yang terdapat dalam situasi bangsa masing-masing, sifat kebudayaannya, dan lain-lain syarat mengenai alam dan kebudayaannya seperti iklim, tanah, kebiasaan, dan lain-lain.17

Montesquieu membagi kekuasaan pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif. Menurutnya Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat Undang-Undang, kekuasaan eksekutif adalah meliputi penyelenggaraan Undang-Undang (diutamakan tindakan dibidang politik luar negri),

15

Jimly Asshiddiqie, Pengatar Ilmu Hukum Tata Negara, cet. III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 285.

16

Soehino, Ilmu Negara, h. 116.

17

C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Ilmu Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet. Pertama, h. 159.


(37)

sedangkan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran Undang-Undang.18

c. Teori Pembagian Kekuasaan C. van Vollenhoven Donner

Ajaran pembagian kekuasaan yang lain diajukan oleh C. van Vollenhoven Donner Menurut van Vollenhoven, fungsi-fungsi kekuasaan negara itu terdiri atas empat cabang yang kemudian di Indonesia biasanya diistilahkan dengan catur praja, yaitu (i) fungsi regeling (pengaturan); (ii) fungsi bestuur (penyelenggaraan pemerintahan); (iii) fungsi rechtsspraak atau peradilan; dan (iv) fungsi politie yaitu berkaitan dengan fungsi ketertiban dan keamanan. Caturpraja yang pertama adalah regeling (pengaturan) yang kurang lebih identik dengan fungsi legislatif menurut Montesquieu, Bestur yang identik fungsi pemerintahan eksekutif, rechtspraak (peradilan) dan politie yang menurutnya merupakan fungsi untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat (social order) dan peri kehidupan bernegara.19

Tiga teori di atas ada beberapa perbedaan antara teori John Locke dengan Montesquieu kemudian perbedaan pendapat dengan C. van Vollenhoven Donner, diantaranya pada kekuasaan kehakiman atau pengadilan, perbedaan yang mendasar antara Locke dan Montesquieu. Bagi John Locke, berpendapat bahwa kehakiman atau pengadilan merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Namun Montesquieu berpendapat bahwa eksekutif hanya dalam penyelenggaraan

18

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 282.

19


(38)

26

Undang dan bidang politik luar negri sedangkan yudikatif menangani kekuasaan mengadili atas pelanggaran Undang-Undang.20

Berbeda dengan pendapat Montesquieu, bestuur menurut van Vollenhoven tidak hanya melaksanakan Undang-Undang saja tugasnya, karena dalam pengertian negara hukum modern tugas bestuur itu adalah seluruh tugas negara dalam menyelenggarakan kepentingan umum, kecuali beberapa hal ialah mempertahankan hukum secara preventif (preventive rechtszorg), mengadili (menyelesaikan perselisihan) dan membuat peraturan (regeling).21

Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang muncul, bahwa semuanya memiliki makna pemisahan kekuasaan bertujuan agar penguasa atau pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsi-fungsi pemerintahan mengindari dan tidak melakukan tindakan sewenag-wenang, menjamin hak-hak warga negara, dan memberikan ruang gerak terhadap pelaksanaan prinsip kebebasan dan kemerdekaan.22

B.Fungsi, Tugas, Wewenang DPRD dan Dasar Hukum DPRD 1. Fungsi, Tugas, Wewenang DPRD

Esensi Pasal 18 UUD Negara Republik Indonesia 1945 beserta penjelasan pasal tersebut, diamanatkan bahwa daerah-daerah yang bersifat

20

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 283.

21

Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, h. 147.

22

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, h. 31.


(39)

otonom diadakan Badan Perwakilan Rakyat Daerah, karena didaerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan. Arti penting dari badan perwakilan adalah menjadi atribut demokratisasi penyelenggaraaan pemerintahan daerah. Atas dasar prinsip normatif demikian dalam praktik kehidupan demokrasi sebagai DPRD memiliki posisi sentral yang biasanya tercermin dalam doktrin kedaulatan rakyat. Hal ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa DPRD yang dapat mewakili rakyat dan memiliki kompetensi untuk memenuhi kehendak rakyat.23

Perwujudan dari fungsi DPRD, seperti hak anggaran, hak mengajukan pertanyaan, hak meminta keterangan, hak prakarsa, hak penyelidikan menjadi modal besar dalam menghadapi kekuasaan pemerintah daerah. Dalam tatanan tersebut kekuasaaan DPRD menjadi lemah dibandingkan kekuasaan pemerintah daerah. Kekuasaan DPRD dan kekuasaan pemerintah daerah terjadi ketidak seimbangan antar kekuasaan. Oleh karena itu dibutuhkan mekanisme cheks and balances antara kedua kekuasaan tersebut dan hanya bisa dihindari apabila terdapat pengawasan dan kontrol, dalam rangka terwujudnya pelaksanaan pemerintahan daerah yang bersih.24

Adapun fungsi dari DPRD sama dengan fungsi DPR-RI yang

mencakup tiga hal, yaitu:”fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.”25

Sementara itu tugas dan wewenang DPRD, yaitu:

23

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 65.

24

Ibid.,h. 67. 25


(40)

28

1) membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur;

2) membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernur;

3) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi;

4) mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian; 5) memilih wakil gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil

gubernur;

6) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

7) memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi;

8) meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi;

9) memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; 10) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

11) melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.26

2. Dasar Hukum DPRD

DPRD, telah dijelaskan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 ini mengatur secara komprehensif tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD untuk mewujudkan lembaga permusyawaratan/perwakilan yang lebih mampu mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hadirnya DPRD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 18 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa:

“Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota memiliki

26


(41)

Dewan Perwakilan Rakyat daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.”

Ketentuan lebih lanjut mengenai DPRD ini diatur dalam pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah: “Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD.”

Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.27

C.Teori Pengawasan

1. Pengertian Pengawasan

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan secara harfiah dari segi tata bahasa, adalah penilikan dan penjagaan.28 George R. Terry member penjelasan arti dari pengawasan adalah menentukanapa yang telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, jika perlu, memastikan hasil yang sesuai dengan rencana.29

Pengawasan adalah pengendalian, dan pemeriksaan kinerja pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah dan strategi

27

Jimly Asshidiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2007), h. 193.

28

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. IV, Perum dan Percetakan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1955), h. 523, 1134.

29

Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,


(42)

30

pengelolaan kekayaan daerah untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah.30

Pengawasan terhadap APBD adalah segala kegiatan untuk menjamin agar pengumpulan pendapatan daerah dan pembelanjaan pengeluaran daerah sesuai dengan rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan.31 2. Fungsi Pengawasan DPRD

Pengawasan muncul ketika trias politika memisahkan kekuasaan menjadi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan adanya pemisahan tersebuat, muncul fungsi disetiap masing-masing bidang pemerintahan. Dengan adanya fungsi tersebut terdapat suatu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat.32

Pengawasan DPRD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdapat dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang DPRD adalah melaksanakan pengawasan terhadap APBD.33

30

Mardiasmo, Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2001), h. 205.

31

Muji Estiningsih, Fungsi Pengawasan DPRD, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2005), h. 35.

32

Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (Bandung:Nusamedia, 2009), h. 382.

33

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, pasal 78.


(43)

Pengawasan atas pelaksanaan APBD dilakukan oleh DPRD, hanya yang harus diingat adalah pengawasan ini bukanlah pemeriksaan yang memiliki untuk menghukum lembaga eksekutif tetapi pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam APBD.34

Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja. Pengawasan yang dilakukan oleh dewan dimulai pada saat penyusunan APBD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban APBD.35

Pengawasan terhadap APBD penting dilakukan untuk memastikan (1) alokasi anggaran sesuai dengan prioritas daerah dan diajukan untuk kesejahteraan masyarakat, (2) menjaga agar penggunaan APBD ekonomis, efisien dan efektif dan (3) menjaga agar pelaksanaan APBD benar-benar dapat dipertanggungjawabkan atau dengan kata lain bahwa anggaran telah dikelola secara transparan dan akuntabel untuk meminimalkan terjadinya kebocoran.

Untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap APBD anggota dewan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang anggaran mulai dari mekanisme penyusunan anggaran sampai kepada pelaksanaannya.

34

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, cet. II, (Jakarta: Gramedia Widiasarna Indonesia, 2007), h. 208.

35

Mardiasmo, Pengawasan, Pengendalian, dan Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2001), h. 206.


(44)

32

D.Otonomi dan Otonomi Daerah

1. Pengertian Otonomi dan Otonomi Daerah

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwasanya otonomi adalah pemerintahan sendiri.36 Istilah otonomi atau “autonomy” secara

etimologis berasal dari kata yunani “autos” yang berarti sendiri dan

nomous” yang berarti hukum atau peraturan.37 Secara luas otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.38

Koesoemahatmadja berpendapat bahwa menurut perkembangan sejarah di Indonesia, otonomi selain mengandung arti perun-dangan regeling juga mengandung arti pemerintahan bestuur. Otonomi adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa adanya campur tangan dan intervensi pihak lain.39

Otonomi diartikan sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan

36

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), h. 992.

37

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, h. 127.

38

Nomensen Sinamo, Hukum Pemerintahan Daerah, (Tangerang: PT. Pustaka Mandiri, 2010), cet. Pertama, h.1.

39

Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, cet. III, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), h. 31.


(45)

perundang-undangan. Otonomi juga adalah suatu perangkat di dalam negara kesatuan.40

Oleh karena itu, otonomi merupakan suatu perangkat dalam negara kesatuan yang memiliki kewenangan yang meliputi kekuasaan, hak, atau kewajiban yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan tugasnya, sehingga daerah otonom bebas untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tujuan dari otonomi adalah menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.41

Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat

daerah dan bukan otonomi “daerah” dalam pengertian suatu

wilayah/teritorial tertentu ditingkat lokal. Kalaupun implementasi otonomi daerah diarahkan sebagai membesarnya kewenangan daerah, maka kewenangan itu harus dikelola secara adil, jujur dan demokratis.42

Konsep otonomi daerah pada hakikatnya mengandung arti adanya kebebasan daerah untuk mengambil keputusan, baik politik maupun

40

HAW, Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, cet. II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 76.

41

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah, h. 76.

42

Kaloh, Kepemimpinan Kepala Daerah Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Prilaku Kepala Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet. Pertama, h. 15.


(46)

34

administratif menurut prakarsa sendiri. Dalam konteks ini maka kebebasan dalam pengambilan keputusan dengan prakarsa sendiri suatu yang niscaya. Oleh karena itu kemandirian suatu daerah suatu hal yang penting, tidak boleh ada internvensi dari pemerintah pusat. Ketidak mandirian daerah berarti ketergantungan daerah pada pusat.43

2. Pelaksanaan Otonomi Daerah

Untuk dapat terlaksana dengan baik suatu otonomi daerah, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu:”manusia pelaksananya harus baik, keuangan harus cukup dan baik, peralatannya harus cukup dan baik, organisasi dan manajemennya harus baik.”44

Faktor yang pertama haruslah dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini menyangkut unsur pemerintah yang terdiri dari kepala daerah dan DPRD, faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya aktifitas pemerintah daerah, faktor ketiga merupakan sarana pendukung bagi terselenggaranaya berbagai aktifitas pemerintahan daerah, peralatan yang ada harus yang cukup dari segi jumlahnya, faktor keempat dengan kemampuan organissi dan manajemen yang memadai, penyelenggaraan pemerintah daerah dapat terselenggara dengan baik, efisien dan efektif.45

43

Djohan Djohermansyah, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal,

(Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.7. 44

Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, cet. II, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), h. 63.

45


(47)

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memerhatikan aspek demokratis, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah serta didasarkan otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab.46 Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah, kemandirian daerah otonom harus selalu diperhatikan dalam pelaksanaan otonomi, karena demi mengembangkan daerah otonom tersebut.47

E.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Dengan demikian anggaran merupakan suatu pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen berupa rencana-rencana yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam suatu periode tertentu, dimana rencana tersebut merupakan suatu pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut.48

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.49 APBD merupakan pengejawantahan

46

Komarudin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan, cet. III, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 154.

47

Komarudin Hidayat dan Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan, h. 155.

48

Dedi Nordiawan, dkk, Akuntansi Pemerintahan, cet. III, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 19.

49


(48)

36

rencana kerja pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahun dan berorientasi kepada tujuan kesejahteraan publik.50

APBD merupakan suatu rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD juga ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD, demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.51

APBD memiliki struktur yang merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, pembiayaan. Sebagai dokumen APBD merupakan rangkaian seluruh jenis pendapatan, jenis belanja, dan sumber-sumber pembiayaan, oleh karena itu akan ada kemungkinan surplus atau defisit. Surplus anggaran terjadi jika terdapat selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah. Sebaliknya defisit terjadi jika terdapat selisih kurang pendapatan daerah terhadap belanja daerah, sedangkan jumlah pembiayaan sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran.52

50

Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 189.

51

Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,

cet. III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 369.

52

Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,


(49)

1. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam massa satu tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Kepala daerah dalam penyusunan Rancangan APBD (RAPBD) menetapkan prioritas dalam plafon anggaran sebagai dasar peyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja (RKASK) perangkat daerah. Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran tersebut kepala RKASK perangkat daerah dengan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. RKASK perangkat daerah disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.53

Banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran, baik manajer tingkat atas maupun manajer tingkat bawah dan ini berdampak langsung terhadap perilaku manusia, terutama bagi orang yang langsung mempunyai hubungan dengan penyusunan anggaran, dalam pelaksanaan penyusunanya itu tidak mudah, karena banyak dampak negatif yang keluar pada diri seseorang, diantaranya perbuatan yang sangat tidak terpuji dan berdampak merugikan bagi negara contohnya, perbuatan korupsi.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

53

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, cet. IV, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 87.


(50)

38

bahwa:“APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,

pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.”54

a. Fungsi otoritas: Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

b. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

c. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

d. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.

e. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. f. Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat

untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.55

54

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, pasal 3 ayat (4).


(51)

2. Praktik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, didukung dana dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah, sedangkan yang menjadi kewenangan pemerintah, didukung dana dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara. Di dalam praktiknya APBD, kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.56

Dalam pelaksanaan APBD, semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan, bunga atau nama lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa dan dari penyimpanan dan atau penempatan uang daerah merupakan pendapatan daerah dan dibukukan sebagai pendapatan daerah dianggarkan dalam APBD.57

Dalam rangka pelaksanaan APBD, SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggaranya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggaranya dalam APBD. Pelaksanaan belanja daerah ini harus didasarkan pada perinsip hemat, tidak mewah, efektif, efesien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen yang menjadi dasar pelaksanaan APBD adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD). DPA SKPD merupakan dokumen yang memuat pendapatan

55

Fungsi APBD, http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diakses pada tanggal 23 Januari 2014.

56

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, h. 77.

57

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, cet. II, (Jakarta: Gramedia Widiasarna Indonesia, 2007), h. 206.


(52)

40

dan belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.58

Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.59

Dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan daerah, semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. Rekening kas umum daerah dalam ayat ini adalah tempat penyimpanaan uang dan surat berharga yang ditetapkan oleh kepala daerah. Bendahara penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke rekening kas umum daerah selambat-lambatnya dalam waktu satu hari kerja.60

Dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja daerah, setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak penagih. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah. Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat

58

Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,

h. 390. 59

Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, h. 95.

60

Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,


(53)

Penyediaan Dana (SPD), atau DPA-SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.61

SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), pengertian berdasarkan DPA-SKPD dala hal ini, adalah seperti untuk kegiatan yang sudah jelas alokasinya, SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.

61

Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,


(54)

BAB III

GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG DAN DPRD KABUPATEN SUBANG

A.Gambaran Umum Kabupaten Subang 1. Sejarah Kabupaten Subang

Kabupaten Subang adalah daerah yang dulunya sudah memiliki tanda-tanda kehidupan, bukti adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu didaerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak neolitikum ini menandakan bahwa saat itu diwilayah Kabupaten Subang sekarang sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat sederhana.1

Selain itu banyaknya sawah-sawah yang sangat sederhana memenuhi kawasan Pagaden dan Pamanukan yang memperkuat adanya kehidupan sekelompok masyarakat pada jaman tersebut, dan dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang bagian pegunungan.2

Dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta, berimbas pada didirikannya berbagai badan perjuangan di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak diantara anggota badan perjuangan ini yang kemudian menjadi

1

Pemerintahan Kabupaten Subang, Rakyat Subang Gotong Royong, Subang Maju,

(Subang: Pemerintahan Kabupaten Subang, 2004), h.1

2


(55)

anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang)

dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi).3

Tahun 1946, Karesidenan Jakarta berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim didaerah Songgom, Surian, dan

Cimenteng.4

Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih Purwanagara

meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan: 1) Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan didaerah gerilya Purwakarta. 2) Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya

3

Pemerintahan Kabupaten Subang, Rakyat Subang Gotong Royong, Subang Maju, h. 18.

4


(56)

44

Danta Gandawikarma. 3) Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten

Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei.5

Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian

ditetapkan melalui Keputusan DPRD No: 01/SK/DPRD/1977.6

2. Kondisi Geografis

Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak dibagian utara Propinsi Jawa Barat dengan batas koordinat yaitu antara 1070 31'-1070 54' Bujur Timur dan 60 11'-60 49' Lintang Selatan. Adapun batas-batas wilayah dengan Kabupaten yang berdekatan letaknya secara geografis adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat

2. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang 3. Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa

4. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang.7

5

Pemerintahan Kabupaten Subang, Rakyat Subang Gotong Royong, Subang Maju, h. 20.

6

Ibid., h. 22. 7


(57)

Luas Wilayah Kabupaten Subang adalah 205.176,95 hektar atau sekitar 6,34 persen dari luas Propinsi Jawa Barat, sedangkan ketinggian antara 0-1500 m dpl.8 Jika dilihat dari topografinya, Kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) zona/klasifikasi daerah, yaitu:

a. Daerah Pegunungan

Daerah ini memiliki ketinggian antara 500-1500 m dpl dengan luas 41.035,09 hektar atau 20 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Sagalaherang, Serangpanjang, Ciater, Jalancagak, Kasomalang, Cisalak dan Kecamatan Tanjungsiang.9

b. Daerah Bergelombang/Berbukit

Daerah dengan ketinggian antara 50-500 m dpl dengan luas wilayah 71.502,16 hektar atau 34,85 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayahnya meliputi Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Dawuan, Kaljati, Cipeundeuy, Sebagian besar Kecamatan Purwadadi dan Cikaum.10

c. Daerah Dataran Rendah

Dengan ketinggian antara 0-50 m dpl dengan luas 92.639,7 hektar atau 45,15 persen adalah wilayah pantura (Pantai Utara) meliputi Kecamatan Pagaden, Pagaden Barat, Binong, Tambakdahan, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Sukasari, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan,

8

BAPPEDA, Subang Dalam Angka Tahun 2013, h. 4.

9

Pemerintahan Kabupaten Subang, Rakyat Subang Gotong Royong, Subang Maju, h. 34.

10


(1)

HASIL WAWANCARA HANI RUCHENDI 1. Fraksi : 6 buah

Komisi : 4 buah 2. Fraksi :

- PDIP - GOLKAR - DEMOKRAT - PKS

- GNK (Gerakan Nurani Keb angsaan, yang merupakan gabungan dari partai GERINDRA dan PKPB)

- KPAP (yang merupakan Gabungan dari partai PKB, PAN, dan PPP)

3. Komisi A : Menangani tentang Pemerintahan Komisi B : Menangani tentang Ekonomi

Komisi C : Menangani tentang Pembangunan dan Anggaran Komisi D : Menangani tentang Pendidikan, Keagamaan dan Kesra

4. Hubungan antara legislatif dan eksekutif itu kan diatur dalam UU 32 tahun 2004 sebagai mitra kerja dalam pemerintah daerah, dan di Kabupaten Subang hubungan DPRD dengan pemerintah daerah itu sangat baik dan saling mengisi dalam pelayanan publik.

5. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap Pengelolaan APBD yaitu dengan cara membuat alat kelengkapan diantaranya :

a. Pimpinan DPRD b. Badan Musyawarah c. Komisi-Komisi

d. Badan Legislasi Daerah e. Badan Kehormatan

f. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh paripurna

setiap komisi-komisi sebagai ujung tombak dalam melaksanakan pengawasan dalam kontek APBD.

6. Hambatan DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan pengelolaan APBD di Kabupaten Subang yaitu mengenai Sumber Daya Manusia yang bermacam-macam sehingga tidak semua DPRD mengetahui bagai mana cara mengelola pemerintah daerah.. 7. Solusi yang dilakukan DPRD dalam menyelesaikan hambatan pelaksanaan fungsi

pengawasan pengelolaan APBD adalah dengan cara melakukan Bintek untuk meningkatkan keterampilan para anggota DPRD

8. Pencapaian DPRD dalam pengawasan APBD selalu mengontrol pihak eksekutif dan menyerap aspirasi masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban.

9. Kalo APBD kabupaten subang itu biasanya ada pada laporan pertanggungjawaban APBD setiap tahunya.

10.Penggunaan APBD di Kabupaten Subang sudah cukup baik, walopun belum seluruhnya baik dan optimal dalam pengelolaan APBD karena beberapa hal yang menghambat jalanya pengelolaan APBD di kabupaten Subang.


(2)

HASIL WAWANCARA NOOR WIBOWO

1. Fraksi : 6 buah Komisi : 4 buah 2. Fraksi :

- PDIP - GOLKAR - DEMOKRAT - PKS

- GNK (Gerakan Nurani Keb angsaan, yang merupakan gabungan dari partai GERINDRA dan PKPB)

- KPAP (yang merupakan Gabungan dari partai PKB, PAN, dan PPP)

3. Komisi A : Menangani tentang Pemerintahan Komisi B : Menangani tentang Ekonomi

Komisi C : Menangani tentang Pembangunan dan Anggaran Komisi D : Menangani tentang Pendidikan, Keagamaan dan Kesra

4. Hubungan antara legislatif dan eksekutif sangat baik dan saling mengisi karena kami adalah sebagai mitra kerja pemerintahan daerah, kami pun sering memberi masukan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan APBD.

5. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pengelolaan APBD yaitu dengan cara menyerap aspirasi masyarakat, kemudian turun atau terjun langsung kepada masyarakat untuk mengeruk langsung aspirasi masyarakat tentang adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dan membuat forum LPJ di setiap tahunya, yaitu LPJ


(3)

jangka pendek, LPJ jangka menengah dan jangka panjang, untuk tahap pendek dilakukan selama satu tahun sekali, jangka menengah adalah lima tahun sekali dan jangka panjan setiap dua puluh lima tahun sekali.

6. Hambatan DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan pengelolaan APBD di Kabupaten Subang yaitu, Sumber Daya Manusia DPRD Yang Bermacam-Macam sehingga banyak dari anggota dewan tidak paham bahkan buta terhadap pengelolaan keuangan dan pemerintahan.

7. Solusi yang dilakukan DPRD dalam menyelesaikan hambatan pelaksanaan fungsi pengawasan pengelolaan APBD adalah dengan melakukan selalu pelatian pelatihan terhadap SDM anggota dewan di Kabupaten Subang.

8. Pencapaian DPRD dalam menyelesaikan fungsi pengawasaan pengelolaan APBD adalah mengadakan LPJ yang saya katakana tadi, dengan cara itu kami dapat mendapatkan data efektif engganya pengelolaan APBD di Kabupaten Subang, dan terjun langsung ke masyarakat atau dapil setiap daerahnya.

9. Kalo, tahun 2009 itu sekitar 1,1 triliyun lebih, tahun 2010 juga sekitar 1,2 triliyun, 2011 sekitar 1,409.685.487.000, tahun 2012 itu kalo ga salah sebanyak Rp.1,3 triliyun, tahun 2013 sebanyak Rp.1.499.668.098.462.

10.Penggunaan APBD di Kabupaten Subang saya rasa sudah baik dalam pengelolaan walo adanya penyimpangan yang dlakukan oleh oknum anggota dewan.


(4)

HASIL WAWANCARA HAERUL ANWAR

1. Fraksi : 6 buah Komisi : 4 buah 2. Fraksi :

- PDIP - GOLKAR - DEMOKRAT - PKS

- GNK (Gerakan Nurani Kebangsaan, yang merupakan gabungan dari partai GERINDRA dan PKPB)

- KPAP (yang merupakan gabungan dari partai PKB, PAN, dan PPP)

3. Komisi A : Menangani tentang Pemerintahan Komisi B : Menangani tentang Ekonomi

Komisi C : Menangani tentang Pembangunan dan Anggaran Komisi D : Menangani tentang Pendidikan, Keagamaan dan Kesra

4. Hubungan antara legislatif dan eksekutif baik karena kami memiliki satu tujuan untuk Kabupaten Subang ini, yaitu menjadikan Rakyat Subang Gotong Royong agar subang maju, dan agar menciptakan visi kami dalam mengelola Subang.

5. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap Pengelolaan APBD yaitu dengan cara membagi pengawasan itu menjadi 3 tahap, yaitu dari tahap perencanaan, kemudian dalam pelaksanaan dan yang terakhir dalam tahap pertanggungjawaban. Karena kenapa dibagi menjadi tiga tahap, karena seharusnya untuk pengawasan, kami DPRD selalu mengawasi


(5)

dari awal penyusunan, karena dalam tahap penyusunan adalah hal penting dalam mewujudkan kesejahterakan rakyat, pada tahap perencanaan maka yang diakukan oleh DPRD adalah:

a) Menampung aspirasi masyarakat,

b) Menetapkan petunjuk dan kebijkan publik tentang APBD dan menentuakn strategi dan prioritas dari APBD tersebut,

c) Melakukan klarifikasi dan ratifikasi (diskusi APBD dalam rapat paripurna), d) Mengambil keputusan dan pengesahan

Dalam pengawasanya kami mengandalkan setiap komisi-komisi sebagai ujung tombak dalam melaksanakan pengawasan.

6. Hambatan DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan pengelolaan APBD di Kabupaten Subang yaitu, SDM anggota dewan yang bermacam-macam sehingga dalam pengelolaan keuangan tidak semuanya mengerti, dan kemudian masalah kewenangan dari DPRD sendiri, DPRD tidak bisa seenaknya memanggil pemerintah daerah yang melakukan penyimpangan terhadap anggaran, sehingga kami kesulitan dalam memanggil dan menghukum langsung pemerintah daerah yang melanggar itu, Adanya komunikasi yang kadang-kadang tidak Sejalan dengan fraksi Lain.

7. Solusi yang dilakukan DPRD dalam menyelesaikan hambatan pelaksanaan fungsi pengawasan pengelolaan APBD adalah dengan melakukan selalu pelatian pelatihan terhadap SDM anggota dewan di Kabupaten Subang dan merubah kewenangan yang dimiliki DPRD menjadi kewenangan yang lebih kuat, agar bisa menghukum langsung pemerintah daerah, melakukan komunikasi yang lebih dekat dengan komisi-komisi lain.


(6)

8. Pencapaian DPRD dalam menyelesaikan fungsi pengawasaan pengelolaan APBD adalah mengadakan Laporan Pertanggungjawaban dan terus memberikan pengontrolan terhadap pemerintah daerah.

9. Kalo, Pendapatan tahun 2009 itu sekitar 1.175.467.934.000 triliyun lebih, tahun 2010 juga sekitar 1.188.450.070.000 triliyun, 2011 sekitar 1,4 triliyun, tahun 2012 itu kalo ga salah sebanyak Rp.1.373.647.434.000. Tahun 2013 sebanyak Rp.1.499.668.098.000. 10.Penggunaan APBD di Kabupaten Subang saya rasa sudah cukup baik yaa walopu harus