BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemikiran yang berkaitan dengan hakikat dan makna manusia ini tidak bersamaan dengan adanya dorongan keingintahuan manusia secara
ilmiah. Keheranan dan kekaguman manusia terhadap alam yang dihadapinya seperti gunung, lautan dan pemandangan indah yang lain sekiranya dapat
memberikan arahan kedalam refleksi dimensi asasi manusia. Atau adanya pengalaman yang tidak baik, frustasi, kegagalan yang memuncak seperti
kecelakaan yang tidak sengaja menimpa orang yang sangat dicintainya, pembunuhan masal, perang, bencana alam dan sebagainya. Peristiwa ini
secara perlahan-lahan dan sistematis akan menanyakan apakah manusia itu? Apakah aku menjadi persoalan besar bagi diriku sendiri? Selain itu
pertanyaan akan muncul berkaitan dengan adanya kenyataan manusia yang hidup dengan dan selalu membutuhkan orang lain, terutama pada cinta dan
sebuah harapan yang panjang.
1
Persoalan tentang hakikat manusia dalam kajian filsafat mempunyai tempat tersendiri dan bahkan sebagian kajian filsafat mencari tentang hakikat
manusia, tentunya sesuai dengan kondisi historisnya. Menurut Zainal Abidin, ada dua aliran tertua dan terbesar dalam menyikapi dan merumuskan hakikat
manusia atau esensi manusia, yaitu materialisme dan idealisme. Materialisme
1
Selebihnya lihat FX. Mudji Sutrisno Ed., Manusia dalam Pijar-Pijar Kekayaan Dimensinya, Yogyakarta: Kanisius, 1993, hlm. 15-16.
sebagai sebuah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi dari kenyataan yang ada adalah material itu sendiri, hal ini juga merembet ke dalam esensi
manusia, yaitu badan itu sendiri. Sebagai cirinya apabila kenyataan yang ada tersebut dapat diukur, memiliki keluasaan, bersifat objektif dan tentunya
menempati ruang. Rumusan yang bertolak belakang disampaikan oleh idealisme, yaitu aliran filsafat yang meyakini ada kekuatan spiritual di balik
kenampakan yang ada atau jelasnya hakikat dari sesuatu yang ada adalah bersifat spiritual. Sesuatu yang ada tersebut juga menyangkut diri manusia.
2
Aliran-aliran yang lain merupakan respon dari kedua aliran besar tersebut. Kedua aliran besar diatas termasuk dalam kategori aliran esensi tunggal atau
sering disebut sebagai monisme. Ada yang berpaham bahwa dalam diri sesuatu yang ada itu mempunyai dua subtansi atau esensi fisik dan esensi
spiritual, maka sering mendapatkan label dualisme. Esensi-esensi tersebut berawal dari kajian-
kajian tentang „apa-apa‟ yang ada dalam diri manusia. Manusia sebagai manusia yang mengkaji
dirinya sendiri tentunya mengetahui peran manusia atau dimensi manusia. Manusia sebagai persona mempunyai kemampuan untuk menentukan jalan
dirinya sendiri. Manusia juga memiliki cara „berada‟ yang unik serta yang khas dibandingkan cara „berada‟ makhluk lainnya, karena dimensi ini
merupakan dimensi manusia yang paling asasi. Selanjutnya, manusia sebagai persona mempunyai komponen penyusun manusia itu, yaitu roh, jiwa nafs
2
Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, Cet. Keenam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, hlm.25-27.
dan badan atau jasmani.
3
Ketiga unsur penyusun manusia ini menjadi bahan kajian yang panjang dalam rentetan sejarah manusia, baik dari aliran
monisme maupun dualisme. Ketiganya tentu mempunyai fungsi masing- masing yang berlawanan tetapi saling menguatkan. Eksistensi jiwa dalam
tubuh akan member ikan warna secara total bagi kemungkinan „ada‟nya
didunia dan akan menentukan kemungkinan perbuatan yang dilakukannya. Fungsi yang terakhir inilah manusia dapat menentukan perbuatannya sendiri
dengan kehendak bebas. Kebebasan
4
ini dapat dikaitkan dalam tiga hal, yaitu kebebasan dalam penyempurnaan diri, kemampuan untuk memilih dan
memutuskan, dan kemampuan untuk dapat mengungkapkan berbagai dimensi manusia.
5
Point terakhir inilah yang dapat melahirkan berbagai peradaban didunia ini yang menakjubkan. Sehingga didalam sebuah peradaban yang
3
Jasmani adalah wadah yang hidup yang mempunyai peran penting dalam membentuk pribadi. Harjoko mengatakan bahwa”tubuh manusia bukan hanya sekedar wadah dari unsur
kerohaniannya, sebab tubuh dan jiwanya dialami sebagai aku”. Sehingga tubuh, jiwa adalah identik dengan unsur aku. Rohani atau jiwa adalah unsur yang abstrak yang tidak dapat dilihat
dengan pancaindra, dengan unsur inilah manusia sebagai makhluk yang tertinggi dalam tataran makhluk. Roh atau sukma atau atma dalam bahasa Jawa merupakan sesuatu yang dalam sebagai
hakikat manusia, karena hal ini menyangkut seluruh masa waktu manusia yang tidak dapat dipisahkan, yiatu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, selebihnya lihat Kasmiran
Wuryo Sanadji, Filsafat Manusia, Jakarta: Erlangga, 1985, hlm. 36, 52-74, 100-102. Selain itu, jika ketiga entitas manusia tersebuti atas dikaji dengan unsur mengkaitkan unsur kepercayaan
atau agama akan berbeda pula gerangan definisinya, misalnya dalam kajian Kristen-Katolik dapat dilihat dalam sebuah buku kecil hasil terjemah yang dilakukan oleh K. Bertens, yaitu C.A. Van
Peursen, Tubuh, Jiwa, Roh: Sebuah Pengantar dalam Filsafat Manusia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991 hlm. 94-100. Khazanah keilmuan Islam dalam hal ini malah lebih kaya, misalnya
sebuah buku kecil hasil disertasi dari Abbas Mahmud al-Aqqqad, Manusia di Ungkap al-Quran, terj. Team Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986, hlm. 31-43.
4
Pengertian kebebasan freedom secara umum terbagi menjadi dua, yaitu kebebasan internal dan kebebasan eksternal atau dalam kehidupan modern terdapat istilah kebebasan negatif
dan kebebasan positif. Kedua kebebasan ini dapat dijelaskan dalam makna moral dan politik. Penelitian ini memaknai kebebasan dengan makna kebebasan positif dengan makna moral bukan
makna politik. Selebihnya lihat Maryam Bakhtyar, “Freedom and Sufism a Brief Analysis on
Freedom Concept in the View of Muslim Mystics ”, dalam Journal of Islamic Studies and Culture,
Vol. 2, No. 1, March 2014, hlm. 33-34.
5
Kasdin Sihotang, Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme, cet. 5, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm.75.
dibangun itu, tentu ada pemahaman tentang hakikat manusia, baik terdapat dalam sistem ideologinya atau ilmu yang dipelajarinya. Hal ini akan menarik
ketika disentuhkan dengan gerakan Muhammadiyah yang telah berusia satu abad. Setidaknya, ada tiga alasan penelitian yang berkaitan dengan
Muhammadiyah ini dilakukan, yaitu pertama ormas keagamaan yang menekankan tajdid pembaruan dalam berbagai bidang. Tajdid mempunyai
dua arti yaitu reformasi reformation dan pembaruan. Amin Rais memaknai tajdid harus terjadi diberbagai bidang. Bidang-bidang tersbut adalah tandhiful
aqidah, pembersihan aqidah dari syirik. Kedua, tajdid nidham, pembaruan organisasi. Ketiga, taksirul kawadir, memperbanyak kader. Keempat, tajdid
etos Muhammadiyah dan, kelima tajdid kepemimpinan.
6
Kedua, karena gerakan ini lebih mengutamakan dan menekankan peranan aspek akal dan
pikiran dalam ber-diin dibanding mengandalkan kepekaan hati dan intuisi.
7
Ketiga, adanya peradaban yang telah di bangun oleh Muhammadiyah. Peradaban
8
yang dibangun oleh Muhammadiyah dari kebekuan dinamika pemikiran keislaman dengan ditandai oleh bersikerasnya
masyarakat yang mempertahankan tradisi beragama yang ekslusif dan stagnan secara turun temurun perlahan-lahan telah memberikan hasil yang
nampak. Itu artinya Muhammadiyah telah melahirkan sebuah peradaban yang
6
Selebihnya lihat
M. Amien
Rais, Moralitas
Politik Muhammadiyah,
Yogjakarta:Dinamika,1995, hlm.30-33.
7
Masyitoh Chusnan, Tasawuf Muhammadiyah: Menyelami Spirituall Leadership Ar Fakhruddin, Cetakan II Jakarta: Kubah Ilmu, 2012, hlm. 43.
8
Berbagai definisi tentang peradaban dan perb andingannya dengan kebudayaan…Lihat
selanjutnya dalam, Najmuddin Zuhdi, Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam I, Surakarta: FAI UMS, 1997 hlm. 7. Bandingkan pengertian ini dengan konsep dan pengertian Islam, selebihnya
lihat Ahmad Alim, “Ilmu dan Adab dalam Islam”, dan Adian Husaini, “Makna Adab dalam
Perspektif Pendidikan Islam”, dalam Adian Husaini et.al, Filsafat Ilmu: Perspektif Islam dan Barat, Jakarta: Gema Insani Press, 2013, hlm. 193-197 dan 217-225.
utama tinggi dan telah banyak berkontribusi terhadap berlangsungnya Negara Indonesia. Ormas yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di
Indonesia ini secara hitungan hijriah sudah melebihi satu abad 105 H telah melahirkan berbagai amal usaha dibidang pendidikan, kesehatan,
kesejahteraan social yang jumlahnya semakin bertambah.
9
Ketika itu, Islam menjadi cemooan sekaligus berubah secara drastis Islam sudah menjadi
lambang kebanggaan. Peradaban dalam Muhammadiyah ini muncul dari gerakan
Muhammadiyah sebagai pelopor gerakan pembaruan-keagamaan modern di Indonesia, sebuah gerakan pemberdayaan masyarakat dan gerakan keilmuan
atau pemikiran
yang dapat
diperhitungkan.
10
Gerakan keilmuan
rasionalisme ini muncul dari ciri khusus yang melekat pada diri Muhammadiyah ini yang disampaikan oleh Abdul Munir Mulkhan, yaitu
adanya ciri pertumbuhan dan kemajuan. Kedua ciri ini menunjukkan
9
Secara singkat jumlah lembaga tersebut telah diucapkan oleh Taufiq Ismail dalam sebuah puisi dengan judul
“Renungan 100 Tahun Rasa Syukur Dan Doa Bersama”, yaitu: …
Kemudian mendewasa dengan kekayaan pengalamannya Lihatlah 6.000 TK, 5728 SD, 3.279 SMP, 2.776 SMA, 101 SMK, 45 Muallimin-Pesantren,
168 Perguruan Tinggi Kemudian 70 rumah sakit, 287 BKIA, 300 panti Yatim Piatu
… Selebihnya, lihat Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Muhammadiyah 100 Tahun
Menyinari Negeri, Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2013, hlm.180-181dan lihat Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah Muktamar
Muhammadiyah ke 46Yogyakarta, 20-25 Rajab 1431 h 3-8 Juli 2010 M.
10
Pembaruan Muhammadiyah adalah menyekolahkan warga masyarakat yang tidak bersekolah waktu itu, menjadi
masyarakat yang „melek huruf‟.Waktu itu yang diperbolehkan bersekolah hanya orang-orang atau anak-anak dari golongan pejabat atau trah ningrat sebagai
persiapan untuk mengganti pejabat-pejabat pribumi yang menjadi pegawai Belanda dalam kantor- kantornya. Selain pembaruan dalam pendidikan, Muhammadiyah mempunyai andil dalam
mencegah Islam dari pengaruh Barat-Kristen misionaris, hal ini dapat di analisakan dengan gerakan membela atau memberikan pencerahan-santunan kepada kaum fakir-miskin-
mustad‟afin, waktu itu sampai sekarang gerakan misionaris gencar dengan model santunan terhadap kaum
diatas. Selebihnya lihat Ahmad Jainuri, Muhammadiyah: Gerakan Reformasi Islam Di Jawa Pada Awal Abad Keduapuluh, Surabaya: PT. Bina Ilmu,1991, hlm. 51.
pemegang utama kata kunci kebudayaan modern yang jumlah dan keanekaragaman dan sekaligus merupakan ciri utama dari modernisme yang
mengarah pada materialisme. Usaha Muhammmadiyah telah berhasil dalam hal menyuntikkan keduanya kedalam masyarakat yang menganggap
kehidupan dunia tidak memiliki nilai eskatologis yang tinggi. Kedua adalah sistematisasi sebagai prinsip kedua dari Muhammadiyah. Prinsip ini keluar
dari rumus utama dari gerakan modernisme yang lainnya, tidak lain gerakan tersebut adalah rasionalisme.
11
Gerakan rasionalisme Muhammadiyah dapat memendekkan jarak antara ilmu umum dan ilmu agama menimbulkan produk-produk pemikiran
baru yang sebelumnya tidak ada.
12
Produk-produk pemikiran tersebut menjadi satu bergumul dalam suatu pemikiran sebagai bagian dari peradaban yang
lambat laun menjadi suatu manhaj atau pandangan-dunia dalam makna yang sangat luas. Rumusan yang bernada sama, yaitu dalam Muktamar ke 37
Muhammadiyah, ideologi dirumuskan sebagai ajaran atau ilmu pengetahuan yang secara sistematis dan menyeluruh membahas mengenai gagasan, cara,
angan-angan atau gambaran dalam pikiran untuk mendapatkan keyakinan mengenai hidup dan kehidupan yang benar dan tepat. Atau ideologi juga
berkaitan dengan pedoman hidup, tujuan hidup, ajaran dan acara yang digunakan untuk melaksanakan pandangan hidup dalam mencapai tujuan
11
Abdul Munir Mulkhan, Mengggugat Muhammadiyah, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2000, hlm. vii.
12
Bandingkan dengan gerakan pembaruan Islam yang lainnya seperti Al-Irsyad, Persis, NU dan lainnya. Lihat pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga pada masing-masing ormas
tersebut, diantaranya pada masing-masing webbnya, yaitu www.nu.or.id
., www.al-irsyad.or.id
., www.persatuan-islam.or.id
.,
tersebut. Berkaitan dengan ideologi gerakan Muhammadiyah maka dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem keyakinan cita-cita dan perjuangan
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Secara subtansial berisi paham Islam atau paham
keagamaan dalam Muhammadiyah, hakikat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan misi dan stategi perjuangan Muhammadiyah.
13
Menurut Haedar
Nashir ada
beberapa alasan
pemikiran Muhammadiyah secara luas disebut sebagai manhaj pemikiran yaitu, pertama,
pemikiran Muhammadiyah yang ditulis pada waktu sekarang tetap ada jalur kontinuitas bersambung dengan pemikiran-pemikiran dasar dan jiwa
pendirinya. Kedua pokok-pokok pemikiran Kyai Dahlan dapat dikontruksi secara jelas walaupun tidak di tertulis terdokumentasi oleh Kyai Dahlan.
Ketiga, sistematisasi dari pandangan atau perpektif tertentu dalam menggagas dan mengaktualisasikan gagasannya melalui kelembagaan yang berbasis dan
ber-worldview Islam. Keempat, Muhammadiyah sebagai ideologi yang berkaitan dengan khittah atau garis perjuangan dengan memilih gerakan
dakwah kemasyarakatan. Kelima, bahwa pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah yang semula sebagai pedoman gerakan organisasi, lambat
laun telah menjadi sebuah model berfikir dan bertindak bagi anggota
13
Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi Dan Komitmen Ber-Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007, hlm. 19-20, beberapa pengertian dan pendahuluan beberapa
ideologi lebih lengkap lihat Haedar Nashir, Ideologi Gerakan Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2001, hlm. 31-35.
Muhammadiyah.
14
Ideologi ini yang telah membangun peradaban yang berdiri megah, agung atau apaupun namanya terdapat manusia sebagai
pemikir, pencipta, penerus dan pelangsung peradaban. Sebuah peradaban dengan ciri atau corak tertentu secara tidak langsung akan menunjukkan
ideologi atau pandangan-dunia yang dimaknai secara luas yang dimiliki manusia. Muhammadiyah telah berusia satu abad tentunya telah melahirkan
peradaban yang tidak sembarangan. Sehingga, menghendaki jawaban tentang pertanyaan hakikat konsep manusia dalam ormas terbesar ini sangat penting,
artinya didalam suatu sistem pemikirannya dan didalam kerangka berfikir manhaj atau ideologinya terdapat konsep yang mewujudkan pemahaman
tetang tuhan yang komprehansif. Konsep tentang manusia secara filosofis, khususnya tentang penghayatan manusia menjadi penting karena ia termasuk
bagian dari pandangan hidup atau makna ideologi secara lebih luas sebagai landasan dalam membangun peradaban yang utama.
Pandangan tentang manusia secara filosofis berkaitan erat dan bahkan merupakan bagian dari sistem ideologi gerakannya. Sistem ideologi gerakan
adalah landasan „moral‟ organisasi, yang akhirnya akan memperlihatkan corak peradabannya. Pandangan tentang hakikat manusia dengan demikian
merupakan masalah sentral yang akan mewarnai corak berbagai segi peradaban yang dibangun Muhammadiyah diatasnya.
15
Oleh karena itu,
14
Haedar Nashir, „Memahami Manhaj Gerakan Muhammadiyah‟ kata pengantar dalam
Imron Nasri, dkk penghimpun, Manhaj Gerakan Muhammadiyah:Ideologi, Khittah dan Langkah, cet.II., Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hlm. x-xii.
15
Rg. Collingwood, The Idea Of History, New York: Oxford University Press,1976, hlm. 205 dalam Muh. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghozhali, Jakarta: CV. Rajawali Press,
1988, hlm. 1.
konsep manusia secara filosofis penting bukan demi pengetahuan akan manusia itu sendiri, tetapi yang lebih penting adalah karena ia merupakan
syarat bagi pembenaran kritis dan landasan yang aman bagi terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
16
Inilah satu kegelisahan akademik dari penelitian ini, yang menghendaki untuk dieksplor lebih lanjut, sehingga
kedepan ormas ini perlu berbenah diri secara akademis-keilmuan, tidak kehilangan pijakan dalam keilmuan filsafat mewujudkan peradaban utama.
Karena hingga abad kedua dari kelahiran Muhammadiyah ini belum memiliki sebuah pemikiran konsep tentang hakikat manusia sebagai modal dasar untuk
mewujudkan peradaban yang utama. Kata filsafat dalam khazanah pemikiran Muhammadiyah kiranya
„haram‟ digunakan, Majelis Tarjih dan Tajdid „lebih senang‟ menggunakan kata pemikiran daripada kata filsafat. Kata pemikiran menurut Majelis Tarjih
dan Tajdid adalah hasil rumusan dengan cara mencurahkan segenap kemampuan berfikir terhadap suatu masalah berdasarkan wahyu dengan
metode ilmiah, meliputi bidang teknologi, filsafat, tasawwuf, hukum, dan disiplin ilmu.
17
Karena kata pemikiran cakupan definisinya atau pembatasan kajiannya lebih luas daripada kata filsafat, hal ini dapat dilihat dari pengertian
diatas. Pada kenyataannya rumusan atau hasil-hasil pemikiran yang ada lebih berorientasi kepada fikih praktis atau jika tidak boleh dikatakan bercorak
16
Ibid, ada hubungan erat antara filsafat dan kehidupan dinyatakan oleh K. Munitz juga. Menurutnya setiap saat kehidupan, penuh dengan pilihan-pilihan berdasarkan falsafah yang
dimiliki. K. Munist, The Way Of Philosophy, New York: Mcmillan Publishing Co,.Inc, 1979, hlm.7.
17
Keputusan Munas Tarjih XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam tahun 2000 di Jakarta.
fikiah. Hanya saja akhir-akhir ini sebenarnya didalam pengambilan keputusan dan analisa dalam memutuskan suatu perkara mengunakan metode filsafat.
Hal ini terlihat dengan semakin berkembangnya metode tersebut yang diawali dengan Munas Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ke XX di Banda
Aceh. Lebih khusus lagi dengan masuknya filsafat estetika dalam menganalisis hakikat seni budaya, menggunakan pendekatan sosiologi dan
antropologi dan ilmu-ilmu sosial-humaniora lainnya dalam melihat realitas dan
fenomena seni
dimasyarakat, tentunya
tidak sertamerta
mengesampingkan pendekatan nilai-nilai keislaman, akan tetapi metode- metode tersebut kiranya masih enggan dan terkesan liberal ketika digunakan
dalam perangkat ijtihad Muhammadiyah.
18
Ketika melihat ke belakang dengan rujukan KH. A. Dahlan sendiri bukan seorang ulama yang bercorak
fiqih-minded, melainkan ulama yang filosofis. Hal ini dapat dilihat dengan adanya proses pengajaran untuk menggali al-Qur`an dan Sunnah dengan
menggunakan analisa pemikiran yang rasional, sehingga dapat menemukan nilai-nilai
universal dari
ajaran Islam
yang selanjutnya
dapat mengaktualisasikan dan mengaplikasikan dalam kehidupan.
Selain itu, metodologi yang dibangun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam menggali suatu ilmu atau memberikan jawaban fatwa tentang sesuatu
permasalahan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan bayani, burhani dan irfani. Model pendekatan bayani adalah pendekatan untuk
mencari makna yang tersirat dari makna yang tersurat atau mencari istinbath
18
Keputusan Muktamar Majelis Tarjih XVII di Wiradesa Pekalongan, 1972 dan Muktamar Majelis Tarjih XXI di Klaten 1980 dalam HPT Muhammadiyah 20, 21,22 Jember: PDM Jember,
1993, hlm.73-212.
hukum dari lafadz-lafadz nushush-al-ddiniyah dengan perangkat kebahasaan. Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan indera, percobaan dan
hukum-hukum logika atau perangkat logika sebagai pengertian dari model pendekatan burhani. Pendekatan irfani sebagai pendekatan yang mengunakan
instrumen pengalaman batin, dzawq, qalb, wijdan, bashrah dan intuisi akan digunkaan untuk mengungkap makna bathin dari makna bathin lafadz dan
„ibarah yang digunakan oleh para mutashawwifin
dan
„arifin.
19
Padahal ketiga model pendekatan diatas semuanya dipakai dalam metode berfikir
filsafat. Kajian dengan model burhani dapat dijumpai didalam kajian hermeneutika sebagai metode filsafat, metode bayani digunakan dalam
metode mencari kebenaran dengan perangkat logika atau filsafat logika. Adapun metode irfani sebagai kajian yang sering digunakan untuk menggali
aliran filsafat yang beraliran filsafat-gnostik. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti pemikiran Muhammadiyah. Sehingga
konsep tentang manusia menjadi tema yang dibahas dalam penelitian ini dengan tinjauan filsafat.
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. Seiring dengan adanya perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai
bahasa, seperti: kata philosophic dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis. Kata philosophy dalam bahasa Inggris, philosophia dalam
bahasa Latin dan falsafah dalam bahasa Arab.
20
Selain itu, dari bahasa Yunani yaitu philosophia
–philien: cinta dan sophia: kebijaksanaan.
19
Keputusan Munas Tarjih XXV tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Tahun 2000 di Jakarta.
20
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, edisi I, Jakarta:PT. Gramedia, 1996, hlm. 242.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran
kefilsafatan yang dianutnya. Seorang Plato mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan yang asli tentang segala
yang ada. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran sebab-sebab dan prinsip-prinsip
yang terkandung didalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Imanuel Kant mendefinisikan filsafat adalah
sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan yang meliputi
metafisika, etika, agama dan antropologi.
21
Al-Farabi berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud karena ia wujud.
Menurut al-Farabi ada dua objek yang berkiatan dengan filsafatnya, yaitu filsafat teori al-falsafat an-nadhariyyah dan filsafat praktek al-falsafah al-
„amaliyyah.
22
B. Rumusan masalah