FILSAFAT MANUSIA Filsafat Manusia Menurut Muhammadiyah.

(1)

BAB III

FILSAFAT MANUSIA MENURUT MUHAMMADIYAH

A. Ontologi Manusia Menurut Muhammadiyah 1. Pengertian dan Hubungan Manusia

Manusia merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari alam, keberadaan manusia dialam saling membutuhkan, saling mengisi dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya dengan peran yang berbeda. Manusia mempunyai peran dan posisi khusus diantara komponen alam dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain yakni sebagai khalifah, wakil Tuhan dan pemimpin dibumi. Manusia dalam hal ini adalah khalifah, pemimpin dan wakil Tuhan.















Artinya: “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa

di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-An`am (6): 165).1

Manusia mempunyai hubungan dengan alam lingkungan hidupnya ini ditegaskan dalam beberapa ayat al-Qur`an, yang intinya sebagai

1


(2)

berikut: pertama, hubungan keimanan dan peribadatan. Alam semesta berfungsi sebagai sarana bagi manusia untuk mengenal kebesaran dan kekuasaan Tuhan (beriman kepada Allah). Manusia dilarang menghamba alam dan dilarang menyembah kecuali hanya kepada Allah yang menciptakan alam. Kedua, hubungan pemanfaatan yang berkelanjutan. Alam dengan segala sumberdaya yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan manusia harus dilakukan secara wajar tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini saja yang mengabaikan hak-hak generasi yang akan datang. Penyalahgunaan pemanfaatan alam atau sumberdaya alam hanya untuk kepentingan tertentu yang mengabaikan hak pemanfaatan bagi kehidupan berkurang atau hilang tidak dibenarkan dalam Islam. Ketiga, terjadi hubungan pemeliharaan untuk semua makhluk. Manusia mempunyai kewajiban memelihara alam untuk keberlanjutan kehidupan semua makhluk hidup di bumi ini. Tindakan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan dan mengabaikan asas pemeliharaan dan konservasi merupakan perbuatan haram dan akan mendapatkan hukuman dosa.

Manusia pasti berhubungan dengan Tuhan, berhubungan juga dengan alam sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan. Hubungan manusia dengan Tuhan ini memerlukan alam sebagai sarana untuk mengenali dan memahami Tuhan. Manusia juga memerlukan alam sebagai sarana beribadah kepada Tuhan Allah. Hubungan manusia dengan alam ini adalah


(3)

hubungan peran dan fungsi, bukan hubungan sub-ordinat (manusia adalah penguasa alam) sebagaimana penganut antroposentrisme dan kaum materialisme. Alam berhubungan pula dengan Tuhan yang menciptakan dan mengaturnya. Alam harus tunduk patuh terhadap ketentuan-ketentuan atau hukum-hukum atau qodar yang telah ditetapkan oleh yang Maha Memelihara alam. Dengan demikian, upaya manusia untuk bisa memahami alam dengan pengetahuan dan ilmu pada hakikatnya merupakan upaya manusia untuk mengenal dan menahami yang menciptakan dan memelihara alam agar dapat berhubungan dengan-Nya.2

Menurut Leaming, pengertian manusia diatas termasuk dalam kategori sudut pandang yang kedua, yaitu sudut pandang satu arah (personal and camera view). Muhammadiyah dalam pengertian diatas hanya memberikan pengertian manusia sudut pandang satu arah. Satu arah tersebut adalah arah manusia dalam berhubungan dengan alam raya yang mempunyai tiga hubungan yang saling menguntungkan. Kata kunci hubungan ini hanyalah manusia, karena manusia membutuhkan, mengelola dan memelihara alam. Jika terjadi ketidakseimbangan antara hubungan ketiganya, maka alam mempunyai mekanisme sendiri, yaitu berusaha menyeimbangkan dirinya sendiri dengan cara terjadinya bencana sesuai dengan letak ketidakseimbangan tersebut. Menurut Adelbet Snijders,

pengertian manusia diatas bertolak dari kata „hubungan‟, hubungan

2

Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Teologi Lingkungan: Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perpektif Islam, Cetakan II, (Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2011), hlm.6-9.


(4)

manusia dengan alam raya, hubungan manusia dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan Tuhan. Pengalaman Muhammadiyah dengan menggunakan kata hubungan tersebut lama-kelamaan terang benderang dan makin terungkap dengan jelas.

Hubungan antara sesama manusia dalam pandangan Muhammadiyah terdapat dalam pedoman hidup Islami warga Muhammadiyah, bagian kehidupan masyarakat, sebagai berikut:

“Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing-masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.”3

Hubungan antara manusia dengan sesamanya harus terjalin persaudaraan dan kebaikan yang tulus kepada tetangga, anggota masyarakat yang lainnya bahkan kepada non-muslim. Islam membatasi kategori yang termasuk tetangga adalah empat puluh rumah, bukan berbatasan dengan jarak rumah sampai beberapa kilometer saja.

2. Eksistensi Manusia: Penciptaan Adam. As sebagai Awal Manifestasi Eksistensi Manusia

Adam sebagai manusia itu kemudian populer menjadi bapak manusia (abu al-basyar atau manusia pertama yang diciptakan Tuhan). Mengenai penciptaan Adam dalam beberapa ayat dijelaskan bahwa materinya secara umum bahwa ia diciptakan dari at-turab yang berarti

3 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah


(5)

tanah. Jenis tanah yang digunakan untuk menciptakannya adalah ath-thin

tanah liat, tanpa disebutkan bagian dan sifatnya. Bagian dari at-thin yang digunakan, yakni sulalah min thin yang diterjemahkan dengan saripati dari tanah liat, dan sifat dari thin yang digunakan untuk menciptakannya. At-thin al-lazib yang diterjemahkan dengan tanah liat yang kenyal, keterangan sifat yang lain dari tanah liat yang digunakan untuk menciptakannya, yakni

shalshal min hama‟ yang diterjemahkan dengan tanah liat kering dari

lumpur hitam. Manusia pertama diciptakan dengan adanya peniupan ruh secara langsung ke dalam dirinya oleh Tuhan. Dengan demikian manusia pertama diciptakan dengan menggunakan bahan materi berupa tanah liat

dan bahan spirit dari „ruh‟ Allah.

Proses penciptaannya manusia pertama tersebut melalui firman

kun, jadilah, dan kemudian jadilah manusia pertama itu fayakun. Penggunaan fi‟il mudlari‟, kata kerja menunjuk waktu sekarang dan akan datang yakun menunjukkan adanya proses dalam penciptaan itu. Sehingga proses penciptaan tersebut melalui 4 tahap: pertama, penciptaan bahan asal tanah liat kering dari lumpur hitam: kedua, pemberian bentuk; ketiga,

penyempurnaan penciptaan; keempat, peniupan ruh.4 Semua ayat mengenai penciptaan dan prosesnya ini menegaskan pandangan bahwa manusia sebagai satu spesies diciptakan oleh Allah, sebagaimana spesies-spesies makhluk hidup yang lain dalam tatanan yang rumit.

4 Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.8/Th ke-98, 16-30 April 2013, hlm.19.


(6)

3. Hakikat Manusia

Hakikat manusia mengacu pada kecenderungan tertentu dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap, tidak brubah-ubah, yaitu identitas esensial yang menyebabkan sesuatu itu menjadikan dirinya sendiri dan membedakan dengan yang lain. Pengertian ini mempunyai satu kecenderungan didalam filsafat yang menangkap memiliki batasan tentenganya pra-ada. Pandangan ini mengangkat pentingnya esensi dari pada eksistensi. Asumsi ini telah mendominasi dalam kajian filsafat periode klasik dan abad pertengahan. Sedangkan filosof modern berorientasi kepada eksistensinya dalam sejarah. Asumsi pertama lebih berorientasi vertikal dan kedua lebih bersifat horisontal. Meskipun perumusan tentang manusia pada periode terdahulu dimulai dengan deskripsi, namun pada akhinya tatanan normatif yang menjadi acuan bagi kesempurnaan manusia.5

Kyai Haji Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah tentu pemikirannya dijadikan sebagai ciri khas gerakan maupun pandangan-dunia Muhammadiyah, baik yang sudah terkonstruksi maupun yang belum terkonstruksi. Kyai Dahlan memandang manusia hidup didunia ini untuk memilih, bahagia atau sengsara. Penentu dari kedua kata tersebut adalah beramal. Inilah hakikat manusia dalam Muhammadiyah. Beramal menjadi kata kunci yang lama-kelamaan terang benderang dan semakin terungkap dengan jelas. Jelasnya, pemikiran hakikat manusia dalam Muhammadiyah

5


(7)

tidak berada dalam istilah-istilah filsafat manusia yang „murni‟ atau

„akademik‟, karena hal ini dianggap sebagai spekulasi sia-sia

dibandingkan dengan tugas utama mengubah masyarakat yang taklid, tradisional, musyrik menjadi masyarakat bertauhid murni, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan ulama:

Artinya: “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama,yaitu orang–orang yang berilmu. Dan ulama–ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.”6

Menurut Kyai Dahlan beramal sebagai upaya untuk menyelamatkan diri dari kesengsaraan dunia dan kesengsaraan akhirat. Sebagian besar manusia tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena sudah tergila-gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan kesusahan, sehingga hatinya mati tidak dapat memikirkan dan merasakan nasibnya dikemudian hari. Beramal selain untuk menyelamatkan dirinya dari kesengsaraan, beramal juga sebagai sarana memfungsikan manusia sebagai khalifah Allah. Beramal untuk menjaga, memelihara, mengolah dan melestarikan dunia, bukan untuk merusak dan menghancurkan dunia. Beramal sebagai sarana untuk berhubungan dengan alam dalam arti memelihara untuk kelestariannya, dalam bahasa Jawa disebutkan sebagai

memayu hayuning bawana. Kyai dahlan berusaha untuk memfokuskan diri

6 KRH. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat


(8)

memperbaiki kualitas manusia sebagai khalifah, sehingga pada gilirannya bumi akan rahayu, lestari berkat amal perbuatan manusia. Kyai Dahlan membuat perumpamaan sebagai berikut:

“Hidup manusia adalah seperti seorang yang berdiri diatas pagar sumur,tanah dibawahnya telah rebah, lagi pula didalam sumur tersebut ada seekor ular yang sangat besar. Orang yang berdiri diatas pagar sumur itu tidak mengetahui bahwa dia dalam keadaan yang demikian itu. Dia berpegang pada tali timba di atas sumur yang hamper putus karena dimakan tikus. Jika akhirnya tali itu putus pasti dia jatuh kedalam sumur menjadi mangsa ular yang sangat besar tadi. Tapi orang tadi mukanya menentang ke atas, lidahnya menjilat madu, dia hanya tertarik merasakan manisnya madu, lengah bahwa tali itu pasti putus, lupa bahwa dia diatas sumur yang didalamnya terdapat seekor ular yang sangat besar. Begitulah gambaran manusia hidup didunia, yaitu manusia hanya akan tertarik merasakan manis dan lezatnya madu yang baru meliputinya, lupa kepada tali yang dipegang bahwa tali itu pasti putus. Artinya: manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat dengan kepada saat kematiannya. Keadaan sumur itu menjadi gambaran: didalam sumur ada ularnya yang sangat besar artinya: ada bahaya yang sangat besar.”7

Kyai Dahlan ketika membaca dan mencermati surat al-Ma`un, tergoreslah amal Muhammadiyah yang berbentuk yayasan pemeliharaan yatim-piyatu pada periode awalnya. Ketika membaca “wa idza maridhtu

fa huwa yasyfi” terlahirlah amal konkrit yang berwujud rumah sakit,

sekolah perawat, rumah bersalin, dan yang sejenisnya. Ketika mencermati normatifitas al-Qur`an surat al-`Alaq, yaitu ajaran al-Qur`an tentang perlunya membaca, kemudian Muhammadiyah menjabarkan kedalam wilayah perjuangan sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan sejak TK sampai perguruan tinggi.

7


(9)

Beramal bukan tanpa ada landasan yang jelas, tetapi beramal sesuai dengan ajaran al-Qur`an dan as-Sunnah ash-Shakhikah. Agar sesuai dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, Muhammadiyah memberikan batasan antara agama dan muamalat duniawiyah, sebagaimana terdapat dalam Kitab Masalah Lima. Beramal dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu pertama beramal dengan harta benda. Kedua, beramal dengan ilmu yang dimilikinya. Ketiga, beramal dengan ide-ide, gagasan untuk perkembangan peradaban umat manusia. Tujuan dari beramal adalah menjadi manusia

muttaqin, sebagaimana terdapat dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah.

Pendorong beramal adalah datangnya kematian, sebagaimana Kyai Haji Ahmad Dahlan menyatakan bahwa mati adalah bahaya yang besar, tetapi lupa kepada mati adalah bahaya yang lebih besar lagi. Oleh karena itu manusia harus bersiap-siap menghadapi kematian dengan menyempurnakan urusan-urusannya dengan Allah dan dengan sesama manusia. Dia sering memberi peringatan kepada teman-temannya jika berkumpul, yaitu:

Lengah, kalau terlandjur terus-menerus lengah, tentu akan sengsara di dunia dan acherat. Maka dari itu djangan sampai lengah, kita harus berhati-hati: Sedangkan orang jang mentjari kemuliaan di dunia sadja, kalau hanja seenaknja tidak sungguh2 tidak akan berhasil, lebih2 menjari keselamatan, kemuliaan di acherat. Kalau hanja seenaknja, sungguh tidak akan berhasil.8

Pemikirannya menunjukkan adanya ketakutan akan bahaya kematian dan ketakutan akan adanya pembalasan berupa siksa atau hukuman. Dia

8

KHR. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat Al-Qur`an..., hlm.11.


(10)

berusaha bagaimana mendapat keselamatan,usaha ini salah satunya adalah berupa tulisan yang tertulis di dekat meja tulisnya, yaitu:

“Hai Dahlan. Sesungguhnja bahaja jang menjusahkan itu lebih

besar dan perkara2 jang mengedjutkan didepanmu, dan pasti kau akan menemui kenjataan jang demikian itu, ada kalanja kau selamat atau tewas menemui bahaja.

Hai Dahlan, gambar2kanlah badanmu sendiri hanja berhadapan dengan Allah sadja, dan dimukamu bahaja maut akan diadjukan, hisab atau peperiksaan, surga atau neraka. (hitungan jang achir itulah jang menentukan nasibmu).

Dan fikirkanlah, renungkanlah apa2 jang mendekati kau daripada sesuatu jang ada dimukamu (bahaja maut) dan tinggalkanlah jang

selainnja itu”.9

Pemikirannya tentang dorongan kematian nampaknya mendapat tempat yang istimewa. Dia memberi penafsiran yang positif terhadap dorongan kematian. Dorongan kematian yang ada padanya menjadikanpendorong bagi terciptanya karya amal. Dengan kalimat yang lain, bahwa karya-karya amalnya sebagai salah satu pendorong adanya dorongan kematian. Beberapa lompatan pemikirannya menunjukkan pentingnya amal. Dia berkata:

“Mengoempoelkan „ilmu, nazar dan oeang itoe karena hendak diambil faidahnja dan karena hendak diratakan, djoega soepaja diambil faidahnja; boekannja soepaja djadi kemegahan atau

soepaja diketahoei oleh orang lain, itoe tidak”10

.

4. Stuktur Manusia

Struktur manusia dalam hal ini adalah komposisi yang memperlihatkan keberadaan manusia dalam suatu totalitas. Komponen dalam pemikiran Muhammadiyah diartikan sebagai unsur-unsur penyusun

9

Ibid, hlm.10.

10

Moehammadijah, “Verslag Moehammadijah Di Hindia Timoer Tahoen Ke-X (Januari-Desember, 1923), hlm. 7 dalam M.Yusron Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya Yogyakarta: MPK-SDI PP Muhammadiyah) , hlm. 68.


(11)

manusia. Manusia terdiri dari tubuh dan ruh.11 Hal ini dikuatkan oleh pendapat Djarnawi Hadikusuma, seorang tokoh Muhammadiyah keturunan dari Ki Bagus Hadikusuma, manusia terdiri dari dua unsur pokok yaitu jasmani dan rohani. Tubuh adalah bagian yang tidak sempurna pada manusia. Tubuh terdiri dari unsur-unsur materi, yang pada suatu saat komposisinya akan rusak. Jasmani atau tubuh tersusun dari darah, daging, tulang dan bagian-bagian lain yang masing-masing mempunyai tugas dan fungsi khusus. Namun semuanya itu terkoordinir dengan rapi dan serasi dalam menjalankan tugasnya. Dengan kata lain, tubuh manusia merupakan sebuah mesin yang paling lengkap yang mempunyai peralatan dari yang paling kasar sampai yang paling halus. Karena itu, ia tidak bersifat kekal.

Unsur rohani atau ruh adalah sesuatu yang berasal dari luar tubuh. Roh masuk kedalam tubuh akan memberikan kemampuan bergerak. Ruh berada dalam tubuh selama waktu yang ditentukan. Apabila telah habis masanya, ruh meninggalkan tubuh yang menyebabkan kematian. Rupanya Djarnawi mengikuti penjelasan al-Ghazali tentang hal ini. Jika tubuh manusia berasal dari tanah, maka ruh diciptakan Allah dari cahaya. Ruh adalah sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak terbagi, karena ruh bukan materi yang dapat dibagi-bagi. Ruh selalu sadar kepada Alloh sebagai penciptanya. Selanjutnya, Djarnawi menjelaskan bahwa ruh dalam tubuh manusia tidak seperti air yang berada dalam bejana, jika bejana tersebut berlubang, maka air yang ada dibejana tersebut akan keluar. Ruh masuk

11

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

Untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.19.


(12)

keseluruh organ tubuh sehingga bersatu dengan tubuh memberikan daya untuk bergerak dan hidup. Manusia tidak diberi ilmu untuk mencari hakikatnya, sebagaimana Djarnawi menyitir surat al-Isro` ayat 85. Selain melarang mencari hakikat ruh, ayat diatas secara eksplisit memerintahkan manusia untuk mempelajari dan mengungkapkan sifat dan pengaruh ruh terhadap jasmani. Akal dan ilmu pengetahuan manusia mampu memikirkan pengaruh antara ruh dan jasad ini.

Djarnawi menambahkan bahwa ruh tidak dapat dibagi menjadi unsur-unsur yang lebih kecil (sederhana) seperti zat atau senyawa yang dapat dibagi menjadi molekul dan atom penyusunnya. Ruh adalah jauhar yang berdiri sendiri, tidak terbagi, kekal, diciptakan dari cahaya dan selalu sadar akan penciptanya. Dengan demikian ruh adalah wujud rohani bukan bukan benda. Penyatuannya bersifat subtansial, ini berarti sepanjang hidup manusia antara ruh dan jasmani tidak dapat dipisahkan, bukan persifat aksidental sebagaimana pertemuan antara dua orang teman. Keberadan jasad dan ruh berlainan jenis dan asal-usul. Persatuan ini menjadikan manusia memiliki derajat lebih tinggi dibandingkan makhluk lain ciptaan Allah. Selain itu, persatuan ini akan menghadirkan keadaan baru, yaitu: pertama, ruh dapa melihat, mendengar dan merasa segala sesuatu dengan perantara indera tubuh yang dimasukinya. Kedua, ruh seolah-olah terkungkung oleh jasad dan hanya dengan berfikir dan berkhayal ia dapat mencoba menyentuh alam rohani.


(13)

Ketiga, timbulnya sesuatu sebagai hasil dari perpaduan dan persesuaian antara tubuh antara ruh dan jasad. Sesuatu tersebut adalah kesadaran tentang ke-aku-an yang disebut jiwa atau nafs.12 Secara fisik manusia dapat menyesuaikan dengan lingkungan untuk mempertahankan diri, berbeda jauh dengan makhluk lain yang ada dibumi. Secara rohani manusia memiliki daya olah fikir dan batin yang mampu menghasilkan kondisi mental dan kualitas manusia. Kondisi mental manusia sering dihubungkan dengan kejiwaan yang mengambarkan kualitas fikir manusia. Djarnawi menyatakan bahwa jiwa dalam bahasa Arab adalah an-nafs, walapun sering disamakan dengan nyawa atau manusia. Jiwa berarti keadaan mental atau rohani seseorang.

B. Epistemologi Filsafat Manusia Menurut Muhammadiyah 1. Konsep Penciptaan

Muhammadiyah mempunyai pemikiran bahwa alam dan segala isinya tidak terjadi secara kebetulan atau terjadi secara evolusi, tetapi terjadi dengan ijin Allah swt. Mereka tidak terbentuk oleh kebetulan-kebetulan yang acak dan di luar kesengajaan seperti yang dinyatakan dalam teori evolusi. Hal ini juga berlaku pada diri manusia, manusia tercipta dengan bukan dari evolusi dari seokor kera besar tetapi berasal dari keturunan Nabi Adam as. Jelasnya, pemikiran Muhammadiyah

12 Gunawan Budiyanto, Djarnawi Hadikusuma dan Muhammadiyah, (Yogyakarta:

Lembaga Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah dan Suara Muhammadiyah, 2010), hlm. 71-76.


(14)

berkaitan dengan penciptaan manusia menganut paham kreasionis, tepatnya kreasionis-teistik.13

Menurut pandangan kreasionis Muhammadiyah, kebenaran terjadinya penciptaan itu secara empiris dibuktikan dari lapisan Kambrium. Lapisan Kambrium adalah lapisan bumi tertua tempat ditemukannya fosil-fosil makhluk hidup yang diperkirakan berusia 500-550 juta tahun. Fosil-fosil yang ditemukan dalam lapisan itu adalah fosil siput, trilobita, bunga karang, cacing tanah, ubur-ubur, landak laut dan invertebrata kompleks lainnya. Catatan fosil-fosil itu menunjukkan bahwa semua makhluk hidup itu muncul secara bersamaan dan tiba-tiba, sehingga literatur geologi menyebut kejadian ajaib ini sebagai Ledakan Kambrium (Cambrian Explosion). Catatan fosil yang demikian, sebagaimana dikatakan Harun Yahya, diakui Mark Czarnecki, seorang ahli paleontologi evolusionis (penganut teori evolusi) sebagai kendala utama dalam membuktikan teori evolusi, karena belum pernah mengungkapkan jejak-jejak jenis peralihan hipotesis Darwin.14

Penciptaan manusia dari air dan tanah secara ilmiah dewasa ini terbukti dengan unsur-unsur yang membentuk tubuhnya. Diketahui bahwa kurang lebih 70% tubuh manusia terdiri dari air. Kemudian sepenggal tubuh manusia terdiri atas unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur

13Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

Untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.8/Th ke-98, 16-30 April 2013, hlm.19.

14Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

Untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.19.


(15)

segenggam tanah dari permukaan bumi yang subur. Unsur-unsur dan persentasenya yang disebutkan al-Bahi al-Khuliy adalah sebagai berikut: oksigen 63%, karbon 20,20%, hidrogen 9,90%, nitrogen 2,50%, kalsium 2,45%, pospor 1,1%, klor 0,16%, fluoride 0,14%, belerang 0,14%, potasium 0,11%, sodium 0,10%, magnesium 0,07% zat besi 0,01%, yodium, silikon, dan magnese 018%.

Materi ruh yang digunakan untuk menciptakan Adam di dalam kehidupan terbukti dengan adanya kenyataan bahwa manusia memiliki jiwa yang kompleks yang secara kualitas berbeda dari jiwa binatang. Hal ini berbeda jauh dari makhluk hidup yang secara biologis paling dekat dengan manusia. Apabila unsur-unsur yang membentuk tubuhnya adalah zat-zat itu, maka tentunya penciptaannya juga dari zat-zat itu. Penciptaan manusia melalui proses reproduksi setelah penciptaan manusia pertama sudah jelas bahwa unsur-unsur tersebut membentuk tubuhnya. Bagaimana dengan penciptaan manusia pertama yang sebelum diciptakan, ia diciptakan dari tanah dan air? Apakah sejak awal proses dimulainya penciptaan, telah digunakan seluruh unsur itu atau sebagiannya saja?

Jawaban atas pertanyaan ini bisa merangkat dari Qur`an surat al-Hijr (15) ayat 28-29 yang menunjukkan adanya 4 tahapan dalam proses penciptaan yang telah disinggung di depan. Pada tahap pertama dari proses penciptaan manusia. Allah menciptakan bumi yang di dalamnya ada tanah.

Penciptaan bumi ini sekaligus diciptakan “pohon kehidupan”. Menurut


(16)

pohon itu selalu bergerak memisah, tidak pernah menyatu. Artinya nenek moyang spesies itu mengikuti jalur bergaris lurus dan semua perubahan evolusi sepanjang jalur ini terjadi dalam lineage, garis keturunan, yang terlacak.15 Adanya penciptaan “pohon kehidupan” itulah dilakukan

penciptaan manusia dari bahan-bahan itu melalui proses pemberian bentuk, penyempurnaan penciptaan dan peniupan ruh. Agus Haryo Sudarmojo dalam persoalan ini berpendapat, seorang kresionis muslim Indonesia berani menyatakan, bahwa proses itu dilakukan dengan memasukkan bahan-bahan tersebut ke dalam tabung biologis.16

Kreasionis muslim yang lain tidak mengemukakan pernyataan penciptaan Adam melalui tabung biologis. Mereka membicarakan penciptaan manusia hanya menghubungkan dengan evolusinya tidak hanya dari homo-homo sebelum homo Sapien, tapi juga dari makhluk bersel satu yang menjadi awal mula kehidupan di bumi. Mereka mengemukakan pandangan yang berbeda-beda. Harun Yahya menolak terjadinya evolusi.17 Sementara Jurnalis Udin menerima terjadinya evolusi.18 Adapun Maurice

15

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

Untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.18-19.

16Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.19. Bandingkan dengan pengertian aliran kreasionisme dalam wadah monisme dalam Louis Leahy SJ, Filsafat Ketuhanan Kontemporer..., hlm. 203-208.

17 Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.18-19.

18Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan

untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.8/Th ke-98, 16-30 April 2013, hlm.18-19.


(17)

Bucaille berpandangan mungkinnya terjadi evolusi kreatif dan tidak perlu mempertentangkan al-Qur`an dengan data paleontologi.

Al-Qur`an memberikan pegangan untuk menentukan sikap dalam menghadapi kontestasi antara kreasionisme dan teori evolusi tentang penciptaan manusia ini. Kitab Suci menyebutkan bahwa manusia disebut sebagai basyar yang menunjukkan bahwa ia memiliki ciri khas berupa kulit tubuhnya kelihatan meskipun ada rambut atau bulu yang tumbuh di atasnya. Selain itu, al-Qur‟an juga menegaskan tentang kodrat-kodrat manusia, termasuk kodrat makhluk kebudayaan. Ini berarti yang disebut manusia itu adalah makhluk hidup bergerak yang secara fisik memiliki ciri khas sejak awal adanya di bumi dan mengembangkan kebudayaan, tidak peduli ia diciptakan melalui evolusi atau tidak. Sikap ini mungkin bisa mengakhiri perdebatan di kalangan muslim ketika membicarakan proses penciptaan manusia, ketika bukti-bukti empirik untuk mendukung kreasionisme dan membatalkan teori evolusi belum “disepakati” kesahihannya. Walaupun sekarang sudah ditemukan bukti bahwa manusia mewarisi mitokondria (mt) DNA dari satu wanita yang sama, hal ini sesungguhnya membuktikan bahwa manusia merupakan keturunan dari satu wanita.19

19

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep Penciptaan untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (2)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.18-19.


(18)

2. Penghayatan Mistik Menuju Manusia-Muslim a. Pensucian Hati atau Riyadhah Hati

Konsep naik tidak serta-merta langsung menuju Tuhan akan tetapi harus melewati tangga-tangga atau jalan-jalan terjal yang tidak mudah untuk dilalui. Konsep ini banyak yang mengunakan, lebih sering adalah para sufi yang sudah merumuskan tangga-tangga yang harus dilalui oleh seorang salik. Hal ini juga berlaku bagi salik

Muhammadiyah. Konsep naik ini melalui Kyai Dahlan diintroduksi menjadi cara membersihkan hawa nafsu atau dapat mengetahui dan mengenal Tuhan dengan pengenalan yang sebenar-benarnya. Pendeknya, Kyai Dahlan telah merumuskan jalan atau epistemologi untuk mengetahui hakikat diri manusia tersebut. Epistemologi yang dimaksud adalah:

a. Dzikrullah

b. Memperbanyak Sholat c. Memikirkan Tragedi Akhirat

Kyai Dahlan menganjurkan kepada orang umum dalam tingkat permulaan untuk mengingat Allah dengan menggunakan tiga cara tersebut diatas. Cara yang pertama dan yang kedua dalam membersihkan hawa nafsu tersebut dalam al-Qur`an as-Syams ayat 9 dan surat al-Jum`ah ayat 2, yaitu:










(19)

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,”.20

                                    

Artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf

seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah) dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam

kesesatan yang nyata”.21

Nabi Muhammad Saw mengajarkan untuk membersihkan hawa nafsu dari kufur, berhala sesembahan (selain kepada Allah), akhlaq busuk, rendah diri, sifat yang tercela, sifat hewan, dosa, was-was, dan perbuatan jahat dengan kalimat thoyibah Laa ilaaha illallah. Menurut Kyai Dahlan mengutip cara Rasullah dalam membersihkan hati, secara operasional ada beberapa cara, seperti sudah disebutkan diatas, yaitu: a. Dzikrullah

Menurut Kyai Hadjid, Kyai Ahmad Dahlan juga memberikan tuntunan doa-doa yang disimpan oleh Siti Wasilah Hajdid. Cara mengingat atau menuju Allah yang disebut Kyai Dahlan adalah sebagai berikut:

1) Ingat kepada Allah ada beberapa macam tingkatan; seperti ingat kepada makhluk itu dapat ingat kepada pekerjaan, ingat kepada sifat Allah yang sempurna.

2) Ingat kepada ayat-ayat Allah itu dapat mengingat kepada agama Allah.

20 Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya: Juz 1-30..., hlm. 896. 21


(20)

3) Ingat kepada kenikmatan Allah itu dapat ingat kepada nama Allah, ingat pada Dzat Allah.

4) Ingat kepada Allah adalah menyebut nama Allah dengan menyebut namanya di bibir.

5) Ingat kepada Allah dengan sungguh-sungguh, sehingga lupa kepada lainnya, seakan-akan melihat kepada Allah.

6) Ingat kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, tidur di segala tempat dan waktu.

7) Ingat kepada Allah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dengan mengucap La ilaha illallah

8) Jika menerima kenikmatan ingat kepada Allah dengan mengucap

asy-syukru lillah

9) Jika melihat yang haram mengucap Subhanaallah.

10) Jika merasa salah segera berdoa ingat kepada Allah dengan mengucap Astaghfirullah

11) Jika tertimpa musibah atau ujian kesusahan ingat kepada Allah dengan mengucap Inna lillahi wa inna ilaihi raji‟un, atau mengucapkan Hasbunallahhu wani‟mal wakil.

12) Apabila mengingat kepada qadla dan qadar (nasip) ingat kepada Allah dengan mengucapkan Tawakkaltu „alallah.

13) Apabila ada ajakan taat atau godaan maksiat mengucapkan La khaula walaa quwwata illa billahi.


(21)

14) Setiap gerak-gerik dan segala tingkah laku dengan membaca

Bismillahirrahmanirrahim.

b. Memperbanyak sholat

Cara membersihkan hawa nafsu yang kedua ialah dengan memperbanyak shalat, seperti shalat wajib lima kali, shalat Qobliyah

dan Ba‟diyah, shalat Tahajud atau Witir, shalat Istikharah, shalat

Hajad, shalat hari raya Idul Fitri dan hari Raya Qurban, shalat

Gerhana (matahari atau bulan), shalat Istisqa‟ (minta hujan), dan

lain-lain seperti yang tersebut dalam kitab Fiqh. Cara membersihkan hawa nafsu dengan membaca, memikirkan kadungan isi al-Qur`an, serta dengan shalat itu adalah sunnah Nabi. Karena hikmah shalat itu ialah agar mengingat kepada Allah, seperti terletak dalam al-Qur`an

surat Thaha ayat 14 yang berbunyi “Aqimish shalata li dzikri”

(Dirikanlah shalat untuk ingat kepada-Ku). Mengingat kepada Allah dengan sungguh-sungguh dapat menimbulkan ketenangan dan menjaga diri dari nafsu. Al-Qur`an surat ar-Ra‟du ayat 28

mengisyaratkan hal itu, berbunyi “Ala-bidzikrilla-hi tath-ma „innul qulu-b” (Ingatlah hanya dengan dzikir kepada Allah hati menjadi tenang).

Menurut Kyai Dahlan setelah membaca tafsir al-Qur‟an surat al-A‟la ayat 14 tersebut, dalam benak Kyai ada lompatan pemikiran

seperti “Sebelum al-Qur‟an diturunkan, masalah membersihkan hawa nafsu juga sudah ada ajarannya di kalangan agama Budha dan


(22)

Hindu, demikian juga masalah-masalah kesucian. Kata-kata suci dan

berdo‟a juga sudah ada di kalangan Nasrani. Mereka semua

mengaku mensucikan hati dan mengaku diri bahwa mereka telah

suci dan menjadi orang suci”.

Mereka boleh mengklaim telah suci dan jiwanya benar-benar sudah naik ke alam Ilahi, kesempurnaan yang sesungguhnya. Atau hanya telah meninggalkan maqam satu naik ke maqam yang kedua, atau naik ke maqam tiga. Mereka baru saja meninggalkan alam benda mati, berubah naik ke alam benda yang hidup, meninggalkan alam benda yang hidup naik ke alam benda yang hidup bergerak (alam binatang), naik ke alam ruhani (syaitan atau jin), belum ruhani alam malaikat, atau tingkat alam Ilahi, Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Luhur, Maha Sempurna yang sesungguhnya. Kyai Dahlan

pernah berkata: “Tuntunan Ulama Sufiyah yang menganjurkan untuk

mengingat Allah, memperbanyak ingat kepada Allah, supaya hati manusia tawajud/menghadap kepada Allah (suatu perantara yang

baik).”

c. Memikirkan Tragedi Akhirat

Kyai Dahlan berkata, “Coba fahamkan benar-benar lanjutan ayat 16-17 surat al-A‟la itu: “Bahkan kamu masih memiliki kehidupan dunia. Padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”

Orang yang membersihkan hawa nafsunya berarti itu orang yang baik, tetapi, apakah kebaikan itu seperti kebaikan orang Hindu,


(23)

Budha dan Nasrani yang mengaku sudah suci. Manusia dewasa ini masih terpengaruh kehidupan dunia, masih memilih kehidupan dunia, belum bisa menghadap kepada Allah, belum memilih Allah, dengan bukti masih cinta kepada harta benda, tidak suka mengunakan harta benda dijalan Allah. Selain itu, tidak menghargai anak yatim, tidak memberi makan kepada fakir miskin, tetap masih membedakan antara orang miskin dengan orang kaya secara nyata. Hal ini tetaplah tidak relevan dari produk ingat (dzikir) kepada Alllah, shalat, pengakuan suci syahadat. Ini membukti bahwa masih sangat cinta dengan kebiasaan dan cinta kepada harta benda.

Manusia mencintai kebiasaan, cinta kepada harta benda dan lain sebagainya. Hal demikian ini wajib di hilangkan dengan jalan membersihkan hati, ingat kepada Allah dengan jalan Tauhid (hanya satu yang dicintai yaitu Allah), dengan jalan tafakur, muhasabah

(meneliti), serta muraqabah (mengawasi diri sendiri). Menurut Kyai Dahlan, yang terpenting dalam membersihkan hati adalah jangan sampai diperbudak oleh kebiasaan.22

b. Tafakkur

Cara berikutnya adalah berfikir mengunakan akal yang sehat. Akal yang sehat adalah akal yang tidak tercemari bahaya, dapat memilih dengan pertimbangan yang cermat dan memegang teguh pilihan tersebut. Akal diibaratkan sebuah biji yang terbenam dalam

22 KRH. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat


(24)

tanah perlu disiram, dipupuk, dan disiangi agar menjadi besar dan rimbun, serta berbuah yang menyegarkan. Sama dengan akal manusia yang perlu dipupuk, disirami dan disiangi dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan ketentuan dan syariat dari Allah Swt dan Rasullullah saw. Ilmu yang tertinggi untuk menyirami akal adalah ilmu mantiq, yaitu ilmu yang sesuai dengan kenyataan itu, atau ilmu tentang logika.

Kebutuhan manusia lebih penting penyiraman pengetahuan akal manusia dari pada kebutuhan makanan perutnya. Selain itu, mencari harta benda dunia atau kebutuhan makan itu lebih susah daripada mencari ilmu pengetahuan untuk memperbaiki sikap dan tindakan seseorang. Keberadaan manusia didunia ini lebih banyak

yang “ngawur” dan buta-tuli daripada yang “setiti” dan hati-hati serta

“mengerti”. Orang yang “mengerti” itu lebih banyak daripada orang yang menjalankan pengertiannya. Orang yang mengerti dan tidak mengerti (bodoh) merupakan sesuatu yang bertentangan dan berbeda,tetapi selalu senang kepada apa saja yang disetujuinya dan benci-sengit kepada yang tidak disetujui. Jika disandingkan dengan perkara yang benar dan salah, akan terlihat kemantapan sikap orang yang pintar dan goyahnya sikap orang yang bodoh (tidak mengerti). Orang yang pintar akan berikhtiar dan berusaha mencari jalan yang menghantarkan kesenangan dan menghindarkan diri dari lingkungan yang mengarah kepada kesusahan dan penderitaan. Orang yang pintar


(25)

yang melalikan petunjuk dan tidak takut kepada Allah yang hanya menuruti ajakan hawa nafsu, secara perlahan-lahan mereka akan terjerumus kedalam kesusahan dan kealpaan yang sesungguhnya.

Manusia yang mengerti (pintar) akan berusaha menjaga akal agar tetap memperoleh kesempurnaan dan dapat memahami dirinya, cara menjaga akal tersebut adalah sebagai berikut: pertama, jika memilih suatu perkara dengan rasa cinta dan kasih sayang

“kebijaksanaan‟. Karena watak dan sifat orang yang tidak memiliki rasa kasih sayang, segala perbuatannya didasarkan pada kesenangan yang tidak terkontrol, hal ini akan membosankan dan sia-sia. Kedua, berusaha dengan sungguh-sungguh. Karena segala tidak akan tercapai apabila tidak diupayakan dengan pengorbanan harta benda dan dengan kekuatan pikiran. Pepatah Jawa memberikan nasihat, yaitu sapa temen bakal tinemu, dan jer basuki mawa beyo. Ketiga, memilih sesuatu dengan jelas. Petunjuk yang baik itu berpasangan dengan kesesatan dan sesuatu yang tidak baik itu selalu bebareng dengan sesuatu yang buruk. Niat mencari sesuatu lalu mendapatkan sesuatu yang harus ditolak karena bertentangan dengan niatnya semula, karena niat mencari sesuatu hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui yang sesungguhnya, mengikuti adat istiadat saja. Keempat, niat baik dalam menetapkan dan peneguhan pilihan yang dicarinya. Kelima, memelihara amanah yang telah diperolehnya. Keenam, menempatkan


(26)

sesuatu pada tempatnya. Keenam cara tersebut dapat dilihat dalam kutipan dibawah ini:

“...Selanjutnya, agar akal manusia memperoleh kesempurnaan, dan agar supaya tetap pada keadaannya sebagai akal, harus memenuhi enam hal sebagai berikut:

a. Dalam memilih berbagai perkara harus dengan belas kasih. Sebab manusia tidak akan sampai kepada derajat utama, jika tidak dengan belas kasih. Karena watak dan sifat orang yang tidak memiliki belas kasih itu segala perbuatannya didasarkan pada kesenangan, yang semakin lama semakin bosan dan lalu menjadi sia-sia.

b. Bersungguh-sungguh dalam mencari, karena sesungguhnya segala sesuatu yang ditujukan kepada keutamaan dunia dan akhirat itu tidak akan tercapai apabila tidak dengan daya upaya, ikhtiar, pengorbanan harta benda dan dengan kekuatan pikiran. Harus memilih secara jelas dan terang benderang. Sebab petunjuk itu selalu berpasangan dengan kesesatan dan barang yang tidak baik itu selalu bebareng dengan barang yang buruk. Oleh karena itu banyak orang yang mencari sesuatu lalu mendapatkan sesuatu yang sesungguhnya harus ditolak karena bertentangan dengan kehendaknya semula, karena mencarinya sesuatu hanya dengan ikut-ikutan tanpa mengetahui kenyataan yang sesungguhnya dan hanya mengikuti adat istiadat saja. c. Harus beri‟tikad baik dalam menetapkan pilihan yang

dicarinya dan tetap teguh dalam hati, dan akhirnya pekerjaannyapun benar dan betul.

d. Harus dipelihara dengan baik barang yang telah diperolehnya, karena manusia itu bersifat alpa dan lena. e. Dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, karena segala

pengetahuan tidak akan bermanfaat apabila tidak dikerjakan sejalan dengan keadaan.”23

23 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran KH. Ahmad Dahlan, dan Muhammadiyah:dalam


(27)

C. Aksiologi Filsafat Manusia Menurut Muhammadiyah 1. Nilai-nilai Humanitas

a. Persatuan (Ukhuwah)

Hal ini dapat dilihat dalam pemikiran KH. Ahmad Dahlan sebagai landasan pemikiran Muhammadiyah. Kyai menyerukan untuk bersatu dalam mencari kebenaran yang hakiki, kebenaran dalam memikirkan bagaimana manusia hidup di dunia? Apa perlunya? Apa yang harus dikerjakan di dunia? Mencari apa? Apa yang dituju? Manusia perlu mengoreksi kepercayaan, tujuan hidup dan tingkah lakunya untuk mencari kebenaran sejati.

b. Amanah atau Kepercayaan

Amanah menurut Muhammadiyah dimaknai dengan jabatan tertentu. Artinya, jabatan dalam mengemban tugas-tugas keumatan menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Hanya manusia yang dapat memegang amanah keumatan atau khalifah di muka bumi ini, walaupun Tuhan telah menawarkan kepada makhluk-makhluk Allah yang besar-besar, seperti gunung, bumi dan lainnya. Misi ini dikembangkan menjadi amanah dalam memimpin organisasi, menunaikan kewajibannya, amanah dalam mengelola amal usaha dan amanah dalam memberdayaan umat sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Hal ini terdapat dalam PHIWM.


(28)

c. Keterbukaan

Muhammadiyah menganut dua pengertian keterbukaan diatas, yaitu keterbukaan dalam pengembangkan diri Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Konsep masyarakat Islam yang dikembangkan Muhammadiyah tidak bersifat kaku, saklek atau dogmatik, tetapi mengikuti arus perkembangan zaman dengan tetap memegang hakikat dan kaidah-kaidah Muhammadiyah. Beberapa produk Muhammadiyah sudah membumi di Nusantara, atau Muhammadiyah sudah memperkenalkan diri untuk menyumbangkan berbagai pemikiran-pemikiran dalam kehidupan berbangsa, dengan amal-usaha yang banyak. Sedangkan keterbukaan yang bersifat pasif adanya sumbangan-sumbangan pemikiran dari tokoh-tokoh non-Muhammadiyah untuk menguatkan wacana-wacana pemikiran, membangun pemikiran dan memproduksi pemikiran. Sifat keterbukaan ini tidak terpisah seperti terpisahnya air dengan minyak, tetapi bersatu seperti dua sisi mata uang.

d. Propetis-Humanis

Hal ini dapat dilihat dari sikap Kyai Dahlan mendirikan sekolah tatkala hanya para pembesar dan bangsawan yang diperbolehkan sekolah. Anak-anak yatim, fakir-miskindiasuh dan dipelihara dalam sebuah rumah, tatkala tidak ada yang memperhatikan.visi sosial-propetik inilah yang dikembangkan oleh Kyai Dahlan, yang kemudian


(29)

menjadi ciri dari Muhammadiyah yang bergerak dalam koridor sosial dan pendidikan.

e. Tanggungjawab

Kegiatan memberi yang diintroduksi dari surat al-Ma`un menunjukkan kepekaan dan empati terhadap wong cilik. Dengan aktivitas ini pula dunia yang semakin manusiawi terbentuk. Apabila aktivitas memberi ini dinazarkan sebagai kegiatan hidup, maka dunia akan terbangun secara rapi dan baik. Memberi merupakan ungkapan tanggungjawab sosial terhadap orang lain. Tanggungjawab ini dapat diwujudkan dalam relasi sosial. Tanggungjawab itu termuat dalam kesadaran akan merasa wajib untuk mengakui kebebasan setiap pribadi untuk hidup dan bertumbuh menurut keunikannya dan budaya yang dimilikinya, dan dalam tindakan yang mengangkat nilai-nilai kehidupan orang lain. Dengan kata lain, setiap individu mengakui dan menjamin semua nilai-nilai kehidupan semua orang yang dijumpainya. Hal ini akan lebih mengokohkan tauhid sosial dan pada gilirannya akan memberangkus syirik-syirik sosial yang ada di bumi ini.

f. Nilai Religiuitas

Nilai kereligiusitasan Muhammadiyah dapat dilihat dari awal berdirinya dengan melihat salah satu karakteristik yang melekat padanya. Karakteristik ini dapat dilihat dengan pemahaman dan pentadaburan ayat al-Qur‟an yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Dahlan dengan ketelitiannya yang memadai dan bekal ilmu alat yang cukup


(30)

untuk mengkaji tentang ayat-ayat al-Qur‟an, khususnya ketika menelaah surat al-`Imron ayat 102 sampai 104, maka lahirlah amalan konkrit yaitu persyarikatan Muhammadiyah.24

Menurut KH.M. Djindar Tamimiy, kelahiran Muhammadiyah melekat dengan ideologi, tidak terkecuali tentang nilai religiusitas yang merupakan komponen dasar dari ideologi. Ide dan cita-cita tentang Islam telah melekat dalam pemikiran dan spirit gerakan dari KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah25 artinya bahwa sesunguhnya pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah tentang Islam sebagai manhaj memiliki genealogi epistemologi pada ide dasar gerakan Muhammadiyah itu sejak awal. Muhammadiyah tidak lahir dalam ruang atau zaman yang hampa, melainkan lahir dari paham Islam diyakini, dipahami, dan dijalankan oleh KH. Ahmad Dahlan.26 Pemikiran-pemikiran keagamaan Kyai Dahlan yang melekat dengan kelahiran Muhammadiyah yang berkenaan dengan rumusan, pandangan keagamaan dan hakikat gerakan Muhammadiyah itu oleh Ahmad Jainuri disimpulkan sebagai jenis pemahaman keagamaan yang reformis (ideologi-reformis). Pemahaman religiusitas yang berusaha

24

Ibid, hlm. 136.

25Pimpinan Pusat Muhammadiyah, P rasaran Tajdid Ideologi dan Chittah Perdjoangan

Muhammadijah, (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1968), hlm. 3 dalam Haedar Nashir, Memahami Manhaj Gerakan Muhammadiyah..., hlm. 32-33.

26


(31)

menghadirkan Islam yang murni sekaligus menawarkan reformasi atau pembaruan bagi kebangkitan umat Islam di Indonesia.27

Pemahaman religiusitas ke-Islaman dalam diri Muhammadiyah merupakan butir-butir penting dan mendasar dalam ideologi Muhammadiyah. Pemahaman tersebut terurai dalam beberapa hal,28 yaitu pertama, Muhammadiyah memandang Islam sebagai satu mata-rantai ajaran Allah yang dibawa para nabi terdahulu hingga Nabi Muhammad saw. sebagai satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah Swt. Hal ini dapat dirujuk pada butir Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) dan Masalah Lima sebagai berikut:29

“Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama

Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spritual, duniawi dan

ukhrawi.”

Kitab masalah lima:

“A. Agama

1. Agama ialah agama Islam Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan Allah di

27Ahmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Keagamaan

Muhammadiyah Periode Awal, terj. Ahmad Nur Fuad. Surabaya: Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM), hlm. 213-214.

28 Uraian tentang pemahaman religiusitas diadaptasi dan disesuaikan dari Haedar Nashir,

Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Ber-Muhammadiyah..., hlm. 25-50. Menurut Achmadi, Muhammadiyah telah membicarakan antara agama dan dunia secara lengkap, karena waktu berdirinya para ulama merasa kebingungan dalam memberikan batasan antara dunia dan agama selebihnya lihat Achmadi, Merajut Pemikiran Cerdas Muhammadiyah:Perspektif Sejarah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah Bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Magelang, 2010), hlm. 73-74.

29 Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo. Sebagai catatan, rumusan matan tersebut

telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah: 1. Atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta; 2. Disesuaikan dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.


(32)

dalam Quran dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akherat.

2. Agama ialah apa yang disyariatkan Allah dengan perantara Nabi-Nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akherat.30

Kedua, Muhammadiyah memiliki pandangan yang luas tentang kandungan ajaran Islam yaitu sebagaimana disebutkan dalam kitab Masalah Lima bahwa agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. ialah apa yang diturunkan Allah dalam al-Qur‟an dan dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat, dapat di lihat dalam Kitab Masalah Lima, tentang al-Din. Ketiga, Muhammadiyah dalam paham agamanya bersumber pada al-Qur‟an dan as-Sunnah yang maqbulah dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam MKCH butir ketiga menyebutkan, bahwa Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan (a) Al-Qur`an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.; (b) Sunnah Rasul: penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur‟an yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw.; dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Hal ini terdapat dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah sebagai berikut:31

30Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, Himpunan Putusan Ta rjih...,

hlm.278-279.

31 Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo. Sebagai catatan, rumusan matan tersebut


(33)

Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:

a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;

b. Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Ketiga, Muhammadiyah memandang Islam sebagai agama yang komprehensif atau menyeluruh. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: (a)

„Aqidah. Secara nyata Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah

Islam yang murni, bersih dari segala kemusyrikan, bid‟ah dan khurafat,

tanpa mengabaikan prinsip toleransi dalam ajaran Islam; (b) Akhlaq. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran al-Qur‟an dan Sunnah Rasul yang tidak bersandar terhadap nilai-nilai ciptaan manusia; (c) „Ibadah.

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya „ibadah yang dituntunkan oleh

Rasulullah saw. tanpa ada tambahan dan perubahan dari manusia; (d)

Mu‟amalah duniawiyat. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya

mu‟amalah duniawiyat dalam cakupan pengolahan dunia dan

pembinaan masyarakat dengan berdasarkan ajaran Islam serta

menjadikan semua kegiatan sebagai „ibadah kepada Allah. Hal ini

terdapat dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah sebagai berikut:32

Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta; 2. Disesuaikan dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.

32 Keputusan Tanwir Tahun 1969 di Ponorogo. Sebagai catatan, rumusan matan tersebut

telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah: 1. Atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta; 2. Disesuaikan dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta.


(34)

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:

a. „Aqidah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya „aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid‟ah, dan

khurafat tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

b. Akhlaq

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq

mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.

c. „Ibadah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

d. Mu‟amalah Duniawiyah

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT. Keempat, Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua pengertian, yakni pemurnian (purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi). Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar

ma‟ruf nahi munkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur‟an dan Sunnah.

Hal ini terdapat dalam Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pada bab II tentang identitas, asas, dan lambang, Pasal 4, berbunyi:

(1)Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da‟wah Amar Ma‟ruf

Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.

(2)Muhammadiyah berasas Islam.33

33

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anggaran Dasar Muhammadiyah ini telah disahkan dan ditetapkan oleh Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3 s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku sejak ditanfidzkan.


(35)

2. Kualitas Manusia

Muhammadiyah menempuh jalan beramal sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw untuk mewujudkan manusia berkualitas. Muhammadiyah tidak menempuh jalan tariqad, seperti yang ditempuh oleh ormas lainnya. Produk yang dihasilkan dari beramal dalam mewujudkan manusia yang berkualitas juga berbeda. Muhammadiyah dalam membentuk manusia yang berkualitas menempuh jalan tawasuf modern seperti yang dicontohkan oleh AR. Fakhruddin, sebagaimana yang dikaji oleh saudari Siti Masyithah Chusnan. Tujuan Muhammadiyah dalam beramal adalah membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat yang benarnya terjadi apabila terdapat keluarga-keluarga yang sebenar-benarnya, dan keluarga yang sebenar-benarnya akan terwujud apabila dalam keluarga tersebut sudah terwujud anggota keluarga yang menjalankan Islam secara benar. Pribadi yang dapat menjalankan Islam yang sebenar-benarnya, akan muncul manusia yang berkualitas.

Muhammadiyah memberikan terminologi manusia-manusia yang berkualitas itu dengan kata manusia muslimin. Arti manusia muslimin adalah seorang muslim yang memiliki pandangan hidup ketauhidan dalam beribadah, menjalankan fungsi kekhalifahan yang berorientasi kepada ridho dan karunia Allah Swt. Secara operasional, Islam yang utama itu dilaksanakan dalam kehidupan didunia dengan diimani, difahami, dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya secara totalitas dan penuh rasa tawadu‟. Seperti dalam kutipan dibawah ini,


(36)

“Setiap muslim memiliki dasar/landasan hidup Tauhid kepada Allah, fungsi/peran dalam kehidupan berupa ibadah, dan menjalankan kekhalifahan, dan bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT. Islam yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan di dunia apabila benarbenar diimani, difahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam) secara total atau kaffah dan penuh ketundukan atau penyerahan diri.”34

Definisi tersebut diatas dilaksanakan secara kaffah, maka muncul manusia muslimin, inilah yang disebut pribadi yang sebenar-benarnya. Muhammmadiyah memberikan beberapa karakteristik apa yang disebut sebagai manusia muslimin, yaitu pertama berkepribadian mu'min. Al-Qur`an memberikan pengertian beriman, salah satunya dalam surat al-Hujurat ayat 15,

                                  

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar” (QS. al-Hujurat (49): 15).35

Menurut hadist Nabi, mu`min adalah keyakinan yang teguh kepada Allah dan malaikat, kitab dan Rasul-Nya, hari kemudian, juga sikap yang baik terhadap orang lain dan terpuji. Iman dan amal salih merupakan dua hal yang selalu berkaitan, tidak dapat dipisahkan. Kiranya tidak salah kalau disimpulkan bahwa iman itu meliputi keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan dan perbuatan yang diperintahkan Allah. Iman yang

34 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Islami Warga Muhammadiyah, Edisi Revisi,

(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010), hlm. 5.

35


(37)

menancap pada seseorang yang diimbangi dengan perbuatan yang baik akan mendapat amanah atau kepercayaan dari orang banyak. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi yang diriwayatkan al-Bukhori dan Ibnu Umar yang artinya: “Tidak memiliki iman yang sempurna bagi orang yang tidak lagi melaksanakan amanat.”36

Kedua, kepribadian muhsin dalam arti berakhlak mulia. Arti akhlaq atau budi pekerti seseorang dalam Islam berperan sangat besar sebagai kriteria kualitas seseorang, seperti tersebut dalam hadist Nabi yang diriwayat oleh al-Bukhari dari Ibnu Umar yang artinya, ”Sesungguhnya

yang paling baik diantaramu adalah yang paling bagus budi pekertinya”

(HR. Bukhari dari Abdullah bin `Amr). Selanjutnya, banyak ayat al-Qur`an dan as-Sunnah yang menunjukkan pentingnya sifat-sifat disiplin, bertanggung jawab dan sebagainya. Ketiga, kepribadian muttaqin. Banyak

ayat menyebutkan kriteria taqwa yang menunjukkan kualitas manusia, antara lain seperti tersebut pada ayat 16 dan 17 serta ayat 134 surat Ali Imran yang singkatnya bahwa orang taqwa adalah orang yang mawas diri akan kekeliruan kepada Allah dan orang yang mampu mengendalikan kejengkelan dirinya dan yang pemaaf. Kata al-muttaqin adalah bentuk jamak dari al-muttaqi (orang yang bertakwa), berasal dari al-ittiqa (batas antara dua benda). Orang yang bertakwa seakan-akan membuat batas antara perintah Allah dan larangan-Nya, membuat batas antara dia dan siksa Ilahi. Orang muttaqin ialah orang-orang yang menjaga diri dari

36 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-Fatwa Tarjih


(38)

sebab-sebab siksaan Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut jumhur ulama, cara menjaga diri yang paling efektif ialah dengan mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya dengan ikhlas. Allah menjelaskan sebagian tanda-tanda orang muttaqin, sebagai berikut:

a. Beriman kepada yang gaib;

Beriman berarti meyakini adanya sesuatu atau dzat yang diluar jangkauan indra. Orang yang mempunyai keyakinan seperti itu, akan mudah baginya membenarkan adanya pencipta alam semesta. Apabila Rasul menjelaskan adanya sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah, seperti, malaikat atau hari kiamat, maka tidaklah sulit baginya membenarkannya, karena telah meyakini kebenaran Nabi Saw.

b. Mendirikan Shalat;

Seseorang dalam mendirikan shalat harus menghadirkan hati dalam semua bagian-bagiannya, ketika berdiri, ketika ruku‟, ketika sujud, ketika duduk, dan disertai rasa takut kepada azab-Nya, seakan-akan melihat-Nya, serta berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Seseorang dalam mengerjakan shalat harus memenuhi dua unsur, yaitu

unsur ruh shalat yaitu khusyu‟ dan khudu, dengan cara menghadirkan hati dalam semua geraknya. Unsur kedua adalah tubuh shalat, ini rukun, syarat sah atau syarat wajib, singkatnya berkaitan dengan fiqih sholat. Selain itu, Allah juga memerintahkan agar shalat dilakukan secara terus menerus, dilakukan tepat dan awal waktu secara berjamaah.


(39)

Shalat yang sempurna inilah yang mampu menjaga seseorang dari perbuatan keji dan munkar.

c. Memberikan Infak

Para mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan infak pada surat al-Baqarah ayat 3, adalah infak dalam arti umum, mencakup infak wajib dan infaq tatawwu (sunnah). Huruf min yang terdapat pada kalimat min ma razaqnahum mengandung makna badhiyah (sebagian), maka nafkah yang diperintahkan untuk dikeluarkan hanyalah sebagian harta yang dimiliki, tidak semuanya. Hal ini dimaksudkan agar pemberian nafkah itu dilakukan dengan ikhlas, hanya mencari keridlaan Allah semata dan karena bersyukur kepada Allah, bukan karena (pamer) atau mencari popularitas.37

3. Model Manusia Muhammadiyah a. Rausyan-Fikr Muhammadiyah

Kata rausyan-fikr ini merujuk kepada model pemikiran filsafat manusia yang disampaikan oleh Ali Syari`ati pada bab yang telah lalu. Konsep diatas ketika diturunkan dalam pemikiran Muhammadiyah rasa-rasanya mempunyai relevansi yang jelas. Manusia dalam diri Muhammadiyah yang telah menghayati tentang Tuhan dan dapat bertemu Tuhan dengan segala sifat-sifat yang dimiliki-Nya akan timbul suatu tanggungjawab sosial untuk merubah masyarakat yang tidak

beradab menjadi masyarakat yang “tercerahkan”. Dengan kata lain,

37

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Surat Al-Baqarah 1-5 (2)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.13/Th ke-97, 1-15 Juli 2012, hlm.18.


(40)

ketika diri seseorang telah mempelajari agama secara luas dan dalam akan menimbulkan rasa iba untuk merubah semua anggota masyarakat yang belum tercerahkan. Muhammadiyah telah berupaya dan berusaha secara terus menerus untuk mewujudkan manusia yang tercerahkan, inilah rausyan-fikr Muhammadiyah, bukan seperti yang dikonsepkan oleh Ali Syari`ati yang cenderung berteologi Shi`i. Konkritnya, hal ini dapat dilihat dari pemikiran pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan ketika merubah masyarakat Kauman. Masyarakat Kauman sebelum Muhammadiyah berdiri adalah masyarakat yang tidak tercerahkan. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan dan kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut.

Masyarakat Islam Jawa masih percaya terhadap benda-benda keramat, keris, tombak, batu akik, jimat, masih juga percaya hari baik, hari buruk (nass), bulan buruk, bulan baik dan seterusnya.38 Selain itu, sikap fanatisme keagamaan yang sempit, taqlid buta dan konservatif.39 Secara sosiologis memudarnya ukhuwah Islamiyah yang disebabkan karena umat Islam yang masih berpandangan yang fanatis terhadap aliran atau gurunya. Kehidupan umat Islam yang keterbelakangan perekonomian secara mikro, perekonomian hanya berjalan dipusat kota (kutha praja) atau pelabuhan yang sulit ditembus oleh rakyat jelata yang jauh dari pusat kota (kutha praja). Sehingga pada gilirannya

38Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., hlm.35. 39

Faktor-faktor tersebut secara garis besar terambil dari buku Junus Salam, Riwayat Hidup K.H.A. Dahlan: Amal dan Perdjoangannja , (Djakarta: Depot Pengadjaran Muhammadiyah, 1968), hlm. 33 dalam Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan,(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006), hlm. 34.


(41)

menambah buruk citra umat Islam yang sengsara, miskin, bodoh, hanya berfikir sesaat, dan lain-lain.40

KH. Ahmad Dahlan ketika sudah “bertemu” Tuhan dengan

segala Sifat-Nya, yaitu dengan memperbanyak dzikir kepada Allah, memperbanyak sholat sunnah dan mengingat tragedi akhirat. Kyai Dahlan terus berfikir benarkah Islam hanya dzikir, sholat dan mengingat hari akhir? Tidak ada amalan-amalan yang nyata bagi masyrakat. Kyai menggunakan metode tertentu dalam memahami ayat al-Qur`an, seperti kata 1. Bagaimana artinya?, 2. Bagaimana tafsir atau keterangannya?, 3. Bagaimana maksudnya?, 4. Apakah ini larangan? Apakah sudah meninggalkan larangan?, 5. Apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? Apakah sudah mengerjakan? Bila belum dapat menjalankan, tidak perlu membaca ayat-ayat lainnya.41 Dia gemar menelaah ayat-ayat al-Qur‟an. Pertama kali dia menyelidiki tiap-tiap perkataan dalam ayat satu demi satu. Ada kekuatan atau perasaan yang terkandung dalam perkataan itu di dalam ayat-ayat yang lain, kemudian disesuaikan.42

Metode-metode yang digunakan diatas menimbulkan amalan-amalan nyata, seperti disantuninya para fakir miskin dan para anak yatim serta didirikannya sekolah Muhammadiyah untuk menampung

40Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan..., hlm. 35.

41KHR. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan: 7 Falsafah dan 17 Kelompok Ayat Al-Quran.

Cetakan ke-5. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), hlm. 21.

42KH. Mas Mansur, “

Cita2 Keyakinan Hidup dan Perjuangan KHA. Dahlan” dalam M.Yunus Anis, dkk, Kenalilah Pemimpin Anda , (Yogyakarta: PP Muhammadiyah Majlis Pustaka,1997), hlm 7 dalam M.Yusron Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya ,(Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah, 2005), hlm. 51.


(42)

anak-anak yang tidak sekolah di sekolah negeri. Sikap ini menunjukkan

rasa yang sudah “tercerahkan”, peduli dengan masyarakat yang tidak

baik. Mendorong masyarakat Kauman untuk menciptakan gerakan-gerakan besar yang revolusioner, yang konstruktif, yang mengubah masyarakat beku, yang statis dan yang mandek menjadi masyarakat yang memiliki arah, gaya hidup, pandangan, budaya dan nasib yang bagus. Kyai telah benar-benar karunia Tuhan yang mulia, yaitu kesadaran diri dari rakyat Kauman rakyat yang statis dan bobrok menjadi kekuatan yang dinamis dan kreatif sampai sekarang.

b. Monodualis Muhammadiyah

1). Susunan Kodrat Manusia Menurut Muhammadiyah

Hakekat manusia sebagai susunan kodrat manusia Muhammadiyah terdiri atas jiwa (rukhani) yang tidak maujud berupa benda atau materi dan badan atau wadah yang terdiri dari unsur-unsur tanah.43 Jiwa atau ruh ini akan terus berjalan mendaki tanpa berhenti atau terus kedepan menuju kesempurnaan. Jiwa atau ruh tersebut terus menaik pada tingkaan-tingkatan kesempurnaan dan memcapai maqam-maqam tersebut. Hal ini sesuai al-Qur`an dibawah ini:







43

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep

Penciptaan Untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.18-19.


(43)

“Kemudian Dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)”(QS. An-Najm (53) ayat 8-9)44 Unsur jiwa atau ruh seperti diatas, layaknya jiwa dan ruh yang sudah tercerahkan, telah memilih jalan ketaqwaan bukan jalan kefasikan yang nyata. Jiwa dalam hal ini yang dominan adalah kekuatan akal (al-quwwah al-malakiyyah). Badan atau wadah manusia yang terdiri atas unsur tanah, air, angin dan api merupakan wadah yang telah tercerahkan. Jiwa yang telah tercerahkan akan mengikuti tubuh atau raga yang juga tercerahkan sehingga tersusun secara organis kedua-tunggalan, tersusun atas dua unsur hakekat yang bersama-sama merupakan suatu keutuhan, tidak berdiri sendiri. 2). Sifat Kodrat Manusia Menurut Muhammadiyah

Manusia mempunyai sifat kodrat sebagai pribadi (perorangan) dan sebagai warga masyarakat (jama`ah) yang hidup bersama atau makhluk sosial.45 Sifat kodrat yang harus dimiliki manusia untuk hidup bersama sebagai pribadi (perorangan) dan sebagai jama`ah atau warga masyarakat. Sifat kodrat diatas akan nampak dalam kehidupan jama‟ah khususnya dan sebagai warga negara umumnya, karena sifat kodrat akan selalu ada, akan selalu menjelma, tidak dapat dihilangkan, tidak dapat diabaikan. Kadang-kadang kebutuhan dan kepentingan perseorangan manusia lebih muncul, lebih kuat menjelma daripada yang lain, sifat makhluk

44 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., hlm.763.

45 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah...,


(44)

sosial manusia. Suatu saat yang muncul lebih kuat menjelma adalah sifat makhluk sosial manusia. Atau bahkan kedua-duanya bersinggungan tanpa ada yang menonjol.

Manusia dalam kacamata Muhammadiyah secara pribadi harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran bertauhid kepada Allah yang benar, ikhlas,dan penuh ketundukkan sehingga terpancar sebagai lbad ar-rahman yang menjalani kehidupan dengan benar-benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna. Selain itu, secara pribadi manusia Muhammadiyah wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh kehidupannya, tidak boleh sebagian-sebagian dari hukum Allah. Setiap manusia Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlaq mulia, melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas, sehingga disukai atau diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah).46

Manusia sebagai jama`ah dalam hal ini adalah berusaha untuk menaati hukum yang berlaku dalam sebuah komunitas homogen, yaitu warga Muhammadiyah. Sehingga tindakan dan perilakunya akan sesuai dengan aturan Muhammadiyah yang berislam. Hal ini berbeda dengan manusia sebagai warga masyarakat atau lebih dikenal dengan warga negara, perilaku dan tidakannya

46


(45)

tentu harus ssuai dengan aturan dan regulasi negara yang memuat berbagai kepentingan dan berbagai keyakinan yang ada dinegara. Muhammadiyah dalam perkara ini menyamakan antara pribadi sebagai jama`ah dan sebagai warga negara, kedua istilah ini telah melebur dalam istilah masyarakat. Hubungan antara pribadi dan masyarakat ini dimaksudkan sebagai wujud implementasi makhluk sosial. Sikap yang harus ada dalam hubungan ini adalah sebagaimana dalam PHIWM berikut ini:

“Haruslah menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung-tinggi nilai kehormatan manusia, memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan, mewujudkan kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin, memupuk jiwa toleransi, menghormati kebebasan orang lain, menegakkan budi baik, menegakkan amanat dan keadilan, perlakuan yang sama, menepati janji, menanamkan kasihsayang dan mencegah kerusakan, menjadikan masyarakat menjadi masyarakat yang shalih dan utama, bertanggungjawab atas baik dan buruknya masyarakat dengan melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, berusaha untuk menyatu dan berguna/bermanfaat bagi masyarakat, memakmurkan masjid, menghormati dan mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak merendahkan sesama, tidak berprasangka buruk kepada sesama, peduli kepada orang miskin dan yatim, tidak mengambil hak orang lain, berlomba dalam kebaikan, dan hubungan hubungan sosial lainnya yang bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.47

Secara operasional norma-norma diatas diejawantahkan dalam tujuan ideal secara organisatoris, yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, dalam keputusan Muktamar Malang (2005)

47


(46)

memiliki kesamaan karakter dengan masyarakat madani, yaitu masyarakat kewargaan yang memiliki keyakinan yang dijiwai nilai-nilai ilahiah, demokratis, berkeadilan, otonom, berkemajuan, dan berakhlak mulia. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang bercorak madaniah tersebut senantiasa menjadi masyarakat yang serba unggul dan utama (khayr ummah). Rumusan Visi Muhammadiyah 2025 M menyatakan, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya diterjemahkan ke dalam istilah Islamic Civil Society.

Format masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu dapat diimplementasikan melalui berbagai macam gerakan mencakup, Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ), Keluarga Sakinah,

Qaryah Thayyibah, dan secara inklusif dalam format civil Islam Muhammadiyah. Uraian tersebut menegaskan bahwa rumusan masyarakat ideal versi Muhammadiyah (baik itu masyarakat utama maupun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya) bersinggungan dengan konsepsi civil society (masyarakat sipil) dan juga masyarakat madani.

Perjuangan menuju terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya diakui oleh Muhammadiyah sebagai suatu proses tanpa akhir (never ending process). Ini sesuai dengan pernyataan

al-Qur‟an yang menggunakan kata kerja (fi‟l) mudhari‟ pada ungkapan


(1)

manusia dengan Tuhan atau perbuatan manusia yang berhubungan dengan qadha` dan qadar. Berikut ini pendapat Muhammadiyah:

“Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu dan dia telah menyuruh dan melarang. Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan. Dan bahwasanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya. Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla‟ dan Qadar-Nya, sedangkan manusia sendiri hanya dapat berikhtiar.

Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah. Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain.50 Kutipan diatas memberikan petunjuk tentang perbuatan manusia

dalam kacamata Muhammadiyah. Kalimat “Dan bahwasannya Allah

telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya” menunjukkan bahwa semua yang ada dialam ini sebelum alam terjadi sudah tercipta dengan pengetahuan dan kehendaknya. Hal ini tidak terkecuali perbuatan yang dilakukan manusia, sudah tercipta, sudah terbuat sebelum manusia itu tercipta. Kalimat ini menunjukkan unsur pertama dalam gerak involunter atau teori al-kasb dalam teologi asy-`ariyah. Pembuat dari perbuatan manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan penerima gerak perbuatan adalah manusia untuk

50 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, Himpunan Putusan Tarjih, (Yogjakarta:


(2)

berusaha. Jelasnya pada kalimat terakhir kutipan diatas memerinci tentang unsur-unsur teori al-kasb, yaitu “Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah”.

Perbuatan manusia dilihat dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri, manusia merupakan penerima gerak. Tetapi dilihat dari segi kekuasaan Allah Swt, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah, ini menunjukkan dengan kekuasaan Allah Swt perbuatan manusia diciptakan. Jika Allah Swt tidak memberikan kekuasaan-Nya kepada manusia untuk bergerak atau berbuat, maka manusia tidak akan dapat bergerak, tetapi Allah Swt memberikan kekuasaan-Nya kepada manusia untuk bergerak sesuka hati. Sehingga, sifat monodualis yang cocok disematkan dalam diri Muhammadiyah dalam hal perbuatan manusia sebagai manivestasi hubungan manusia dengan Tuhan.

4. Eksistensialis-Idealis: Paham Manusia Muhammadiyah a. Eksistensialis

Pemikiran hakikat manusia dalam Muhammadiyah tidak berada dalam istilah-istilah filsafat manusia yang „murni‟ atau „akademik‟, karena hal ini dianggap sebagai spekulasi sia-sia dibandingkan dengan tugas utama mengubah masyarakat yang tidak bertauhid murni menjadi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan mendapat kebahagiaankah atau


(3)

kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan ulama:

Artinya: “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya)

kecuali para ulama,yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama-ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal pun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.”51

Hakikat manusia dalam Muhammadiyah secara nyata adalah beramal. Dengan demikian, pemahaman pemikiran Muhammadiyah tentang hakikat manusia adalah eksistensialis. Karena, beramal bukan bagian dari spritual, tetapi sebuah tindakan atau perbuatan memberi sesuatu kepada seseorang atau organisasi. Memberi sebagai kekuatan untuk menyelamatkan diri dari kesengsaraan dunia dan akhirat. Berarti seseorang harus ada atau eksis dalam berbagai tempat.

Manusia yang hanya sanggup keluar dari dirinya, melampui keterbatasan biologis atau lingkungan fisiknya, tidak tersandera oleh batasan yang dimilikinya sendiri (manusia). Mereka menyebut dirinya sebagai suatu manusia yang berproses “menjadi” gerak yang ak tif-dinamis. Beramal tersebut dikaitkan dengan pemikiran yang memandang segala esensi yang ada dibelakang yang nampak secara fisik ada kenyataan spiritual yang tidak dapat diterangkan secara materi. Cara mengkaji fenomena yang hanya spasial, temporal untuk sampai pada esensi atau hakikatnya tidak boleh menafikan dimensi spritual. Dibalik eksistensi beramal ada nilai yang sifat spritual yaitu pahala. Pahala tidak dapat diukur secara materi atau dijelaskan secara empiris,

51 KRH. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan:7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat


(4)

akan tetapi harus menggunakan metafor-metafor pikiran kesadaran manusia. Meminjam istilahnya Hegel (1770-1831) kekuatan alam dan hukum kausalitas itu ada, tetapi keberadaanya hanya merupakan manifestasi dari kekuatan dan keberadaan yang lebih tinggi, yakni Roh Absolut. Pahala itu ada, tetapi keberadaannya hanya merupakan manifestasi dari upah yang diberikan dari Tuhan yang Kuasa.

b. Idealis

Idealis dalam pengertian Muhammadiyah adalah berangkat dari pengertian manusia sebagai makhluk Tuhan atau dilihat dari kedudukan kodrat manusia. Manusia sebagai makhluk Tuhan diharuskan untuk beribadah sesuai dengan kekuatannya masing-masing. Beribadah atau beramal tentu mengharapkan balasan walaupun beramal tersebut disertai sifat ikhlas. Balasan beramal ada yang didunia, ada balasan yang ukhrawi dan ada balasan kedekatan dengan Illahi. Seorang muslim tentu akan memilih balasan ukhrawi dan kedekatan dengan Illahi. Apapun amal atau perbuatan yang dikerjakannya akan ada harapan atau dibalik fenomena amal tersebut ada sesuatu spiritual yang hendak dicapai oleh seorang muslim. Hal ini berbeda dengan pengertian secara umum, idealis memandang segala esensi yang ada dibelakang yang nampak secara fisik ada kekuatan spiritual yang tidak dapat diwujudkan secara materi, termasuk manusia seperti pengalaman spritual, nilai-nilai, makna. Kekuatan-kekuatan spiritual tidak dapat diukur secara materi atau dijelaskan secara empiris, akan tetapi harus menggunakan


(5)

metafor-metafor pikiran kesadaran manusia. Fungsi metafor-metafor-metafor-metafor dalam kesadaran manusia tersebut sejatinya untuk menjelaskan kenyataan yang ada secara esensi, seperti sebuah komputer atau hewan sebagai media untuk menjelaskan perilaku manusia. Esensi spiritual dalam arti tidak semua yang dijumpai, yang ada bersifat spritual sebagaimana yang di sampaikan oleh Hegel (1770-1831).52

c. Eksistensialis-Idealis

Konsep manusia yang ada dalam kajian ini dalam arti kedudukan manusia dalam Muhammadiyah adalah diantara eksistensialis dan idealis atau lebih singkatnya eksistensialis-idealis. Manusia Muhammadiyah berkeinginan untuk ber-ada, ada dengan sesungguhnya, bukan ada yang semu, abu-abu atau hanya bayang-bayangan saja. Syarat berada dengan sesungguhnya dalam pemikiran Rene Descartes adalah karena saya berfikir (baca:cogito ergo sum). Berfikir dalam tafsiran descartes adalah berfikir memciptakan atau mengelaborasi ilmu, sehingga ilmu berasal dari renungan. Tidaklah salah jika kata berfikir tersebut dimaknai dengan berfikir tentang penciptaan manusia atau tentang dunianya. Ini sudah sesuai dengan firman tuhan tentang perintah untuk berfikir dengan menyebut nama tuhan yang menciptakan. Tuhan sebagai pencipta dan manusia sebagai objek hasil karya cipta dari Tuhan. Manusia sebagai karya cipta atau sebagai hamba harus beramal untuk memenuhi dirinya yang berkedudukan sebagai hamba. Singkatnya, berfikir untuk beramal

52 Zainal Abidin, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat..., hlm. 51-52 dan


(6)

dengan ikhlas. Ber-ada untuk beramal, ber-ada yang selamat, ber-ada yang tidak sengsara, eksis yang religius, mengharapkan adanya keselamatan dengan cara beramal. Bukan ber-ada hanya untuk berfikir dunia, bukan berada untuk dunia, bukan ber-ada yang celaka, bukan ber-ada untuk berkuasa, seperti Nietzche, ber-ada untuk mashlakhat manusia atau eksistensi yang humanis seperti Sartre. Nilai spiritual yang ada di dibalik ber-ada untuk beramal adalah balasan diakhirat atau lebih dekat dengan Tuhan. Manifestasi dari balasan ini adalah jannatun-naim.53 Manusia yang hanya berfikir untuk beramal atau manusia yang hanya beramal saja yang disebut manusia Muhammadiyah.

53

Term Jannatun-Na`im berasal dari Muqoddimah Angaran Dasar

Muhammadiyah....”Pintu gerbang syurga "Jannatun Na‟im" untuk menerima keridhaan Allah

yang kekal abadi” Selebihnya lihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muqoddimah Anggaran