Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
berkemampuan tinggi, serta suasana kegiatan belajar mahasiswa PGSD cenderung tidak terlalu aktif Supriadi, 2010, hlm. 2.
Pembelajaran matematika akan lebih menyenangkan jika mahasiswa aktif dalam menghubungkan antara fenomena nyata dengan pemahaman matematika
yang akan diperoleh mahasiswa. Salahsatu cara untuk merealisasikan pembelajaran tersebut yaitu dengan pemodelan matematika. Proses pemodelan
matematika memberikan ruang gerak yang cukup bagi mahasiswa untuk mengembangkan kreativitasnya, mendorong melakukan kegiatan berupa
percobaan dan penyelidikan yang mengarah kepada pembuktian konjektur yang dibuat mahasiswa serta kemauan melakukan proses eksplorasi dan investigasi
matematika Turmudi, 2009. Selain itu, dengan pemodelan ini memungkinkan mahasiswa dapat menemukan kembali konsep-konsep atau hukum matematika
yang pernah ditemukan oleh para ahli sebelumnya, dapat membuat model matematika yang pada mulanya cukup sederhana, kemudian lambat laun
mahasiswa dapat menguji, menformalkan, dan menggeneralisasikan Turmudi, 2009.
Pemodelan adalah sebuah pekerjaan aktivitas kognitif berpikir tentang membuat model dan berpikir tentang menjelaskan bagaimana alat atau objek itu
ada. Model sebagai kata benda merupakan gambaran miniatur dari sesuatu pola yang dibuat, contoh untuk meniru atau emulasi, uraian atau analogi yang
digunakan untuk membantu memvisualisasi segala sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung, sebuah sistem postulat, data dan inferensi sebagai
uraian matematika dari entitas atau kondisi Dym, dalam Parlaungan, 2008, hlm. 21. Model merupakan suatu sistem konseptual internal plus representasi
eksternal dari sistem yang dipergunakan untuk menginterpretasikan sistem lainnya yang lebih komplek. Model hanya dipergunakan sebagai referensi
terhadap pemikiran dan proses belajar siswa atau guru. Lesh dan Doerr, dalam Parlaungan, 2008, hlm. 22.
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Blum Maas, 2006, hlm. 115 mendiskripsikan, proses pemodelan akan dimulai dari masalah dunia nyata dengan menyederhanakan, menstrukturisasi dan
mengidealisasi masalah ini sehingga akan mendapatkan model real. Matematisasi model nyata akan mengarah atau melahirkan suatu model. Dengan bekerja dalam
kerangka ilmu matematika, solusi matematis dapat diperoleh. Selanjutnya solusi ini terlebih dahulu diinterpretasikan dan selanjutnya divalidasi. Jika solusi yang
dipilih terbukti tidak tepat terhadap realita, maka langkah-langkah khusus ataupun mungkin seluruh proses pemodelan perlu diaplikasikan sekali lagi. Tujuan proses
pemodelan matematika menurut Blum akan dapat memudahkan pemahaman siswa terhadap matematika dan keyakinan dalam pembelajaran matematika.
Pengembangan kemampuan pemodelan matematik yang dilakukan mahasiswa perlu didukung oleh aspek afektif, seperti disposisi terhadap pemodelan
matematik. Sumarmo 2013, hlm. 245 berpendapat bahwa: “…dalam belajar bidang studi apapun mahasiswa perlu mengutamakan
pengembangan kemampuan berpikir dan disposisi matematik. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan
kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin ketat terhadap semua jenjang pendidikan” .
Polking dalam Sumarmo, 2013, hlm. 381 mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: a. rasa percaya diri dalam menggunakan matematika,
memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan, b. fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari
metoda alternatif dalam memecahkan masalah; c. tekun mengerjakan tugas matematik; d. minat, rasa ingin tahu curiousity, dan dayatemu dalam melakukan
tugas matematik; e. cenderung memonitor, merefleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; f. menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam
matematika dan pengalaman sehari-hari; g. apresiasi appreciation peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa.
Dalam konteks matematika, disposisi matematik berkaitan dengan bagaimana mahasiswa memandang dan menyelesaikan masalah, apakah percaya diri, tekun,
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
berminat, dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Disposisi juga berkaitan dengan kecendrungan mahasiswa
untuk merefleksi pemikiran mereka sendiri NCTM dalam Sumarmo, 2012, hlm. 3. Disposisi pemodelan matematik diperlukan oleh mahasiswa dalam
mengembangkan kemampuan pemodelan matematik. Mahasiswa dapat bergairah dalam belajar, percaya diri, fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide dan alternatif
pemecahan masalah, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, memonitor dan merefleksikan pemikiran, rasa ingin tahu yang tinggi dan apresiasi
terhadap matematika dalam kegiatan pemodelan matematika. Berdasarkan pendapat Turmudi 2009, bahwa
“…proses pemodelan matematika dapat mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam pembelajaran
matematika ”, sehingga diperlukan sebuah kemampuan berpikir kreatif matematik
untuk mendukung proses pemodelan tersebut. Berpikir kreatif dapat diartikan cara berpikir untuk mengubah atau mengembangkan suatu permasalahan, melihat
sebuah situasi atau permasalahan dari sisi yang berbeda, terbuka pada berbagai ide
gagasan bahkan yang tidak umum dan mengimplementasikan ide perbaikan. Puccio dan Murdock dalam Sumarmo, 2012, hlm. 18 mengemukakan
berpikir kreatif memuat aspek keterampilan kognitif, afektif, dan metakognitif. Keterampilan kognitif tersebut antara lain meliputi kemampuan: mengidentifikasi
masalah dan peluang, menyusun pertanyaan yang baik dan berbeda, mengidentifikasi data yang relevan dan yang tidak relevan, masalah dan peluang
yang produktif, menghasilkan banyak idea fluency, idea yang berbeda flexibility, dan produk atau idea yang baru originality, memeriksa dan menilai
hubungan antara pilihan dan alternatif, mengubah pola pikir dan kebiasaan lama, menyusun hubungan baru, memperluas, dan memperbaharui rencana atau idea.
Pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematik memerlukan sebuah disposisi berpikir kreatif untuk mendukung dalam mengembangkan kemampuan
tersebut, dalam penelitian ini disposisi berpikir kreatif yang digunakan adalah disposisi terhadap kecerdasan kreatif matematik. Kecerdasan kreatif Creative
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Intelligence memegang peran penting bagi keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahan. Pada umumnya kita beranggapan bahwa keberhasilan mahasiswa
dalam perkuliahannya karena memiliki kecerdasan intelektual atau kognitif IQ yang tinggi, sehingga kecerdasan yang lain seperti kecerdasan kreatif kurang
diperhatikan. Kecerdasan yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang menurut Strenberg Moller, 2005, hlm. 1 adalah kecerdasan kreatif Creative
Intelligence. Kecerdasan kreatif adalah kemampuan untuk melampaui yang ada untuk
menciptakan ide-ide baru dan menarik Moller, 2005, hlm. 2. Kecerdasan kreatif berkaitan dengan cara kita melakukan berbagai hal dan juga hasil yang dicapai.
Suatu aktivitas bisa dianggap kreatif kalau melibatkan suatu pendekatan baru atau unik, bagaimana memecahkan masalah, dan jika hasilnya dianggap berguna
serta dapat diterima Rowe, 2005, hlm. 12. Akar dari pembelajaran adalah keingintahuan dan kemampuan untuk bertanya. Jika siswa tidak ingin tahu,
mereka tidak akan bereksperimen untuk melihat bagaimana sebenarnya lingkungan di sekitar mereka. Rasa ingin tahu itu naluriah, tetapi bisa didorong
oleh pendidikan yang mendukung keterbukaan dan pertanyaan. Sebuah pelajaran yang menarik akan berdampak pada pembelajaran. Karena siswa itu sangat
menyukai baik dengan gurudosen maupun cara mengajarnya Rowe, 2005, hlm. 130 .
Ada banyak pendekatan pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya mengembangkan kemampuan dan disposisi pemodelan serta berpikir kreatif
matematik, salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga akan sejalan dengan karakteristik matematika dan harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah
pembelajaran kontekstual yang biasanya disebut juga dengan CTL Contextual Teaching and Learning. Johnson Hafiziani, 2006, hlm. 8 mengemukakan
bahwa, Pembelajaran kontekstual CTL adalah suatu sistem pengajaran yang
didasarkan pada alasan bahwa pengertian atau makna muncul dari hubungan antara konten dan konteks. Konteks memberi makna pada konten. Pemahaman
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
yang lebih terhadap suatu konten dapat dicapai siswa jika diberikan konteks yang lebih luas di mana didalamnya siswa dapat membuat hubungan-hubungan. Jadi
bagian penting dari pekerjaan guru adalah menyediakan konteks. Semakin banyak siswa mengaitkan pelajaran mereka dengan konteks maka akan lebih banyak
pengertian yang dapat diturunkan dari pelajaran tersebut. Menentukan makna atau pengertian dalam pengetahuan dan keterampilan mengarahkan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan-keterampilan.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kontekstual ini merupakan
sebuah pendekatan
pembelajaran yang
menekankan pada
pembelajaran bermakna, dan belajar dalam perkuliahan matematika dikontekskan ke dalam situasi nyata, jadi lebih menekankan pada proses penemuan dari
pengetahuan bukan pada hasil akhir. Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, dosen harus mengkaitkan materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Bagi dosen yang kreatif, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan belajar mahasiswa dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk
menciptakan kondisi yang lebih konkrit guna menuntun mahasiswa dalam memahami konsep matematika melalui model pembelajaran kontekstual. Bila
pembelajaran matematika yang dilakukan menggunakan CTL, maka tentunya pembelajaran tersebut harus memiliki komponen-komponen yang dimiliki CTL.
Komponen-komponen tersebut
adalah konstruktivisme
constructivism, penemuan inquiry, bertanya questioning, masyarakat belajar learning
community, pemodelan modeling, refleksi reflection, penilaian yang sebenarnya authentic assessment. Situasi nyata dalam pembelajaran kontekstual
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika yang menyajikan nilai-nilai budaya Sunda dalam setiap
pembelajarannya. Definisi etnomatematika berasal dari kata ethno yang mengacu pada sosial
konteks budaya yang terdiri dari bahasa, jargon, kode perilaku, mitos dan simbol. Mathema berarti menjelaskan, mengetahui, memahami kegiatan seperti
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
penyandian, mengukur, mengelompokkan, menyimpulkan dan pemodelan. Tics berarti teknik, dengan kata lain etno mengacu pada anggota kelompok di dalam
lingkungan budaya diidentifikasi oleh tradisi budaya mereka, kode simbol, mitos dan cara khusus yang digunakan untuk berpikir dan untuk menyimpulkan Rosa
dan Orey, 2007, hlm.10. Etnomatematika merupakan irisan dari tiga himpunan disiplin ilmu: matematika, antropologi budaya dan pemodelan matematika Rosa
dan Orey, 2006, hlm. 19. Keberhasilan negara Jepang dan Tionghoa dalam pembelajaran matematika
karena mereka
menggunakan etnomatematika
dalam pembelajaran
matematikanya Emmanuel dkk, 2009, hlm. 386. Matematika adalah produk dari budaya yang berbasis kegiatan sosial manusia dan semua masyarakat memiliki
praktek-praktek matematika yang dianggap paling sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan budayanya. Sistem ini disebut sebagai etnomatematika Matang,
1998, hlm. 23. Selain itu, matematika diidentifikasi sebagai kegiatan budaya dalam masyarakat tradisional dan non tradisional Rosa dan Orey 2007, hlm. 61.
Matematika dalam etnomatematika dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang terikat dengan budaya dan nilai-nilai sosial dalam kehidupan mahasiswa, jelas ini
sangat bertentangan dengan pendapat selama ini bahwa matematika adalah sebagai disiplin ilmu yang bebas dari budaya dan nilai-nilai sosial.
Budaya yang akan digunakan dalam pembelajaran matematika ini adalah budaya Sunda, budaya Sunda merupakan budaya yang dimiliki oleh sebagian
besar mahasiswa PGSD di sebuah Universitas Negeri. Mahasiswa PGSD ini terletak di provinsi Jawa Barat yang terdiri dari Kampus Purwakarta, Kampus
Bumi Siliwangi, Kampus Cibiru, Kampus Sumedang, dan Kampus Tasikmalaya dan provinsi Banten dengan Kampus Serang. Provinsi Jawa Barat dan Banten
memiliki kebudayaan asli yaitu kebudayaan Sunda. Kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansekerta
“buddayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”, atau “akal”. Budaya sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa Koentjaraningrat, 2002, hlm. 181. Definisi kebudayaan menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar Koentjaraningrat, 2002, hlm.
180. Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat 2002, hlm. 186 adalah:
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. b.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat tersebut, wujud budaya yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya
merupakan bagian elemen dalam etnomatematika yang terdiri dari bahasa, kode, nilai, keyakinan, makanan, pakaian, rumah adat, kebiasaan, dan sifat-sifat fisik di
sisi pandangan matematika termasuk penyandian, aritmetika, generalisasi, dan pemodelan Matang, 2006. Dalam hal ini nilai-nilai budaya yang dipilih adalah
nilai-nilai budaya Sunda. Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota
masyarakat. Sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nilai kebenaran, indah nilai estetika, baik nilai moral atau etis dan religius nilai
agama Effendi dan Setiadi, 2006, hlm. 132. Nilai Budaya merupakan gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik atau buruk dalam suatu masyarakat,
karena itu pula masyarakat mendorong dan mengharuskan warganya untuk menghayati dan mengamalkan nilai yang dianggap ideal itu. Nilai budaya lebih
banyak menyangkut kepemilikan bersama anggota masyarakat pada baik buruknya tindakan sosial dalam melakukan relasi dan interaksi seseorang dengan
orang lain.
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Nilai budaya Sunda merupakan tuntunan hidup orang Sunda yang berhubungan dengan Tuhan, pribadinya sesama manusia, terhadap alam, dan terhadap waktu
Suryalaga, dalam Abdullah, 2013, hlm. 16. Nilai budaya Sunda sebagai perilaku manusia Sunda dalam menghadapi perubahan cara menghadapi masalah, serta
sikap terhadap pendapat dan konflik Mariana dan Paskrina, 2006, hlm. 65. Nilai budaya Sunda adalah sebagai konsep yang dimiliki orang Sunda dalam
menghadapi masalah kehidupan dan penghidupannya di dunia ini. Pembelajaran matematika dengan menggunakan budaya Sunda diharapkan
dapat menumbuhkan keyakinan bahwa matematika akan dapat diajarkan secara efektif dan bermakna dengan menghubungkannya dengan budaya atau untuk
mahasiswa secara individual, mahasiswa merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam
membahas konsep-konsep
matematika, mendorong
penciptaan pengetahuan,
dan pembelajaran
matematika dapat
membantu dalam
mempromosikan nilai-nilai dalam budaya. Hal tersebut didukung pula oleh beberapa temuan-temuan para ahli dalam
pembelajaran matematika dengan etnomatematika. Emmannuel dkk 2009 mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan etnomatematika dapat
meningkatkan prestasi dan retensi siswa, siswa mampu mengintegrasikan atau menghubungkan latar belakang dan lingkungannya dengan konsep-konsep dalam
matematika. Pembelajaran mengutamakan konsep awal siswa dari rumah ke sekolah dan dari sekolah untuk kehidupan siswa sehari-hari. Sifat abstrak dari
pembelajaran matematika akan berkurang. Matang 2006 mengatakan bahwa pengajaran pendidikan dasar lebih efektif dan bermakna jika dimulai dari konteks
sosio-kultural karena lebih akrab bagi peserta didik. Pengetahuan dikonstruksi secara sosial oleh individu melalui interaksi sosial dengan lingkungan.
Pembelajaran terjadi dalam kegiatan sehari-hari dan kontekstual yang memberikan makna kontekstual yang relevan dengan apa yang dipelajari dalam
pengaturan kelas formal.
Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF
MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Latar belakang di atas mendorong penulis melakukan penelitian untuk melihat pengembangan kemampuan dan disposisi pemodelan dan berpikir kreatif
matematik mahasiswa PGSD melalui pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika PKBE ditinjau keseluruhan mahasiswa, latar belakang
pendidikan IPA, dan Non IPA dan asal budaya Sunda dan Non-Sunda. Untuk memperdalam kajian penelitian ini, diungkap pula interaksi antara PKBE dengan
latar belakang pendidikan IPA, dan Non IPA dan asal budaya Sunda dan Non Sunda. Selain interaksi, akan diungkap pula asosiasi antara kemampuan dan
disposisi pemodelan dan berpikir kreatif matematik. Penulis pun ingin mengetahui pendapat mahasiswa dalam pembelajaran matematika yang
menggunakan PKBE. Bidang etnomatematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya Sunda. Selain itu, untuk mengoptimalkan proses
PKBE maka diperlukan sebuah bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika. Bahan ajar yang didesain
sesuai dengan indikator kemampuan pemodelan matematik dan kemampuan berpikir kreatif matematik. Bahan ajar yang disusun berisi problema budaya yang
terjadi saat ini dan dilengkapi dengan nilai-nilai budaya Sunda yang dikembangkan dalam pembelajaran. Pengembangan bahan ajar menggunakan
metode Didactical Design Research DDR. Setelah diperoleh sebuah desain bahan ajar yang optimal, selanjutnya diuji keberhasilannya dengan metode
eksperimen. Untuk mengetahui kehandalan bahan ajar penulis akan mencoba membandingkan kemampuan dan disposisi pemodelan dan berpikir kreatif
matematik antara mahasiswa yang mendapatkan PKBE-DDR dengan mahasiswa yang belajar dengan PKBE Non DDR dan pembelajaran konvensional PKV.