Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu berkemampuan tinggi, serta suasana kegiatan belajar mahasiswa PGSD cenderung tidak terlalu aktif Supriadi, 2010, hlm. 2. Pembelajaran matematika akan lebih menyenangkan jika mahasiswa aktif dalam menghubungkan antara fenomena nyata dengan pemahaman matematika yang akan diperoleh mahasiswa. Salahsatu cara untuk merealisasikan pembelajaran tersebut yaitu dengan pemodelan matematika. Proses pemodelan matematika memberikan ruang gerak yang cukup bagi mahasiswa untuk mengembangkan kreativitasnya, mendorong melakukan kegiatan berupa percobaan dan penyelidikan yang mengarah kepada pembuktian konjektur yang dibuat mahasiswa serta kemauan melakukan proses eksplorasi dan investigasi matematika Turmudi, 2009. Selain itu, dengan pemodelan ini memungkinkan mahasiswa dapat menemukan kembali konsep-konsep atau hukum matematika yang pernah ditemukan oleh para ahli sebelumnya, dapat membuat model matematika yang pada mulanya cukup sederhana, kemudian lambat laun mahasiswa dapat menguji, menformalkan, dan menggeneralisasikan Turmudi, 2009. Pemodelan adalah sebuah pekerjaan aktivitas kognitif berpikir tentang membuat model dan berpikir tentang menjelaskan bagaimana alat atau objek itu ada. Model sebagai kata benda merupakan gambaran miniatur dari sesuatu pola yang dibuat, contoh untuk meniru atau emulasi, uraian atau analogi yang digunakan untuk membantu memvisualisasi segala sesuatu yang tidak dapat diamati secara langsung, sebuah sistem postulat, data dan inferensi sebagai uraian matematika dari entitas atau kondisi Dym, dalam Parlaungan, 2008, hlm. 21. Model merupakan suatu sistem konseptual internal plus representasi eksternal dari sistem yang dipergunakan untuk menginterpretasikan sistem lainnya yang lebih komplek. Model hanya dipergunakan sebagai referensi terhadap pemikiran dan proses belajar siswa atau guru. Lesh dan Doerr, dalam Parlaungan, 2008, hlm. 22. Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Blum Maas, 2006, hlm. 115 mendiskripsikan, proses pemodelan akan dimulai dari masalah dunia nyata dengan menyederhanakan, menstrukturisasi dan mengidealisasi masalah ini sehingga akan mendapatkan model real. Matematisasi model nyata akan mengarah atau melahirkan suatu model. Dengan bekerja dalam kerangka ilmu matematika, solusi matematis dapat diperoleh. Selanjutnya solusi ini terlebih dahulu diinterpretasikan dan selanjutnya divalidasi. Jika solusi yang dipilih terbukti tidak tepat terhadap realita, maka langkah-langkah khusus ataupun mungkin seluruh proses pemodelan perlu diaplikasikan sekali lagi. Tujuan proses pemodelan matematika menurut Blum akan dapat memudahkan pemahaman siswa terhadap matematika dan keyakinan dalam pembelajaran matematika. Pengembangan kemampuan pemodelan matematik yang dilakukan mahasiswa perlu didukung oleh aspek afektif, seperti disposisi terhadap pemodelan matematik. Sumarmo 2013, hlm. 245 berpendapat bahwa: “…dalam belajar bidang studi apapun mahasiswa perlu mengutamakan pengembangan kemampuan berpikir dan disposisi matematik. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin ketat terhadap semua jenjang pendidikan” . Polking dalam Sumarmo, 2013, hlm. 381 mengemukakan bahwa disposisi matematik menunjukkan: a. rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan, b. fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan masalah; c. tekun mengerjakan tugas matematik; d. minat, rasa ingin tahu curiousity, dan dayatemu dalam melakukan tugas matematik; e. cenderung memonitor, merefleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; f. menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; g. apresiasi appreciation peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa. Dalam konteks matematika, disposisi matematik berkaitan dengan bagaimana mahasiswa memandang dan menyelesaikan masalah, apakah percaya diri, tekun, Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu berminat, dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Disposisi juga berkaitan dengan kecendrungan mahasiswa untuk merefleksi pemikiran mereka sendiri NCTM dalam Sumarmo, 2012, hlm. 3. Disposisi pemodelan matematik diperlukan oleh mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan pemodelan matematik. Mahasiswa dapat bergairah dalam belajar, percaya diri, fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide dan alternatif pemecahan masalah, kegigihan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, memonitor dan merefleksikan pemikiran, rasa ingin tahu yang tinggi dan apresiasi terhadap matematika dalam kegiatan pemodelan matematika. Berdasarkan pendapat Turmudi 2009, bahwa “…proses pemodelan matematika dapat mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam pembelajaran matematika ”, sehingga diperlukan sebuah kemampuan berpikir kreatif matematik untuk mendukung proses pemodelan tersebut. Berpikir kreatif dapat diartikan cara berpikir untuk mengubah atau mengembangkan suatu permasalahan, melihat sebuah situasi atau permasalahan dari sisi yang berbeda, terbuka pada berbagai ide gagasan bahkan yang tidak umum dan mengimplementasikan ide perbaikan. Puccio dan Murdock dalam Sumarmo, 2012, hlm. 18 mengemukakan berpikir kreatif memuat aspek keterampilan kognitif, afektif, dan metakognitif. Keterampilan kognitif tersebut antara lain meliputi kemampuan: mengidentifikasi masalah dan peluang, menyusun pertanyaan yang baik dan berbeda, mengidentifikasi data yang relevan dan yang tidak relevan, masalah dan peluang yang produktif, menghasilkan banyak idea fluency, idea yang berbeda flexibility, dan produk atau idea yang baru originality, memeriksa dan menilai hubungan antara pilihan dan alternatif, mengubah pola pikir dan kebiasaan lama, menyusun hubungan baru, memperluas, dan memperbaharui rencana atau idea. Pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematik memerlukan sebuah disposisi berpikir kreatif untuk mendukung dalam mengembangkan kemampuan tersebut, dalam penelitian ini disposisi berpikir kreatif yang digunakan adalah disposisi terhadap kecerdasan kreatif matematik. Kecerdasan kreatif Creative Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Intelligence memegang peran penting bagi keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahan. Pada umumnya kita beranggapan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahannya karena memiliki kecerdasan intelektual atau kognitif IQ yang tinggi, sehingga kecerdasan yang lain seperti kecerdasan kreatif kurang diperhatikan. Kecerdasan yang dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang menurut Strenberg Moller, 2005, hlm. 1 adalah kecerdasan kreatif Creative Intelligence. Kecerdasan kreatif adalah kemampuan untuk melampaui yang ada untuk menciptakan ide-ide baru dan menarik Moller, 2005, hlm. 2. Kecerdasan kreatif berkaitan dengan cara kita melakukan berbagai hal dan juga hasil yang dicapai. Suatu aktivitas bisa dianggap kreatif kalau melibatkan suatu pendekatan baru atau unik, bagaimana memecahkan masalah, dan jika hasilnya dianggap berguna serta dapat diterima Rowe, 2005, hlm. 12. Akar dari pembelajaran adalah keingintahuan dan kemampuan untuk bertanya. Jika siswa tidak ingin tahu, mereka tidak akan bereksperimen untuk melihat bagaimana sebenarnya lingkungan di sekitar mereka. Rasa ingin tahu itu naluriah, tetapi bisa didorong oleh pendidikan yang mendukung keterbukaan dan pertanyaan. Sebuah pelajaran yang menarik akan berdampak pada pembelajaran. Karena siswa itu sangat menyukai baik dengan gurudosen maupun cara mengajarnya Rowe, 2005, hlm. 130 . Ada banyak pendekatan pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya mengembangkan kemampuan dan disposisi pemodelan serta berpikir kreatif matematik, salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga akan sejalan dengan karakteristik matematika dan harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah pembelajaran kontekstual yang biasanya disebut juga dengan CTL Contextual Teaching and Learning. Johnson Hafiziani, 2006, hlm. 8 mengemukakan bahwa, Pembelajaran kontekstual CTL adalah suatu sistem pengajaran yang didasarkan pada alasan bahwa pengertian atau makna muncul dari hubungan antara konten dan konteks. Konteks memberi makna pada konten. Pemahaman Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu yang lebih terhadap suatu konten dapat dicapai siswa jika diberikan konteks yang lebih luas di mana didalamnya siswa dapat membuat hubungan-hubungan. Jadi bagian penting dari pekerjaan guru adalah menyediakan konteks. Semakin banyak siswa mengaitkan pelajaran mereka dengan konteks maka akan lebih banyak pengertian yang dapat diturunkan dari pelajaran tersebut. Menentukan makna atau pengertian dalam pengetahuan dan keterampilan mengarahkan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kontekstual ini merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran bermakna, dan belajar dalam perkuliahan matematika dikontekskan ke dalam situasi nyata, jadi lebih menekankan pada proses penemuan dari pengetahuan bukan pada hasil akhir. Dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, dosen harus mengkaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bagi dosen yang kreatif, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan belajar mahasiswa dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk menciptakan kondisi yang lebih konkrit guna menuntun mahasiswa dalam memahami konsep matematika melalui model pembelajaran kontekstual. Bila pembelajaran matematika yang dilakukan menggunakan CTL, maka tentunya pembelajaran tersebut harus memiliki komponen-komponen yang dimiliki CTL. Komponen-komponen tersebut adalah konstruktivisme constructivism, penemuan inquiry, bertanya questioning, masyarakat belajar learning community, pemodelan modeling, refleksi reflection, penilaian yang sebenarnya authentic assessment. Situasi nyata dalam pembelajaran kontekstual yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika yang menyajikan nilai-nilai budaya Sunda dalam setiap pembelajarannya. Definisi etnomatematika berasal dari kata ethno yang mengacu pada sosial konteks budaya yang terdiri dari bahasa, jargon, kode perilaku, mitos dan simbol. Mathema berarti menjelaskan, mengetahui, memahami kegiatan seperti Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu penyandian, mengukur, mengelompokkan, menyimpulkan dan pemodelan. Tics berarti teknik, dengan kata lain etno mengacu pada anggota kelompok di dalam lingkungan budaya diidentifikasi oleh tradisi budaya mereka, kode simbol, mitos dan cara khusus yang digunakan untuk berpikir dan untuk menyimpulkan Rosa dan Orey, 2007, hlm.10. Etnomatematika merupakan irisan dari tiga himpunan disiplin ilmu: matematika, antropologi budaya dan pemodelan matematika Rosa dan Orey, 2006, hlm. 19. Keberhasilan negara Jepang dan Tionghoa dalam pembelajaran matematika karena mereka menggunakan etnomatematika dalam pembelajaran matematikanya Emmanuel dkk, 2009, hlm. 386. Matematika adalah produk dari budaya yang berbasis kegiatan sosial manusia dan semua masyarakat memiliki praktek-praktek matematika yang dianggap paling sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan budayanya. Sistem ini disebut sebagai etnomatematika Matang, 1998, hlm. 23. Selain itu, matematika diidentifikasi sebagai kegiatan budaya dalam masyarakat tradisional dan non tradisional Rosa dan Orey 2007, hlm. 61. Matematika dalam etnomatematika dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang terikat dengan budaya dan nilai-nilai sosial dalam kehidupan mahasiswa, jelas ini sangat bertentangan dengan pendapat selama ini bahwa matematika adalah sebagai disiplin ilmu yang bebas dari budaya dan nilai-nilai sosial. Budaya yang akan digunakan dalam pembelajaran matematika ini adalah budaya Sunda, budaya Sunda merupakan budaya yang dimiliki oleh sebagian besar mahasiswa PGSD di sebuah Universitas Negeri. Mahasiswa PGSD ini terletak di provinsi Jawa Barat yang terdiri dari Kampus Purwakarta, Kampus Bumi Siliwangi, Kampus Cibiru, Kampus Sumedang, dan Kampus Tasikmalaya dan provinsi Banten dengan Kampus Serang. Provinsi Jawa Barat dan Banten memiliki kebudayaan asli yaitu kebudayaan Sunda. Kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari bahasa sansekerta “buddayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”, atau “akal”. Budaya sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa Koentjaraningrat, 2002, hlm. 181. Definisi kebudayaan menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar Koentjaraningrat, 2002, hlm. 180. Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat 2002, hlm. 186 adalah: a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat tersebut, wujud budaya yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya merupakan bagian elemen dalam etnomatematika yang terdiri dari bahasa, kode, nilai, keyakinan, makanan, pakaian, rumah adat, kebiasaan, dan sifat-sifat fisik di sisi pandangan matematika termasuk penyandian, aritmetika, generalisasi, dan pemodelan Matang, 2006. Dalam hal ini nilai-nilai budaya yang dipilih adalah nilai-nilai budaya Sunda. Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nilai kebenaran, indah nilai estetika, baik nilai moral atau etis dan religius nilai agama Effendi dan Setiadi, 2006, hlm. 132. Nilai Budaya merupakan gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik atau buruk dalam suatu masyarakat, karena itu pula masyarakat mendorong dan mengharuskan warganya untuk menghayati dan mengamalkan nilai yang dianggap ideal itu. Nilai budaya lebih banyak menyangkut kepemilikan bersama anggota masyarakat pada baik buruknya tindakan sosial dalam melakukan relasi dan interaksi seseorang dengan orang lain. Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Nilai budaya Sunda merupakan tuntunan hidup orang Sunda yang berhubungan dengan Tuhan, pribadinya sesama manusia, terhadap alam, dan terhadap waktu Suryalaga, dalam Abdullah, 2013, hlm. 16. Nilai budaya Sunda sebagai perilaku manusia Sunda dalam menghadapi perubahan cara menghadapi masalah, serta sikap terhadap pendapat dan konflik Mariana dan Paskrina, 2006, hlm. 65. Nilai budaya Sunda adalah sebagai konsep yang dimiliki orang Sunda dalam menghadapi masalah kehidupan dan penghidupannya di dunia ini. Pembelajaran matematika dengan menggunakan budaya Sunda diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan bahwa matematika akan dapat diajarkan secara efektif dan bermakna dengan menghubungkannya dengan budaya atau untuk mahasiswa secara individual, mahasiswa merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam membahas konsep-konsep matematika, mendorong penciptaan pengetahuan, dan pembelajaran matematika dapat membantu dalam mempromosikan nilai-nilai dalam budaya. Hal tersebut didukung pula oleh beberapa temuan-temuan para ahli dalam pembelajaran matematika dengan etnomatematika. Emmannuel dkk 2009 mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan etnomatematika dapat meningkatkan prestasi dan retensi siswa, siswa mampu mengintegrasikan atau menghubungkan latar belakang dan lingkungannya dengan konsep-konsep dalam matematika. Pembelajaran mengutamakan konsep awal siswa dari rumah ke sekolah dan dari sekolah untuk kehidupan siswa sehari-hari. Sifat abstrak dari pembelajaran matematika akan berkurang. Matang 2006 mengatakan bahwa pengajaran pendidikan dasar lebih efektif dan bermakna jika dimulai dari konteks sosio-kultural karena lebih akrab bagi peserta didik. Pengetahuan dikonstruksi secara sosial oleh individu melalui interaksi sosial dengan lingkungan. Pembelajaran terjadi dalam kegiatan sehari-hari dan kontekstual yang memberikan makna kontekstual yang relevan dengan apa yang dipelajari dalam pengaturan kelas formal. Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Latar belakang di atas mendorong penulis melakukan penelitian untuk melihat pengembangan kemampuan dan disposisi pemodelan dan berpikir kreatif matematik mahasiswa PGSD melalui pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika PKBE ditinjau keseluruhan mahasiswa, latar belakang pendidikan IPA, dan Non IPA dan asal budaya Sunda dan Non-Sunda. Untuk memperdalam kajian penelitian ini, diungkap pula interaksi antara PKBE dengan latar belakang pendidikan IPA, dan Non IPA dan asal budaya Sunda dan Non Sunda. Selain interaksi, akan diungkap pula asosiasi antara kemampuan dan disposisi pemodelan dan berpikir kreatif matematik. Penulis pun ingin mengetahui pendapat mahasiswa dalam pembelajaran matematika yang menggunakan PKBE. Bidang etnomatematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai budaya Sunda. Selain itu, untuk mengoptimalkan proses PKBE maka diperlukan sebuah bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika. Bahan ajar yang didesain sesuai dengan indikator kemampuan pemodelan matematik dan kemampuan berpikir kreatif matematik. Bahan ajar yang disusun berisi problema budaya yang terjadi saat ini dan dilengkapi dengan nilai-nilai budaya Sunda yang dikembangkan dalam pembelajaran. Pengembangan bahan ajar menggunakan metode Didactical Design Research DDR. Setelah diperoleh sebuah desain bahan ajar yang optimal, selanjutnya diuji keberhasilannya dengan metode eksperimen. Untuk mengetahui kehandalan bahan ajar penulis akan mencoba membandingkan kemampuan dan disposisi pemodelan dan berpikir kreatif matematik antara mahasiswa yang mendapatkan PKBE-DDR dengan mahasiswa yang belajar dengan PKBE Non DDR dan pembelajaran konvensional PKV.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah penelitian adalah: Pengembangan kemampuan pemodelan, berpikir kreatif dan disposisi matematik mahasiswa PGSD melalui pembelajaran kontekstual berbasis Supriadi, 2014 MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN DISPOSISI PEMODELAN SERTA BERPIKIR KREATIF MATEMATIK MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERBASIS ETNOMATEMATIKA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu etnomatematika. Rendahnya rerata hasil belajar mahasiswa PGSD selama ini karena pembelajaran banyak didominasi oleh pembelajaran konvensional, sehingga diperlukan inovasi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika merupakan sebuah solusi dalam mengembangkan hasil belajar mahasiswa, khususnya dalam kemampuan pemodelan, berpikir kreatif, disposisi pemodelan, dan disposisi berpikir kreatif matematik. Selain inovasi pembelajaran, penyusunan bahan ajar yang sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan mahasiswa sangat penting untuk dikembangkan. Metode Didactical Design Research DDR digunakan dalam pengembangan bahan ajar pembelajaran kontekstual berbasis etnomatematika. Sehingga PKBE yang akan digunakan peneliti terdiri dari PKBE DDR dan Non DDR. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas penelitian ini berjudul: “Mengembangkan Kemampuan dan Disposisi Pemodelan serta Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa PGSD melalui Pembelajaran Kontekstual Berbasis Etnomatematika”.

C. Rumusan Masalah Penelitian

1. Apakah kemampuan pemodelan matematik antara mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan PKBE DDR lebih baik daripada PKBE Non DDR dan PKV ditinjau dari keseluruhan, latar belakang pendidikan IPA dan Non-IPA dan asal budaya Sunda dan Non-Sunda? 2. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematik antara mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan PKBE DDR lebih baik daripada PKBE Non DDR dan PKV ditinjau dari keseluruhan, latar belakang pendidikan IPA dan Non-IPA dan asal budaya Sunda dan Non-Sunda? 3. Apakah disposisi pemodelan matematik antara mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan PKBE DDR lebih baik daripada PKBE Non DDR dan PKV ditinjau dari keseluruhan, latar belakang pendidikan IPA dan Non-IPA dan asal budaya Sunda dan Non-Sunda?