a. Sentralisasi Robbins dan Coulter 2002:256; McShane dan Glinow 2005:449-455; Ivancevich dan Matteson 2002:583-585
b. Desentralisasi Robbins dan Coulter 2002:256; McShane dan Glinow 2005:449-455
3 Departmentalization Robbins dan Coulter, 2002:256; Vandeveer dan Menefee 2006:146; McShane dan Glinow 2005:449-455;
Ivancevich dan Matteson 2002:583-585 Pengelompokkan kegiatan dan aktivitas Ivancevich dan Matteson
2002:583-585; Robbins dan Coulter 2002:256 4 Span of Control Robbins dan Coulter, 2002:256; McShane dan
Glinow 2005:449-455 a. Hubungan atasan dan bawahan Boockhold, 1999:23
b. Rasio atasan dan bawahan McShane dan Glinow 2005:449-455
2.1.4 Budaya Organisasi
DuBrin 2005:287 mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai dan keyakinan bersama, yang mempengaruhi para anggota organisasi
“organizational culture is the system of shared values and beliefs that actively influenced the behavior of organization member”. Senada dengan apa yang
dikemukakan oleh DuBrin 2005:287, Robbins dan Coulter 2002:58 menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai bersama, prinsip-prinsip,
tradisi, dan cara melakukan hal-hal yang mempengaruhi cara anggota organisasi
bertindak “a system of shared meaning and beliefs held by organizational members that determines, in large degree how they act”.
Schein 2010:18 menguraikan pengertian budaya organisasi secara lebih mendalam dengan memaparkan bahwa budaya organisasi adalah
“a pattern of shared basic assumptions learned by a group as it solved its problems of external adaptation and internal integration, which has
worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to
those problems”.
Pernyataan tersebut diatas dapat diartikan bahwa budaya adalah suatu pola asumsi dasar bersama yang diterima oleh kelompok saat memecahkan
masalah yang berasal dari lingkungan eksternal dan mengintegrasikan lingkungan internal, yang telah dilakukan untuk dipertimbangkan sebagai suatu kebenaran,
selanjutnya, diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasakan masalah-masalah yang sedang dihadapi.
Sedangkan Greenberg dan Baron 2008:544 mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan kerangka kerja kognitif yang terdiri dari perilaku, nilai-
nilai, norma-norma perilaku dan pengharapan bersama dari anggota organisasi “organizational culture as a cognitive framework consisting of attitudes, values,
behavioral norms, and expectations shared by organizations member”. Ditambahkan oleh Jones 2007:8, budaya organisasi adalah kumpulan dari nilai-
nilai dan norma-norma yang mengendalikan interaksi dari anggota organisasi dengan lainnya dan dengan supplier, customer dan pihak di luar organisasi
“organizational culture is the set of shared values and norms that control
organizational members interactions with each other and with suppliers, customers, and other people outside the organization”.
Penjelasan budaya yang disampaikan Robbins dan Coulter 2012:52 memperlihatkan tiga hal, yaitu :
“First, culture is a perception. It’s not something that can be physically touched or seen, but employees perceive it on the basis of what they
experience within the organization. Second, organizational culture is descriptive. It’s concerned with how members perceive the culture and
describe it, not with whether they like it. Third, that’s the shared aspect of culture. Even though individuals may have different backgrounds or work
at different organizational levels, they tend to describe the organization’s culture in similar terms.”
Ketiga hal tersebut di atas dapat diartikan, pertama budaya merupakan persepsi. Hal ini bukan sesuatu yang dapat disentuh atau dilihat secara fisik,
namun anggota organisasi melihatnya berdasarkan apa yang mereka alami dalam organisasi. Kedua, budaya organisasi adalah deskriptif. Hal ini berkaitan dengan
bagaimana anggota memahami budaya dan menggambarkannya, tidak dengan apakah mereka menyukainya. Ketiga, aspek budaya bersama meskipun individu
mungkin memiliki latar belakang yang berbeda atau bekerja pada tingkat organisasi yang berbeda, mereka cenderung untuk menggambarkan budaya
perusahaan dalam hal yang sama. Laudon dan Laudon 2012:85 menjelaskan definisi budaya organisasi
dari sudut pandang sistem informasi, bahwa budaya organisasi merupakan pemersatu yang kuat yang dapat menahan konflik politik dan mendorong
pemahaman bersama, kesepakatan atas prosedur, dan praktek yang lazim “organizational culture is a powerful unifying force that restrains political
conflict and promotes common understanding, agreement on procedures, and common practices”. Sedangkan Azhar Susanto 2008:60 memberikan penjelasan
mengenai budaya organisasi sebagai cara yang dilakukan oleh sumber daya manusia di dalam organisasi tersebut. Budaya merupakan lingkungan internal
sehari-hari yang terlihat dan dirasakan oleh mereka yang bekerja di dalamnya, dan merupakan hasil proses belajar sumber daya manusia secara kumulatif sebagai
pencerminan dari promosi, imbalan, hukuman dan keputusan yang ditetapkan oleh suatu organisasi.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang dikemukakan tentang budaya organisasi di atas terdapat dua benang merah yang dapat dijadikan dasar yaitu
nilai yang dianut bersama, keyakinan dan tujuan penting yang dimiliki bersama oleh kebanyakan orang dalam kelompok, yang cenderung membentuk perilaku
dan norma perilaku kelompok, cara bertindak yang sudah lazim atau sudah meresap yang ditemukan dalam satu kelompok dan bertahan lama karena anggota
kelompok cenderung berperilaku dengan cara mengajarkan praktek kepada anggota baru.
2.1.4.1 Karakteristik Budaya Organisasi