Sistem Kepercayaan dan Agama Adat Istiadat Masyarakat Nagari Ulakan

6 Burhanuddin dari Aceh. Penelitian ini hanya sedikit membahas mengenai riwayat Syekh Burhanuddin dan islamisasi di Minangkabau. Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Islam di Minangkabau 1969, mengupas peranan Syekh Burhanuddin sebagai tokoh yang mengembangkan ajaran Islam, yang perpusat di Ulakan. Syekh Burhanuddin adalah seorang ulama sekaligus pelopor islamisasi di Minangkabau. Buku ini membahas riwayat Syekh Burhanuddin dan kontribusinya dalam islamisasi di Minangkabau.

2.2 Kosmologi Masyarakat Nagari Ulakan

2.2.1 Sistem Kepercayaan dan Agama

Masyarakat Ulakan beragama Islam, maka bila ada orang Ulakan yang tidak memeluk agama Islam adalah suatu keganjilan yang mengherankan, walaupun kenyataannya ada sebagian yang tidak patuh menjalankan syariat-syariatnya. Masyarakat desa percaya dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup ubun- ubun bayi dari jauh, dan menggasing santet, yaitu menghantarkan racun melalui udara. Upacara-upacara adat di Ulakan meliputi : 1. Upacara Kitan dan Katam berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, seperti: a. Upacara Turun TanahTurun Mandi adalah upacara bayi menyentuh tanah pertama kali, b. Upacara Kekah adalah upacara memotong rambut bayi pertama kali. 2. Upacara selamatan orang meninggal pada hari ke-7, ke-40, dan ke-100. Universitas Sumatera Utara 7

2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Nagari Ulakan

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan orang Ulakan pada umumnya mengaku berasal dari Darek pusat alam Minangkabau. Orang yang tidak bisa menunjukan dimana daerah Darek asal muasal nenek moyangnya berarti bukan asli orang Ulakan, sebab Ulakan itu rantau, setiap rantau jelas ada Dareknya. Kepastian asal-usul Darek seseorang juga menjadi persyaratan untuk menentukan status sosialnya dalam tatanan kemasyarakatan. Bahkan raja, penghulu, dan datuk-datuk yang sekarang memegang jabatan secara turun-temurun juga harus bisa menjelaskan dimana sumber Dareknya. Dari sini jelas betapa keterkaitan dan ketersambungan hubungan antara Darek dan rantau sangat penting. Suku tertua diyakini yang dianggap membuka dan merintis nagari, menebang hutan, membuka daerah baru pada sekitar abad XII M adalah suku Panyalai Chaniago dan suku Koto. Dari kedua suku asal ini ada “orang tua yang berempat” yang memiliki kedudukan khusus di tengah-tengah masyarakat. Empat suku lainnya merupakan belahan, ada juga yang menyebut orang yang datang kemudian, yaitu suku Sikumbang dan Tanjung belahan atau mengisi adat pada suku Koto dan suku Jambak, sedangkan suku Guci belahan atau mengisi adat pada suku Panyalai Chaniago. Pemuka adat Ulakan dan tokoh masyarakat menuturkan bahwa Nagari Ulakan sebagai daerah rantau bagi pusat kerajaan Minangkabau telah lama dikenal terutama sejak kehadiran Syekh Burhanuddin abad ke-17 M. Atau ke-12 H. Nama Nagari Ulakan ini kemudian menjadi pusat perhatian setelah Syekh Burhanuddin mengembangkan agama Islam serta mendirikan surau sebagai pusat pendidikan Islam di Minangkabau masa itu. Universitas Sumatera Utara 8 Bila dilihat dari asal muasal Nagari Ulakan yang dirintis oleh nenek moyang orang Koto dan Panyalai maka dapat disimpulkan bahwa daerah Ulakan sama dengan daerah Pesisir Barat pulau Sumatera sudah dikenal pedagang asing Arab, Cina, Portugis dan terakhir Belanda sejak dulu. Ada informasi menyebutkan bahwa jauh sebelum datang ke Pesisir Pantai barat pulau Sumatera ini sudah berkembang juga agama Hindu dan Budha. Bukti pengaruh agama Hindu dan Budha pernah ditemukan dari arsitektur rumah ibadah surau di Pariaman dan sekitarnya yang berbentuk pura, dengan atap lancip ke atas. Begitu juga bahasa ibadah yang digunakan masih menggunakan sebutan Hindu misalnya kata shalat dengan sembahyang. Lebih-lebih lagi dikalangan tradisionil masih ada yang menggunakan stanggi untuk tempat kemenyan yang akan dibakar ket ika mendo’a. Kemenyan dan alat yang berhubungan ritual tesebut masih menjadi budaya keagamaan masyarakat Ulakan dan golongan yang terpengaruh dengan paham itu. Adat nagari Ulakan terbagi kepada 4 bagian disebut Adaik nan ampek adat yang empat yaitu: 1. Adat yang sebenarnya adat Adaik nan sabana Adaik Adat ini merupakan adat yang paling utama yang tidak dapat dirubah sampai kapanpun dia merupakan harga mati bagi seluruh masyarakat nagari Ulakan, tidaklah bisa dikatakan dia orang Ulakan apabila tidak melaksanakan Adat ini dan akan dikeluarkan dia dari orang Ulakan apabila meninggalkan adat ini, adat ini yang paling prinsip adalah bahwa seorang Ulakan wajib beragama Islam dan akan hilang Minangnya kalau keluar dari agama Islam. Universitas Sumatera Utara 9 2. Adat yang di adatkan Adaik nan diadaikkan Adat ini adalah sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan Adat nagari Ulakan dari zaman dulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang amat dalam dan sempurna oleh para nenek moyang orang Ulakan dizaman dulu, contohnya yang paling prinsip dalam adat ini adalah adalah orang Ulakan wajib memakai kekerabatan Matrilineal mengambil pesukuan dari garis ibu dan nasab keturunan dari ayah, makanya ada Dunsanak persaudaraan dari keluarga ibu dan adanya Bako persaudaraan dari keluarga ayah, Memilih dan atau menetapkan Penguhulu suku dan Ninik mamak dari garis persaudaraan badunsanak berdasarkan dari ampek suku asal empat suku asal Koto Piliang, Bodi, Caniago atau berdasarkan pecahan suku nan ampek tersebut, menetapkan dan memlihara harta pusaka tinggi yang tidak bisa diwariskan kepada siapapun kecuali diambil manfaatnya untuk anak kemenakan, seperti sawah, ladang, hutan, pandam pakuburan, rumah gadang dll. Kedua adat diatas disebut Adaik nan babuhua mati Adat yang diikat mati dan inilah disebut Adat, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh Agama, tokoh Adat dan cadiak pandai diranah Minang, adat ini tidak boleh dirubah- rubah lagi oleh siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut Nan indak lakang dek paneh nan indak lapuak dek hujan, dibubuik indaknyo layua dianjak indaknyo mati Yang tidak lekang kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dicabut tidak mati. Kedua adat ini juga sama diseluruh daerah dalam wilayah Nagari Ulakan tidak boleh ada perbedaan karena inilah yang mendasari adat di Nagari Ulakan itu sendiri yang membuat keistimewaan dan perbedaannya dari adat-adat lain di dunia. Ana Universitas Sumatera Utara 10 3. Adat yang teradat Adaik nan Taradaik Adat ini adanya karena sudah teradat dari zaman dahulu dia adalah ragam budaya di beberapa daerah di nagari ulakan yang tidak sama masing-masing daerah, adat ini juga disebut dalam istilah Adaik salingka nagari adat selinkar daerah. Adat ini mengatur tatanan hidup bermasyarakat dalam suatu Nagari dan iteraksi antara satu suku dan suku lainnya dalam nagari itu yang disesuaikan dengan kultur didaerah itu sendiri, namun tetap harus mengacu kepada ajaran agama Islam. Adat ini merupakan kesepakatan bersama antara Penguhulu Ninik mamak, Alim ulama, cerdik pandai, Bundo Kanduang dan pemuda dalam suatu nagari di nagari Ulakan, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman memakai etika-etika dasar adat Minangkabau namun tetap dilandasi ajaran Agama Islam. 4. Adat istiadat Adaik Istiadaik Adat ini merupakan ragam adat dalam pelaksanaan silaturrahim, berkomunikasi, berintegrasi, bersosialisasi dalam masyarakat nagari Ulakan seperti acara pinang meminag, pesta perkawinan dll, adat inipun sama dalam wilayah nagari Ulakan, adat inipun disebut Adaik nan babuhua sintak adat yang tidak diikat mati dan inilah yang namakan Istiadat, karena ia tidak diikat mati maka ia boleh dirubah kapan saja diperlukan melalui kesepakatan Penghulu Ninik Mamak, Alaim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kanduang dan pemuda yang disesuaikan dengan perkembangan zaman namun acuannya adalah sepanjang tidak melanggar ajaran Adat dan ajaran Agama Islam, sehingga disebut dalam pepatah adat maso batuka musim baganti, sakali aie gadang sakali tapian baranjak. Universitas Sumatera Utara 11

2.2.3 Sosial Budaya Masyarakat Nagari Ulakan