Nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan

(1)

NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DALAM CERITA TUANKU KERAMAT SYEKH BURHANUDDIN DI NAGARI ULAKAN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : RAMLI RAHMAT EFENDI NIM : 110702001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN

2015


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Nilai-nilai Kepahlawanan Dalam Cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan. Adapun latar belakang dari penelitian ini adalah untuk mengkaji nilai kepahlawanan dari seorang ulama besar di Nagari Ulakan yaitu Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dan melestarikan cerita sastra dalam bentuk sejarah tersebut. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap masyarakat terhapat cerita sastra dalam bentuk sejarah tersebut, juga memperkenalkan struktur cerita dan menjelaskan nilai kepahlawannya. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif naturalistik, yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan kondisi apa adanya dan tidak ada rekayasa agar data yang diperoleh merupakan fenomena yang asli dan alamiah (natural). Pendekatan ini menggunakan teknik pengumpulan data seperti observasi, daftar tanya dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sastra, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematik untuk menginterprestasikan masa lampau, walaupun datanya sudah lewat namun hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menginterprestasikan atau memprediksikan kejadian sekarang. Hasil penelitian, masyarakat masih mengagung-agungkan tokoh cerita semua kehidupan masyarakat tidak bisa terlepas dari ajaran yang telah diberikan oleh tokoh cerita yaitu Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dipanjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat beserta salam semoga terlimpah kepada Baginda Rasulullah SAW, sang pencerah seluruh semesta, pembawa ajaran kebenaran di atas muka bumi ini.

Skripsi ini berjudul “Nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan.” Penulis berharap penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan terhadap pengkajian sastra khasnya kajian budaya. Berdasarkan dengan harapan semoga dapat memperkaya apresiasi dan kritik sastra daerah yang ada di indonesia, khususnya daerah Melayu.

Dalam proses penulisan skripsi ini, ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, banyak kekurangan-kekurangan yang terjadi didalamnya. Oleh karena itu, jika penulisan skripsi ini akhirnya dinyatakan selesai, melainkan atas bantuan semangat dari berbagai pihak.

Medan, Mai 2015 Penulis

Ramli Rahmat Efendi Nim : 110702001


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 kajian Yang Relevan ... 5

2.2 Kosmologi Masyarakat Nagari Ulakan ... 6

2.2.1 Sistem Kepercayaan dan Agama ... 6

2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Nagari Ulakan ... 7

2.2.3 Sosial Budaya Masyarakat Nagari Ulakan ... 11

2.3 Letak Geografis nagari Ulakan ... 16

2.4 Intelektual Kesusastraan Tradisi Melayu ... 17

2.5 Pendekatan Sejarah Sastra ... 19

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian ... 21


(5)

3.3 Instrumen Penelitian ... 22

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.4.1 Teknik Observasi ... 24

3.4.2 Teknik Kuesioner ... 26

3.4.3 Teknik Dokumentasi ... 26

3.5 Teknik Analisis Data ... 27

3.5.1 Pengumpulan Data ... 27

3.5.2 Reduksi Data ... 27

3.5.3 Sajian Data ... 28

3.5.4 Penarikan Kesimpulan ... 29

BAB IV PERSEPSI MASYARAKAT DI NAGARI ULAKAN TERHADAP CERITA TUANKU KERAMAT SYEKH BURHANUDDIN 4.1 Hasil Taburan dan Jawaban ... 30

4.1.1 Latar Belakang Responden ... 30

4.1.2 Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ... 32

4.1.3 Persepsi Perihal Hakikat Hidup ... 33

4.1.4 Persepsi Perihal Hakikat Kerja ... 36

4.1.5 Persepsi Perihal Waktu ... 39

4.1.6 Persepsi Terhadap Alam ... 40

4.1.7 Persepsi Hakikat Hubungan Hubungan Sesama Manusia ... 42

4.2. Teks Cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ... 51

BAB V ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN 5.1 Struktur Umum Cerita ... 69


(6)

5.1.1 Bahasa ... 69

5.1.2 Tema ... 69

5.1.3 Latar ... 72

5.2 Nilai-nilai Kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ... 82

5.2.1 Mampu mengalahkan seekor harimau ... 85

5.2.2 Melanjutkan Perjuangan Gurunya Walaupun Mendapat Tantangan Dari Masyarakat ... 86

5.2.3 Memiliki Tanda-tanda Untuk Menjadi Khalifah ... 88

5.2.4 Kepatuhan Seorang Murid Pada Gurunya ... 89

5.2.5 Mampu Menjaga Amanah Dari Gurunya ... 89

5.2.6 Menyebrangi Laut dengan Sehelai Tikar Pandan ... 90

5.2.7 Membentuk Gelar-gelar Pada Masyarakat Nagari Ulakan ... 91

5.2.8 Pernyataan Etos Masyarakat ... 96

5.2.9 Sebagai Perwujudan Sikap dan Pegangan Hidup ... 99

5.2.10 Sebagai gambaran Cara hidup ... 99

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 102

6.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106

LAMPIRAN I Daftar Tanya ... 108

LAMPIRAN II Gambar ... 125


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Nilai-nilai Kepahlawanan Dalam Cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan. Adapun latar belakang dari penelitian ini adalah untuk mengkaji nilai kepahlawanan dari seorang ulama besar di Nagari Ulakan yaitu Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dan melestarikan cerita sastra dalam bentuk sejarah tersebut. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap masyarakat terhapat cerita sastra dalam bentuk sejarah tersebut, juga memperkenalkan struktur cerita dan menjelaskan nilai kepahlawannya. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan kualitatif naturalistik, yaitu penelitian yang melakukan interaksi dengan subjek atau responden yang diteliti dengan kondisi apa adanya dan tidak ada rekayasa agar data yang diperoleh merupakan fenomena yang asli dan alamiah (natural). Pendekatan ini menggunakan teknik pengumpulan data seperti observasi, daftar tanya dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sastra, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematik untuk menginterprestasikan masa lampau, walaupun datanya sudah lewat namun hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menginterprestasikan atau memprediksikan kejadian sekarang. Hasil penelitian, masyarakat masih mengagung-agungkan tokoh cerita semua kehidupan masyarakat tidak bisa terlepas dari ajaran yang telah diberikan oleh tokoh cerita yaitu Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra sebagai bagian dari sebuah kebudayaan suatu kelompok masyarakat, merupakan gambaran dari berbagai kaidah dan aktivitas sosial yang berlaku dan terjadi dalam kehidupan masyarakat dimana karya itu diciptakan. Setiap aktivitas sosial yang terdapat pada masyarakat selalu direkam dan dijadikan bahan bagi seorang pengarang untuk dituangkan ke dalam karya sastra. Aktivitas-aktivitas yang terekam dan tergambar di dalam karya sastra adalah ekspresi atau refleksi dari realita yang ada di sekitar karya tersebut.1

Karya sastra merupakan suatu karya imajinatif dari seorang yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Karya sastra juga banyak memberikan gambaran kehidupan, khususnya tentang nilai-nilai patriotisme dan heroisme seseorang yang dianggap keramat. Oleh karena itu, banyak karya sastra tradisi yang mengungkapkan yang berkaitan dengan sejarah.2

Sejarah secara umum diartikan sebagai suatu peristiwa yang terjadi pada masa lalu, lalu ditulis atau direkam dalam ingatan. Dalam penulisan suatu peristiwa yang berlaku di dalam masyarakat selalu ditulis dalam bentuk cerita.

1 Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Cetakan Kedua. Jakarta: Pustaka Jaya Girimukti Pusaka. Hal 103


(9)

karya sastra yang bercorak sejarah dalam kesusasteraan, baik pilihan kata, peristiwa latar dan tokoh-tokohnya selalu dianggap suci oleh masyarakat sebagai pendukung cerita tersebut. Ruang lingkup karya sastra yang bercorak sejarah pengungkapan nilai manusia, tempat dan waktu.

Berdasarkan pengamatan awal peneliti yang dilaksanakan pada cerita Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan, masyarakat mengetahui dan memahami bahwa karya sastra dapat mengungkapkan sejarah dan nilai serta norma-norma seperti nilai patriotisme dan kepahlawanan. Masyarakat juga mempercayai dalam cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin nilai-nilai kepahlawananya sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ia tidak terlepas dari realita sosial pendukungnya. Bahkan merupakan refleksi dari nilai-nilai kepercayaan masyarakatnya.3

3 Tuanku kali Ali Imbran, Wawancara, Korong Ganting Tangah Padang, Selasa, 10 Februari 2015 (19:00)


(10)

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah pada hakekatnya mencakup nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin yang ada pada masyarakat Kabupaten Padang Pariaman Kecamatn Ulakan Tapakis Nagari Ulakan. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sikap masyarakat tentang cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan?

2. Bagaimana struktur cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan?

3. Bagaimana nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dalam cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan keberadaan cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan.

2. Mendeskripsikan struktur cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan.

3. Mendeskripsikan nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dalam cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin di Nagari Ulakan.


(11)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memperkenalkan nilai-nilai sejarah dalam karya sastra. 2. Untuk menjadi rujukan kepada peneliti selanjutnya.

3. Menjadi tambahan pengetahuan tentang sejarah Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin.

4. Menambah pembendaharaann kajian terhadap budaya dan sastra, khususnya sastra lisan yang berbentuk cerita keramat dalam khasanah kesusastraan.


(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Yang Relevan

Syekh Burhanuddin merupakan tokoh yang sangat populer di Minangkabau. Hal ini terkait dengan kontribusi dan perjuangannya sebagai pelopor islamisasi di tanah Minangkabau. Dalam berbagai literatur, kajian mengenai Syekh Burhanuddin sudah ramai diperbincangkan, tetapi masih banyak terjadi kesimpangsiuran masalah angka tahun, sehingga kronologi sejarah tidak akurat, berikut ini beberapa literatur yang membahas mengenai Syekh Burhanuddin yang sudah penulis temui, antara lain:

Syekh Burhanuddin dan Islamisasi di Minangkabau (Syarak Mandaki Adat Manurun), yang ditulis oleh Duski Samat dan diterbitkan oleh The Minangkabau Foundation di Jakarta tahun 2002. Buku ini terdiri dari 230 halaman. Penulis buku ini lebih banyak membahas mengenai budaya masyarakat Minangkabau yang muncul setelah Syekh Burhanuddin wafat, salah satunya yaitu budaya bersafa.4 Pembahasannya yang menonjol mengenai perjanjian bukit Marapalam, secara umum yang menyangkut islamisasi di Minangkabau.

Tarekat Syatariah di Minangkabau, yang ditulis oleh Oman Faturrahman, diterbitkan oleh Prenada Media Group di Jakarta tahun 2008, terdiri dari 172 halaman. Tulisan ini membahas mengenai pemikiran tarekat Syatariah yang dibawa oleh Syekh

4 Pergi melayat ke makam Syekh Burhannuddin yang dilakukan setiap bulan safar oleh para jamaah syatariah.


(13)

Burhanuddin dari Aceh. Penelitian ini hanya sedikit membahas mengenai riwayat Syekh Burhanuddin dan islamisasi di Minangkabau.

Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Islam di Minangkabau (1969), mengupas peranan Syekh Burhanuddin sebagai tokoh yang mengembangkan ajaran Islam, yang perpusat di Ulakan. Syekh Burhanuddin adalah seorang ulama sekaligus pelopor islamisasi di Minangkabau. Buku ini membahas riwayat Syekh Burhanuddin dan kontribusinya dalam islamisasi di Minangkabau.

2.2 Kosmologi Masyarakat Nagari Ulakan

2.2.1 Sistem Kepercayaan dan Agama

Masyarakat Ulakan beragama Islam, maka bila ada orang Ulakan yang tidak memeluk agama Islam adalah suatu keganjilan yang mengherankan, walaupun kenyataannya ada sebagian yang tidak patuh menjalankan syari'at-syari'atnya. Masyarakat desa percaya dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup ubun-ubun bayi dari jauh, dan menggasing (santet), yaitu menghantarkan racun melalui udara. Upacara-upacara adat di Ulakan meliputi :

1. Upacara Kitan dan Katam berhubungan dengan lingkaran hidup manusia, seperti:

a. Upacara Turun Tanah/Turun Mandi adalah upacara bayi menyentuh tanah pertama kali,

b. Upacara Kekah adalah upacara memotong rambut bayi pertama kali. 2. Upacara selamatan orang meninggal pada hari ke-7, ke-40, dan ke-100.


(14)

2.2.2 Adat Istiadat Masyarakat Nagari Ulakan

Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan orang Ulakan pada umumnya mengaku berasal dari Darek (pusat alam Minangkabau). Orang yang tidak bisa menunjukan dimana daerah Darek asal muasal nenek moyangnya berarti bukan asli orang Ulakan, sebab Ulakan itu rantau, setiap rantau jelas ada Dareknya. Kepastian asal-usul Darek seseorang juga menjadi persyaratan untuk menentukan status sosialnya dalam tatanan kemasyarakatan. Bahkan raja, penghulu, dan datuk-datuk yang sekarang memegang jabatan secara turun-temurun juga harus bisa menjelaskan dimana sumber Dareknya. Dari sini jelas betapa keterkaitan dan ketersambungan hubungan antara Darek dan rantau sangat penting.

Suku tertua diyakini yang dianggap membuka dan merintis nagari, menebang hutan, membuka daerah baru pada sekitar abad XII M adalah suku Panyalai (Chaniago) dan suku Koto. Dari kedua suku asal ini ada “orang tua yang berempat” yang memiliki kedudukan khusus di tengah-tengah masyarakat. Empat suku lainnya merupakan belahan, ada juga yang menyebut orang yang datang kemudian, yaitu suku Sikumbang dan Tanjung belahan atau mengisi adat pada suku Koto dan suku Jambak, sedangkan suku Guci belahan atau mengisi adat pada suku Panyalai (Chaniago).

Pemuka adat Ulakan dan tokoh masyarakat menuturkan bahwa Nagari Ulakan sebagai daerah rantau bagi pusat kerajaan Minangkabau telah lama dikenal terutama sejak kehadiran Syekh Burhanuddin abad ke-17 M. Atau ke-12 H. Nama Nagari Ulakan ini kemudian menjadi pusat perhatian setelah Syekh Burhanuddin mengembangkan agama Islam serta mendirikan surau sebagai pusat pendidikan Islam di Minangkabau masa itu.


(15)

Bila dilihat dari asal muasal Nagari Ulakan yang dirintis oleh nenek moyang orang Koto dan Panyalai maka dapat disimpulkan bahwa daerah Ulakan sama dengan daerah Pesisir Barat pulau Sumatera sudah dikenal pedagang asing (Arab, Cina, Portugis dan terakhir Belanda) sejak dulu. Ada informasi menyebutkan bahwa jauh sebelum datang ke Pesisir Pantai barat pulau Sumatera ini sudah berkembang juga agama Hindu dan Budha. Bukti pengaruh agama Hindu dan Budha pernah ditemukan dari arsitektur rumah ibadah (surau) di Pariaman dan sekitarnya yang berbentuk pura, dengan atap lancip ke atas. Begitu juga bahasa ibadah yang digunakan masih menggunakan sebutan Hindu misalnya kata shalat dengan sembahyang. Lebih-lebih lagi dikalangan tradisionil masih ada yang menggunakan stanggi untuk tempat kemenyan yang akan dibakar ketika mendo’a. Kemenyan dan alat yang berhubungan ritual tesebut masih menjadi budaya keagamaan masyarakat Ulakan dan golongan yang terpengaruh dengan paham itu.

Adat nagari Ulakan terbagi kepada 4 bagian disebut Adaik nan ampek (adat yang empat) yaitu: 1. Adat yang sebenarnya adat (Adaik nan sabana Adaik)

Adat ini merupakan adat yang paling utama yang tidak dapat dirubah sampai kapanpun dia merupakan harga mati bagi seluruh masyarakat nagari Ulakan, tidaklah bisa dikatakan dia orang Ulakan apabila tidak melaksanakan Adat ini dan akan dikeluarkan dia dari orang Ulakan apabila meninggalkan adat ini, adat ini yang paling prinsip adalah bahwa seorang Ulakan wajib beragama Islam dan akan hilang Minangnya kalau keluar dari agama Islam.


(16)

2. Adat yang di adatkan (Adaik nan diadaikkan)

Adat ini adalah sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan Adat nagari Ulakan dari zaman dulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang amat dalam dan sempurna oleh para nenek moyang orang Ulakan dizaman dulu, contohnya yang paling prinsip dalam adat ini adalah adalah orang Ulakan wajib memakai kekerabatan Matrilineal mengambil pesukuan dari garis ibu dan nasab keturunan dari ayah, makanya ada Dunsanak (persaudaraan dari keluarga ibu) dan adanya Bako (persaudaraan dari keluarga ayah), Memilih dan atau menetapkan Penguhulu suku dan Ninik mamak dari garis persaudaraan badunsanak berdasarkan dari ampek suku asal (empat suku asal) Koto Piliang, Bodi, Caniago atau berdasarkan pecahan suku nan ampek tersebut, menetapkan dan memlihara harta pusaka tinggi yang tidak bisa diwariskan kepada siapapun kecuali diambil manfaatnya untuk anak kemenakan, seperti sawah, ladang, hutan, pandam pakuburan, rumah gadang dll.

Kedua adat diatas disebut Adaik nan babuhua mati (Adat yang diikat mati) dan inilah disebut Adat, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh Agama, tokoh Adat dan cadiak pandai diranah Minang, adat ini tidak boleh dirubah-rubah lagi oleh siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut Nan indak lakang dek paneh nan indak lapuak dek hujan, dibubuik indaknyo layua dianjak indaknyo mati (Yang tidak lekang kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dicabut tidak mati). Kedua adat ini juga sama diseluruh daerah dalam wilayah Nagari Ulakan tidak boleh ada perbedaan karena inilah yang mendasari adat di Nagari Ulakan itu sendiri yang membuat keistimewaan dan perbedaannya dari adat-adat lain di dunia. Ana


(17)

3. Adat yang teradat (Adaik nan Taradaik)

Adat ini adanya karena sudah teradat dari zaman dahulu dia adalah ragam budaya di beberapa daerah di nagari ulakan yang tidak sama masing-masing daerah, adat ini juga disebut dalam istilah Adaik salingka nagari (adat selinkar daerah). Adat ini mengatur tatanan hidup bermasyarakat dalam suatu Nagari dan iteraksi antara satu suku dan suku lainnya dalam nagari itu yang disesuaikan dengan kultur didaerah itu sendiri, namun tetap harus mengacu kepada ajaran agama Islam. Adat ini merupakan kesepakatan bersama antara Penguhulu Ninik mamak, Alim ulama, cerdik pandai, Bundo Kanduang dan pemuda dalam suatu nagari di nagari Ulakan, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman memakai etika-etika dasar adat Minangkabau namun tetap dilandasi ajaran Agama Islam.

4. Adat istiadat (Adaik Istiadaik)

Adat ini merupakan ragam adat dalam pelaksanaan silaturrahim, berkomunikasi, berintegrasi, bersosialisasi dalam masyarakat nagari Ulakan seperti acara pinang meminag, pesta perkawinan dll, adat inipun sama dalam wilayah nagari Ulakan, adat inipun disebut Adaik nan babuhua sintak (adat yang tidak diikat mati) dan inilah yang namakan Istiadat, karena ia tidak diikat mati maka ia boleh dirubah kapan saja diperlukan melalui kesepakatan Penghulu Ninik Mamak, Alaim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kanduang dan pemuda yang disesuaikan dengan perkembangan zaman namun acuannya adalah sepanjang tidak melanggar ajaran Adat dan ajaran Agama Islam, sehingga disebut dalam pepatah adat maso batuka musim baganti, sakali aie gadang sakali tapian baranjak.


(18)

2.2.3 Sosial Budaya Masyarakat Nagari Ulakan

Ulakan adalah nama sebuah Nagari yang terletak dalam sebuah wilayah pemerintahan terendah kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman. Secara geografis daerah ini berada dalam daratan rendah dengan kawasan pantai yang cukup luas di pinggir Samudera Indonesia. Iklim cuaca yang baik di daerah pinggir pantai menjadikan mata pencaharian utama penduduknya sebagai nelayan, di samping itu juga ada sebagian kecil yang bertani. Tetapi, juga tidak sedikit anak Nagari Ulakan yang berada di perantauan.

Masyarakat Nagari Ulakan menganut sistem kekerabatan matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan garis keturunan dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam sukunya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Dengan kata lain seorang anak di Ulakan akan mengikuti suku ibunya.

Segala sesuatunya diatur menurut garis keturunan ibu. Tidak ada sanksi hukum yang jelas mengenai keberadaan sistem matrilineal ini, artinya tidak ada sanksi hukum yang mengikat bila seseorang melakukan pelanggaran terhadap sistem ini. Sistem ini hanya diajarkan secara turun temurun kemudian disepakati dan dipatuhi, tidak ada buku rujukan atau kitab undang-undangnya. Namun demikian, sejauh manapun sebuah penafsiran dilakukan atasnya, pada hakekatnya tetap dan tidak beranjak dari fungsi dan peranan perempuan itu sendiri.

Pada dasarnya sistem matrilineal bukanlah untuk mengangkat atau memperkuat peranan perempuan, tetapi sistem itu dikukuhkan untuk menjaga, melindungi harta


(19)

pusaka suatu kaum dari kepunahan, baik rumah gadang, tanah pusaka dan sawah ladang.

Dalam sistem matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak. Perempuan menerima hak dan kewajibannya tanpa harus melalui sebuah prosedur apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup mereka dalam kondisi bagaimanapun juga. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk mengatur dan mempertahankannya.

Perempuan tidak perlu berperan aktif seperti ninik mamak. Perempuan minangkabau yang memahami konstelasi seperti ini tidak memerlukan lagi atau menuntut lagi suatu prosedur lain atas hak-haknya. Mereka tidak memerlukan emansipasi lagi, mereka tidak perlu dengan perjuangan gender, karena sistem matrilineal telah menyediakan apa yang sesungguhnya diperlukan perempuan.

Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian maupun pembagian harta pusaka. Perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya anak beranak.


(20)

Peranan laki-laki di dalam dan di luar kaumnya menjadi sesuatu yang harus dijalankannya dengan seimbang dan sejalan. Adapun peranan laki-laki di minangkabau terbagi atas:

Sebagai Kemenakan

Di dalam kaumnya seorang laki-laki berawal sebagai kemenakan. Sebagai kemenakan dia harus mematuhi segala aturan yang ada di dalam kaum. Belajar untuk mengetahui semua aset kaumnya dan semua anggota keluarga kaumnya. Oleh karena itu, ketika seseorang berstatus menjadi kemenakan, dia selalu disuruh ke sana ke mari untuk mengetahui segala hal tentang adat dan perkaumannya. Dalam kaitan ini, peranan surau menjadi penting, karena surau adalah sarana tempat mempelajari semua hal itu baik dari mamaknya sendiri maupun dari orang lain yang berada di surau tersebut. Dalam menentukan status kemenakan sebagai pewaris sako dan pusako.

anak kemenakan dikelompokan menjadi tiga kelompok: a. Kemenakan di bawah daguak

Kemenakan di bawah daguak adalah penerima langsung waris sako dan pusako dari mamaknya

b. Kemenakan di bawah pusek

Kemenakan di bawah pusek adalah penerima waris apabila kemenakan di bawah daguak tidak ada (punah).

c. Kemenakan di bawah lutuik

Kemenakan di bawah lutuik, umumnya tidak diikutkan dalam pewarisan sako dan pusako kaum.


(21)

Sebagai Mamak

Pada giliran berikutnya, setelah dia dewasa, dia akan menjadi mamak dan bertanggung jawab kepada kemenakannya. Mau tidak mau, suka tidak suka, tugas itu harus dijalaninya. Dia bekerja di sawah kaumnya untuk saudara perempuannya anak-beranak yang sekaligus itulah pula kemenakannya. Dia mulai ikut mengatur, walau tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan mamaknya yang lebih tinggi, yaitu penghulu kaum

Sebagai Penghulu

Selanjutnya, dia akan memegang kendali kaumnya sebagai penghulu. Gelar kebesaran diberikan kepadanya, dengan sebutan datuk. Seorang penghulu berkewajiban menjaga keutuhan kaum, mengatur pemakaian harta pusaka. Dia juga bertindak terhadap hal-hal yang berada di luar kaumnya untuk kepentingan kaumnya. Setiap laki-laki terhadap kaumnya selalu diajarkan; kalau tidak dapat menambah (maksudnya harta pusaka kaum), jangan mengurangi (maksudnya, menjual,menggadai atau menjadikan milik sendiri). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa peranan seorang laki-laki di dalam kaum disimpulkan dalam ajaran adatnya:

Tagak badunsanak mamaga dunsanak Tagak basuku mamaga suku

Tagak ba kampuang mamaga kampuang Tagak ba nagari mamaga nagari


(22)

Peranan Laki-laki di Luar Kaum

Selain berperan di dalam kaum sebagai kemanakan, mamak atau penghulu, seorang anak lelaki setelah dia kawin dan berumah tangga, dia mempunyai peranan lain sebagai tamu atau pendatang di dalam kaum isterinya. Artinya di sini, dia sebagai duta pihak kaumnya di dalam kaum istrinya, dan istri sebagai duta kaumnya pula di dalam kaum suaminya. Satu sama lain harus menjaga kesimbangan dalam berbagai hal, termasuk perlakuan-perlakuan terhadap anggota kaum kedua belah pihak. Di dalam kaum istrinya, seorang laki-laki adalah sumando (semenda). Sumando ini di dalam masyarakat Minangkabau dibuatkan pula beberapa kategori;

a. Sumando ninik mamak

Artinya, sumando yang dapat ikut memberikan ketenteraman pada kedua kaum; kaum istrinya dan kaumnya sendiri. Mencarikan jalan keluar terhadap sesuatu persoalan dengan sebijaksana mungkin. Dia lebih berperan sebagai seorang yang arif dan bijaksana.Sikap ini yang sangat dituntut pada peran setiap sumando di minangkabau.

b. Sumando kacang miang

Artinya, sumando yang membuat kaum istrinya menjadi gelisah karena dia memunculkan atau mempertajam persoalan-persoalan yang seharusnya tidak dimunculkan.Sikap seperti ini tidak boleh dipakai.

c. Sumando lapik buruk

Artinya, sumando yang hanya memikirkan anak istrinya semata tanpa peduli dengan persoalan-persoalan lainnya. Dikatakan juga sumando seperti seperti itu


(23)

sumando apak paja, yang hanya berfungsi sebagai tampang atau bibit semata. Sikap seperti ini juga tidak boleh dipakai dan harus dijauhi. Sumando tidak punya kekuasan apapun di rumah istrinya.

2.3 Letak Geografis Nagari Ulakan

Nagari Ulakan sebagai sebuah wilayah pemerintahan terendah memiliki batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara berbatas-batas dengan Kecamatan Nan Sabaris Pauh Kambar. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Batang Anai Pasar Usang. Sebalah Barat berbatas dengan Samudera Indonesia. Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Perwakilan Lubuk Alung di Sintuk.

Letaknya yang begitu srategis menjadikan daerah ini sebagai jalur perlintaskan bagi orang yang akan menuju Ibu Kota Kabupaten Padang Pariaman. Lebih-lebih lagi, jalur jalan sebagai penghubung antara daerah sekitarnya cukup baik dan beraspal, sehingga arus transportasi antar daerah relatif lancar dan mudah dijangkau dari berbagai tempat. Nagari Ulakan mempunyai luas wilayah 4.150 Ha yang terdiri dari tanah persawahan 1.810 Ha, sawah tadah hujan/ladang 652 Ha, perkebunan rakyat 823 Ha, perumahan dan prasarana sosial 777 Ha, jalan 57 Ha dan laim-lain 33 Ha.

Penduduk kecamatan Ulakan Tapakis berjumlah 18.497 orang yang terdiri dari 3.709 kepala keluarga dengan perimbangan 8.596 perempuan dan 9.901 laki-laki. Jumlah laki-laki yang lebih banyak dari perempuan berdasarkan data tersebut pada umumnya terdiri dari para lanjut usia (lansia) yang biaya hidupnya sehari-hari dikirim oleh anak atau keluarga dari Perantauan. Sedangkah perempuan umumnya juga ikut


(24)

membantu ekonomi keluarga dengan berdagang kecil-kecilan di Pasar Ulakan tempat ramainya orang melakukan ziarah ke makam Syekh Burhanuddin.

Kecamatan Ulakan Tapakis sekarang dibagi menjadi 12 Korong dipimpin oleh seorang Wali Korong yang lebih banyak hanya mengurus masalah administrasi pemerintahan, sedangkan masalah sosial kemasyarakatan masih dipegang kuat oleh pemilik wilayah atau kalangan ninik mamak (yang berbingkah tanah).

2.4 Intelektual Kesusastraan Tradisi Melayu

Tradisi keintelektualan Melayu dapat dilihat pada hasil-hasil kesusasteraan yang terdiri dari bentuk lisan dan tulisan. Bentuk lisan dan tulisan berkembang secara terus-menerus selaras dengan perkembangan zaman Melayu. Sastera lisan misalnya yang diturunkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya melalui proses sosialisasi anggota masyarakat ia menjadi satu unsur local genius kebijaksanaan di suatu tempatan, ia juga memperlihatkan kekreatifan dan kebijaksanaan berfikir anggota masyarakatnya.

Bentuk-bentuk sastra lisan itu misalnya cerita penglipur lara, cerita jenaka, cerita nasihat, cerita binatang, mitos, legenda, cerita asal-usul dan lain-lain. Bentuk-bentuk ucapan lisan yang lain seperti pantun, peribahasa, simpulan bahasa, pepatah-petitih, seloka, dan seumpamanya (yang kemudiannya didokumentasikan dalam bentuk tulisan), menampakkan ciri-ciri akal budi dan kebijaksanaan orang Melayu menangani segala sikap dan prilaku kehidupan yang dihasilkan oleh proses pengintelektualan orang Melayu sepanjang zaman.


(25)

Suku Malayu atau Suku Melayu (Minang) adalah salah satu suku yang tergolong banyak populasinya dalam kelompok suku Minangkabau. Suku Malayu sudah semenjak lama diakui sebagai bagian dari suku bangsa Minangkabau itu sendiri. Mereka menganut adat Minangkabau yang matrilineal, mempunyai pemuka-pemuka adat atau penghulu yang disebut Datuk dan hidup bersuku-suku menurut garis ibu. Kalau mereka ditanya, mereka tentu akan menjawab bahwa mereka adalah orang Minang atau orang Padang, bukan orang Melayu di luar Minang seperti Melayu Riau, Melayu Jambi, Melayu Bengkulu, Melayu Palembang, Melayu Malaysia dan Melayu-melayu lainnya. Suku Malayu umumnya menganut adat Lareh Koto Piliang namun ada pula yang memadukan kedua sistem adat di Minangkabau yaitu Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago tergantung di nagari mana mereka tinggal.

Suku Melayu menyebar hampir ke seluruh wilayah Minangkabau baik luhak (darek) maupun rantau. Di Sungai Pagu (Muara Labuh, Sangir dan sekitarnya), raja alam dipegang oleh Suku Melayu dengan gelar Yang Dipertuan Raja Disembah. Di Renah Indo Jati termasuk Inderapura, Tapan, Lunang, Silaut dan Mukomuko, penduduknya juga mayoritas bersuku Malayu dengan berbagai pecahannya. Di Tanah Datar, Sijunjung dan Pasaman, suku Mandailiang juga merupakan kerabat Suku Malayu. Begitu pula di Solok, Suku Malayu juga tergolong mayoritas. Keluarga raja Pagaruyung juga bersuku Malayu Kampung Dalam. Di beberapa daerah di Minangkabau (luhak dan rantau), Suku Malayu disebut sebagai suku raja seperti di Air Bangis, Lunang, Inderapura, Sungai Pagu dan Ampek Angkek (Agam).

Suku Malayu di Minangkabau awalnya berasal dari Melayu luar wilayah Minangkabau yang datang ke wilayah Minangkabau bersamaan dengan pemindahan pemerintahan Kerajaan Malayu Darmasraya ke pedalaman Minangkabau di Pagaruyung


(26)

dan menerima pengakuan sebagai orang Minang sehingga mereka bersuku sebagaimana suku-suku di Minangkabau. Dipercaya Suku Malayu dibawa dan didorong oleh Adityawarman untuk menyebar ke seluruh wilayah Minangkabau bersama suku Minangkabau lainnya.

2.5 Pendekatan Sejarah Sastra

Sejarah sastra adalah kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis untuk menginterprestasikan masa lampau. Walaupun data yang dianalisis sudah lewat namun hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menginterprestasikan atau memprediksikan kejadian sekarang. Sebagai sumber data bagi penelitian sejarah adalah bahan-bahan rekaman.5 Secara umum dapat dimengerti bahwa sejarah sastra merupakan penelaahan dokumen serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Dengan mempelajari sesuatu yang telah lampau para sejarawan dapat memahami keadaan.

Sejarah sastra menitikberatkan kegiataannya dokumen hasil rekaman para ahli dari berbagai bidang seperti ahli jurnalistik, ahli hukum, kedokteran, penulis buku harian, hali fotografi dan ahli lain yang kadang-kadang bidang keahlian atau profesinya tidak dipahami oleh sejarawan. Didalam menuliskan dokumennya tidak mustahil bahwa para ahli tersebut telah memasukan kerancuannya yang berupa nilai, pendapat minat dan perhatiannya. Dengan demikian fakta yang sebenarnya dapat saja ditambah atau dikurangi berdasarkan atas latar belakang pribadinya itu.6

5 Arikunto, 2005, Manajemen Penelitian ,Jakarta, Rineka Cipta,, hal. 259-260 6 Arikunto,2005, Manajemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 253


(27)

Penelitian sejarah biasanya didasarkan atas sumber yang bersangkutan yang diklasifikasikan sebagai sumber Primer dan sekunder. Yang dapat dikatan sumber primer adalah segala sumber yang direkam oleh peneliti yang hadir pada waktu kejadian berlangsung. Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang direkam oleh peneliti yang mendapat cerita dari orang yang mengalami peristiwa tentang hal yang dimaksud. Mengenai klasifikasi primer dan sekundernya sumber ini merupakan hal yang sangat fital pagi peneliti sejarah satra. Mengingat sifatnya itu maka peneliti sejarah sastra harus pandai-pandai memilih sumber. Peneliti sejarah adalah seorang kritikus yang harus melakukan kritikannya secara eksternal maupun internal. Peneliti sejarah hendaknya selalu menyadari kelemahan yang ada padanya yang berupa latar belakang keahlian, pendapat, minat dan sebagainya.

Penelitian sejarah sastra adalah kegiatan penelitian yang membahas manusia yang dilakukan secara sistematis untuk menginterprestasikan masa lampau, yang berarti mengkaji Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dengan Sejarah Sastra untuk mengetahui nilai-nilai kepahlawanannya terhadap masyarakat di Nagari Ulakan.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Disain Penelitian

Disain penelitian atau dapat juga disebut metode penelitian adalah cara ilmiah untuk memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Jadi setiap penelitian yang dilakukan itu memiliki kegunaan serta tujuan tertentu. metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. 7

Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi. Hal ini menyimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara untuk mencapai kebenaran dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang diperlukan guna mencapai tujuan.8 Dengan demikian penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Naturalistik.

7 Sugiono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif, Alfa Beta, hal. 6. 8 Arikunto Suharsimi, 2006, Manajemen Penelitian, Jakarta , Rineka Cipta, hal. 50.


(29)

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer: pertama, sumber data berupa manusia yaitu masyarakat nagari Ulakan kecamatan Ulakan Tapakis kabupaten Padang Pariaman. Kedua, sumber data berupa suasana mencakup kehidupan sehari-hari, balai masyarakat, interaksi antara masyarakat sekitar dan tempat berkumpul/kerumunan yang berpotensi akan informasi tantang penelitian. Data skunder terdiri dari pertama, hasil penelitian dan tugas akhir mahasiswa. Kedua, buku yang diterbitkan dan berkaitan dengan objek penelitian.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan memecahkan suatu persoalan. Jadi semua alat yang bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut instrumen penelitian. Dalam suatu penelitian instrumen sangat memegang peranan yang penting.9

Berhasil atau tidak suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan dalam penelitian. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner berupa pertanyaan. pertanyaan diberikan kepada masyarakat yang terkait seputar mengenai nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syehk Burhanuddin di Nagari Ulakan yang ada di kecamatan Ulakan Tapakis tersebut, pertanyaan ini berisi tentang pemaparan

9 Rendi Novrizal, S.s. 2014, Jati Diri Masyarakat Melayu Serdang Dalam Tradisi Bela Diri Silat Lintau di Kedatukan Batang Kuis: Kajian Antropologi Sastra, hal-13


(30)

secara deskriptif Tuanku Keramat Syehk Burhanuddin tersebut, sedangkan angket digunakan agar peneliti memperoleh tanggapan masyarakat.

Sugiono (2007 :26), menyebutkan peneliti dapat menjadi instrumen penelitian jika memiliki wawasan yg luas tentang yang diteliti dan mampu pula menciptakan rapport kepada setiap orang yang ada pada konteks sosial yang diteliti. Sugiono juga menyatakan peneliti juga dapat memilih cara memperoleh kejelasan data atau objek penenlitian dengan caranya sendiri, seperti membuat daftar tanya. Namun, dalam menafasir jawaban harus berorientasi kepada kejujuran dan keilmuannya. Artinya, dengan membuat daftar tanya bukan mengacu pada penelitian kuantitatif. Melainkan hanya untuk membuat opini dari informasi yang diperoleh melalui taburan jawaban.10

Selain itu, cara lain dapat juga dilakukan dengan menciptakan sesuatu untuk membangun hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial. Dalam penelitian ini peneliti di samping menciptakan hubungan yang akrab juga menyediakan daftar tanya kepada masyarakat yang dianggab mempunyai pemahamam terhadap objek kajian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian sesuai dengan maksud tujuan teknik ini digunakan untuk mendapat informasi yang diharapkan, lalu pengumpulan data dilakukan melalui teknik sebagai berikut:

10 Arikunto Suharsimi, 2000, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 134


(31)

3.4.1 Teknik Observasi

observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.11

Beberapa bentuk observasi, yaitu: 1). Observasi partisipasi, 2). observasi tidak terstruktur, dan 3).observasi kelompok.12 Berikut penjelasannya:

1. Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan.

2. Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.

3. Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.

Observasi adalah studi yang sengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Teknik observasi yang

11 Gubah dan Lincoln, 1981, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Pt. Remaja Posda Karya, hal. 191-193.


(32)

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi dengan menerapkan pencatatan berkala atau insidental record dimana pencatatan dilakukan menurut urutan kejadian dan urutan waktu yang tidak dilakukan secara terus menerus melainkan pada waktu tertentu dan mempunyai batas pula, pada jangka waktu yang ditetapkan untuk tiap-tiap kali pengamatan.13

Peneliti menggunakan teknik observasi baik langsung maupun yang tidak langsung yang didasari beberapa alasan sebagai berikut:

1. Banyak gejala yang dapat diselidiki dengan observasi sehingga hasilnya akurat sulit dibantah.

2. Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya dengan cara observasi.

3. Kejadian yang serempak hanya dapat diamati dan dicatat secara serempak pula dengan memperbanyak observer.

4. Banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul data yang lain.

Berkaitan dengan jenis observasi yang digunakan peneliti menggunakan metode observasi langsung yaitu di nagari Ulakan kecamatan Ulakan Tapakis kabupaten Padang Pariaman, sedangkan yang dijadikan fokus observasi dalam penelitian ini adalah nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syehk Burhanuddin di Nagari Ulakan.


(33)

3.4.2 Teknik Kuesioner

Daftar tanya berisi beberapa soal untuk masyarakat sebagai responden. Pertanyaan-pertanyaan yang ada bertujuan memperoleh data tentang pandangan mereka pada cerita dan nilai-nilai kepahlawanan Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dalam kehidupan sehari-hari.

3.4.3 Teknik Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, dimana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinya.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih kredibel/dapat dipercaya.14

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan cara peneliti mengumpulkan data-data melalui pencatatan atau data-data tertulis yang ada di nagari Ulakan kecamatan Ulakan Tapakis.


(34)

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif memungkinkan dilakukan analisis data pada waktu peneliti berada di lapangan maupun setelah kembali dari lapangan baru dilakukan analisis. Pada penelitian ini analisis data telah dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Alur analisis mengikuti model analisis interaktif.15 Teknis yang digunakan dalam menganalisis data meliputi empat komponen, yaitu 1) pengumpulan data; 2) reduksi data; 3) sajian data; 4) penarikan simpulan (Verifikasi). Penjelasannya sebagai berikut.

3.5.1 Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua bagian yaitu deskriptif dan reflektif. Catatan deskriptif adalah catatan alami, (catatan tentang apa yang dilihat, didengar, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti terhadap fenomena yang dialami). Catatan reflektif adalah catatan yang berisi kesan, komentar, pendapat, dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai, dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya.

15Milles, M.B and Huberman, M.A, 1994, Qualitative Data Analysis, London, Sage Publication, 184, hal. 23.


(35)

3.5.2 Reduksi Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya dibuat reduksi data, guna memilih data yang relevan dan bermakna, memfokuskan data yang mengarah untuk memecahkan masalah, penemuan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian. Kemudian menyederhanakan dan menyusun secara sistematis dan menjabarkan hal-hal penting tentang hasil temuan dan maknanya.

Pada proses reduksi data, hanya temuan data atau temuan yang berkenaan dengan permasalahan penelitian saja yang direduksi. Sedangkan data yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian dibuang. Dengan kata lain reduksi data digunakan untuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang tidak penting, serta mengorganisasikan data, sehingga memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan.

3.5.3 Sajian Data

Penyajian data dapat berupa bentuk tulisan atau kata-kata, gambar, grafik dan tabel. Tujuan sajian data adalah untuk menggabungkan informasi sehingga dapat menggambarkan keadaan yang terjadi. Dalam hal ini, agar peneliti tidak kesulitan dalam penguasaan informasi baik secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian, maka peneliti harus membuat naratif, matrik atau grafik untuk memudahkan penguasaaninformasi atau data tersebut.

Dengan demikian peneliti dapat tetap menguasai data dan tidak tenggelam dalam kesimpulan informasi yang dapat membosankan. Hal ini dilakukan karena data yang terpencar-pencar dan kurang tersusun dengan baik dapat mempengaruhi peneliti dalam


(36)

bertindak secara ceroboh dan mengambil kesimpulan yang memihak, tersekat-sekat dan tidak mendasar. Untuk display data harus disadari sebagai bagian dalam analisis data.

3.5.4 Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Penarikan kesimpulan dilakukan selama proses penelitian berlangsung seperti halnya proses reduksi data, setelah data terkumpul cukup memadai maka selanjutnya diambil kesimpulan sementara, dan setelah data benar-benar lengkap maka diambil kesimpulan akhir. Kesimpulan dari ini masih memerlukan adanya verifikasi (penelitian kembali tentang kebenaran laporan) sehingga hasil yang diperoleh benar-benar valid. Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus mulai dan awal, saat penelitian berlangsung, sampai akhir penelitian.


(37)

BAB IV

SIKAP MASYARAKAT DI NAGARI ULAKAN TERHADAP CERITA TUANKU KERAMAT SYEKH BURHANUDDIN

4.1 Hasil Taburan dan Jawaban

4.1.1 Latar Belakang Responden

Responden terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dilihat dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, dan lamanya tinggal di daerah tersebut. Sampel kajian terdiri dari 20 sampel dan jumlah soal yang diutarakan terdiri dari 59 soal.

Latar Belakang responden

Umur responden 15 – 19 tahun

20 – 29 tahun

30 – 39 tahun

40 – 49 tahun

50 – 59 tahun

60 tahun keatas

sebanyak 3 orang

sebanyak 1 orang

sebanyak 5 orang

sebanyak 5 orang

sebanyak 3 orang

sebanyak 2 orang

Jenis kelamin responden Laki-laki

Perempuan

sebanyak 11 orang


(38)

Tingkat Pendidikan responden Sekolah dasar (SD)

Sekolah menengah pertama (SMP)

Sekolah menengah atas (SMA)

Perguruan tinggi

sebanyak 4 orang

sebanyak 3 orang

sebanyak 9 orang

sebanyak 4 orang

Suku/etnik reponden Minangkabau sebanyak 20 orang

Pekerjaan responden Petani

Nelayan

Buruh

Pedagang

Pegawai negri

Lain-lain

sebanyak 1 orang

sebanyak 1 orang

sebanyak 2 orang

sebanyak 4 orang

sebanyak 4 orang

sebanyak 8 orang


(39)

4.1.2 Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin

Soal

Taburan jawaban

Ya Tidak Ragu-ragu

Lain-lain

1. Apakah anda mengetahui Tuanku Keramat syekh Burhanuddin

20 0 0 -

2. Sudah berapa lama anda mengetahui tentang Tuanku Keramat syekh Burhanuddin

- - - 6-10 tahun lalu = 4 orang

11-15 tahun lalu = 2 orang

16-20 tahun lalu = 1 orang

21-25 ahun lalu = 13 orang

3. Dari siapakah

pertama kalinya anda mengetahui Tuanku Keramat syekh Burhanuddin

- - - Keluarga (ayah, ibu, kakak) = 19 orang

Tokoh masyarakat (ketua adat, ustadz) = 1 orang 4. Apakah anda

berminat terhadap Tuanku Keramat

- - - Sangat berminat = 16 orang


(40)

syekh Burhanuddin

Berminat = 4 orang 5. Pada umur berapa

pertama kali anda mengetahui Tuanku Keramat syekh Burhanuddin

- - - 6-10 ahun = 20 orang

6. Apakah anda memperoleh

pengetahuan tentang Tuanku Keramat syekh Burhanuddin melalui pembelajaran yang khusus

0 20 0 -

4.1.3 Persepsi Perihal Hakikat Hidup

Soal

Taburan jawaban

Ya Tidak Ragu-ragu

Lain-lain

1. Apakah Tuanku Keramat syekh Burhanuddin berkaitan dengan kehidupan anda


(41)

2. Apakah ajaran yang diberikan Tuanku Keramat syekh Burhanuddin berguna untuk menghadapi kesusahan dalam hidup

20 0 0 -

3. Apakah anda

mengamalkan ajaran dari Tuanku Keramat syekh Burhanuddin

20 0 0 -

4. Apakah Tuanku Keramat syekh Burhanuddin mempunyai kaitan dengan keridhoan Allah

17 0 3 -

5. Apakah ajaran Tuanku Keramat syekh Burhanuddin bisa mewujudkan keahlian tertentu

6 3 11 -

6. Apakah ajaran dari Tuanku Keramat


(42)

syekh Burhanuddin dapat merubah kehidupan ke arah yang lebih baik 7. Apakah ajaran dari

Tuanku Keramat syekh Burhanuddin dapat merubah kehidupan ke arah yang buruk

1 19 0 -

8. Apakah ajaran Tuanku Keramat syekh Burhanuddin berkaitan dengan kedinamisan hidup

19 0 3 -

9. Apakah ajaran Tuanku Keramat syekh Burhanuddin menjadikan

kesejahterahan masyarakat di nagari Ulakan

20 0 0 -

10.Apakah anda

berminat menjaga dan

- - - Sangat berminat = 14 orang


(43)

mengajarkan ajaran Tuanku Keramat syekh Burhanuddin kepada masyarakat di nagari Ulakan

Berminat = 6 orang

4.1.4 Persepsi Perihal Hakikat Kerja

Soal

Taburan jawaban

Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setuju 1. Dalam menjalankan

aktivitas

menggunakan akal, fikian dan kepandaian

14 6 0 0

2. Dalam menjalankan aktivitas harus mahir dalam bidang yang ditekuni

13 7 0 0

3. Dalam menjalankan aktivitas harian harus bijak sana berinteraksi terhadap isu dan fenomena yang berlaku


(44)

4. Dalam menjalankan aktivitas harian seharusnya memahami dan mengetahui adat yang berlaku

19 1 0 0

5. Menjalankan aktivitas seharusnya bisa menggunakan teknologi canggih

3 10 6 1

6. Diperlukan ahklak yang baik di dalam bekeluarga dan lingkungan sekitarnya

14 6 0 0

7. Diperlukan ahklak baik seseorang dalam linkungan sosial

15 5 0 0

8. Menjalankan aktivitas diperlukan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin

3 17 0 0

9. Apakah Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin


(45)

berhubungan dengan amal dan ketakwaan 10.Berbagai ajaran

Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin diantaranya membawa kejayaan didalam kehidupan

9 11 0 0

11.Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin mewujudkan ketenangan dan keselamatan

6 14 0 0

12.Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin menambah

ketenangan lahir dan batin

4 16 0 0

13.Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin

mempunyai pengaruh


(46)

terhadap aktivitas 14.Ajaran Tuanku

Keramat Syekh Burhanuddin bisa menambah keahlian bekerja

0 10 10 0

15.Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dengan ketenangan fisik dan mental

1 14 5 0

4.1.5 Persepsi Perihal Waktu

Soal

Taburan jawaban

Sangat setuju Setuju Kurang setuju Tidak setu

ju 1. Ajaran Tuanku

Keramat Syekh Burhanuddin masih relevan dengan zaman sekarang

18 2 0 0

2. Banyak aktivitas


(47)

masyarakat melibatkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin 3. Ajaran Tuanku

Keramat Syekh Burhanuddin kekal sepanjang zaman

19 1 0 0

4. Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin tidak pernah penting dalam kehidupan

20 0 0 0

4.1.6 Persepsi Terhadap Alam

Soal

Taburan jawaban

Sangat setuju setuju Kurang setuju Tidak setuju 1. Apakah kedasyatan

bencana alam akibat dari prilaku

masyarakat

0 16 4 0

2. Fenomena alam


(48)

karena menipisnya kepercayaan terhadap ajarn Tuanku

Keramat Syekh Burhanuddin

3. Apakah ada peranan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin terhadap fenomena alam

0 13 7 0

4. Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin menjaga

keseimbangan di antara makhluk dengan alam

2 18 0 0

5. Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin berhubungan dengan kejadian alam sekitar

2 14 4 0

6. Apakah ajaran Tuanku Keramat


(49)

Syekh Burhanuddin dapat mengurangi bencana alam 7. Apakah ajaran

Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dapat menghindari marabahaya

0 16 4 0

8. Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sebagai kelangsungan harmonisasi manusia dan alam

2 18 0 0

4.1.7 Persepsi Hakikat Hubungan Hubungan Sesama Manusia

Soal

Taburan jawaban

Sangat setuju setuju Kurang setuju Tidak setuju 1. Apakah ajaran

Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dapat menimbulkan semangat bagi


(50)

masyarakat 2. Apakah ajaran

Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin berhubungan dengan keridhoan Allah

13 7 0 0

3. Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin berperan untuk kerukunan sesama

3 17 0 0

4. Apakah media teknologi lebih berperan dalam kehidupan

0 4 10 6

5. Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sama dengan media teknologi

0 3 7 10

6. Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin mengeratkan


(51)

hubungan adat dengan individu 7. Apakah ajaran

Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin mewujudkan

kebersamaan sesama masyarakat

4 16 0 0

8. Apakan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin diperlukan bagi mewujudkan rasa kerukunan sesama makhluk ciptaan allah

7 13 0 0

9. Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin diperlukan dalam mempersatukan pikiran masyarakat


(52)

Pandangan penulis berdasarkan taburan jawaban :

Dari 20 sample yang dibagikan kepada masyarakat berbagai latar balakang usia, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan yang berbeda mereka semua mengetahui tentang Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin, masyarakat mengetahuinya semenjak mereka kanak-kanak umumnya masyarakat mengetahui tentang Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dari keluarga dan sebagian kecil mengatakan mereka mengetahui dari tokoh masyarakat (pengetua adat). Masyarakat di Nagari Ulakan tersebut sangat berminat untuk meneruskan ilmu yang diwarisi Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin, masyarakat tidak memperoleh pengetahuan tentang Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin melalui pembelajaran yang khusus.

Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat di Nagari Ulakan berguna terhadap menjalankan kehidupan sehari-hari termasuk dalam mengahadapi kesusahan hidup mereka mengamalkan ajaran-ajaran dari Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ajarannya juga berkaitan dengan keridhoan Allah, masayarakat Nagari Ulakan menyebutkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin bisa mewujudkan keahlian tertentu, tetapi sebagian masyarakat antara mempercayai dan tidak mempercayai keahlian tertentu tersebut. Masyarakat meyakini bahwa ajaran beliau membawa kehidupan kearah yang lebih baik, menjadikan hidup lebih dinamis, dan membawa kesejahterhana masyarakat di Nagari Ulakan bahkan masyarakat sangat berminat menjaga dan mengajarkan ajaran beliau kepada masyarakat luas, khususnya di Nagari Ulakan tersebut.


(53)

Masyarakat di Nagari Ulakan mengamalkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, Syekh Burhanuddin Menjadi panutan dalam masyarakat tersebut. masyarakat mengerti akan fenomena alam yang terjadi pada lingkungan mereka bejak sana berinteraksi didalam hidup bermasyarakat, mematuhi adat yang berlaku, masyarakat mengkaitan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dengan amal dan ketakwaan disebabkan beliau lah pejuang agama ditengah-tengah masyarakat tersebut, selain itu ajaran beliau mewujudkan ketenangan dan keselamatan masyarakat di Nagari Ulakan.

Masyarakat mengatakan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin masih relevan dengan zaman sekarang dan kekal sepanjaang zaman. banyak aktivitas masyarakat melibatkan ajaran dari beliau, masyarakat melibatkan semua kegiatannya dengan ajaran beliau dan selalu menganggap ajaran dari beliau sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Tuanku Keramat Syekh burhanuddin berperan terhadap fenomena alam, Fenomena alam terjadi karena menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin, fenome alam terjadi karena ulah prilaku manusia. Ajaran beliau menjaga keseimbangan antar mahkluk dan alam, ajaran beliau dapat mengurangi bencana alam, terhindar dari marabahaya, menjaga kelangsungsungan harmonisasi manusia dan alam.

Masyarakat berpendapat ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dapat mengerakat hubungan sesama masyarakat, menimbulkan semangat didalam hidup bermasyarakat dan juga ajaran beliau memperoleh keridhoan allah. Masyarakat berpendapat bahwa teknologi tidak terlalu berperan dalam kehidupan mereka, ajaran Tuanku keramat Syekh Burhanuddin tidak bisa disamakan dengan media teknologi,


(54)

tetapi ajaran beliau dapat mewujudkan kebersamaan sesama masyrakata dan kerukunan di antara masyarakat tersebut.

Persepsi Masyarakat

Konsep dasar

Orientasi nilai budaya masyarakat

Pandangan penulis

Persepsi perihal hakikat hidup

Kehidupan masyarakat di Nagari ulakan tidak terlepas dari ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin yang menjadi acuan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Penulis menyimpulakan dari hasil penelitian bahwa benar adanya semua kehidupan masyarakat di Nagari Ulakan tidak terlepas dari ajaran Tuanku

keramat Syekh

Burhanuddin.

persepsi perihal hakikat kerja

Masyarakat di Nagari Ulakan mengamalkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Syekh Burhanuddin Menjadi panutan dalam masyarakat tersebut.

Masyarakat mengerti akan fenomena alam yang terjadi

Didalam bekerja masyarakat mengamalkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin seperti bagi para nelayan ada kala waktu yang tidak baik untuk melaut, bagi petani ada pantangan dalam mengambil air pada waktu


(55)

pada lingkungan mereka bejak sana berinteraksi didalam hidup bermasyarakat, mematuhi adat yang berlaku, masyarakat mengkaitan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dengan amal dan ketakwaan.

waktu tertentu yang sampai sekarang masih dijalankan masyarakat di Nagari Ulakan.

Persepsi perihal waktu Masyarakat mengatakan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin masih relevan dengan zaman sekarang dan kekal sepanjaang zaman. banyak aktivitas masyarakat melibatkan ajaran dari beliau.

Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sampai sekarang masih dipakai seperti dalam tradisi

mancaliak bulan dalam

menetukan hari pertama puasa dan hari raya, masih adanya tradisi basapa didalam masyarakat pendukungnya.

Persepsi terhadap alam Masyarakat di Nagari Ulakan mempercayai terjadinya fenomena alam karena menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap ajaran

Didalam adanya bencana masyarakat melakukan tradisi bagatik untuk menghindari masyarakat dari bencana alam. Bagatik


(56)

Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin.

ini merupakan ajaran dari Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin agar terhindar dari bencana alam.

Persepsi perihal hakikat hubungan sesama manusia

ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dapat menggerakat hubungan sesama masyarakat, menimbulkan semangat didalam hidup bermasyarakat dan juga ajaran beliau memperoleh keridhoan allah.

Adanya nilai gotong royong ditengah-tengah masyarakat seperti didalam upacara adat, dalam pesta perkawinan semua anggota masyarakat bahu membahu didalam acara tersebut, ini meurupakan contoh nyata dalam hakikat hubungan sesama manusia di Nagari Ulakan.

Kesimpulan Dari Persepsi Masyarakat

Kehidupan masyarakat di Nagari ulakan tidak terlepas dari ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin yang menjadi acuan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Penulis menyimpulakan dari hasil penelitian bahwa benar adanya semua kehidupan masyarakat di Nagari Ulakan tidak terlepas dari ajaran Tuanku keramat Syekh Burhanuddin. Masyarakat di Nagari Ulakan mengamalkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Syekh Burhanuddin Menjadi panutan dalam masyarakat tersebut. Masyarakat mengerti akan fenomena alam yang terjadi pada lingkungan mereka bijak sana berinteraksi didalam


(57)

hidup bermasyarakat, mematuhi adat yang berlaku, masyarakat mengkaitan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dengan amal dan ketakwaan.

Dalam bekerja masyarakat mengamalkan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin seperti bagi para nelayan ada kala waktu yang tidak baik untuk melaut, bagi petani ada pantangan dalam mengambil air pada waktu waktu tertentu yang sampai sekarang masih dijalankan masyarakat di Nagari Ulakan. Masyarakat mengatakan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin masih relevan dengan zaman sekarang dan kekal sepanjaang zaman. banyak aktivitas masyarakat melibatkan ajaran dari beliau.

Ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sampai sekarang masih dipakai seperti dalam tradisi mancaliak bulan dalam menetukan hari pertama puasa dan hari raya, masih adanya tradisi basapa didalam masyarakat pendukungnya.

Masyarakat di Nagari Ulakan mempercayai terjadinya fenomena alam karena menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin. Didalam adanya bencana masyarakat melakukan tradisi bagatik untuk menghindari masyarakat dari bencana alam. Bagatik ini merupakan ajaran dari Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin agar terhindar dari bencana alam. ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin dapat menggerakat hubungan sesama masyarakat, menimbulkan semangat didalam hidup bermasyarakat dan juga ajaran beliau memperoleh keridhoan Allah. Adanya nilai gotong royong ditengah-tengah masyarakat seperti didalam upacara adat, dalam pesta perkawinan semua anggota masyarakat bahu membahu didalam acara tersebut, ini meurupakan contoh nyata dalam hakikat hubungan sesama manusia di Nagari Ulakan.


(58)

4.2. Teks Cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin

Cerita ini merupakan cerita lisan yang telah dicetak kemudian dilisankan kembali dalam pentranslitanya tidak terlepas dari kata-kata peneliti sendiri adapun cerita Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin ini pada penamaan tokoh cerita dalam cerita, nama bangunan dalam cerita dan kata-katanya bersifat religius. Selain karena ini sifat kelisananya tidak didapat karena dalam teks tulis maka dalam penelitian bahasa yang digunakan bahasa ragam lisan yang dicetak tidak terlepas dari bahsa daerah. Adapun ceritanya sebagai berikut :

Lazim sekali, sejarah tokoh-tokoh besar sering kali dikaitkan dengan peristiwa alam yang merupakan kebanggaan bagi orang yang hidup di sekitarnya. Tak terkecuali, sejarah Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin juga ditempatkan oleh penutur sejarah dibelakangnya, khususnya oleh pengikut dan pengagumnya seperti itu. Nenek moyangnya berasal dari Guguk Sikaladi Pariangan Padang Panjang Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Neneknya bernama “Puteri Aka Lundang” seorang keturunan berbangsa dengan gelar “Puteri” dan kakeknya dikenal dengan panggilan “Tantejo Guruhano” dari dua orang nenek dan kakek ini lahirlah ayahnya yang bernama “Pampak Sati Karimun Merah” seorang pertapa sakti yang dikenal luas dalam masyarakatnya sekaligus juga sebagai “Datu” (Pemberi obat) bagi masyarakat sekitarnya. Sedangkan ibunya juga seorang Puteri yang disebut dengan panggilan “Puteri Cukep Bilang Pandai”.

Secara pasti waktu kelahiran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin belum dapat ditegaskan, namun dari beberapa penulis sejarah diketahui bahwa Ia diperkirakan lahir awal abad ke-17 M. Ia hidup 1056-1104 H/1646-92 M. Nama kecil yang diberikan terhadap Syekh Burhaniddin ada beberapa versi, pertama, menyebut dia itu digelari


(59)

dengan Buyung Panuah artinya anak laki-laki yang sudah mapan (kuat dan bisa dipercaya). Kedua, menyebut nama kecilnya Buyung Pono yang diambil dari gelarnya “samparono” artinya sempurna. Kedua gelar ini bisa saja diterima karena keduanya mengindikasikan sempurna. Panuah artinya sempurna demikian juga samparono atau disingkat Pono juga berarti sempurna, (selanjutnya penulis akan menggunakan nama Pono untuk Syekh Burhanuddin).

Pono menghabiskan masa kecilnya dibawah bimbingan orang tua didaerah asalnya sebagai mana juga anak-anak lain ketika itu. Dunia anak-anak yang tidak luput dari berbagai cerita unik dan menarik juga dialami oleh Pono. Pada saat usia antara 9 sampai 11 tahun terjadi suatu peristiwa yang menarik, yaitu ketika pada suatu hari Dia sedang bersanda gurau sesama teman sepermainan disebuah tempat ketinggian yang bernama Kuweak Gulandi Nan Baselo. Tanpa disadari harimau datang menerkam dari belakang dan dengan sigap Ia mengadakan perlawanan terhadap harimau yang hampir saja menerkam itu. Akhir dari perlawanan tersebut harimau kalah dan melarikan diri masuk hutan, sedangkan Pono ditinggalkan dalam keadaan terluka pada paha sebelah kiri. Luka tersebut ternyata membuat putus urat kakinya yang berakibat pincang pada dirinya sampai akhir hayat. Karena pincang itulah teman-teman sepermainan memperolok-oloknya dengan panggilan sipicang.

Sejak usia dini, Pono telah didik oleh orang tua dengan pendidikan akhlak dan budi pekerti yang baik. Bukti adanya pendidikan oleh orang tua terhadap Pono adalah ketika Ia berumur 7 tahun telah dibawa orang tuanya untuk belajar pada seorang Gujarat yang disebut dengan “Illapai” yaitu pedagang gujarat yang melakukan perdagangan dari arah Timur ke Batang Bengkaweh (Pekan Tuo Batang Bengkaweh), sebelumnya merupakan salah satu jalur perdagangan. Sebutan Illapai ini kemudian dijadikan gelar


(60)

kehormatan bagi pengembang Islam di Nagari Ulakan dengan peralihan bahasa menjadi “Labai”.

Lama masa belajar dengan Illapai tidak diketahui secara pasti, tetapi kamudian ia mendengar bahwa di negeri rantau, tepatnya di daerah Tapakis Ulakan ada seorang ulama yang berasal dari Mekkah yang terkenal dengan panggilan Tuanku Madinah tengah mengajarkan agama Islam. Mendengar nama ulama ini Pono ingin sekali belajar kepadanya. Keinginan itu diutarakan kepada orang tuanya dan orang tuanya pun menyambut baik niat dan minatnya untuk belajar, maka Pono dibawa pindah kedaerah tersebut. Riwayat lain menceritakan bahwa kepindahan Pono ke daerah rantau Tapakis Ulakan adalah faktor ekonomi orang tuanya yang kurang memungkinkan di Pariangan Padang Panjang. Disisi lain, Pono juga sering diperolok-olok oleh teman-teman sebayanya karena pincang kaki yang dialaminya.

Perjalanan keluarga pono dari kampung halaman Pariangan Padang Panjang ditempuh dengan menelusuri hutan melewati Nagari Malalo turun gunung sampai ke Nagari Asam Pulau terus menghiliri anak sungai Batang Anai, maka sampai lah mereka di Nagari Sintuk Lubuk Alung. Nagari Sintuk Lubuk Alung adalah tempat mereka menetap pertama kali menetap diperantauan. Kehadirannya ditempat ini bisa diterima dimasyarakat, dia memulai kehidupan dengan mengembalakan kerbau. Setiap hari mengembalakan kerbau membuatnya selalu mengasingkan diri. Hal ini mungkin karena ia orang asing atau juga karena takut dihina oleh teman sesama besar karena pincangnya itu. Usianya pada waktu itu baru berumur 11 tahun.

Padang pengembalaannya tidak terbatas di Sintuk saja, tetapi Ia juga mengembala sampai ke daerah Tapakis, daerah yang terletak antara Sintuk dan Ulakan. Di Pengembalaan di Tapakis ini Pono bertemu dengan seseorang orang Ulakan yang


(61)

berasala dari Tanjung Medan yang Bernama Idris. Kelak Idris yang diberi gelar dengan Khatib Majolelo inilah yang menjadi teman setianya ketika kembali dari Aceh dan menjadi tulang punggung penyiaran Islam di Ulakan. Di sini, Pono mendapatkan informasi yang lebih luas tentang Tuanku Madinah di Tapakis. Sejak masa itu pula Ia mulai belajar agama sekaligus mengembalakan ternaknya. Pada masa itu penduduk masih mempunyai kepercayaan animisme dan belum meyakini adanya Tuhan. Ketika Idris Majolelo mengenalkan Pono dengan seorang ulama/Syekh yang berasal dari Aceh yang Bernama Syekh Abdullah Arif gelar Tuanku Madina, maka dengan segera pula Pono langsung menerima agama Islam dengan mengucapkan dau kalimah syahadat dihadapan Tuanku Madinah. Sementara anak-anak lain di daerah itu memegang kepercayaan lama.

Tuanku Madinah atau Syekh Abdullah Arief diduga sebagai pengembang Islam pertama di daerah ini. Kehadiran Tuanku Madinah di Air Sirah tidak semuanya dapat diterima oleh penduduk negeri itu, terutama oleh kaum adatnya yang memegang kuat adat dan tradisi yang mereka miliki. Namun ada beberapa orang yang menerimanya, sehingga banyaklah orang belajar agama Islam pada Tuanku Madinah tersebut. Diantara muridnya kelak yang menjadi pilar penyebar Islam di Nagari itu adalah Pono. Pertemuan dan bergurunya Pono pada Tuanku Madinah merupakan babak baru kehidupan Pono pribadi. Ia belajar dengan tekun dan cepat sekali mengerti setiap pelajaran yang diberikan gurunya. Guru yang mengajarpun sangat senang pada pribadi muridnya ini karena kecerdasan dan kepatuhannya. Sinar mata kecerdasan dan kearifan yang dimiliki Pono menjadikan gurunya Tuanku Madinah menyayangi dan memberikan pelajaran padanya dengan baik dan sungguh. Tetapi amat disayangkan, Pono tidak sempat belajar dalam waktu yang cukup panjang pada Syekh Madinah, karena hanya


(62)

dalam jangka waktu tiga tahun Pono mengaji Syekh Madinah kemudian telah meninggal dunia. Kepergian guru yang amat dicintainya menjadikan Ia selalu bersedih dan kembali ketempat orang tuanya di Sintuk.

Syekh Madinah meninggal dunia pada tahun 1039 H/1619 M di Tapakis. Pupusnya harapan Pono untuk belajar agama yang baru sering menjadikannya sering menyendiri dan memencilkan diri dari kehidupan ramai. Meskipun demikian dengan cara sembunyi dan berbisik-bisik Ia mulai menyampaikan (da’wah) Islam kepada orang tua, keluarga, kerabat, serta teman dekatnya perlahan-lahan agama Islam mulai diterima oleh orang Sintuk. Namun, kehadiran agama baru ini membawa ketidak puasan bagi sebagian orang, terutama pihak penghulu adat. Akibatnya, Pono mendapat tantangan dari Sebagian besar masyarakat Sintuk, mereka bahkan meminta agar Pono bersedia meninggalkan kegiatan da’wahnya, namum Pono tetap saja melakukannnya. Dampak dari aktivitas da’wah yang dilakukan Pono menjadikan beliau terisolasi dari masyarakat dan malah mendapat ancaman akan dibunuh, demikian juga orang tuanya yang dianiaya oleh penduduk setempat. Saat kritis yang dialami Pono itu menjadikannya kuat dan keinginannya kokoh untuk mendalami ilmu agama. Disaat itu pulalah Ia ingat pesan gurunya ketika masih hidup bahwa ketika keadaan sudah memungkinkan gurunya menyarankan agar Ia melanjutkan menuntut ilmu kepada Syekh Abdurrauf di Sinkil Aceh, seorang Ulama besar yang sangat terkenal pada masa itu.


(63)

Seperti yang dijelaskan diatas, setelah mendapat pendidikan dasar keagamaan di daerah perantauannya di Tapakis dengan Tuanku Madinah, Pono dihadapatkan pada kesulitan mencari guru untuk melanjutkan pendidikannya. Masa belajar selama tiga tahun belumlah cukup karena baru mengenal dasar-dasar keagamaan. Muncullah keinginan untuk melanjutkan pelajaran ke Aceh pada Syekh Abdurrauf yang saat itu sedang menjadi ulama dan mufti pada kerajaan Aceh, sesuai dengan nasehat dan ajaran gurunya ketika masih hidup. Pemilihan Syekh Abdurrauf disebabkan karena Ia masih memiliki hubungan keilmuan dengan gurunya Tuanku Madinah, sebab sama-sama belajar dengan Syekh Ahmad Qusyasi di Madinah dulunya. Melihat jaringan intelektual gurunya dapat dikatakan bahwa guru Syekh Burhanuddin adalah ulama yang dengan gigih mempertahankan ortodoksi Islam, Yaitu penguatan syariat diatas jalan tarekat dan hakikat atau atas jalan tasawuf.

Syekh Abdurrauf pulang belajar dari Madinah tahun 1039 H/1619 M dan menetap di Sinkil. Selama dua tahun, dari tahun 1039-1041 H/1619-1621 M Pono belajar dengan Syekh Abdurrauf di Sinkil sebelum Ia pindah ke Banda Aceh menduduki jabatan ulama dan mufti kerajaan Aceh. Sejak masa itu Syekh Abdurrauf lebih dikenal dengan panggilan Syekh Kuala di Aceh. Kepergian Pono ke Aceh diceritakan oleh para ulama dilukiskan sebagai suatu yang berat dan penuh keistimewaan. Melalui hutan belantara dengan berjalan kaki guru muda ini menempuh kesulitan dan gelapnya malam dengan penuh tawakal dan sabar. Ketika perjalanannya sudah jauh di tengah hutan belantara, guru ini berjumpa dengan empat orang pemuda. Setelah dilakukan komunikasi antara yang satu dengan yang lain rupanya mereka juga bermaksud sama-sama pergi ke Aceh. Empat orang yang sama-sama belajar dengan Pono itu adalah pertama Datuk Maruhun Panjang dari Padang Ganting Batu Sangkar, kedua bernama Si


(64)

Tarapang berasal dari Kubung Tigo Baleh Solok, ketiga Muhamad Nasir dari Koto Tangah Padang, dan keempat Buyung Mudo dari Pulut-Pulut Bandar Sepuluh Pesisir selatan. Persahabatan Pono dengan empat sekawan itu berlanjut sampai mereka sama sama belajar di Aceh.

Sesampai Pono di Aceh sekitar tahun 1043 H, Ia langsung memperkenalkan diri dan menghadap Syekh Abdurrauf serta menyampaikan niatnya untuk belajar ilmu agama Islam. Dengan segala senang hati Syekh Abdurrauf menerimanya dan menjadikan Pono sebagai murid. Sebagaimana lazimnya seorang guru menerima murid untuk mempelajari ilmu pengetahuan agama, disediakan suatu tempat yang khusus (surau). Namun lain halnya dengan Pono, Ia tidak tinggal di Surau yang telah disediakan melainkan dibawa oleh Syekh Abdurrauf ke rumahnya karena selain mengaji Dia juga membantu gurunya mengerjakan pekerjaan rumah, seperti mengembalakn ternak dan membuat kolam ikan sebagai sebagian dari kegiatan pesantren di masa itu.

Berbeda dengan murid-murid yang lain, Pono mendapat perlakuan khusus dari gurunya, baik dari segi tempat belajar begitu juga dalam biaya kehidupan sehari-hari yang berada dalam tanggungan gurunya. Boleh jadi ini disebabkan karena Ia tidak punya bekal apa-apa ke Aceh selain kepatuhan dan tekad yang kuat untuk belajar agama Islam. Dan oleh pengagumnya hal ini diartikan bahwa ia telah dipilih khusus oleh gurunya karena memang sudah ada tanda-tanda diwajahnya yang dapat dipahami oleh Syekh Abdurrauf sebagai orang yang akan dipilih menjadi khalifahnya kelak. Demikian juga halnya dengan materi pelajaran yang diterima Pono, Ia dapat perlakuan istimewa tidak seperti lazimnya murid-murid lain ysng mempelajari bermacam disiplin ilmu yang berkembang, seperti: Tafsir, Hadits, Mantiq, Ma’ani, Bayan dan ilmu lainnya. Berbeda dengan teman-temannya yang sibuk belajar ilmu keagamaan, Pono lebih banyak


(65)

mengabiskan waktunya untuk melayani guru dan pekerjaan rumah dengan penuh hormat serta patuh pada gurunya. Hampir saja hari-hari yang dijalani hanya mengabdi pada sang guru. Pono hanya belajar surat al-Baqarah sejak awal datangnya sampai Ia mau pulang tidak ditambah pelajarannya. Ketika saat pulang, Syekh Abdurrauf memanggilnya naik ke Surau besar tempat syekh Abdurrauf mengajar. Ia kemudian menyuruh Pono membuka lembaran kitab dan mengajarkan satu kali, tetapi selanjutnya semua kitab yang ada pada Syekh Abdurrauf dapat dipahami oleh Pono berkah hidayah Alllah.

Lebih jauh diceritakan bahwa saat Pono belajar dengan Syekh Abdurrauf ia mengalami berbagai ujian berat dari gurunya itu. Ada dua kisah menarik yang selalu menjadi cerita berulang serta diulas dengan beragam cara seakan-akan telah melegenda ditengah pengikut dan ulama Syatariyah saat beliau belajar. Pertama, kisah tentang kepatuhan Pono terhadap gurunya. Pada suatu ketika Syekh Abdurrauf menguji murid-muridnya dengan menyuruh mereka menyelami WC yang penuh dengan kotoran untuk mengambil bejana berharga yang jatuh kedalamnya. Tidak seorangpun murid-murid Syekh Abdurrauf mematuhi anjuran tersebut, lain halnya dengan pono tanpa memperhitungan busuk dan kotor seta demi ketaatannya pada guru ia selami WC itu dan kemudian Ia ambil bejana itu lalu diserahkan kepada gurunya sertalah dibersihkan terlebih dahulu. Kisah yang melegenda ini bagi kaum Syatariyah untuk memberikan gambaran betapa patuhnya Pono pada gurunya dan memang dalam tarekat kepatuhan pada guru adalah salah satu syarat mutlak yang tidak bisa ditawar sedikitpun. Ada anggapan dalam tarekat “Murid dihapadan guru laksana mayat ditangan yang


(66)

Kisah kedua, ketika Pono diberi amanah untuk menemani anak gadis sang guru pada Ia dan keluarga lain tidak ada dirumah. Pada waktu itu nafsu birahinya sedang memuncak dan Ia tidak sanggup lagi mengendalikannya, sehingga Ia pergi keluar rumah mencari batu dan memukul kemaluannya sendiri sampai luka dan berdarah. Peristiwa ini punya bukti seperti yang ditunjukan oleh penjaga tempat kuburan beliau dengan batu landasan yabg didalamnya ada warna merah, lebih ironis sekali hal itu seolah-olah dikeramatkan sehingga batu itu dicuci dan air cuciannya dijadikan obat. Hampir semua peziarah diperkenalkan dengan batu itu dan disini ada penjaga yang menceritakan kisah itu. Kisah kedua ini diterima oleh penganut Tarekat Syatariyah di Ulakan sekitarnya dan meskipun itu sulit sekali untuk diterima oleh orang-orang kemudian yang lebih rasional, tetapi itu adalah fakta riil dilapangan yang selalu ramai dikunjungi setiap acara bersyafar. Dan akan menjadi tidak lengkap ziarah kalau tidak melihat batu landasan ini.

Pono belajar agama selama 2 tahun di Sinkil dan 28 tahun di Banda Aceh yang semuanya 30 tahun kemudian mengajarkan agama di Ulakan dan membuka Madrasah (surau) tempat pendidikan dalam mengajarkan agama Islam. Sedangkan ilmu yang dipelajarinya boleh dikatakan semua ilmu yang ada pada gurunya, yaitu “Figh, Tauhid, Hadits, Tasawuf dengan jalan tarekat Syatariyah, ilmu Taqwim dan ilmu Firasat”. Setelah Pono selesai mempelajari ilmu yang dirasanya perlu dalam agama Islam, maka pada suatu hari diadakanlah perpisahan antara guru dengan murid. Kata perpisahan itu berbunyi sebagai berikut: “Malam ini berakhirlah ketabahan dan kesungguhan hatimu menuntut ilmu tiada taranya. Suka duka belajar telah engkau lalui, sekarang pulanglah engkau ketanah Ulakan untuk mengembangkan agama Islam”. Di waktu hari keberangkatan Pono pulang ke Ulakan juga diberi nama baru oleh gurunya Syekh Abdurrauf dengan Burhanuddin (Pembela agama). Sejak masa itu resmilah nama Pono


(67)

menjadi Burhanuddin. Burhanuddin dilepas pulang ke Ulakan dengan disaksikan oleh gurunya, teman-teman sama belajar, dan beberapa pembesar Aceh karena Syekh Abdurrauf ketika itu adalah mufti kerajaan Aceh.

Dalam penuturan yang berkembang ditengah masyarakat pengagumnya masih saja segar dalam pikiran mereka bahwa kepulangan Burhanuddin ketika itu tidaklah sama dengan pulangnya orang biasa dari Aceh, yang pada saat itu melalui perhubungan laut adalah suatu sarana yang paling mudah dan cepat. Burhanuddin pulang bukan dengan perahu atau kapal biasa, Ia pulang dengan berbekal sehelai tikar pandan pendek dan berkah qudrah dan iradah Allah serta keistimewaan yang dimiliki Burhanuddin, Ia dapat melayari lautan Hindia dan mendara di pulau Angso dekat pantai Pariaman. Kepulangan ulama ini tidak begitu saja diterima oleh masyarakat Ulakan, utusan pertama yang dibawa menemaninya sejak dari Aceh dulu mendapat perlawanan, kemudian setelah beberapa hari tidak kembali maka Ia pun merapat ke tepi. Kemudian karena seorang teman lama Burhanuddin yaitu Idris Majolelo tahu bahwa yang datang bukan tentara Aceh yang akan menguasai mereka, tetapi adalah Burhanuddin yang dulu sama-sama belajar dengannya di Tapakis, maka kemudian Burhanuddin diterima oleh masyarakat Ulakan. Setelah itu Idris Majolelo bersama masyarakat ditanah ulayat Idris Majolelo di Tanjung Medan Ulakan membuatkan surau untuknya.

Kepulangan Syekh Burhanuddin ke Ulakan diceritakan begitu dramatis, seolah-olah ia dipersiapkan dengan pengawal dan dukungan pasukan yang kuat dan menunjukan adanya campur tangan kuasa Aceh terhadap Ulakan. Syekh Burhanuddin pulang ke Ulakan tahun 1020 H/1611 M dengan diberi pengawal 70 orang pasukan yang berani tahan terhadap sihir dan senjata tajam dibawah pimmpinan pang lima perang yang bernama Khatib Sangko. Khatib Sangko adalah orang ulakan juga yang


(1)

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Tidak setuju

53.Apakah media teknologi lebih berperan dalam kehidupan 1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Tidak setuju

54.Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin sama dengan media teknologi

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Tidak setuju

55.Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin mengeratkan hubungan adat dengan individu

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Tidak setuju


(2)

56.Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin mewujudkan kebersamaan sesama masyarakat

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Tidak setuju

57.Apakan ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin diperlukan bagi mewujudkan rasa kerukunan sesama makhluk ciptaan allah

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Tidak setuju

58.Apakah ajaran Tuanku Keramat Syekh Burhanuddin diperlukan dalam mempersatukan pikiran masyarakat

1. Sangat setuju 2. Setuju

3. Kurang setuju 4. Tidak setuju


(3)

LAMPIRAN II

GAMBAR

Bangunan makan Syekh Burhanuddin tampak dari depan


(4)

Para pemuka agama berdoa didepan makan Syekh Burhanuddin


(5)

Surau pertama yang dibangun Syekh Burhanuddi di Tanjung Medan


(6)

Berdoa tulak bala di makan Syekh Burhanuddin