Kesimpulan Saran FUNGSI SINUS PARANASAL

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik penderita rinosinusitis yang terdapat di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1. Kelompok umur pasien tertinggi terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 39 orang 21,9 sedangkan proporsi kelompok umur pasien terendah terdapat pada kelompok umur 70 tahun yaitu sebanyak 2 orang 1,1. 2. Distribusi proporsi penderita rinosinusitis berdasarkan jenis kelamin lebih banyak diderita oleh sampel perempuan yaitu sekitar 114 orang 64,0 sedangkan jumlah sampel laki-laki yaitu 64 orang 36,0. 3. Keluhan utama yang paling sering menjadi penyebab penderita rinosinusitis berobat ke dokter adalah akibat hidung tersumbat yaitu sebanyak 99 orang 55.6. 4. Berdasarkan jumlah sinus yang terlibat maka single rinosinusitis merupakan yang paling banyak diderita oleh penderita-penderita yang datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan yaitu 134 orang 75,3. 5. Berdasarkan jenis terapi, tatalaksana dengan medikamentosa merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan operasi yaitu sebanyak 162 orang 91,0. Universitas Sumatera Utara

6.2 Saran

1. Perlu diberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dan masalah- masalah yang mungkin timbul akibat rinosinusitis sehingga penderita dapat berobat lebih awal. 2. Bagi peneliti dimasa yang akan datang agar dapat lebih mengembangkan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dengan menambah variabel karakteristik dan menggunakan sampel yang lebih besar. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

2.1.1. Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah yaitu: pangkal hidung bridge, batang hidung dorsum nasi, puncak hidung tip, ala nasi, kolumela, dan lubang hidung nares anterior Soetjipto, 2007. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung os nasal, prosesus frontalis os maksila, dan prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu: sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut kartilago alar mayor, dan kartilago septum Soetjipto, 2007. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior koana yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring Soetjipto, 2007. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi dan tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut vibrise Soetjipto, 2007. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding lateral, medial, inferior, dan superior. Dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka inferior adalah yang terbesar dan letaknya paling bawah, konka media yang lebih kecil, konka superior yang lebih kecil lagi, dan konka suprema adalah yang terkecil Soetjipto, 2007. Universitas Sumatera Utara Di antara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Berdasarkan letaknya, terdapat tiga meatus yaitu meatus superior, meatus medius, dan meatus inferior. Meatus superior terletak di antara konka superior dan konka media. Di daerah ini terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada daerah ini terdapat muara duktus nasolakrimalis Soetjipto, 2007; Snell, 2006. Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian atas dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid dan bagian posterior dibentuk oleh os vomer. Bagian tulang rawan yaitu kartilago septum lamina kuadrangularis dan kolumela. Pada bagian tulang rawan septum dilapisi perikondrium, bagian tulang dilapisi periosteum, sedangkan bagian luar dilapisi mukosa hidung Snell, 2006; Soetjipto, 2007. Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung yang dibentuk oleh os maksila dan os palatum permukaan atas palatum durum. Dinding superior atau atap hidung yang sempit dibentuk oleh lamina kribosa, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribosa merupakan lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang tempat masuknya serabut saraf olfaktorius. Di bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk os sfenoid Snell, 2006; Soetjipto, 2007. Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari arteri etmoid anterior dan posterior. Bagian bawah hidung diperdarahi oleh cabang arteri maksilaris interna, yaitu ujung arteri palatina mayor, dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis anterior, dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach littleā€™s area. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya Universitas Sumatera Utara Soetjipto, 2007. Vena-vena ini membentuk suatu pleksus kavernosus yang rapat di bawah membrana mukosa. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior, dan sfenopalatina Soetjipto, 2007; Snell, 2006. Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Nervus maksilaris dari nervus trigeminus berfungsi untuk impuls aferen sensorik, nervus fasialis untuk gerakan otot pernapasan pada hidung luar. Ganglion sfenopalatina berguna mengontrol diameter vena dan arteri hidung, dan juga produksi mukus, sehingga dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu, dan kelembaban aliran udara Snell, 2006. Kompleks Ostiomeatal KOM adalah celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi, dan resesus frontal. KOM adalah unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang terletak di anterior yaitu sinus maksila, etmoid anterior, dan frontal. Bila terjadi obstruksi pada KOM, maka akan terjadi perubahan patologis yang signifikan pada sinus yang terkait Soetjipto, 2007.

2.1.2 Anatomi Sinus Paranasal A. Sinus Maksila

Pada waktu lahir sinus maksila berupa celah kecil di sebelah medial orbita. Pada awal dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus mengalami penurunan, sehingga pada usia delapan tahun. Perkembangannya bergerak kearah bawah dan membentuk sempurna setelah erupsi gigi permanen. Ukuran rata-rata pada bayi yang baru lahir 7-8 x 4-6 mm dan pada usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20 mm dan isinya kira-kira 15 ml Ballanger, 2002. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah Universitas Sumatera Utara prosesus alveolaris dan palatum Soetjipto, 2007. Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum di meatus medius melalui lubang kecil yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding medial sinus Ballanger, 2002. Yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1 dasar sinus maksila berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar P1 dan P2, Molar M1 dan M2, kadang-kadang gigi taring dan gigi molar M3. Bahkan akar- akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi dapat naik ke atas dan menyebabkan sinusitis. 2 Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita. 3 Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang sempit Soetjipto, 2007.

B. Sinus Frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun Soetjipto, 2011. Ukuran sinus frontal pada orang dewasa adalah 28 mm tingginya, 24 mm lebar, dan 20 mm secara mendalam. Ukuran bervariasi substansial antara individu seperti halnya asimetri antara sisi kiri dan kanan pada individu yang sama. Meskipun sinus frontalis biasanya dianggap sebuah struktur piramida di bagian vertikal dari tulang frontal, mungkin muncul dalam bentuk lain Cummings,1999. Biasanya sinus frontalis membuka ke bagian anterior meatus tengah atau ke frontal dalam beberapa kasus yang diteliti dan langsung ke bagian anterior infundibulum pada sebagian individu. Ostium sinus frontal dapat ditemukan pada akhir superior-anterior infundibulum. Ini terletak antara bagian posterior dan anterior konka di dinding lateral hidung. Jika sel-sel resesus frontal di daerah ini dihapus secara hati-hati, ostium dapat ditemukan secara jelas. Ostium biasanya terletak posteromedial di sinus frontalis, sehingga sering sekali juga akan melihat dinding posterior sinus frontalis melalui ostium tersebut Cummings,1999. Universitas Sumatera Utara Sinus frontalis dipasok oleh supraorbital dan supratrochlear arteri yang berasal dari arteri ophthalmic, cabang dari arteri karotis internal. Aliran darah yang normal dalam arteri oftalmik keluar dari orbit dan ke dahi melalui pembuluh supraorbital. Drainase vena terutama melalui vena mata superior posterior melalui fisura orbital superior ke dalam sinus kavernosus Cummings,1999.

C. Sinus Etmoidalis

Sinus etmoid pada orang dewasa berbentuk seperti piramid dengan dasarnya pada bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior adalah 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di anterior sedangkan di bagian posterior 1,5 cm Soetjipto, 2007. Sinus etmoidalis berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media dan dinding medial orbita Soetjipto, 2007. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior dengan perlekatan konka media. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya sinus ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007.

D. Sinus sfenoid

Sinus sphenoid dapat diidentifikasi di bagian janin pada bulan keempat, saat lahir sinus tetap kecil dan sedikit lebih dari satu evaginasi dari resesus sphenoethmoid. Setelah tahun kelima, invasi tulang sphenoid lebih cepat, dan pada usia 7 tahun, sinus telah diperpanjang posterior ke tingkat sela tursika. Pada remaja, sebagian sphenoid telah diaerasi ke sellae dorsum, meskipun lanjut Universitas Sumatera Utara pembesaran ke basisphenoid yang mungkin terjadi pada orang dewasa Cummings,1999. Ukuran rata-rata sinus sphenoid pada orang dewasa, adalah 20 mm tingginya, 23 mm dalamnya, dan 17 mm lebarnya. Sering ada asimetri antara kedua belah karena septum intersinus adalah struktur garis tengah yang tidak datar dan sering membungkuk atau memutar. Sebuah aspek yang menarik dari anatomi dewasa berkaitan dengan tingkat pneumatisasi tulang sphenoid, ketika erosi tulang maksimal, struktur berdekatan dengan sinus cenderung terpahat di interior dinding sinus Cummings,1999. Sinus sphenoid membuka ke resesus sphenoethmoid di atas concha superior. Ostium terletak kira-kira 2 mm x 3 mm dan 10 mm di atas sinus Cummings,1999. Pasokan darah dari sinus sphenoid tiba melalui cabang arteri karotid internal dan eksternal. Dari daerah orbit, cabang ethmoidal posterior arteri ophthalmic dapat berkontribusi ke sinus sphenoid setelah memasuki sel ethmoid posterior. Dinding sinus menerima darah dari cabang sphenopalatina dari arteri maksilarisCummings,1999. Gambar 2.1. Anatomi hidung dan sinus ARS, 2011 Universitas Sumatera Utara

2.2 FUNGSI SINUS PARANASAL

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi dari sinus paranasal, namun belum ada bukti yang sesuai yang dapat mebuktikan teori-teori tersebut. Beberapa teori yang dikemukakan antara lain: a. Sebagai pengatur kondisi udara Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang defenitif antara sinus dan rongga hidung Soetjipto, 2007. b. Sebagai penahan suhu Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan buffer panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataan sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi Soetjipto, 2007. c. Membantu keseimbangan kepala Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1 dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap bermakna Soetjipto, 2007. d. Membantu resonansi suara Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk menambah resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif Soetjipto, 2007. e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu bersin dan beringus Soetjipto, 2007. f. Membantu produksi mukus Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dalam udara Soetjipto, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.3 RINOSINUSITIS