7
2.2. Tarif
Kebijakan Pemerintah tentang tarif dasar listrik adalah bahwa tarif listrik secara bertahap dan terencana diarahkan untuk mencapai nilai
keekonomiannya sehingga tarif listrik rata-rata dapat menutup biaya produksi yang dikeluarkan. Kebijakan ini diharapkan akan dapat memberikan signal
positif bagi investor dalam berinvestasi di sektor ketenagalistrikan. Meskipun penetapan tarif dilakukan sesuai dengan nilai keekonomiannya,
namun khusus untuk pelanggan yang kurang mampu dengan mempertimbangkan kemampuan bayar pelanggan maka subsidi untuk tarif
listrik masih diberlakukan. Mengingat kemampuan keuangan Pemerintah yang terbatas, maka subsidi akan lebih diarahkan langsung kepada kelompok
pelanggan kurang mampu dan atau untuk pembangunan daerah perdesaan dan pembangunan daerah-daerah terpencil dengan mempertimbangkan atau
memprioritaskan perdesaandaerah dan masyarakat yang sudah layak untuk mendapatkan listrik dalam rangka menggerakkan ekonomi masyarakat.
Kebijakan tarif listrik yang tidak seragam
non-uniform tariff dimungkinkan
untuk diberlakukan di masa mendatang, hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan pembangunan ketenagalistrikan dari satu wilayah dengan
wilayah lainnya dan kemampuan bayar masyarakat yang berbeda.
3. KEBIJAKAN PEMANFAATAN ENERGI PRIMER UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK
Kebijakan pemanfaatan energi primer untuk pembangkit tenaga listrik ditujukan agar pasokan energi primer tersebut dapat terjamin. Untuk menjaga keamanan
pasokan tersebut, maka diberlakukan kebijakan Domestic Market Obligation
DMO, pemanfaatan sumber energi primer setempat, dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Kebijakan pengamanan pasokan energi primer untuk
pembangkit tenaga listrik dilakukan melalui dua sisi yaitu pada sisi pelaku usaha penyedia energi primer dan pada sisi pelaku usaha pembangkitan tenaga listrik.
Kebijakan di sisi pelaku usaha penyedia energi primer antara lain: pelaku usaha di bidang energi primer khususnya batu bara dan gas diberikan kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memasok kebutuhan energi primer bagi pembangkit tenaga listrik sesuai harga dengan nilai keekonomiannya. Kebijakan lainnya
seperti pemberian insentif dapat pula diimplementasikan. Kebijakan pemanfaatan energi primer setempat untuk pembangkit tenaga listrik
dapat terdiri dari fosil batubara lignit, gas marginal maupun non-fosil air, panas bumi, biomassa, dan lain-lain. Pemanfaatan energi primer setempat
tersebut memprioritaskan pemanfaatan energi terbarukan dengan tetap memperhatikan aspek teknis, ekonomi, dan keselamatan lingkungan.
8 Sedangkan kebijakan di sisi pelaku usaha pembangkitan tenaga listrik antara
lain: kebijakan diversifikasi energi untuk tidak bergantung pada satu sumber energi khususnya energi fosil dan konservasi energi. Untuk menjamin
terselenggaranya operasi pembangkitan maka pelaku usaha di pembangkitan perlu menyiapkan cadangan yang cukup dengan memperhatikan keterlambatan
pasokan yang mungkin terjadi. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional KEN bahwa peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional untuk energi baru dan energi terbarukan lainnya,
menjadi lebih dari 5 pada tahun 2025.
4. PENANGANAN LISTRIK DESA DAN MISI SOSIAL
Penanganan misi sosial dimaksudkan untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, dan melistriki seluruh wilayah Indonesia yang meliputi daerah
yang belum berkembang, daerah terpencil, dan pembangunan listrik perdesaan. Penanganan misi sosial dimaksudkan untuk menjaga
kelangsungan bantuan bagi masyarakat tidak mampu, menjaga kelangsungan upaya perluasan akses pelayanan listrik pada wilayah yang
belum terjangkau listrik, mendorong pembangunanpertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Penanganan misi sosial diperlukan untuk dapat dilaksanakan secara operasional melalui PKUK atau dilaksanakan langsung oleh Pemerintah. Agar
efisiensi dan transparansi tercapai, maka usaha penyediaan tenaga listrik seyogyanya dapat dilakukan dengan pemisahan fungsi sosial dan komersial
melalui pembukuan yang terpisah.
5. KEBIJAKAN LINDUNGAN LINGKUNGAN
Pembangunan di bidang ketenagalistrikan dilaksanakan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Untuk itu
kerusakan dan degradasi ekosistem dalam pembangunan energi harus dikurangi dengan membatasi dampak negatif lokal, regional maupun global
yang berkaitan dengan produksi tenaga listrik.
Sejalan dengan kebijakan di atas, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan AMDAL, serta produk hukum lainnya, mengharuskan pemrakarsa proyek memperhatikan
norma dasar yang baku tentang bagaimana menyerasikan kegiatan pembangunan dengan memperhatikan lingkungan serta harus memenuhi
baku mutu yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.