PENANGANAN LISTRIK DESA DAN MISI SOSIAL

11 a. Sisi Penyediaan  Mempercepat pergantian bahan bakar solar HSD menjadi MFO;  Mempercepat pasokan gas;  Menurunkan susut jaringan dan meningkatkan efisiensi administrasi;  Penambahan Kapasitas Baru termasuk melalui program listrik perdesaan dan sewa pembangkit;  Pemanfaatan Captive Power ;  Optimasi Kapasitas Terpasang yang ada;  PenyelesaianPeningkatan kemampuan Jaringan TransmisiDistribusi dan interkoneksi. b. Sisi Kebutuhan  Pengendalian Pertumbuhan Beban terutama beban puncak;  Penerapan tarif non subsidi untuk pelanggan mampu R3 di atas 6.600 VA;  Sambungan baru dilakukan secara selektif;  Sosialisasi penghematan penggunaan listrik dan Lampu Hemat Energi LHE;  Penurunan losses antara lain melalui peningkatan kegiatan penertiban pencurian listrik P2TL. Program Jangka MenengahPanjang a. Diversifikasi penggunaan energi primer BBM ke non-BBM untuk pembangkit tenaga listrik; b. Meningkatkan Partisipasi Swasta IPP dalam penyediaan tenaga listrik; 12

BAB III KONDISI KELISTRIKAN

Dalam perkembangannya Sistem Kelistrikan Nasional dapat dibedakan dalam 2 dua sistem besar yaitu sistem kelistrikan terinterkoneksi dan sistem kelistrikan terisolasi. Sistem kelistrikan di Jawa-Madura-Bali dan Sumatera merupakan sistem yang telah berkembang dan merupakan sistem kelistrikan yang terinterkoneksi melalui jaringan transmisi tegangan tinggi dan jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi. Sistem Interkoneksi Sumantera Bagian Utara dan Sistem Interkoneksi Sumatera Bagian Selatan telah diinterkoneksikan dengan jaringan transmisi tenaga listrik 150 kV di Bagan Batu – Kota Pinang – Rantau Prapat dan pada tanggal 14 Agustus 2007 telah dilakukan sinkronisasi pertama kali interkoneksi 150 kV se-Sumatera. Sistem kelistrikan di luar pulau Jawa-Madura-Bali dan Sumatera merupakan sistem kelistrikan yang relatif belum berkembang, dimana satu sama lain belum sepenuhnya terinterkoneksi. Sistem masih terdiri dari sub-sistem sub- sistem kecil yang masing-masing terpisah satu sama lain dan masih terdapat daerah-daerah terpencil yang berdiri sendiri dan terisolasi isolated system . Bab ini menjelaskan kondisi kelistrikan yang telah dicapai selama ini sesuai wilayah regional maupun provinsi.

1. PULAU SUMATERA Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD

Pusat Pengaturan dan Penyaluran Beban P3B Sumatera mensuplai sebagian besar kebutuhan tenaga listrik Provinsi NAD melalui jaringan transmisi 150 kV dan sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem-sistem terisolasi dikelola oleh PLN Wilayah NAD sendiri. Penjualan tenaga listrik untuk Provinsi NAD hingga akhir 2007 mencapai kurang lebih 971,1 GWh dengan komposisi penjualan per sektor pelanggan untuk sosial adalah 40,9 GWh 4,22, rumah tangga adalah 653,6 GWh 67,30, bisnis 128,0 GWh 13,19, industri 41,8 GWh 4,30, dan publik 106,8 GWh 10,99. Rasio elektrifikasi Provinsi NAD untuk tahun 2007 adalah 74,91 dan rasio desa berlistrik adalah 86,8. Provinsi Sumatera Utara Hampir seluruh beban di Provinsi Sumatera Utara 99,9 ini dipasok oleh P3B Sumatera melalui jaringan transmisi 150 kV, sehingga kondisi kelistrikan Provinsi Sumatera Utara ini merupakan representasi dari kondisi kelistrikan P3B Sumatera. Sisanya dipasok pembangkit-pembangkit dalam sistem-sistem terisolasi di pulau Nias, Tello dan Sembilahan yang dikelola oleh PLN Wilayah Sumatera Utara sendiri. Pada Tahun 2007, beban puncak di Sistem Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 1.184,92 MW.