2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Skema Kompensasi bagi Direksi BUMN
Sampai saat ini belum ada pedoman baku yang baru tentang penetapan kompensasi atau remunerasi bagi Direksi BUMN. Penetapan penghasilan bagi Direksi BUMN saat ini
masih mengacu pada pedoman internal yang diterbitkan tahun 2002, dimana berdasarkan pedoman tersebut remunerasi bagi Direksi BUMN terdiri atas gaji, fasilitas, tantiemjasa
produksi, dan santunan purna jabatan. TantiemJasa Produksi selanjutnya akan disebut ”bonus” merupakan penghargaan
yang diberikan oleh RUPS kepada anggota Direksi setiap tahun apabila perusahaan memperoleh laba. Besaran maksimum bonus ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari
laba dibagi. Dalam hal ini, laba dibagi adalah laba bersih setelah pajak dikurangi dengan: a akumulasi rugi tahun sebelumnya; 2 laba penjualan aktiva; 3 laba penjualan saham anak
perusahaan; dan 5 pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya. Jumlah bonus maksimum tersebut yang bisa dibayarkan kepada Direksi BUMN
Persero dan Perum sangat tergantung pada persentase pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga dan penyusutan, laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih baik terhadap
realisasi tahun lalu maupun anggarannya serta tingkat kesehatan BUMN tahun yang bersangkutan dikalikan dengan faktor penyesuaian. Nilai yang diperoleh untuk masing-
masing komponen tersebut kemudian dikonversi ke dalam bentuk indeks yaitu masing- masing indeks trend untuk persentase pencapaian atas realisasi laba tahun lalu, indeks target
untuk pencapaian anggaran laba, dan indeks tingkat kesehatan.
2.2. Skema Bonus dan Manajemen Laba
Hasil-hasil penelitian sebagian besar mengarah pada bukti adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing Watts, 1977; Watts dan Zimmerman,
4
1978; Dye, 1988; Scott, 1997 dan the big bath accounting danatau income decreasing ketika kinerja atau laba rendah Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988; Pourciau, 1993;
Burgstahler dan Dichev, 1997 yang kesemuanya bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan bonus the bonus plan hypothesis. Metode akrual biasa digunakan dalam pola
manajemen laba yang ditujukan untuk memaksimalkan bonus. Healy 1985 menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis
mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka. Mengingat bahwa skema bomus berdasarkan laba merupakan cara yang paling populer
dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila manajer yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut
untuk memaksimalkan penerimaan remunerasinya. Watts 1977 dan Watts dan Zimmerman 1978 menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk
meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy 1985, menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih
secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka. Gao dkk 2002 membuktikan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur
dengan nilai absolut dari akrual diskresioner saat ini, berhubungan dengan desain kontrak kompensasi dan hal tersebut sesuai dengan prediksi bahwa manajer bertindak oportunistik.
Karena besaran bonus bagi Direksi BUMN tergantung pada jumlah laba dibagi, maka direksi yang oportunis akan berusaha mencapai jumlah laba dibagi tertentu untuk dapat
memaksimalkan penerimaan bonus mereka dengan melakukan manajemen laba.
H1 : Laba dibagi berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
Skema bonus bagi Direksi BUMN memasukkan budget standard dan prior year standard, dimana skema bonus didasarkan pada ukuran kinerja yang dibandingkan dengan
budget tahunan dan pencapaian atas realisasi laba tahun sebelumnya. Sistem budget
5
didasarkan pada premis bahwa manajer seharusnya diberikan penghargaan karena dapat mencapai target yang ditetapkan untuk periode tersebut dan memberi hukuman jika tidak
mencapai target
1
. Namun, sistem semacam ini mengandung insentif bagi manajer untuk menyusun target yang mudah dicapai dan ketika target telah ditetapkan, mereka akan
melakukan apapun untuk memastikan bahwa target tersebut tercapai meskipun akan merugikan perusahaan. Manajer akan memainkan realisasi anggaran atau pencapaian target,
yang biasanya dilakukan melalui aktivitas manajemen laba Jensen, 2003. Mengingat ukuran kinerja utama yang dijadikan dasar perhitungan bonus direksi
BUMN adalah pencapaian laba, baik terhadap tahun lalu maupun anggarannya, maka dengan demikian dapat diduga bahwa insentif direksi untuk mencapai anggaran laba dan realiasi laba
tahun sebelumnya tersebut berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba.
H2
a
: Pencapaian atas realisasi laba usaha sebelum bunga tahun lalu berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
H2
b
: Pencapaian atas realisasi laba bersih tahun lalu berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
H2
c
: Pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
H2
d
: Pencapaian anggaran laba bersih berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
Mendasarkan standar kinerja terhadap budget atau kinerja tahun lalu memiliki implikasi yang hampir sama karena budget saat ini tentunya akan sangat tergantung pada
sebagian besar kinerja tahun sebelumnya Murphy, 1998. Sebagai badan usaha milik negara, BUMN seringkali dibebani oleh target-target yang terkait dengan pemenuhan keuangan
negara seperti dividen dan pajak. Untuk kepentingan itu, biasanya pemegang saham BUMN akan menetapkan tingkat pertumbuhan laba tertentu yang harus dicapai oleh BUMN pada
1
Locke 2001 membahas dampak kontra produktif dari pembayaran kepada seseorang atas pencapaian sasaran.
6
tahun yang akan datang. Target pertumbuhan laba tersebut akan diakomodasi pada saat penetapan anggaran perusahaan, sehingga angka anggaran laba biasanya akan ditetapkan
lebih tinggi dari prognosa atau realisasi laba tahun sebelumnya. Dengan angka anggaran laba yang lebih tinggi dari laba tahun lalu, maka akan lebih
realistis bagi manajemen untuk mencapai realisasi laba tahun lalu daripada mencapai anggaran laba. Disamping itu, skema bonus direksi dan komisaris BUMN yang memberikan
bobot lebih besar terhadap pencapaian laba tahun lalu dibandingkan pencapaian anggaran laba diduga akan mendorong direksi untuk lebih memfokuskan effortnya guna mencapai
realisasi laba tahun lalu. Berdasarkan hal tersebut, dihipotesiskan bahwa tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh direksi lebih dipengaruhi oleh motivasi untuk mencapai mencapai
laba tahun sebelumnya daripada untuk mencapai anggaran laba.
H3
a
: Pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar dari pada pengaruh pencapaian anggaran laba
usaha sebelum biaya bunga terhadap akrual diskresioner H3
b
: Pengaruh atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar dari pada pengaruh pencapaian pencapaian anggaran laba bersih terhadap
akrual diskresioner
Menurut Dempsey, Hunt, dan Schroeder 1993, ketika terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan perusahaan, maka terdapat tingkat manajemen laba yang tinggi
melalui pos luar biasa. Bartov 1993 melakukan penelitian tentang manajemen laba melalui pengakuan pendapatan dari asset disposal dan menemukan bukti bahwa perusahaan dengan
laba yang rendah secara signifikan memiliki pendapatan dari hasil penjualan aset yang lebih besar. Black, Sellers dan Manly 1998 dan Peasnell 1998 menunjukkan bukti kuat
terjadinya manajemen laba melalui asset disposal di negara Inggris.
7
H4
a
: Pengaruh pencapaian atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga
tahun lalu terhadap akrual diskresioner. H4
b
: Pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga
terhadap akrual diskresioner.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Model Penelitian