pengaruh skema bonus direksi terhadap aktivitas manajemen laba
Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba (Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Negara)
Periode Tahun 2003 - 2006
Abstract
Bonus scheme for board of directors of state-owned enterprises use components related to earnings number as basis to compute bonus. Hence, this scheme could motivate management to engage in earnings management activity to maximize their bonus.
The purpose of this research is to investigate the effect of director’s bonus scheme in state-owned enterprises on earnings management. Our samples consist of 326 firm-years state-owned enterprises during year 2003-2006.
Our results show that overall there is positive and significant effect of bonus scheme on earnings management. This result indicates that directors engage in earnings management activity to increase their bonus.
(2)
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hampir selalu menjadi sorotan publik. Kinerja BUMN seringkali dinilai belum memadai yang ditandai dengan masih rendahnya tingkat perolehan laba dibandingkan dengan jumlah modal yang ditanamkan. Keterbatasan sumber daya dan kurang profesionalnya manajemen sebagai pengelola perusahaan sering dituding sebagai penyebab rendahnya kinerja BUMN.
Sebagai salah satu upaya untuk membangkitkan profesionalisme dan memotivasi manajemen BUMN untuk meningkatkan kinerja perusahaan, perlu adanya penyesuaian remunerasi manajemen BUMN dengan remunerasi profesional yang berlaku di pasar. Untuk itu, pada tahun 2002 telah ditetapkan pedoman remunerasi yang baru bagi Direksi dan Komisaris BUMN mencakup perhitungan gaji, fasilitas, santunan purna jabatan, dan tantiem (bonus) yang perhitungannya sebagian besar didasarkan pada ukuran kinerja keuangan khususnya laba perusahaan.
Dari keempat jenis remunerasi yang diberikan kepada Direksi BUMN tersebut, bonus (tantiem) adalah yang paling menarik untuk dibahas. Pertama, bonus diberikan kepada Direksi “setiap tahun” jika perusahaan membukukan “laba”. Kedua, tidak seperti perhitungan ketiga jenis remunerasi lainnya, komponen perhitungan bonus tidak semata tergantung pada kinerja keuangan perusahaan tahun bersangkutan tetapi juga pada kinerja tahun lalu dan target anggaran (budget) perusahaan. Penggunaan ukuran kinerja, standar kinerja dan struktur hubungan antara pembayaran bonus dan kinerja dalam skema bonus, menjadikan skema bonus menjadi sangat firm-spesific dan implikasinya juga menjadi lebih kompleks.
Meskipun semua skema bonus tahunan ditujukan untuk memberikan insentif guna meningkatkan keuntungan perusahaan, skema bonus dimaksud dapat mendorong manajer yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba untuk memanipulasi laba tersebut guna
(3)
memaksimalkan penerimaan bonusnya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978) menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy (1985), menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis melakukan penyesuaian diskresioner atas akrual maupun menggeser laba antar periode untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.
1.2. Permasalahan Penelitian dan Kontribusi
Mengingat skema bonus direksi BUMN saat ini menggunakan laba bersih sebagai ukuran kinerja serta pencapaian laba terhadap tahun lalu dan pencapaian anggaran laba sebagai standar kinerja, maka diindikasikan bahwa skema bonus dimaksud juga akan memberikan insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba baik melalui akrual diskresioner guna memaksimalkan penerimaan bonus mereka. Untuk menguji kebenaran dugaan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh skema kompensasi terhadap aktivitas manajemen laba direksi BUMN, yang diproksi dengan akrual diskresioner. Bila dalam banyak penelitian lain variabel bebas yang digunakan adalah besaran bonus, maka dalam penelitian ini variabel bebas yang akan digunakan adalah komponen perhitungan bonus. Hal tersebut dilakukan selain karena tidak tersedianya data jumlah atau besaran bonus direksi BUMN, juga didasari pertimbangan bahwa komponen perhitungan bonus sebagian besar merupakan angka-angka akuntansi yang menjadi objek diskresi manajemen, sehingga diharapkan penelitian ini akan lebih mengena secara substansi.
Kontribusi penelitian ini adalah memberikan bukti mengenai adanya indikasi manajemen laba yang disebabkan adanya skema bonus di BUMN. Penelitian-penelitian sebelumnya umumnya melakukan penelitian pada perusahaan publik, bukan perusahaan-perusahaan BUMN.
(4)
2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Skema Kompensasi bagi Direksi BUMN
Sampai saat ini belum ada pedoman baku yang baru tentang penetapan kompensasi atau remunerasi bagi Direksi BUMN. Penetapan penghasilan bagi Direksi BUMN saat ini masih mengacu pada pedoman internal yang diterbitkan tahun 2002, dimana berdasarkan pedoman tersebut remunerasi bagi Direksi BUMN terdiri atas gaji, fasilitas, tantiem/jasa produksi, dan santunan purna jabatan.
Tantiem/Jasa Produksi (selanjutnya akan disebut ”bonus”) merupakan penghargaan yang diberikan oleh RUPS kepada anggota Direksi setiap tahun apabila perusahaan memperoleh laba. Besaran maksimum bonus ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari laba dibagi. Dalam hal ini, laba dibagi adalah laba bersih setelah pajak dikurangi dengan: a) akumulasi rugi tahun sebelumnya; 2) laba penjualan aktiva; 3) laba penjualan saham anak perusahaan; dan 5) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya.
Jumlah bonus maksimum tersebut yang bisa dibayarkan kepada Direksi BUMN Persero dan Perum sangat tergantung pada persentase pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga dan penyusutan, laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih baik terhadap realisasi tahun lalu maupun anggarannya serta tingkat kesehatan BUMN tahun yang bersangkutan dikalikan dengan faktor penyesuaian. Nilai yang diperoleh untuk masing komponen tersebut kemudian dikonversi ke dalam bentuk indeks yaitu masing-masing indeks trend untuk persentase pencapaian atas realisasi laba tahun lalu, indeks target untuk pencapaian anggaran laba, dan indeks tingkat kesehatan.
2.2. Skema Bonus dan Manajemen Laba
Hasil-hasil penelitian sebagian besar mengarah pada bukti adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing (Watts, 1977; Watts dan Zimmerman,
(5)
1978; Dye, 1988; Scott, 1997) dan the big bath accounting dan/atau income decreasing ketika kinerja atau laba rendah (Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988; Pourciau, 1993; Burgstahler dan Dichev, 1997) yang kesemuanya bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan bonus (the bonus plan hypothesis). Metode akrual biasa digunakan dalam pola manajemen laba yang ditujukan untuk memaksimalkan bonus. Healy (1985) menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.
Mengingat bahwa skema bomus berdasarkan laba merupakan cara yang paling populer dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila manajer yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan penerimaan remunerasinya. Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978) menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan Healy (1985), menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka. Gao dkk (2002) membuktikan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur dengan nilai absolut dari akrual diskresioner saat ini, berhubungan dengan desain kontrak kompensasi dan hal tersebut sesuai dengan prediksi bahwa manajer bertindak oportunistik.
Karena besaran bonus bagi Direksi BUMN tergantung pada jumlah laba dibagi, maka direksi yang oportunis akan berusaha mencapai jumlah laba dibagi tertentu untuk dapat memaksimalkan penerimaan bonus mereka dengan melakukan manajemen laba.
H1 : Laba dibagi berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
Skema bonus bagi Direksi BUMN memasukkan budget standard dan prior year standard, dimana skema bonus didasarkan pada ukuran kinerja yang dibandingkan dengan budget tahunan dan pencapaian atas realisasi laba tahun sebelumnya. Sistem budget
(6)
didasarkan pada premis bahwa manajer seharusnya diberikan penghargaan karena dapat mencapai target yang ditetapkan untuk periode tersebut dan memberi hukuman jika tidak mencapai target1. Namun, sistem semacam ini mengandung insentif bagi manajer untuk menyusun target yang mudah dicapai dan ketika target telah ditetapkan, mereka akan melakukan apapun untuk memastikan bahwa target tersebut tercapai meskipun akan merugikan perusahaan. Manajer akan memainkan realisasi anggaran atau pencapaian target, yang biasanya dilakukan melalui aktivitas manajemen laba (Jensen, 2003).
Mengingat ukuran kinerja utama yang dijadikan dasar perhitungan bonus direksi BUMN adalah pencapaian laba, baik terhadap tahun lalu maupun anggarannya, maka dengan demikian dapat diduga bahwa insentif direksi untuk mencapai anggaran laba dan realiasi laba tahun sebelumnya tersebut berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba.
H2a : Pencapaian atas realisasi laba usaha sebelum bunga tahun lalu berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
H2b : Pencapaian atas realisasi laba bersih tahun lalu berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
H2c : Pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
H2d : Pencapaian anggaran laba bersih berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner
Mendasarkan standar kinerja terhadap budget atau kinerja tahun lalu memiliki implikasi yang hampir sama karena budget saat ini tentunya akan sangat tergantung pada sebagian besar kinerja tahun sebelumnya (Murphy, 1998). Sebagai badan usaha milik negara, BUMN seringkali dibebani oleh target-target yang terkait dengan pemenuhan keuangan negara seperti dividen dan pajak. Untuk kepentingan itu, biasanya pemegang saham BUMN akan menetapkan tingkat pertumbuhan laba tertentu yang harus dicapai oleh BUMN pada
(7)
tahun yang akan datang. Target pertumbuhan laba tersebut akan diakomodasi pada saat penetapan anggaran perusahaan, sehingga angka anggaran laba biasanya akan ditetapkan lebih tinggi dari prognosa atau realisasi laba tahun sebelumnya.
Dengan angka anggaran laba yang lebih tinggi dari laba tahun lalu, maka akan lebih realistis bagi manajemen untuk mencapai realisasi laba tahun lalu daripada mencapai anggaran laba. Disamping itu, skema bonus direksi dan komisaris BUMN yang memberikan bobot lebih besar terhadap pencapaian laba tahun lalu dibandingkan pencapaian anggaran laba diduga akan mendorong direksi untuk lebih memfokuskan effortnya guna mencapai realisasi laba tahun lalu. Berdasarkan hal tersebut, dihipotesiskan bahwa tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh direksi lebih dipengaruhi oleh motivasi untuk mencapai mencapai laba tahun sebelumnya daripada untuk mencapai anggaran laba.
H3a : Pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar dari pada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga terhadap akrual diskresioner
H3b : Pengaruh atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar dari pada pengaruh pencapaian pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner
Menurut Dempsey, Hunt, dan Schroeder (1993), ketika terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan perusahaan, maka terdapat tingkat manajemen laba yang tinggi melalui pos luar biasa. Bartov (1993) melakukan penelitian tentang manajemen laba melalui pengakuan pendapatan dari asset disposal dan menemukan bukti bahwa perusahaan dengan laba yang rendah secara signifikan memiliki pendapatan dari hasil penjualan aset yang lebih besar. Black, Sellers dan Manly (1998) dan Peasnell (1998) menunjukkan bukti kuat terjadinya manajemen laba melalui asset disposal di negara Inggris.
(8)
H4a : Pengaruh pencapaian atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap akrual diskresioner.
H4b : Pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga terhadap akrual diskresioner.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Model Penelitian
Untuk menguji hipotesis akan digunakan model penelitian sebagai berikut:
) 1 , 9 , 8 , 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 1 t i t i t i t i t i t i t i t i it SIZE LEV CEOCHANGE TARGETLB iTARGETLU ITRENDLB ITRENDLU PROFIT DACC Dimana:
DACC = Akrual diskresioner PROFIT = Laba dibagi
ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun t – 1
ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t – 1 ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga ITARGETLB = Indeks pencapaian anggaran laba bersih
CEOCHANGE = 1 jika terjadi pergantian direksi pada tahun t – 1, dan 0 lainnya. LEV = Debt to Equity Ratio
SIZE = Ln total aset
Untuk menguji pengaruh skema bonus terhadap kecenderungan melakukan akrual diskresioner positif atau negatif, maka dibentuk model penelitian Logit sebagai berikut:
) 2 ) 1 ( , 9 , 8 , 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 1 , t i t i t i t i t i t i t i t i t i SIZE LEV CEOCHANGE TARGETLB iTARGETLU ITRENDLB ITRENDLU PROFIT DACC P
(9)
Dimana P(DACC=1) adalah variabel dummy, 1 jika DACC positif dan 0 jika sebaliknya.
3.2. Operasionalisasi Variabel Penelitian 3.2.1. Akrual Diskresioner
Penghitungan akrual diskresioner menggunakan model Dechow, Sloan, dan Sweeny (1995). Terlebih dahulu dilakukan pengukuran total akrual dengan rumus:
it it
it EBXT OCF
TACC (5)
Dimana: TACCit = total akrual, EBXTit = laba sebelum pos luar biasa dan discontinued operation, OCFit = arus kas bersih dari aktivitas operasi.
Kemudian dilakukan estimasi model model Dechow, Sloan, dan Sweeny (1995):
t i t i t
i t
i t
i t
i ASSET REV REC PPE
TACC, 1(1/ ,1)2( , , )3 , , (6)
Dimana: TACCit = total akrual tahun t yang diskala dengan total aset t–1, REVit = perubahan pendapatan tahun t yang diskala dengan total aset t–1, RECit = perubahan piutang usaha bersih tahun t yang diskala dengan total aset t–1, PPEit = aktiva tetap tahun t yang diskala dengan total aset t–1, ASSET = total aset tahun t–1
Persamaan (6) diestimasi setiap tahun untuk industri manufaktur dan non manufaktur. Estimasi yang diperoleh dari persamaan regresi tersebut digunakan untuk mengestimasi akrual nondiskresioner (NDACC). Selanjutnya, akrual diskresioner diestimasi sebagai berikut:
it it
it TACC NDACC
DACC (7)
3.2.2. Komponen Perhitungan Bonus
Mengingat data jumlah bonus direksi tidak tersedia, maka untuk menguji pengaruh skema kompensasi terhadap tindakan manajemen laba dalam penelitian ini digunakan komponen-komponen perhitungan bonus dan bukan besaran bonus.
(10)
Tidak semua komponen perhitungan bonus direksi BUMN digunakan dalam penelitian ini karena ketidaktersediaan data. Hanya lima dari delapan komponen perhitungan bonus yang dijadikan variabel bebas dalam penelitian ini, sedangkan tiga komponen bonus lainnya yaitu 1) pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga, penyusutan dan amortisasi tahun lalu, 2) pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga, penyusutan dan amortisasi, dan 3) tingkat kesehatan perusahaan tidak dimasukkan kedalam penelitian karena data yang diperlukan tidak tersedia secara lengkap. Kelima komponen perhitungan bonus yang dimasukkan ke dalam model penelitian ini adalah:
(1) Laba dibagi (PROFIT) adalah jumlah laba bersih setelah dikurangi dengan: a) akumulasi rugi tahun sebelumnya; b) laba penjualan aktiva; c) laba penjualan saham anak perusahaan; dan d) pendapatan lain-lain dari restitusi pajak tahun buku sebelumnya. (2) Indeks Trend Laba Usaha (ITRENDLU) yang diperoleh berdasarkan konversi atas persentase pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap Laba Usaha tahun t–1. Nilai indeks berkisar antara 0 (persentase pertumbuhan laba usaha ≤ 20%) sampai dengan 100 (persentase pertumbuhan laba usaha ≥ 105%).
(3) Indeks Trend Laba Bersih (ITRENDLB) yang dihitung berdasarkan konversi atas persentase pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap Laba Bersih tahun t–1. Nilai indeks berkisar antara 0 (persentase pertumbuhan laba bersih ≤ 20%) sampai dengan 100 (persentase pertumbuhan laba bersih ≥ 105%).
(4) Indeks Target Laba Usaha (ITARGETLU) yang diperoleh berdasarkan konversi atas persentase pencapaian Laba Usaha tahun t terhadap anggaran Laba Usaha tahun t. Nilai indeks berkisar antara 0 (persentase pencapaian anggaran laba usaha ≤ 2,5%) sampai dengan 100 (persentase pencapaian anggaran laba usaha ≥ 92,7%)
(5) Indeks Target Laba Bersih (TARGETLB) yang diperoleh berdasarkan persentase pencapaian Laba Bersih tahun t terhadap anggaran Laba Bersih tahun t. Nilai indeks
(11)
berkisar antara 0 (persentase pencapaian anggaran laba bersih ≤ 2,5%) sampai dengan 100 (persentase pencapaian anggaran laba bersih ≥ 92,7%)
3.2.3. Variabel Kontrol
3.2.3.1. Pergantian Direksi (CEOCHANGE)
Beberapa penelitian menemukan bukti adanya manajemen laba yang bersifat meningkatkan laba bersih pada periode satu tahun setelah terjadinya pergantian direksi (Pourciau, 1993; Godfrey, Mather dan Ramsay, 2001). Kemungkinan ini diwakili oleh variabel CEOCHANGE yang merupakan variabel dummy dengan 1 untuk perusahaan yang mengalami pergantian direksi pada tahun t – 1, dan 0 untuk lainnya.
3.2.3.2. Leverage (LEV)
Untuk mengantisipasi adanya motivasi manajemen laba untuk menghindari pelanggaran kontrak hutang (the debt covenant hypothesis), penelitian ini memasukkan leverage perusahaan sebagai variabel kontrol (Lobo dan Zou, 2001). Variabel LEV ini dihitung berdasarkan rasio antara total kewajiban terhadap total aktiva (DER).
3.2.3.3. Ukuran Perusahaan (SIZE)
Ukuran perusahaan juga seringkali mengarah pada biaya politis, jika sebuah perusahaan besar juga memiliki profitabilitas tinggi, maka biaya politisnya juga akan semakin besar (Watts dan Zimmerman, 1990). Untuk mengantisipasi kemungkinan motivasi manajemen laba untuk menghindari biaya politis (political cost hypothesis), penelitian ini akan menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Sebagaimana Reitenga dkk (2002), ukuran perusahaan diestimasi dengan menggunakan ln total aset.
3.3. Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh BUMN. Sampel dipilih dari populasi dengan menggunakan metode purposive judmental sampling dengan kriteria sebagai berikut:
(12)
1) BUMN tidak bergerak dalam industri perbankan, keuangan dan asuransi. Karena industri keuangan sangat teregulasi sehingga diperkirakan perilaku manajemen laba yang dilakukan di industri tersebut akan berbeda dengan industri lain. Disamping itu, model Modifikasi Jones tidak dapat digunakan untuk indsutri keuangan.
2) Bukan merupakan BUMN Tbk karena perhitungan bonus direksi untuk BUMN Tbk dan BUMN Non-Tbk berdasarkan skema bonus yang berbeda, dimana angka RKAP (budget) bagi BUMN Tbk yang ditetapkan oleh Komisaris tidak dijadikan sebagai komponen perhitungan bonus direksi.
3) Mempunyai tanggal tutup buku per 31 Desember. 4) Semua data yang diperlukan tersedia secara lengkap.
Hasil akhir sampel (setelah mengeluarkan outliers) adalah 326 firm years. Proses pemilihan sampel dapat dilihat di Tabel 3.1. Periode penelitian adalah adalah 4 tahun (tahun 2003–2006). Penetapan periode penelitian didasarkan pertimbangan bahwa pedoman yang digunakan untuk menetapkan perhitungan remunerasi direksi BUMN baru diterbitkan pada tahun 2002, sehingga diperkirakan baru akan berdampak pada realisasi kinerja tahun 2003.
3.4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini berupa:
1) Data keuangan perusahaan diperoleh dari Laporan Keuangan dan Laporan Manajemen Audited Perusahaan dari tahun buku 2001 sampai dengan tahun buku 2006.
2) Data Laba Usaha dan Laba Bersih RKAP (budget) dan data pergantian direksi diperoleh dari hasil input data yang diperoleh dari Bidang Informasi dan Administrasi Kekayaan BUMN, Kementerian Negara BUMN.
(13)
4. ANALISIS HASIL PENELITIAN 4.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4.1. Rata-rata DACC 0.030 menunjukkan bahwa secara rata-rata perusahaan sampel memiliki diskresioner akrual positif. Hal tersebut tampak pula dari nilai mean P(DACC=1) sebesar 0.592 yang menunjukkan bahwa 59.2% dari perusahaan sampel melakukan manajemen laba yang bersifat meningkatkan laba.
PROFIT dengan median sebesar 2.728 menunjukkan bahwa perusahaan sampel memiliki laba dibagi positif yang besarnya di atas Rp 2.7 milyar, sehingga direksi perusahaan sampel memiliki peluang yang cukup besar untuk memperoleh bonus dan melakukan manajemen laba guna memaksimalkan bonusnya. Dari mean ITRENDLU dan ITRENDLB sebesar 62.715 dan 60.859 dapat diartikan bahwa rata-rata pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih perusahaan sampel berada pada kisaran 80% dari laba tahun lalu. Dari mean sebesar ITARGETLU dan ITARGETLB masing-masing sebesar 57.500 dan 59.877 dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel rata-rata memiliki tingkat pencapaian anggaran laba usaha sebelum bunga dan laba bersih sekitar 60%. Berarti persentase pencapaian laba terhadap tahun lalu lebih besar dari pada persentase pencapaian anggaran laba, hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggaran laba yang ditetapkan, baik laba usaha sebelum bunga maupun laba bersih, lebih tinggi dari pada realisasi laba tahun sebelumnya. Karena anggaran lebih tinggi dari pada realisasi, maka kemungkinan direksi perusahaan sampel akan lebih memfokuskan effort-nya untuk mencapai target yang lebih realistis yaitu laba tahun lalu dengan menggunakan manajemen laba (akrual diskresioner).
4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil pengujian menunjukkan bahwa model penelitian tidak memiliki masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
(14)
4.3. Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian atas hipotesis yang berkaitan dengan pengaruh skema bonus terhadap akrual diskresioner disajikan dalam Tabel 4.2. Panel A untuk hasil regresi OLS dan Panel B untuk hasil regresi Logit. Variabel PROFIT signifikan secara statistik berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner sehingga hipotesis H1 terbukti. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil pengujian Logit yang menunjukkan bahwa variabel PROFIT secara statistik juga signifikan berhubungan positif dengan diskresioner akrual positif yang meningkatkan laba.
Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan hipotesis skema bonus yang menyatakan bahwa jika remunerasi manajer (meski hanya sebagian) tergantung pada bonus yang dihubungkan dengan laba bersih, maka mereka akan berusaha meningkatkan nilai bonus saat ini dengan cara sedapat mungkin melaporkan laba yang tinggi, salah satunya dengan melakukan kebijakan akrual yang meningkatkan laba. Sebagaimana Healy (1985) yang menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.
Variabel komponen perhitungan bonus yang terkait dengan pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga (ITARGETLU) tidak signifikan secara statistik baik berdasarkan hasil pengujian dengan regresi OLS maupun Logit, sehingga hipotesis H2a tidak terbukti. Sementara itu, berdasarkan hasil OLS untuk variabel pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu (ITRENDLU) signifikan secara statistik berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner, dengan demikian hipotesis H2c terbukti. Hasil OLS tersebut juga didukung oleh hasil pengujian dengan regresi Logit yang menunjukkan bahwa ITRENDLU signifikan secara statistik berpengaruh terhadap akrual diskresioner positif.
Hasil pengujian OLS maupun Logit menunjukkan bahwa variabel pencapaian laba bersih baik yang dihubungkan dengan realisasi laba tahun lalu (ITRENDLB) maupun yang dihubungkan dengan anggarannya (ITARGETLB), keduanya signifikan secara statistik
(15)
berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan penerimaan bonusnya melalui pencapaian atas realisasi laba tahun lalu sebagai salah satu komponen perhitungan bonus, direksi perusahaan sampel cenderung melakukan akrual diskresioner yang bersifat meningkatkan laba bersih. Semakin besar akrual diskresioner yang dilakukan, semakin besar pula persentase pencapaian laba bersih dibanding tahun lalu, sehingga dengan demikian hipotesis H2b terbukti.
Demikian halnya dengan ITARGETLB berhubungan positif dengan akrual diskresioner positif sehingga hipotesis H2d terbukti. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sampel secara signifikan mengadopsi akrual diskresioner yang bersifat meningkatkan laba untuk mencapai anggaran laba bersih yang telah ditetapkan, dimana semakin besar akrual diskresioner maka semakin besar pula persentase pencapaian anggaran laba bersihnya.
Sementara itu, karena ITARGETLU tidak signifikan sedangkan ITRENDLU signifikan secara statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh ITRENDLU terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada pengaruh ITARGETLU, sehingga dengan demikian hipotesis H3a pun terbukti. Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi direksi untuk mencapai perolehan laba tahun lalu, baik laba usaha sebelum biaya bunga maupun laba bersih, lebih besar pengaruhnya terhadap akrual diskresioner dibandingkan dengan pengaruh pencapaian anggaran laba terhadap akrual diskresioner.
Dari hasil pengujian pada Panel A Tabel 4.2. terlihat bahwa komponen perhitungan bonus yang didasarkan pada pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih tahun lalu yaitu ITRENDLU dan ITRENDLB keduanya signifikan secara statistik berpengaruh positif terhadap akrual diskresioner, sedangkan untuk variabel komponen perhitungan bonus yang didasarkan atas pencapaian anggaran laba hanya ITARGETLB yang signifikan secara statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner sedangkan
(16)
ITARGETLU tidak signifikan. Koefisien ITRENDLB 0.00092 yang lebih besar dari koefisien ITARGETLB 0.00088 menunjukkan bahwa pengaruh ITRENDLB terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada ITARGETLB, sehingga hipotesis H3b terbukti.
Motivasi direksi untuk mencapai perolehan laba tahun lalu melalui diskresioner akrual yang lebih besar daripada untuk mencapai anggaran laba tersebut dapat disebabkan oleh perhitungan skema bonus itu sendiri. Skema bonus memberikan persentase skor yang lebih besar untuk pencapaian laba tahun lalu dibandingkan skor untuk pencapaian anggaran laba (20% : 13 %) sehingga dapat memotivasi manajemen untuk lebih mementingkan⅓ pencapaian laba tahun lalu karena kontribusinya terhadap jumlah bonus lebih besar. Disamping itu, pencapaian anggaran laba jarang atau bahkan tidak pernah diekspose kepada khalayak umum dibandingkan pencapaian laba terhadap tahun lalu, sehingga tidak ada
tekanan sosial yang memotivasi direksi untuk mencapai anggaran laba
.
Berdasarkan hasil uji-t, pada Panel A Tabel 4.2. tampak bahwa koefisien ITRENDLB lebih besar dari pada koefisien ITRENDLU. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh pencapaian atas laba bersih tahun lalu terhadap akrual diskresioner lebih besar dari pada pengaruh pencapaian atas laba usaha sebelum biaya bunga tahun lalu terhadap akrual diskresioner, dengan demikian H4a terbukti. Sementara itu, karena hasil uji-t untuk ITARGETLU tidak signifikan secara statistik, sedangkan ITARGETLB signifikan secara statistik berhubungan positif dengan akrual diskresioner, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ITARGETLB lebih berpengaruh terhadap akrual diskresioner dari pada ITARGETLU, atau dengan kata lain pengaruh pencapaian anggaran laba bersih terhadap akrual diskresioner lebih besar daripada pengaruh pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga terhadap akrual diskresioner sehingga H4b pun terbukti.
Lebih besarnya pengaruh pencapaian laba bersih terhadap akrual diskresioner dibanding dengan pengaruh pencapaian laba usaha sebelum bunga tersebut mengindikasikan
(17)
bahwa manajemen tidak melakukan manajemen akrual yang terlalu agresif untuk mencapai laba usaha, tetapi sebaliknya melakukannya untuk mencapai laba bersih. Hal ini seiring dengan hasil penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa manajemen lebih banyak melakukan akrual diskresioner melalui pos pendapatan lain-lain yang meningkatkan laba bersih seperti pos luar biasa (Dempsey, Hunt dan Schroeder, 1993) dan penjualan aset (Bartov, 1993; Black, Sellers dan Manly, 1998; Peasnell, 1998). Hal ini mungkin disebabkan karena pencapaian laba usaha selama ini tidak terlalu menarik perhatian baik bagi direksi maupun pemegang saham yang cenderung lebih mengutamakan pencapaian laba bersih (sebagai dasar penetapan dividen dan bonus maksimum), sehingga direksi tidak terlalu termotivasi untuk mencapai tingkat laba usaha tertentu melalui diskresioner akrual.
Berdasarkan hasil pengujian atas hipotesis-hipotesis tentang pengaruh skema bonus terhadap akrual diskresioner di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum komponen perhitungan bonus berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba melalui akrual diskresioner. Hasil yang diperoleh sesuai dengan Gao dkk (2002) yang menunjukkan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur dengan nilai absolut dari akrual diskresioner yang diskala dengan dengan total aset, berhubungan dengan desain kontrak kompensasi. Demikian juga dengan hasil penelitian Watts (1977) dan Watts dan Zimmerman (1978) yang menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen untuk meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka dan secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus tersebut (Healy, 1985).
Dari hasil pengujian Logit juga terbukti bahwa secara umum skema bonus memberikan motivasi bagi direksi untuk mengadopsi akrual diskresioner positif yang bersifat meningkatkan laba. Bukti tersebut konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menyimpulkan adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing
(18)
Sementara itu, untuk variabel kontrol, hanya variabel SIZE yang signifikan berpengaruh negatif terhadap akrual diskresioner, sedangkan CEOCHANGE dan LEV tidak signifikan. Hasil SIZE tersebut sejalan dengan hipotesis biaya politis yang menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung menurunkan laba khususnya pada periode kemakmuran untuk menghindari agar tidak menjadi objek regulasi politisi dan pemerintah (Scott, 2000). Semakin besar biaya politis yang dihadapi perusahaan, manajer akan semakin cenderung memilih prosedur akuntansi yang menunda laba saat ini menjadi laba periode mendatang.
Tidak signifikannya variabel LEV dapat disebabkan: 1) Perjanjian hutang BUMN mungkin tidak menjadikan leverage sebagai salah satu unsur debt covenant, 2) penghitungan leverage yang digunakan dalam covenant berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini, dan 3) sebagian besar hutang BUMN adalah hutang kepada Pemerintah yang juga merupakan pemegang saham, sehingga mungkin tidak menerapkan covenant yang terlalu mengikat sehingga tidak mendorong manajemen untuk melakukan akrual diskresioner.
Variabel CEOCHANGE yang juga tidak signifikan, menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti direksi melakukan akrual diskresioner pada satu tahun setelah terjadinya pergantian direksi. Hasil yang diperoleh tidak konsisten dengan hasil penelitian Pourciau (1993) dan Godfrey, Mather dan Ramsay (2001) yang menunjukkan bukti adanya manajemen laba yang bersifat meningkatkan laba pada satu tahun setelah terjadinya pergantian direksi.
5. KESIMPULAN
Skema bonus bagi direksi BUMN yang menggunakan laba sebagai ukuran kinerja, dan pencapaian terhadap realisasi laba tahun lalu serta pencapaian terhadap anggaran laba sebagai standar kinerja diduga akan memberi insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba melalui akrual terkait dengan bonus yang akan mereka terima. Untuk itu
(19)
dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh skema bonus direksi BUMN terhadap manajemen laba yang diukur dengan akrual diskresioner.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara umum variabel-variabel perhitungan skema bonus yaitu laba dibagi, indeks pencapaian laba terhadap tahun lalu, dan indeks pencapaian anggaran laba signifikan mempengaruhi besaran diskresioner akrual. Variabel-variabel perhitungan skema bonus tersebut juga terbukti berhubungan positif dengan diskresioner akrual positif. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa skema bonus direksi BUMN memberikan insentif kepada direksi untuk melakukan manajemen laba melalui akrual diskresioner yang meningkatkan laba guna memaksimalkan bonus yang diterimanya. Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu (Holthausen dkk, 1995; Reitenga dkk, 2002; Chan dkk, 2001; Guay dkk, 1997) yang umumnya mengarah pada bukti adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba atau income increasing terkait dengan bonus.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan skema bonus bagi direksi BUMN. Skema bonus sebaiknya tidak hanya didasarkan atas kinerja keuangan semata yang sifatnya jangka pendek dan sangat rentan terhadap manipulasi, tetapi semestinya juga lebih mempertimbangkan faktor-faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap kinerja BUMN untuk jangka panjang. Karena skema bonus bagi direksi BUMN saat ini, sebagian besar masih didasarkan pada penilaian atas pencapaian laba tahun lalu dan anggaran, maka saat penyusunan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan menjadi faktor yang sangat menentukan berhasil tidaknya skema bonus menjadi insentif bagi bagi direksi untuk meningkatkan nilai pemegang saham. Anggaran perusahaan yang disusun secara realistis, namun cukup menantang, akan mampu memotivasi direksi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
(20)
1. Penelitian ini tidak memasukkan kemungkinan terjadinya budget slack yang dapat menjadi salah satu motivasi dilakukannya manajemen laba oleh direksi.
2. Tidak menggunakan jumlah bonus yang diterima direksi karena ketidaktersediaan data. 3. Tidak memasukkan seluruh komponen perhitungan bonus direksi BUMN, sehingga
kesimpulan yang diperoleh dikhawatirkan tidak komprehensif. Hal ini terjadi karena tidak tersedianya data yang dibutuhkan untuk penelitian secara lengkap.
4. Data yang digunakan tidak mewakili seluruh BUMN secara lengkap untuk semua periode penelitian (4 tahun) sehingga tidak dapat digeneralisasi untuk semua BUMN. 5. Teknik estimasi dalam pembagian total akrual menjadi akrual diskresioner dan akrual
non diskresioner mengandung measurement error.
Sebagai perbaikan dari penelitian ini, untuk riset selanjutnya disarankan untuk: 1. Menggunakan jumlah bonus yang diterima direksi sebagai variabel bebas.
2. Memasukkan semua komponen perhitungan bonus ke dalam model penelitian sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih komprehensif. Akan lebih baik lagi bila penelitian selanjutnya juga memasukkan komponen remunerasi lainnya seperti gaji dan insentif ke dalam model penelitian.
3. Melakukan penelitian yang melibatkan sampel yang lebih besar.
4. Kompensasi ditujukan sebagai insentif untuk meningkatkan kinerja perusahaan, oleh karenanya dalam penelitian selanjutnya akan lebih komprehensif apabila pengujian tentang skema bonus dan manajemen laba juga dihubungkan dengan kinerja perusahaan. 5. Karena bonus bagi direksi juga berlaku bagi komisaris (remunerasi bagi komisaris BUMN merupakan persentase tertentu dari gaji direktur utama), maka akan sangat menarik bila penelitian selanjutnya juga melihat bagaimana hubungan antara keberadaan komisaris sebagai penerima bonus dan sekaligus dalam perannya sebagai pengawas jalannya perusahaan terhadap skema bonus dan aktivitas manajemen laba.
(21)
DAFTAR PUSTAKA
Adizes, I. Corporate lifecycles: How and why corporations grow and die and what to do about it. Prentice Hall: englewood Cliffs, NY. 1989.
Aharony, J., C.J. Lin and M.P. Loeb. Initial public offferings, accounting choices and earning management. Contemporary Accounting Research. 1993.
Anthony, Robert N., Vijay Govindarajan dan Robert Anthony, Management Control Syatems, McGraw-Hill, 2003.
Anynomous, Why It’s Important to Link between Budgets and Bonuses, SSRN Electronic Paper Collection, 2002
Ayres,F.L. Perceptions of earnings quality: What managers need to know. Management Accounting. 1994.
Bartov, E.The timing of asset sales and earning manipulation. The Accounting Review. 1993 Bebchuk, Lucian Arye dan Jesse M. Fried, Executive Compensation as an Agency Problem,
The Journal of Economic Perspectives, Vol. 17, No.3., Summer, 2003.
Beneish, Messod D., The Detection of Earning Manipulation, Financial Analyst Journal, 1999.
Berle, Adolf A. Jr. and Gardiner C. Means. The Modern Corporations and Private Property. New York, Macmillan Company. 1932.
Bertrand, Marianne and Sendhil Mullainathan. Are CEO’s rewarded for Luck? The ones without principals are.Quartely Journal of Economics. 2001.
Bhat, V.N. Banks and Income Smoothing: An Empirical Analysis. Applied Financial Economics 6. 1996
Blanchard, Olivier Jean, Florencio Lopez-de-Silanes and Andrei Shleifer. What do Firms do with Cash Windfalls? Journal of Financial Economics. 1994.
Bremser, W.G. The earning characteristic of firms reporting discresionery accounting changes. The Accounting Review.1975.
Burgstahler, D and I. Dichev. Earnings management to avoid earning decreases and losses. Journal of accounting and economics.1997.
Copeland, R.M. and J.F. Wojdak. Income manipulation and the purchase-pooling choice. Journal of Accounting Research.1969.
Core, John E., Wayne Guay and David F. Lacker. Executive equity compensation and incentives: A Survey. Working Paper. Wharton School. 2001.
(22)
Cormier, D., M. Magnan and B. Morard, Earning Management: is the Anglo-Saxon model relevant to the Swiss context?. Comptatibilite-Controle Audit. 1998
DeAngelo, L. Accounting numbers as market valuation subtitutes: A study of management buyouts of public stocholders. The Accounting Review. 1986.
DeAngelo, H., L. DeAngelo and J. Skinner. Accounting choice in troubled companies. Journal of Accounting and Economics. 1994.
Dechow, P.M., and R.G. Sloan. Executive incentives and horizon problem: an empirical investigation. Journal of Accounting and Economics, 1991
Dechow, Patricia M., Richard G. Sloan, dan Amy P. Sweeney. Detecting Earning Management. The Accounting Review 70 (2). 193-225, 1995.
Defond, M.L. and J. Jiambalvo. Debt covenant violations and manipulation of accruals. Journal of Accounting and Economic. 1994
Degeorge, F., J. Patel and R. Zeckhauser. Earnings management to exceed tresholds. Journal of Business. 1999.
Dye, R.A., Earning management in an overlapping generations model.Journal of Accounting Research, 1988
Eckel, N. The income smoothing hypothesis revisited. Abacus. 1981.
Erickson, M. and S. Wang. Earnings management by ackuiring firms in stock for stock mergers. Journal of Accounting and Economics. 1991.
Fama, E. F., Agency Problems and the Theory of the Firm, Journal of Political Economy, April 1980.
Fern, R.H., B. Brown and S.W. Dickey. An empirical test of politically-motivated income smoothing in the oil refining industry. Journal of Applied Business Research.1994. Gao, Pengjie dan Ronald E. Shrieves, Earning Management and Executive Compensation: a
Case of Overdose of Option and Underdose of Salary?, 2002.
Gaver, Jennifer J., Kenneth M. Gaver, dan Jeffrey Austin, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Management, Journal of Accounting and Economics, 3-28, 1995.
Gibbons, R. and K.J. Murphy. Relative performance evaluation for chief executive officers, Industrial and Labor Realtions Review. 1990.
Godfrey, Jayne, Paul Mather, dan Alan Ramsay, Earnings and Impression Management in Financial Reports: The Case of CEO Changes, SSRN Electronic Paper Series, 2000.
(23)
Guidry, Flora, Andrew J. Leone, dan Steve Rock, Earning-Based Bonus Plans and Earnings Management by Bussiness-Unit Managers, Journal of Accounting and Economics 26, 113-142, 1999.
Gujarati, D., Basic Econometric, Mc-Grawhill, New York, 2003.
Healy, P., The Effect of Bonus Schemes on the Selection of Accounting Principles, Journal of Accounting and Economics 7, April, 1985.
Healy, P.M. and J.M. Wahlen. A riview of the earning management literature and its implications for standards setting. Accounting Horizon. 1999
Holmstrom, B., Moral Hazard and Observability, The Bell Journal of Economics, 1979 Holmstrom, B., Moral Hazard in Teams, The Bell Journal of Economics, 1982
Holthausen, R, D. Larcker dan R. G. Sloan, Annual Bonus Schemes and Manipulation of Earning, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Management, Journal of Accounting and Economics, 1995.
Jensen, Michael C., and W.H. Meckling, Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, October 1976.
Jensen, Michael C., Self-Interest, Altruism, Incentives & Agency Theory, Journal of Applied Corporate Finance, Vol. VII, no. 2, Summer 1994.
Jensen, Michael C., Paying People to Lie: the Truth about the Budgeting Process, European Financial Management, Vol. 9, No. 3, 2003, 379-406.
Jones, J. Earning management during import relief investigations. Journal of Accounting Research. 1991.
Kang, Sok-Hyon, Praveen Kumar dan Hyunkoo Lee, Agency and Corporate Investment: The Role of Excecutive Compensation and Corporate Governance, The Journal of Bussiness, 2006
Kepsu, Mikko. Earning Management – Theory vs Practice – Evidence from Finland, Research Proposal for Ph.D. Thesis, Turku School of Economics and Business Administration, 2005.
McNichols, M. And G.P. Wilson. Evidence of earning management from provision for bad debts. Journal of Accounting Research. 1998.
Merchant, K. and J. Rockness. The ethics of managing earnings: An empirical investigation. Journal of Accounting and Public Policy, 1994.
Moses, O.D. Income smoothing and incentives: Empirical test using accounting changes. The Accounting Review.1987
(24)
Murphy, K and J. Zimmerman. Financial Performance Surrounding CEO Turnover. Journal of Accounting Economics. 1993.
Murphy, Kevin J., Performance Standard in Incentive Contract. Working Paper. SSRN Electronic Paper Collection, 1999.
Nachrowi, Nachrowi Djalal. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi. PT RjaGrafindo Persada. Jakarta. 2002.
Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, 2002
Porciau, S., Earning Management and Nonroutine Excecutive Changes, Journal of Accounting and Economics, 1993
Reitenga, Austin, Steve Buchheit, Qin Jennifer Yin, dan Terry Baker, CEO Bonus Pay, Tax Policy and Earning Management, The Journal of The American Taxation Association, 2002
Schilit, H.M. Financial Shenanigans: How to Detect Accounting Gimmicks and Fraud in Financial Reports. McGraw Hill. New York. 2002.
Schipper, K. Commentary on earning management. Accounting Horizons, 1989.
Scott, William R., Financial Accounting Theory, Second Edition, Prentice Hall Canada Inc., 1997.
Shleifer, Andrei and Robert Vishny. Large hareholders and corporate control. Journal of Political Economy. 1989.
Sticney, Clyde P., dan Paul R. Brown, Financial Reporting and Statement Analysis: A Strtegic Perspective, Fourth Edition, South-Western, 1999.
Stolowy, Herv dan Ga tan Breton, A Framework for The Classification of Accountsẻ ẻ Manipulation, SSRN, Working Paper Series, June 2000.
Subramanyam, K.R., The Pricing of Discretionary Accruals, Journal of Accounting and Economics, 1996.
Surat Edaran Sekretaris Kementerian Negara BUMN Nomor: S-326/S.MBU/2002 tanggal 3 Mei 2002
Sweeney, A.P. Debt covenant violations and managers’ accounting response. Journal of Accounting and Economics.1994.
Teoh, S.H., I. Welch and T.J. Wong. Earning management and the long run market performance of initial public offering. The Journal of Finance. 1998.
(25)
Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Towards a positive theory of the determination of accounting standards. The Accounting Review. 1978.
Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Positive Accounting Theory, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1986.
Yermack, D., Good Timing: CEO Stock Option Awards and Company News Announcements. Journal of Finance. 1997
(26)
Tabel 3.1
Prosedur Pemilihan Sampel Penelitian
Keterangan Kurang Jumlah
Total Perusahaan 140 perusahaan
Dikurangi:
Perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, asuransi,perbankan
20
Perusahaan Tbk di luar bidang keuangan 10
Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data keuangan
8
Total Sampel 102 perusahaan
Dari 103 perusahaan diperoleh sampel dalam bentuk firm years
360 firm years
Perusahaan dengan data sangat ekstrim 34 firm years
Jumlah sampel final 326 firm years
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif
Variabel Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. DACC 0.030 0.027 0.668 -0.649 0.182
P(DACC=1) 0.592 1 1 0 0.492
SMOOTH 0.245 0.112 2.400 0.000 0.351
P(SMOOTH=1) 0.497 0 1 0 0.501
PROFIT -33.210 2.728 693.667 -6382.614 500.301
ITRENDLU 60.859 85 100 0 43.436
ITRENDLB 62.715 85 100 0 41.847
ITARGETLU 57.500 70 100 0 41.585
ITARGETLB 59.877 72.5 100 0 40.849
CEOCHANGE 0.239 0 1 0 0.427
LEV 2.188 0.862 299.805 -175.758 20.947 SIZE 12.845 13.046 16.837 8.590 1.600 N=326
Tabel 4.2.
Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
PANEL A: Hasil Regresi OLS Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
t i t i t i t i t i t i t i t i it SIZE LEV CEOCHANGE TARGETLB iTARGETLU ITRENDLB ITRENDLU PROFIT DACC , 9 , 8 , 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 1
DACC = Akrual diskresionari yang diskala dengan total aset. Variabel Bebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun t-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga; ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabel dummy, 1 jika perusahaan mengalami pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt to Equity Ratio; SIZE = Ln total asset.
(27)
C ? 0.04001 0.07053 0.56725 0.57090 PROFIT + 0.00004 0.00002 2.33837 0.02000** ITRENDLU + 0.00081 0.00044 1.84830 0.06550* ITRENDLB + 0.00092 0.00041 2.24273 0.02560** ITARGETLU + -0.00010 0.00046 -0.22228 0.82420 ITARGETLB + 0.00088 0.00042 2.11178 0.03550** CEOCHANGE + 0.01125 0.02015 0.55817 0.57710 LEV + -0.00039 0.00041 -0.93968 0.34810 SIZE - -0.01282 0.00555 -2.31118 0.02150**
N= 326 firm years. R2 = 0.304963. F-Stat 17.38634. Prob (F-Stat) 0.000***. ***Signifikan α = 0.01, **Signifikan α=
0.05, *Signifikan α = 0.10.
PANEL B: Hasil Regresi Logit Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
t i t i t i t i t i t i t i t i t i SIZE LEV CEOCHANGE TARGETLB iTARGETLU ITRENDLB ITRENDLU PROFIT DACC P , 9 , 8 , 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 1
, 1)
(
Variabel Terikat: P(DACC=1) = Dummy Variabel, 1 jika DACC bertanda positif dan 0 jika bertanda negatif. Variabel Bebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun t-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga; ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabel dummy, 1 jika perusahaan mengalami pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt to Equity Ratio; SIZE = Ln total asset.
Variable Pred.Sign Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C ? -0.50291 1.26344 -0.39805 0.69060 PROFIT + 0.00373 0.00124 3.01958 0.00250*** ITRENDLU + 0.01772 0.00674 2.62995 0.00850*** ITRENDLB + 0.01243 0.00599 2.07692 0.03780** ITARGETLU + -0.00504 0.00736 -0.68492 0.49340 ITARGETLB + 0.01095 0.00638 1.71561 0.08620* CEOCHANGE + 0.11840 0.34706 0.34114 0.73300 LEV + -0.00669 0.01210 -0.55280 0.58040 SIZE - -0.10048 0.10113 -0.99357 0.32040
N = 326 firm years. McFadden R2 = 0.321862. LR-Stat 141.8851. Prob (LR-Stat) 0.000***. ***Signifikan 0.01,
(1)
Cormier, D., M. Magnan and B. Morard, Earning Management: is the Anglo-Saxon model relevant to the Swiss context?. Comptatibilite-Controle Audit. 1998
DeAngelo, L. Accounting numbers as market valuation subtitutes: A study of management buyouts of public stocholders. The Accounting Review. 1986.
DeAngelo, H., L. DeAngelo and J. Skinner. Accounting choice in troubled companies. Journal of Accounting and Economics. 1994.
Dechow, P.M., and R.G. Sloan. Executive incentives and horizon problem: an empirical investigation. Journal of Accounting and Economics, 1991
Dechow, Patricia M., Richard G. Sloan, dan Amy P. Sweeney. Detecting Earning Management. The Accounting Review 70 (2). 193-225, 1995.
Defond, M.L. and J. Jiambalvo. Debt covenant violations and manipulation of accruals. Journal of Accounting and Economic. 1994
Degeorge, F., J. Patel and R. Zeckhauser. Earnings management to exceed tresholds. Journal of Business. 1999.
Dye, R.A., Earning management in an overlapping generations model.Journal of Accounting Research, 1988
Eckel, N. The income smoothing hypothesis revisited. Abacus. 1981.
Erickson, M. and S. Wang. Earnings management by ackuiring firms in stock for stock mergers. Journal of Accounting and Economics. 1991.
Fama, E. F., Agency Problems and the Theory of the Firm, Journal of Political Economy, April 1980.
Fern, R.H., B. Brown and S.W. Dickey. An empirical test of politically-motivated income smoothing in the oil refining industry. Journal of Applied Business Research.1994. Gao, Pengjie dan Ronald E. Shrieves, Earning Management and Executive Compensation: a
Case of Overdose of Option and Underdose of Salary?, 2002.
Gaver, Jennifer J., Kenneth M. Gaver, dan Jeffrey Austin, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Management, Journal of Accounting and Economics, 3-28, 1995.
Gibbons, R. and K.J. Murphy. Relative performance evaluation for chief executive officers, Industrial and Labor Realtions Review. 1990.
Godfrey, Jayne, Paul Mather, dan Alan Ramsay, Earnings and Impression Management in Financial Reports: The Case of CEO Changes, SSRN Electronic Paper Series, 2000.
(2)
Guidry, Flora, Andrew J. Leone, dan Steve Rock, Earning-Based Bonus Plans and Earnings Management by Bussiness-Unit Managers, Journal of Accounting and Economics 26, 113-142, 1999.
Gujarati, D., Basic Econometric, Mc-Grawhill, New York, 2003.
Healy, P., The Effect of Bonus Schemes on the Selection of Accounting Principles, Journal of Accounting and Economics 7, April, 1985.
Healy, P.M. and J.M. Wahlen. A riview of the earning management literature and its implications for standards setting. Accounting Horizon. 1999
Holmstrom, B., Moral Hazard and Observability, The Bell Journal of Economics, 1979 Holmstrom, B., Moral Hazard in Teams, The Bell Journal of Economics, 1982
Holthausen, R, D. Larcker dan R. G. Sloan, Annual Bonus Schemes and Manipulation of Earning, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Management, Journal of Accounting and Economics, 1995.
Jensen, Michael C., and W.H. Meckling, Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure, Journal of Financial Economics, October 1976.
Jensen, Michael C., Self-Interest, Altruism, Incentives & Agency Theory, Journal of Applied Corporate Finance, Vol. VII, no. 2, Summer 1994.
Jensen, Michael C., Paying People to Lie: the Truth about the Budgeting Process, European Financial Management, Vol. 9, No. 3, 2003, 379-406.
Jones, J. Earning management during import relief investigations. Journal of Accounting Research. 1991.
Kang, Sok-Hyon, Praveen Kumar dan Hyunkoo Lee, Agency and Corporate Investment: The Role of Excecutive Compensation and Corporate Governance, The Journal of Bussiness, 2006
Kepsu, Mikko. Earning Management – Theory vs Practice – Evidence from Finland, Research Proposal for Ph.D. Thesis, Turku School of Economics and Business Administration, 2005.
McNichols, M. And G.P. Wilson. Evidence of earning management from provision for bad debts. Journal of Accounting Research. 1998.
Merchant, K. and J. Rockness. The ethics of managing earnings: An empirical investigation. Journal of Accounting and Public Policy, 1994.
Moses, O.D. Income smoothing and incentives: Empirical test using accounting changes. The Accounting Review.1987
(3)
Murphy, K and J. Zimmerman. Financial Performance Surrounding CEO Turnover. Journal of Accounting Economics. 1993.
Murphy, Kevin J., Performance Standard in Incentive Contract. Working Paper. SSRN Electronic Paper Collection, 1999.
Nachrowi, Nachrowi Djalal. Penggunaan Teknik Ekonometri. Edisi Revisi. PT RjaGrafindo Persada. Jakarta. 2002.
Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, 2002
Porciau, S., Earning Management and Nonroutine Excecutive Changes, Journal of Accounting and Economics, 1993
Reitenga, Austin, Steve Buchheit, Qin Jennifer Yin, dan Terry Baker, CEO Bonus Pay, Tax Policy and Earning Management, The Journal of The American Taxation Association, 2002
Schilit, H.M. Financial Shenanigans: How to Detect Accounting Gimmicks and Fraud in Financial Reports. McGraw Hill. New York. 2002.
Schipper, K. Commentary on earning management. Accounting Horizons, 1989.
Scott, William R., Financial Accounting Theory, Second Edition, Prentice Hall Canada Inc., 1997.
Shleifer, Andrei and Robert Vishny. Large hareholders and corporate control. Journal of Political Economy. 1989.
Sticney, Clyde P., dan Paul R. Brown, Financial Reporting and Statement Analysis: A Strtegic Perspective, Fourth Edition, South-Western, 1999.
Stolowy, Herv dan Ga tan Breton, A Framework for The Classification of Accountsẻ ẻ
Manipulation, SSRN, Working Paper Series, June 2000.
Subramanyam, K.R., The Pricing of Discretionary Accruals, Journal of Accounting and Economics, 1996.
Surat Edaran Sekretaris Kementerian Negara BUMN Nomor: S-326/S.MBU/2002 tanggal 3 Mei 2002
Sweeney, A.P. Debt covenant violations and managers’ accounting response. Journal of Accounting and Economics.1994.
Teoh, S.H., I. Welch and T.J. Wong. Earning management and the long run market performance of initial public offering. The Journal of Finance. 1998.
(4)
Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Towards a positive theory of the determination of accounting standards. The Accounting Review. 1978.
Watts, R.L., dan J. Zimmerman. Positive Accounting Theory, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1986.
Yermack, D., Good Timing: CEO Stock Option Awards and Company News Announcements. Journal of Finance. 1997
(5)
Tabel 3.1
Prosedur Pemilihan Sampel Penelitian
Keterangan Kurang Jumlah
Total Perusahaan 140 perusahaan
Dikurangi:
Perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, asuransi,perbankan
20
Perusahaan Tbk di luar bidang keuangan 10
Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data keuangan
8
Total Sampel 102 perusahaan
Dari 103 perusahaan diperoleh sampel dalam bentuk firm years
360 firm years
Perusahaan dengan data sangat ekstrim 34 firm years
Jumlah sampel final 326 firm years
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif
Variabel Mean Median Maximum Minimum Std. Dev.
DACC 0.030 0.027 0.668 -0.649 0.182
P(DACC=1) 0.592 1 1 0 0.492
SMOOTH 0.245 0.112 2.400 0.000 0.351
P(SMOOTH=1) 0.497 0 1 0 0.501
PROFIT -33.210 2.728 693.667 -6382.614 500.301
ITRENDLU 60.859 85 100 0 43.436
ITRENDLB 62.715 85 100 0 41.847
ITARGETLU 57.500 70 100 0 41.585
ITARGETLB 59.877 72.5 100 0 40.849
CEOCHANGE 0.239 0 1 0 0.427
LEV 2.188 0.862 299.805 -175.758 20.947
SIZE 12.845 13.046 16.837 8.590 1.600
N=326
Tabel 4.2.
Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner PANEL A: Hasil Regresi OLS Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
t i t i t i t i t i t i t i t i it SIZE LEV CEOCHANGE TARGETLB iTARGETLU ITRENDLB ITRENDLU PROFIT DACC , 9 , 8 , 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 1
DACC = Akrual diskresionari yang diskala dengan total aset. Variabel Bebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun t-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga; ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabel dummy, 1 jika perusahaan mengalami pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt to Equity Ratio; SIZE = Ln total asset.
(6)
C ? 0.04001 0.07053 0.56725 0.57090
PROFIT + 0.00004 0.00002 2.33837 0.02000**
ITRENDLU + 0.00081 0.00044 1.84830 0.06550*
ITRENDLB + 0.00092 0.00041 2.24273 0.02560**
ITARGETLU + -0.00010 0.00046 -0.22228 0.82420 ITARGETLB + 0.00088 0.00042 2.11178 0.03550**
CEOCHANGE + 0.01125 0.02015 0.55817 0.57710
LEV + -0.00039 0.00041 -0.93968 0.34810
SIZE - -0.01282 0.00555 -2.31118 0.02150**
N= 326 firm years. R2 = 0.304963. F-Stat 17.38634. Prob (F-Stat) 0.000***. ***Signifikan α = 0.01, **Signifikan α=
0.05, *Signifikan α = 0.10.
PANEL B: Hasil Regresi Logit Pengaruh Skema Bonus terhadap Akrual Diskresioner
t i t i t i t i t i t i t i t i t i SIZE LEV CEOCHANGE TARGETLB iTARGETLU ITRENDLB ITRENDLU PROFIT DACC P , 9 , 8 , 7 , 6 , 5 , 4 , 3 , 2 1 , 1)
(
Variabel Terikat: P(DACC=1) = Dummy Variabel, 1 jika DACC bertanda positif dan 0 jika bertanda negatif. Variabel Bebas: PROFIT=Laba dibagi; ITRENDLU = Indeks pencapaian laba usaha sebelum biaya bunga tahun t terhadap tahun t-1; ITRENDLB = Indeks pencapaian laba bersih tahun t terhadap tahun t-1; ITARGETLU = Indeks pencapaian anggaran laba usaha sebelum biaya bunga; ITARGETLB=Indeks pencapaian anggaran laba bersih; CEOCHANGE = Variabel dummy, 1 jika perusahaan mengalami pergantian direksi pada tahun t-1, dan 0 untuk kondisi lainnya; LEV = Debt to Equity Ratio; SIZE = Ln total asset.
Variable Pred.Sign Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
C ? -0.50291 1.26344 -0.39805 0.69060
PROFIT + 0.00373 0.00124 3.01958 0.00250***
ITRENDLU + 0.01772 0.00674 2.62995 0.00850***
ITRENDLB + 0.01243 0.00599 2.07692 0.03780**
ITARGETLU + -0.00504 0.00736 -0.68492 0.49340
ITARGETLB + 0.01095 0.00638 1.71561 0.08620*
CEOCHANGE + 0.11840 0.34706 0.34114 0.73300
LEV + -0.00669 0.01210 -0.55280 0.58040
SIZE - -0.10048 0.10113 -0.99357 0.32040
N = 326 firm years. McFadden R2 = 0.321862. LR-Stat 141.8851. Prob (LR-Stat) 0.000***. ***Signifikan 0.01,