5. Mikroba mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan
fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari pada enzim pada kuman yang rentan.
Contoh: beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamid, dihidropteroat sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid
dari pada PABA.
B. Faktor Pemicu Resistensi Antibiotika
Dampak negatif akibat penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah resistensi kuman terhadap banyak obat multidrug-resistance . Hal ini
mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien, dan peningkatan biaya kesehatan Directorate General of
Medical Care Ministry of Health Republic of Indonesia, 2005.Faktor-faktor yang mempermudah berkembangnya resistensi kuman terhadap antibiotika adalah
Staf Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1. Penggunaan antibiotika yang sering 2. Penggunaan antibiotika yang irasional
3. Penggunaan antibiotika baru yang berlebihan 4. Penggunaan antibiotika dalam waktu yang lama
2.1.5. Epidemilogi Kejadian Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotika
Prevalensi resitensi antibiotika dari Streptococcus pneumoniae dalam penelitian PROTEKT Prospective Resistant Organism Tracking and
Epidemiology for the Ketolide Telithromycin tahun 1999-2000, terdapat 3362 pneumococcus yang resitensi terhadap penicillin G sekitar 22,1 dengan tingkat
tertinggi ditemukan di Asia 53,4, Prancis 46,2 dan Spanyol 42,1. Resitensi juga terjadi pada Erythromycin A sekitar 31,1 dengan tingkat tertinggi
ditemukan di Asia 79,6, Prancis 57,6, Hungaria 55,6 dan Italia 42,9. Resistensi Fluoroquinolone biasanya rendah 1, walaupun 14,3 dari
70 yang diisolasi dari Hongkong resistensi terhadap levofloxacin dan moxifloxacin Felmingham, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Penyalahgunaan Antibiotika di Kalangan Masyarakat
Resistensi antibiotika merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyalahgunaan antibiotika. Penyalahgunaan
antibiotika pada dasarnya dipengaruhi oleh pengetahuan , komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien, tingkat ekonomi, karakteristik dari sistem kesehatan
suatu negara, dan peraturan lingkungan. Jika dilihat dari faktor pasien, hal yang mendasari terjadinya penyalahgunaan antibiotika dikarenakan banyak pasien
percaya bahwa keluaran obat baru lebih baik dibandingkan obat keluaran lama. Di negara-negara berkembang, antibiotika dibeli dalam dosis tunggal dan
penghentian antibiotika dilakukan jika pasien merasa lebih baik atas penyakit yang dideritanya. Pembelian antibiotika secara bebas yang dilakukan oleh pasien
juga dipengaruhi oleh praktik pemasaran kepada konsumen melalui televisi, radio, media cetak, dan internet. Sehingga antibiotika dengan mudah didapatkan di
apotek ataupun pasar. Pengobatan sendiri dengan menggunakan antibiotika, tidak hanya terjadi
di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Selebihnya di negara-negara Eropa masih ditemukan prevalensi yang tinggi
terhadap pengobatan sendiri dengan antibiotika WHO, 2001
2.1.7. Epidemiologi Pengobatan Sendiri dengan Antibiotika