Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Deli Serdang : studi atas Perda nomor. 3 tahun 2000 tentang Retribusi Pasar

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DAN

KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG: STUDI ATAS PERDA NO. 3

TAHUN 2000 TENTANG RESTRIBUSI PASAR

TESIS

Oleh

ELI ESRA S TARIGAN 107005032/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DAN

KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

DI KABUPATEN DELI SERDANG: STUDI ATAS PERDA NO. 3

TAHUN 2000 TENTANG RESTRIBUSI PASAR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELI ESRA S TARIGAN 107005032/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN DELI SERDANG: STUDI ATAS PERDA NO. 3 TAHUN 2000 TENTANG RESTRIBUSI PASAR

Nama Mahasiswa : Eli Esra S Tarigan Nomor Pokok : 107005032

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Muhammad Abduh, S.H) K e t u a

(Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum) A n g g o t a

(Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S) A n g g o t a

Ketua Program Studi, D e k a n,

(Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H) (Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 28 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Muhammad Abduh, S.H

Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum 2. Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S 3. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum 4. Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum


(5)

ABSTRAK

Prinsip otonomi daerah adalah menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Dengan menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya kecuali Hamkam, Keuangan, Agama, Luar Negeri dan Pengadilan, ini berarti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di wilayahnya yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kabupaten Deli Serdang memiliki keterbatasan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan wilayah, dalam menindaklanjuti penyelenggaraan daerah, potensi-potensi daerah diharapkan member kontribusi bagi pembiayaan pemberdayaan daerah. Potensi daerah antara lain terdiri dari sektor pariwisata, budaya, jasa, perdagangan dan pendidikan. Diantara potensi-potensi daerah, Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu bentuk unit usaha informal yang bernilai bagi pemasukan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu retribusi yang berguna untuk mendukung penguatan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang. Kontribusi yang diberikan Pedagang Kaki Lima melalui retribusi cukup besar, hal itu diketahui dari terpenuhinya target yang ditetapkan oleh Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini ada tiga yaitu; 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pembayar retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000?; 2. Apakah pemberian izin usaha tempat berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Deli Serdang?; 3. Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang?; untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar dari Pedagang Kaki Lima (PKL)?.

Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah menggunakan metode kualitatif yang bersifat normative dikombinasikan dengan metode hukum empiris, yang berusaha menggambarkan dan membuat penafsiran serta analisis data yang ada. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dengan informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya. Teknik analisa data yang digunakan adalah model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak mempunyai perlindungan hukum walaupun kontribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor retribusi pasar dan sampah cukup besar yaitu 31%. Dengan melakukan pendekatan persuasif dengan sistem door to door kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) diharapkan dapat mengatasi kendala yang ada dalam memaksimalkan retribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dapat terealisasi bahkan akan melebihi target yang telah ditetapkan.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pedagang Kaki Lima (PKL), Kontribusi, Pendapatan Asli Daerah (PAD)


(6)

ABSTRACT

The principle of regional autonomy is that the running of the government and the development is delegated to the regional government by using economic principle extensively, except Hankam (National Defense and Security), Finance, Religion, Foreign Affairs, and Court of Justice. This means that regional government is given the authority to manage and organize all affairs in its region as it is stipulated in Law No. 32/2004 on Regional Government and in Law No. 33/2004 on the Financial Balance between the Central Government and the Regional Government.

Deli Serdang District has limited SDA (natural resources) and area in running regional administration; in this case, the regional potencies are expected to give their contribution in financing regional empowerment. The regional potencies comprise of tourism, culture, services, commerce, and education. Among the regional potencies, PKL (sidewalk vendors) is one of the valuable informal business units for PAD (Regional Budget); the retribution is used to support the autonomic intensification of regional development in Deli Serdang District. Their contribution through retribution is big enough. It can be seen from the achievement of the target of the Deli Serdang District Administration.

There were three problems of the research: how about the legal protection for PKL as the contributors of the retribution according to Perda (Regional Regulation) No. 3/2000, whether the business license given to PKL would contribute to PAD of Deli Serdang District, and what efforts made by Deli Serdang District Administration to optimize the income from the PKL’s retribution.

The research used normative qualitative method, combined with legal empirical approach which attempted to describe and to interpret the data. The data were gathered by conducting interviews with the reliable informants who were concerned with the subject matter. The data were analyzed by using interactive model.

The result of the research showed that the sidewalk vendors did not have any legal protection although their contribution to PAD through the sectors of market and garbage retribution was 31% and was considered big enough. It is recommended that persuasive approach with door to door system to the sidewalk vendors should be carried out in order to solve the problems in maximizing their retribution so that the Regional Government’s regulations can be realized and the intended target can be achieved.

Keywords: Legal Protection, Sidewalk Vendors (PKL), contribusions, revenue (PAD)


(7)

KATA PENGANTAR

Pada kesempatan yang pertama ini Penulis mengucapkan Segala puji dan

syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat

dan karunianya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang

direncanakan. Penulisan tesis ini untuk memenuhi syarat mencapai gelar Magister

dalam bidang Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,Medan.

Adapun judul dalam Tesis ini adalah ” Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Deli Serdang : studi atas Perda nomor. 3 tahun 2000 tentang Retribusi Pasar”. Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan baik berupa bimbingan,

pengajaran dan motivasi dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini pula tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bpk.Prof. Dr. Syahril Pasaribu,DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor atas kesempatan menjadi mahasiswi pada Program Studi Magister

Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

2. Bpk.Prof.Dr.Runtung Sitepu,SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang

diberikan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu

Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bpk.Prof.Suheidy,SH.MH selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum


(8)

kesempatan menjadi mahasiswi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Bpk.Prof.Muhammad Abduh,SH. Ketua Komisi Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

5. Bpk.Prof.Budiman Ginting,SH.M.Hum. selaku Anggota Komisi Pembimbing

sekaligus PD I yang telah telah banyak memberikan bimbingan sehingga

akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Bpk.Dr,Pendastaren Tarigan SH.MS selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan dalam

melaksanakan penyelesaian tesis ini.

7. Bpk.Dr.Mahmul Siregar,SH.M.Hum, selaku tim penguji dalam sidang

mempertahankan tesis baik berupa saran,bimbingan maupun masukannya.

8. Bpk.Dr.Agusmidah,SH.M.Hum. selaku tim penguji dalam sidang

mempertahankan tesis baik berupa saran, dorongan maupun masukannya.

9. Seluruh Guru Besar serta Para Dosen pada Program Studi Magister Ilmu

Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Seluruh Staf Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

atas pelayanan dan kebaikannya selama penulis mengikuti pendidikan.

11.Bpk.H.Drs.Amri Tambunan,selaku Bupati Deli Serdang yang telah memberi


(9)

12.Kepala Bidang Pendapatan dan Keuangan Daerah Kabupaten Deli Serdang

yang telah memberikan informasi yang sehubungan dengan tesis ini.

13.Bpk.Ir.Donald P L Tobing selaku Kepala Dinas Pasar Kabupaten Deli

Serdang yang telah memberi kesempatan untuk mengadakan penelitian.

14.Kepada rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana, dan rekan-rekan sekantor yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik, amal dan jasa dengan

pahala yang berlipat ganda.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua

orang tua yang selaku mendoakan hingga selesainya tesis ini. Penulis meyadari

masih banyak kekurangan- kekurangan dari kesempurnaannya, oleh karena itu

dengan lapang dada penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak untuk kemajuan peneliti selanjutnya bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang Perlindungan Pedagang Kaki

Lima. Semoga Tuhan Selalu Memberkati,GBU. Terima kasih.

Medan, Juli 2012.

Hormat Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Eli Esra S Tarigan

Tempat/Tanggal Lahir : Petumbukan,01 September 1968

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Instansi : Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang

Pendidikan : SD Negeri 2 Bangun Purba, tamat Tahun 1981

SMP Negeri I Bangun Purba,tamat Tahun 1984

SMA Swasta Beringin Bangun Purba, tamat Tahun 1987;

S 1 (Strata Satu) Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta, tamat Tahun 1994;

S 2 ( Strata Dua) Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat Tahun 2012.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….. i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP……...……… vi

DAFTAR ISI……… vii

BAB I : PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Perumusan Masalah……… 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 10

D. Keaslian Penelitian……….……….. 10

E. Kerangka Teori dan Konsep...….……….. 11

1. Kerangka Teori……….. 11

2. Kerangka Konsep…..……….. 20

F. Metode Penelitian……….. 23

1. Jenis dan Sifat Penelitian………. 24

2. Sumber Data………. 25

3. Teknik Pengumpulan Data……….. 26

4. Analisis Data……… 26

BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA SEBAGAI PEMBAYAR RETRIBUSI BERDASARKAN PERDA NO. 3 TAHUN 2000……… 27

A. Pengertian Pasar dan Pengertian Pedagang Kaki Lima…. 27

B. Pedagang Kaki Lima Sebagai Bagian Dari Usaha KecilDi Sektor Informal……… 40


(12)

BAB III : PEMBERIAN IZIN USAHA TEMPAT BERJUALAN DAN KONTRIBUSI NYA TERHADAP PAD KABUPATEN

DELI SERDANG……… 60

A. Izin Usaha Jualan Pedagang Kaki Lima………. 60

B. Kontribusi Pengutipan Retribusi Pasar dari Pedagang Kaki Lima Pada Pendapatan Asli Daerah (PAD)……… 69

C. Dampak Bagi PKL Atas Izin Usaha dan Pembayaran Retribusi Yang Telah Dibayarkan ……… 85

BAB IV : UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH KAB. DELI SERDANG UNTUK MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN RETRIBUSI PASAR DARI PKL SEBAGAI KONRIBUSI TERHADAP PAD………. 88

A. Kebijakan Pemda Deli Serdang……..……… 88

B. Pembinaan Pedagang Kaki Lima……… 96

C. Pemberian Fasilitas dan Modal Kerja……… 97

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……..……… 99

B. Saran………….………..100


(13)

ABSTRAK

Prinsip otonomi daerah adalah menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Dengan menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya kecuali Hamkam, Keuangan, Agama, Luar Negeri dan Pengadilan, ini berarti bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di wilayahnya yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Kabupaten Deli Serdang memiliki keterbatasan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan wilayah, dalam menindaklanjuti penyelenggaraan daerah, potensi-potensi daerah diharapkan member kontribusi bagi pembiayaan pemberdayaan daerah. Potensi daerah antara lain terdiri dari sektor pariwisata, budaya, jasa, perdagangan dan pendidikan. Diantara potensi-potensi daerah, Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu bentuk unit usaha informal yang bernilai bagi pemasukan dari sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu retribusi yang berguna untuk mendukung penguatan otonomi daerah di Kabupaten Deli Serdang. Kontribusi yang diberikan Pedagang Kaki Lima melalui retribusi cukup besar, hal itu diketahui dari terpenuhinya target yang ditetapkan oleh Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini ada tiga yaitu; 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pembayar retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2000?; 2. Apakah pemberian izin usaha tempat berjualan bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Deli Serdang?; 3. Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang?; untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi pasar dari Pedagang Kaki Lima (PKL)?.

Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah menggunakan metode kualitatif yang bersifat normative dikombinasikan dengan metode hukum empiris, yang berusaha menggambarkan dan membuat penafsiran serta analisis data yang ada. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dengan informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya. Teknik analisa data yang digunakan adalah model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut tidak mempunyai perlindungan hukum walaupun kontribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor retribusi pasar dan sampah cukup besar yaitu 31%. Dengan melakukan pendekatan persuasif dengan sistem door to door kepada Pedagang Kaki Lima (PKL) diharapkan dapat mengatasi kendala yang ada dalam memaksimalkan retribusi Pedagang Kaki Lima (PKL) sehingga target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dapat terealisasi bahkan akan melebihi target yang telah ditetapkan.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pedagang Kaki Lima (PKL), Kontribusi, Pendapatan Asli Daerah (PAD)


(14)

ABSTRACT

The principle of regional autonomy is that the running of the government and the development is delegated to the regional government by using economic principle extensively, except Hankam (National Defense and Security), Finance, Religion, Foreign Affairs, and Court of Justice. This means that regional government is given the authority to manage and organize all affairs in its region as it is stipulated in Law No. 32/2004 on Regional Government and in Law No. 33/2004 on the Financial Balance between the Central Government and the Regional Government.

Deli Serdang District has limited SDA (natural resources) and area in running regional administration; in this case, the regional potencies are expected to give their contribution in financing regional empowerment. The regional potencies comprise of tourism, culture, services, commerce, and education. Among the regional potencies, PKL (sidewalk vendors) is one of the valuable informal business units for PAD (Regional Budget); the retribution is used to support the autonomic intensification of regional development in Deli Serdang District. Their contribution through retribution is big enough. It can be seen from the achievement of the target of the Deli Serdang District Administration.

There were three problems of the research: how about the legal protection for PKL as the contributors of the retribution according to Perda (Regional Regulation) No. 3/2000, whether the business license given to PKL would contribute to PAD of Deli Serdang District, and what efforts made by Deli Serdang District Administration to optimize the income from the PKL’s retribution.

The research used normative qualitative method, combined with legal empirical approach which attempted to describe and to interpret the data. The data were gathered by conducting interviews with the reliable informants who were concerned with the subject matter. The data were analyzed by using interactive model.

The result of the research showed that the sidewalk vendors did not have any legal protection although their contribution to PAD through the sectors of market and garbage retribution was 31% and was considered big enough. It is recommended that persuasive approach with door to door system to the sidewalk vendors should be carried out in order to solve the problems in maximizing their retribution so that the Regional Government’s regulations can be realized and the intended target can be achieved.

Keywords: Legal Protection, Sidewalk Vendors (PKL), contribusions, revenue (PAD)


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari usaha-usaha ekonomi, dimana usaha

ekonomi merupakan tanda-tanda adanya kehidupan. Semakin maju kebudayaan

mengakibatkan perekonomian akan semakin sulit dan rumit. Dengan demikian untuk

menjalankan suatu kegiatan usaha akan penuh dengan tantangan dan rintangan yang

datangnya dari dalam diri seseorang maupun dari luar .

Keadaan perekonomian dewasa ini mengalami kelesuan yang ditandai dengan

persaingan yang semakin tajam, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia

perdagangan mengalami kesulitan untuk mencapai tingkat penjualan yang

diharapkan. Sehingga banyak pedagang yang semakin sulit mempertahankan

kelancaran operasinya.

Era reformasi yang telah terjadi ternyata membawa hikmat positif bagi daerah

dimana selama ini dominasi pusat terhadap daerah itu begitu kuat sehingga

menimbulkan ketimpangan dibidang perekonomian antar daerah,tuntutan daerah

untuk mengarahkan sistem sentralistik kepada sistim desentralisasi menuju otonomi

daerah makin kuat.1 Sejak diberlakukannya era otonomi daerah,gema otonomi daerah

1

Admid, hhtp//www.google.co.id/Potensi Retribusi Parkir sebagai suatu Sumber PAD Kota


(16)

semakin gencar baik merupakan retorika elit politik maupun para pelaksana

pemerintahan daerah yang tidak sabar untuk melakukan kebijakan tersebut.

Prinsip otonomi daerah adalah menyelenggarakan pemerintahan dan

pembangunan secara bertahap akan lebih baik dilimpahkan kepada pemerintah

daerah. Dengan menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya,ini berarti bahwa

daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di

wilayahnya yang dituangkandalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Otonomi daerah sebagai realisasi dari sistem desentralisasi baukan semata merupakan

pemencaran wewenang atau penyerahan urusan pemerintahan namun-

juga berarti pembagian kekuasaan (divi sio n of po wer) untuk mengatur

penyelenggaraan pemerintahan Negara dalam hubungan pusat dan daerah.2

Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi

pelayanan,peningkatan peran serta,prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang

bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi

yang tumbuh dalam masyarakat.

2

Bagir Manan , Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi


(17)

Selain itu pula penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin

keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya untuk bersama-sama

meningkatkan kesejahteraan dan mencegah terjadinya kesenjangan antar daerah, dan

daerah juga harus mampu menjalin hubungan yang serasi dengan pemerintah pusat

agar terpelihara, terjaga keutuhan wilayah dan tetap tegaknya Negara Kesatuan

Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.

Salah satu ciri dari otonomi daerah adalah terletak pada kemampuan self

supportingnya pada bidang keuangan yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam

membiayai jalannya roda pemerintahan dengan kata lain selain dari Dana APBN

pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) nya.

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal

jika penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber

penerimaan yang cukup kepada daerah dimana semua sumber keuangan yang melekat

pada setiap unsur pemerintah yang diserahkan pada daerah menjadi sumber keuangan

daerah.

Pasal 157 Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2004 yang menjadi Sumber Pendapatan

Daerah berasal dari : Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-

lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah ini terdiri dari pos pajak

daerah, pos retribusi daerah, pos hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

dan pos lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.3

3


(18)

Pendapatan daerah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber

pembiyayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah dalam rangka

meningkatkkan dan memeratakan kesejaht eraan rakyat .

Wacana masyarakat luas tentang pemberdayaan daerah telah berperan besar

bagi pergeseran paradigma hubungan kekuasaan dan wewenang antara pemerintah

daerah dengan pemerintah pusat.

Pemerintah daerah harus dapat mengusahakan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

semaksimal mungkin melalui peraturan-peraturan daerah dan kebijakan daerah yang

merupakan faktor yang mendasar dalam mengendahkan dan membatasi strategi dan

arah kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah dapat dimanfaatkan secara luas,

nyata, dan bertanggungjawab.

Kabupaten Deli Serdang memiliki keterbatasan potensi Sumber Daya Alam

dan wilayah. Dalam menindaklanjuti penyelenggaraan daerah, potensi-potensi daerah

diharapkan memberi kontribusi bagi pembiayaan pemberdayaan daerah.

Potensi daerah antara lain terdiri dari sektor pariwisata, budaya, jasa,

perdagangan dan pendidikan. Salah satu sisi potensi dalam pengembangan pasar

sebagai sarana tempat berjualan para pedagang adalah Pemerintah Daerah dimana

pasar tersebut berada, karena dalam hal ini para pedagang yang menempati pasar

tertsebut memberikan kontribusi pemasukan bagi Kas Pemerintah Daerah yang

bersangkutan.

Diantara potensi-potensi daerah, Pedagang Kaki Lima merupakan salah satu

bentuk unit usaha informal yang bernilai bagi pemasukan dari sektor Pendapatan Asli


(19)

Kabupaten Deli Serdang. Kontribusi yang diberikan Pedagang Kaki Lima melalui

retribusi cukup besar, hal itu diketahui dari terpenuhinya target yang ditetapkan oleh

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang .

Usaha meningkatkan pendapatan retribusi pasar dan juga pasar sebagai tempat

para pedagang berjualan untuk menjualkan barang dagangannya dan tempat membeli

kebutuhan pokok sehari-hari yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat sekitar

maka Kabupaten Deli Serdang melalui Dinas Pasar sebagai pengelola pasar berusaha

meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap pedagang.

Retribui umumnya diartikan sebagai kutipan oleh suatu lembaga dengan

menyediakan fasilitas bagi yang dikenai retribusi tersebut. Hal ini menunjukan adanya

pengumpulan dana masyarakat secara mengikat dengan memberikan pelayanan tertentu

kepada masyarakat tersebut.

Pasal 1 butir 26 Undang-undang Nomor. 18 Tahun 1997 menyebutkan

“ Retgribusi Daerah,yang selanjutnya disebut retribusi,adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau

diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”4

Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor. 28 Tahun 2009 menyebutkan;”

Retribusi adal pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin

tertentu yang khusus disediakan/atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan

orang pribadi atau badan.

4

Undang- Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pasal 1


(20)

Pungutan retribusi mengurangi penghasilan/ kekayaan individu tetapi

sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi

kepada masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin daerah dan pembangunan

yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat baik yang membayar ataupun

yang tidak membayar retribusi.

Retribusi ini merupakan bagian dari pajak yang secara nyata dapat membiayai

kepentingan masyarakat. Pajak mempunyai tujuan untuk memasukakan uang

sebanyak-banyaknya dalam Kas Negara, dengan maksud untuk membiayai

pengeluaran- Negara,yang dikatakan bahwa dalam hal ini pajak mempunyai fungsi

budgeter.5

Dengan adanya krisis ekonomi dan moneter, maka terjadi kelumpuhan

ekonomi nasional terutama di sektor riel yang berakibat terjadinya PHK besar-besaran

dari perusahan-perusahan swasta Nasional. Hal ini berujung pada munculnya

pengangguran di kota-kota besar, termasuk Kabupaten Deli Serdang sebagai

obyek penelitian ini.

Sebagaimana di kota-kota besar lainnya, Kabupen Deli Serdang merupakan

kota perdagangan adalah wajar apabila para pengangguran melakukan kompensasi

positif dengan memilih bekerja di sektor informal.

Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran (selain yang

sudah lama bekerja di sektor ini) yaitu pedagang kaki lima.

5


(21)

Salah satu sumber pendapatan dari retribusi yang dipungut didaerah adalah

retribusi pasar yang merupakan sumber penghasilan daerah.

Yang dimaksud retribusi pasar adalah pembayaran atas penyediaan fasilitas

pasar tradisional/ sederhana yang berupa halaman/pelataran,loods dan atau kios yang

dikelola oleh pemerintah daerah dan pasar yang dibangun pihak swasta.6

Dalam pasal 3 Perda Kabupaten Deli Serdang,menentukan bahwa yang

menjadi dasar pengenaan retribusi pasar adalah setiap pemanfaatan pasar yang berupa

kios /loods yang disediakan oleh Pemerintah daerah ataupun piuhak swasta.

Besarnya retribusi pasar telah ditentukan didalam Perda Kabupaten Deli

Serdang Nomor. 3 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar. Namun dalam prakteknya

dipasar-pasar se-Kabupaten deli Serdang retribusi pasar juga dipungut pada

pedagang kaki lima tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya proses dan status

mereka,apakah sebagai pedagang yang formal ataupun informal di dalam pasar

tersebut

Proses yang dimaksud adalah seberapa besar retribusi yang harus mereka bayar

dan sampai kapan mereka diakui menjadi pedagang yang formal.

Untuk memberikan rasa kedailan yang sama bagi seluruh pedagang maka

proses ini memerlukan suatu penjelasan dan pengaturan yang konkrit untuk lebih

memberikan rasa tanggung jawab pedagang kaki lima terhadap kewajibannya -

6


(22)

membayar retribusi yang telah ditetapkan Pemerintah Daerah dan terlebih memberi

rasa aman bagi pedagang dari penggusuran yang sering terjadi dengan alas an penatan

dan penertiban pedagang.

Dari hasil pra-survei menunjukkan bahwa dari ± 5.000. ( 2.000 yang berada

dalam lingkungan pasar/ dalam pagar pasar dan ± 3.000 yang berada diluar pagar

pasar ) orang pedagang kaki lima yang tersebar di 38 ( tiga puluh delapan ) lokasi

pasar yang ada di Kabupaten Deli Serdang, ternyata tidak mempunyai bukti otentik

yang menyatakan mereka mempunyai hak permanen terhadap tempat yang mereka

tempati untuk menjajakan dagangannya.7

Salah satu hal yang harus dilihat dan dipertanyakan, apakah penentuan target

retribusi pasar selama ini sudah sesuai dengan potensi pedagang kaki lima yang ada

di Kabupaten Deli Serdang? Karena retribusi pasar merupakan salah satu

sumber pendapatan asli daerah yang potensial sehingga harus digali secara optimal

sehingga penerimaan retribusi pasar yang dipungut dari pedagang kaki lima dapat

memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah.

Disisi lain,masalah pelayanan terhadap pedagang kaki lima sangat penting

terutama berkaitan dengan penanganan penertiban tempat berjualan oleh para

petugas. Pada kenyataannya pelayanan kepada pedagang kaki lima belum memadai

7

Data jumlahpedagang Pasar Deli Serdang 2012, Bid Intensifikasi Pasar Dinas Pasar


(23)

karena tidak adanya perlindungan dan status keberadaan terhadap para pedagang

tersebut.

Mengacu pada permasalahan tersebut, maka penelitian mengenai perlindungan

hukum terhadap sektor informal, yang berkaitan dengan studi tentang pengelolaan

kelompok pedagang kaki lima dan konstribusinya terhadap penerimaan PAD di

Kabupaten Deli Serdang, penting untuk dilakukan.

Pedagang kaki lima sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk

menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenaga kerja yang

kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor

formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.

Bahkan pedagang kaki lima, secara nyata mampu memberikan pelayanan

terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian

tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Namun dalam kenyataannya ada beberapa alasan untuk menjelaskan

penelitian terhadap pedagang kaki lima ini yaitu;

1. Apakah pengutipan retribusi terhadap pedagang kaki lima sudah sesuai

dengan pemberdayaannya,

2. Kontribusi Pedagang Kaki Lima juga dapat dijadikan sumber PAD karena

dalam hal pengutipan retribusi dipersamakan dengan pedagang Formal,

3. Belum adanya piranti hukum yang dengan tegas dapat melindungi keberadaan


(24)

4. Tidak ada perangkat hukum yang dapat memberikan jaminan kepastian

terhadap keberadaan pedagang kaki lima tersebut,

5. Belum ada upaya-upaya yang sistematis/ keamanan dari Pemkab Deli

Serdang untuk memberdayakan pedagang kaki lima.

Rumusan Masalah.

Beranjak dari indentifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima sebagai pembayar retribusi sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 2000 oleh Pemerintah Kabupaten Deli

Serdang?.

2) Apakah pemberian izin usaha tempat berjualan bagi Pedagang Kaki Lima ( PKL) memberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli daerah di Kabupaten Deli

Serdang ?

3) Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi Pasar dari Pedagang Kaki Lima?


(25)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui sejauhmana perlindungan hukum terhadap Pedagang Kaki Lima dalam kaitannya dengan kontribusi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kabupaten Deli Serdang .

2) Untuk mengetahui pemberian izin usaha tempat berjualan bagi pedagang kaki lima ( PKL) sebagai pemberi kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah di

Kabupaten Deli Serdang.

3) Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan retribusi Pasar terhadap PKL oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang.

C. Keaslian Penulisan

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang

sama, maka sebelumnya peneliti telah melakukan penelusuran di perpustakaan

Universitas Sumatra Utara, dan Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum USU dan hasil penelusuran belum menemukan judul penelitian /

tesis yang memiliki kemiripan judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian

ini yang mengangkat judul” Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima dan

Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang: Studi atas


(26)

dalam judul maupun permasalahan yang sama.Peneliti lain pernah membahas

masalah Retribusi Daerah yang dilakukan oleh saudara T.Nasrul dengan judul

Analisa Mengenai Pengaturan Pendaftaran Perusahaan dan Kaitannya dengan

Retribusi Daerah(studi Pelaksanaan di Kota Medan) dan saudara Sarah Louis dengan

judul Pengaturan Investasi Di Kabupaten Deli Serdang Dalam Meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian,judul dan permasalahan didalam

penelitian ini dapat dinyatakan masih baru, keaslinya dapat dipertanggung jawabkan

secara keilmuan akademis dan jauh dari unsur plagiat terhadap karya tulis pihak lain.

D. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Sebelum peneliti mengetahui kegunaan kerangka teori maka peneliti perlu

mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori merupakan generalisasi yang

dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan

fakta yang luas.8

Menurut Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto’teori diartikan sebagai

ungkapan mengenai hubungan causal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam

bidang tertentu,sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berfikir (frame of

8

Soejono Soekamto,Pengantar Penelitian Hukum,Universitas Indonesia Press,Jakarta,1986,hal 126.


(27)

thingking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul didalam

bidang tertentu.9

Dari beberapa pengertian teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa maksud

kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan, dokumen dan

pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai

kelanjutan dari teori yang bersangkutan,sehingga teori penelitian dapat- digunakan

untuk proses penyusunan ataupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya

gejala yang timbul.

Kajian tentang penyelenggaraan Pemerintah Daerah akan selalu terkait

dengan negara.Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki

kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.10

Menurut Aristoteles, negara pada hakekatnya adalah sebuah asosiasi,yaitu

suatu perkumpulan dari kelompok orang yang mengorganisir diri mereka untuk

tujuan tertentu yang hendak dicapai.11

Menurut Supomo, dengan berpijak pada teori integralistik yang diajarkan

Spinoza,Hegel (pada abad 18 dan 19), negara ialah tidak untuk menjamin

kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat

seluruhnya sebagai persatuan.

9

Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto,Teori dan Strategi Pembangunan

Nasional,Haji Mas Agung,Jakarta,1998,hal 12.

10

Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2008, hal 17.

11

Bhenyamin Hoessein,Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Menurut

Konsepsi Otonomi Daerah Hasil Amandemen 1945, disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya

Pembangunan Hukum Nasional VIII, diselenggarakan oleh BPHN Depkumham, Bali,14-18 Juli 2003, hal 1


(28)

Negara adalah suatu susunan masyarakat yang integral,segala

golongan,bagian,dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya dan

merupakan persatuan masyarakat yang organis.12

Negara kita mempunyai tujuan untuk mencapai masyarakat Pancasila yaitu

masyarakat adil makmur material dan spiritual, masyarakat yang bahagia lahir dan

batin berdasarkan Pancasila yang cirri-cirinya antara lain; cukup sandang dan pangan,

cukup perumahan, kesehatan terjamin, pendidikan terjamin, hari tua terjamin, tidak

ada kemiskinan.13

Didalam Pembukaan UUD 45 tercantum bahwa tujuan Negara Indonesi

adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

ikut melaksanakan ketertipan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

kaedilan sosial.14 Untuk mencapai semua tujuan tersebut maka diperlukan suatu

perlindungan hukum, perlindungan hukum adalah tempat berlindung, hal (perbuatan

dan sebagainya) untuk memperlindungi.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 ; perlindungan adalah segala

upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan

12

Marsilam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik, Jakarta, Grafiti,1997, hal 85. 13

Sunoto, Mengenal Filsapat Pancasila,Hanindita,Yogyakarta, cetakan ke 3 ,1985, hal 8. 14


(29)

oleh pihak keluarga, advokat,lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau

pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.15

Sedangkan perlindungan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2

Tahun 2002 adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat

keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban

dan snksi,dari ancaman,gangguan,terror,kekerasan dari pihak manapun,yang

diberikan pada tahap penyidikan,penyelidikan,penuntutan,dan atau pemeriksaan

disidang pengadilan.16

Munurut Mochtar Kusumaatmadja, pengertian hukum yang memadai harus

tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas

yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,tapi harus pula- mencakup

lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujutkan hukum itu dalam

kenyataan.17

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat tertulis

maupun tidak,dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari

suatu fungsi hukum yaitu konsef dimana hukum dapat memberikan suatu

keadilan,ketertiban,kepastian,kemanfaatan dan kedamaian.

15

Undang –undang Nomor 23 Tahun 2004.

16

Peraturan Pemerintah Nomor. 2 Tahun 2002

17


(30)

Pentingnya stabilitas keamanan dan keadilan serta didukung oleh peraturan

hukum yang baik merupakan faktor penentu dalam perlindungan para pedagang kaki

lima.

John Rawls mengatakan perinsif paling mendasar dari keadilan adalah bahwa

setiap orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar, karena

itu supaya keadilan dapat tercapai maka struktur konstitusi politik,

ekonomi dan peraturan mengenai hak milik haruslah sama bagi setiap orang. Bahwa

perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar memberikan mamfaat yang paling

besar bagi mereka yang kurang beruntung. Mereka yang kurang mampu mempunyai

peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan pendapatan, otoritas dan mereka

inilah yang harus diberi perlindungan husus. Situasi ketidaksamaan harus diberikan

aturan yang sedemikian rupa sehingga jelas.18

John Rawls menekankan bahwa keadilan yang berdimensi kerakyatan

haruslah memperhatikan prinsip keadilan.

Setiap pribadi memiliki hak yang setara terhadap sistem total yang paling luas

bagi kebebasan-kebebasan dasar yang mirip dengan kebebasan serupa bagi

semuanya.

Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi disusun sedemikian rupa agar mereka

dapat;

a. memberi keuntungan terbesar bagi pihak yang kurang beruntung,sesuai

prinsip penghematan yang adil, dan

18


(31)

b. dilekatkan pada jawatan dan jabatan pemerintahan yang terbuka bagi semua

orang berdasarkan kondisi kesetaraan yang adil terhadap kesempatan. 19

Menurut Rawls; Prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar masyarakat merupakan

tujuan dari kesepakatan, subyek utama dari prinsip keadilan social adalah struktur

dasar masyarakat,tatanan institusi-institusi social utama dalam satu skema

kerjasama.20

Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan secara khusus pada

ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum normatif yang berupaya guna

menganalisis secara hukum terhadap perlindungan hukum bagi pedagang kaki lima.

Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan

mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya

serta berupaya untuk mengembangkannya.

Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang

dimiliki oleh pedagang itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah langkah

lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan

ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan

(input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan

membuat masyarakat menjadi makin berdaya.21

19

John Rawls,Teori Keadilan( terjemahan A Thery of Justice),Pustaka Pelajar;Yogyakarta,2006.hal 12

20 Ibid 21


(32)

Pemberian kontribusi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberian

kontribusi sektor informal, khususnya kelompok pedagang kaki lima sebagai bagian dari

masyarakat yang membutuhkan penanganan/ pengelolaan tersendiri dari pihak

pemerintah yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya yang

mereka miliki yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan pendapatan/profit

usaha sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan pendapatan

daerah dari sektor retribusi daerah.

Dieter-Evers yang dikutip Rachbini dan Hamid, menggambarkan sektor

informal sebagai sebuah bentuk ekonomi bayangan dalam negara. Ekonomi bayangan

digambarkan sebagai kegiatan ekonomi yang tidak mengikuti aturan- aturan yang

dikeluarkan oleh pemerintah. 22

Kegiatan ekonomi bayangan merupakan bentuk kegiatan ekonomi yang

bergerak dalam unit-unit kecil sehingga bisa dipandang efisien dalam

memberikan pelayanan.Dilihat dari sisi-sifat produksinya, kegiatan ini bersifat

subsistem yang bernilai ekonomis dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

khususnya bagi masyarakat yang ada dilingkungan sektor informal.

Sektor informal, adalah suatu bidang kegiatan ekonomi yang untuk

memasukinya tidak selalu memerlukan pendidikan formal dan keterampilan yang

tinggi, dan memerlukan surat-surat izin serta modal yang besar untuk memproduksi

22

Fransiska Romana Korompis,Pemberdayaan sektor informal di Manado,Tesis Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, 2005.


(33)

barang dan jasa.23 Sektor informal berfungsi sebagai penyedia barang dan jasa terutama

bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah yang tinggal dikota-kota.

Pelaku sektor ini pada umumnya berasal dari desa-desa dengan tingkat pendidikan dan

keterampilan rendah serta sumber-sumber terbatas.

Suatu kegiatan sektor informal pada dasarnya harus memiliki suatu lokasi

yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan (profit) yang lebih banyak dari tempat

lain dan untuk mencapai keuntungan yang maksimal, suatu kegiatan harus seefisien

mungkin.

Indonesia mempunyai kesepakatan tentang 11 ciri pokok sector informal

sebagai berikut;

1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia disektor formal.

2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.Pada pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.

3. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima.

4. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-sektor. 5. Teknologi yang digunakan bersifat primitif.

6. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.

7. Dalam menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperoleh cukup dari pengalaman sambil bekerja.

8. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan keturunan dan kalau mengerjakan buruh berasal dari keluarga.

9. Sumber dana modal usaha yang umumnya berasal dari tabungan sendiri atau lembaga keuangan yang tidak resmi.

10. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat desa-kota berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga yang berpenghasilan menengah.

23

Agustinus Hutajulu ,1985, dalam Fransiska Romana Korompis,Pemberdayaan sektor


(34)

11. Secara umum, pedagang dapat diartikan sebagai penyalur barang dan jasa-jasa perkotaan.

Menurut Breman, pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh

masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal yang

terbatas.24 Pedagang kecil ini termasuk dalam sektor informal, di mana merupakan

pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak

terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas

tertentu.

Dari pengertian/ batasan tentang pedagang kaki lima sebagaimana

dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa pedagang kaki lima merupakan bagian

dari kelompok usaha kecil yang bergerak di sektor informal. Secara khusus, pedagang

kaki lima dapat diartikan sebagai distribusi barang dan jasa yang belum memiliki ijin

usaha dan biasanya berpindah-pindah.

Istilah pedagang kaki lima biasanya untuk menunjukkan sejumlah kegiatan

ekonomi yang berskala kecil, dan bukan merupakan “perusahaan” berskala kecil karena:

1. Mereka yang terlibat dalam sektor informal ini pada umumnya miskin, berpendidikan rendah (kebanyakan para migran).

2. Cakrawala mereka nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri.

3. Pedagang kaki lima di kota terutama harus dipandang sebagai unit-unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang- 4. yang masih dalam suatu proses evaluasi daripada dianggap sebagai

perusahaan yang berskala kecil dengan memasukan modal pengolahan yang besar.

24


(35)

Kaitannya dengan pemberdayaan sektor informal, khususnya pedagang

kaki lima, maka hal penting yang perlu diberdayakan adalah faktor pengelolaan

sumber daya yang dimiliki oleh kelompok pedagang kaki lima itu sendiri untuk

mendorong peningkatan pendapatan/keuntungan (profitabilitas) usaha mereka.

2. Kerangka Konsep

Konsepsi adalah salah satu bagian penting dari sebuah teori,peranan konsep

dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi,antara

abstrak dan realita.25 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,yang disebut dengan defenisi

operasional.26

Dalam penelitian ini, penulis meggunakan beberapa istilah sebagai landasan

konsepsional untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman mengenai defenisi atau

pengertian serta istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan rang pribadi atau badan”.27

25

Mariam Darus Badrulzaman.didalam Kiki Puspita Maya Sari,Mencari Sistem Hukum

Benda Nasional,Bandung,Alumni,1983, hal 19.

26

Masri Singarimbun dkk,metode Penelitian Survei, LP3ES,Jakarta,1989,hal 34 27

Undang- Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,pasal 1 butir 26.


(36)

b. PAD adalah pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi

daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengolahan kekayan daerah lainnya

yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Jenis-jenis pajak daerah dan retribusi

daerah disesuaikan dengan kewenangan yang diserahkan kepada daerah provinsi dan

daerah kabupaten/kota dan dipungut berdasarkan Peraturan Daerah.

c. Retribusi Pasar adalah pembayaran atas penyediaan fasilitas pasar tradisional/

sederhana yang berupa halaman/ pelataran,loods dan atau kios yang dikelola

oleh pemerintah daerah dan pasar-pasr yang dibangun oleh pihak swasta.28

d. Retribusi Pedagang kaki lima adalah pungutan daerah sebagai pembayaran

atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khu su s d iber ik a n o le h

Pe mer int a h D aera h u nt uk kepe nt inga n Pe d aga ng Ka k i lima .

e. Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli barang-barang

maupun jasa yang disediakan oleh pemerintah.29

f. Pedagang Kaki Lima adalah setiap orang atau badan yang berusaha atau

berdagang di terotoar,badan jalan,halaman /pelataran atau tempat lain yang

bukan peruntukannya.

g. Sektor informal adalah unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan

mendistribusikan barang dan jasa tanpa melalui izin operasional Pedagang

Kaki Lima dengan tujuan utama untuk menciptakan kesempatan kerja dan

penghasilan kepada dirinya sendiri dengan tidak memiliki tempat berjualan

yang menetap.

28

Perda Kab.Deliserdang Nomor 3 Tahun 2000 pasal 1 butir O

29


(37)

h. Pemberdayaan adalah segala upaya Pemerintah Daerah dalam melindungi

pasar tradisional,usaha mikro,kecil,menengah,dan koprasi agar tetap eksis dan

mampu berkembang menjadi suatu usaha yang lebih berkwalitas baik

dari segi aspek manajemen dan fisik/tempat agar dapat bersaing dengan pasar

modern.

i. Halaman atau pelataran pasar adalah bagian dari pasar yang belum didirikan

bangunan dan berfungsi sebagai salah satu fasilitas pelayanan pasar.

j. Kepastian hukum adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara

pasti karena mengatur secara jelas dan logis,dan tidak menimbulkan

keragu-raguan.

k. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek

hukum dalam bentuk perangkat hokum baik yang bersifat tertulis maupun tidak

tertulis.

l. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau

peraturan pemerintah untuk dalam kegiatan tertentu menyimpang dari

ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan, izin dapat juga

diartikan sebagai dispense atau pembebasan dari suatu laranngan.30

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 menyebutkan yang dimaksud

dengan lain-lain penerimaan yang sah antara lain : hibah dana darurat, dan penerimaan

lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

30

. Adrian Sutedi,SH.,M.H.Hukum Perizinan dalam sektor Pelayanaan Publik,Sinar Grafika,Jakarta,hal 167.


(38)

Dana Darurat diberikan jika daerah mempunyai keperluan yang mendesak dari

APBN. Keperluan mendesak yakni terjadinya keadaan yang sangat luar biasa dan

tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan APBD, seperti bencana alam, atau

keadaanlain yang dinyatakan pemerintah pusat sebagai bencana Nasional.

E. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang

menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.31Sedangkan

penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,sistematika

dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa

gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.32

Pelaksanaan penelitian adalah suatu suatu rangkaian kegiatan yang didalamnya

merupakan proses sejak dari pengumpulan data,analisis data sehingga dapat ditarik

suatu kesimpulan. Metode Penelitian ini menjelaskan sifat penelitian, jenis penelitian,

bahan penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.

31

Soerjono Soekanto,Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta;Indonesia Hillco,1990, hal 106.

32


(39)

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dari perumusan masalah penelitian ini dapat diketahui bahwa penelitian ini

didahului oleh inventarisasi data skunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan

hukum skunder dan bahan hukum tersier sehingga penelitian ini menggunakan

metode kualitatif yang bersifat normatif. Dalam rumusan masalah selanjutnya

penelitian ini akan melakukan pengamatan sehingga penelitian ini memerlukan data

primer berupa wawancara langsung.

Sebagai penelitian yang bersifat empiris maka penelitian ini menelaah

implementasinya dengan membandingkan hukum tertulis yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku apakah telah sesuai atau tidak sesuai

dengan ketentuan hukum normatif yang meliputi perbuatan yang seharusnya

dipatuhi,baik bersifat perintah ataupun larangan.33

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian

kepustakaan untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran

konsep dari peneliti terdahulu yang objeknya berhubungan dan telah ditelaah dalam

penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,buku,karya

ilmiah,makalah dan karya tulis lainnya.34

33

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung;PT.Citra Aditya Bakti,2004, hal 7.

34


(40)

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi :

1) Bahan Hukum primer,yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan 33

Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah,Perda Kab. Deli Serdang Nomor 3 Tahun

2000 tentang Retribusi Pasar.

2) Bahan Hukum Sekunder,yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer,seperti hasil-hasil seminar, atau pertemuan ilmiah lainnya

dokumen pribadi ataupun pendapat dari para kalangan yang relevan dengan

objek penelitian ini.

3) Bahan hukum tersier, yaitu terdiri dari bahan hukum penunjang yang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

skunder,seperti kamus umum,

4) Majalah dan karya ilmiah, artikel bebas dari internet, surat kabar,internet dan

lainnya sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan penelitian dan

mencatatnya,baik berupa kutipan langsung,ikhtisar maupun analisis.

b. Studi lapangan

- Wawancara (interview) yang akan dilaksanakan dengan pejabat pada Instansi yang berkaitan dengan objek yang diteliti ( Dinas Pasar ,Staf

Dinas Perindag,Staf BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang).


(41)

- Dengan memberikan daftar questioner/angket untuk disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya( ketentuan dari Perda No. 3 Tahun 2000 ).

4. Analisa Data

Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa Normatif

-kwalitatif, yaitu pencarian fakta interprestasi yang tepat yang digunakan untuk

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam

masyarakat, serta hubungan kegiatan, sikap, pandangan dan proses yang sedang

berlangsung,juga pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.35

Setelah data dan informasi diperoleh dalam proses penelitian selanjutnya dilakukan

pengolahan data dan dalam teknik ini ada tiga komponen data yang digunakan yaitu;

reduksi data,sajian data dan penarikan kesimpulan.

35


(42)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBAYAR RETIBUSI BERDASARKAN PERDA No. 3 TAHUN 2000

A. Pengertian Pasar dan Pedagang Kaki Lima

Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja,akan tetapi

harus berdasarkan kepentingan jangka panjang.36 Pemberdayaan masyarakat adalah

sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.

Menurut Sumodiningrat, bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya

untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka

miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang

saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang

menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.37

Apabila kita berbicara tentang masalah pedagang ,maka kita langsung teringat

kepada jual beli khususnya,dan pada ekonomi umumnya,karena setiap kali kita pergi

berbelanja kepasar berjumpa dengan pedagang,sebab para pedagang ini adalah orang

yang berjualan di pasar.

Pasar adalah tempat bertemunya orang/ penjual dan pembeli barang-barang maupun

jasa- jasa dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat

perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun

sebutan lainnya yang disediakan oleh Pemerintah Daerah maupun s. Dalam

36

“Memoles Hukum Mengundang Investasi”,Harian Medan Bisnis,Sabtu 5 Juni 2004, hal 8

37


(43)

kehidupan sehari-hari, kita mengenal ada 2 (dua) jenis pasar yaitu pasar tradisional

dan pasar modern. 38

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,

pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik

Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios,

losd, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya

masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses

jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.39

Sementara itu, pasar modern yang saat ini mulai banyak bermunculan di

berbagai daerah yang identik dengan hypermarket adalah sarana/ tempat usaha untuk

melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan

sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir, yang di

dalamnya terdiri dari pasar swalayan dan toko serba ada yang menyatu dalam satu

bangunan, pengelolaannya dilakukan secara tunggal yang luas lantai usahanya lebih

dari 4.000 m2 dan paling besar (maksimal) 8.000 m2. Hypermarket disebut juga

dengan nama pasar serba ada.

Pasar secara fisik sebagai tempat pemusatan beberapa pedagang tetap dan

tidak tetap yang terdapat pada suatu ruangan terbuka dan tertutup ataupun suatu

bagian badan jalan. Selanjutnya pengelompokan para pedagang eceran tersebut

38

Sumber data Kabid Intensifikasi Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang. 39

Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M-DAG/PER/12/2008.


(44)

menempati bangunan dengan kondisi bangunan bersifat temporer , semi permanen

dan permanen.

Menurut jenisnya pasar dapat dibedakan menjadi pasar umum, pasar mambo /

kaget dan pasar khusus. Pasar umum menjual barang- barang kebutuhan penduduk

baik primer , sekunder, tertier serta barang- barang khusus dan jasa- jasa lainnya.

Pasar kaget / mambo merupakan pasar sore atau malam yang biasanya menjual

makanan dan minuman.40

Pasar khusus ditentukan dari jenis barang yang diperdagangkan seperti pasar

bunga, buah onderdil dan lain lain. Kegiatan pasar merupakan kegiatan perekonomian

tradisional yang mempunyai ciri khas adanya sifat tawar menawar antar penjual dan

pembeli. Karena sifatnya untuk melayani kebutuhan produk sehari hari, maka

lokasinya cendrung mendekati atau berada didaerah pemukiman penduduk sehingga

sering muncul pedagang-pedagang yang sebelumnya tidak mempunyai tempat ikut

berjualan dipinggiran pasar tersebut yang disebut dengan pedagang kaki lima.

Perda Nomor.3 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar tidak dapat dijumpai

pengertian dari pada pedagang,namun bagi kita pengertian pedagang ini bukanlah

suatu hal yang beru karena didalam perkataan sehari-hari ataupun secara umum selalu

kita artikan sebagai orang yang berjualan.

W.J.S Poerwadarminta didalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,memberi

pengertian tentang pedagang yaitu ; Orang yang berjualan.41

40

Sumber data ;Kabid Intensifikasi Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang. 41

.W.J.S.Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,PN.Balai Pustaka,Jakarta 2009,hal .721.


(45)

Dari pengertian yang diberikan ini maka dapat diartikan bahwa setiap orang

yang pekerjaannya berjualan, baik ia berjualan bahan –bahan kebutuhan pokok

sehari-hari maupun kebutuhan tambahan.

Pedagang Kaki Lima adalah setiap orang atau badan yang berusaha atau

berdagang di terotoar, badan jalan, halaman /pelataran atau tempat lain yang bukan

peruntukannya. Pedagang kaki lima sering juga disebut pedagang liar atau pedagang

eceran yaitu pedagang yang berjualan dipinggir-pinggir jalan,emperan-emperan toko,

di halaman bangunan pasar,lapangan-lapangan terbuka dan tempat-tempat lain yang

sifatnya sementara,dan belum mendapatkan izin resmi dari pemerintah.

Dipasar Kabupaten Deli Serdang ada 2 (dua) kategori pedagang kaki lima

yaitu ;

a. Pedagang kaki lima yang berjualan halaman dan pelataran didalam lokasi

pasar (didalam pagar pasar),

b. Pedagang kaki lima yang berjualan di badan jalan ataupun trotoar (diluar

pagar pasar).

Dikota-kota besar keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan

fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil.

Akhir-akhir ini fenomena penggusuran terhadap Pedagang Kaki Lima marak

terjadi.Para PKL digusur oleh aparat pemerintah seolah-olah mereka tidak memiliki

hak asasi manusia dalam bidang ekonomi,sosial dan budaya.42

42


(46)

PKL ini merupakan suatu kegiatan perekonomian rakyat kecil yang mana

mereka berdagang hannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari saja.

PKL ini timbul dari adanya suatu kondisi pembangunan perekonomian dan

pendidikan yang tidak merata diseluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, dan

juga akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak

memiliki kemampuan dalam berproduksi.

Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki tanggung jawab dalam

melaksanakan pembangunan dalam bidang pendidikan, perekonomian dan

penyediaan lapangan pekerjaan sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, seperti :

Dibidang Pendidikan;

a. Pasal 31 UUD 45

1. Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.

2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidkan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akal m ulia dalam rangka m encerdaskan kehidupan bangsa yang diat ur dengan undang-undang.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.43

2011/07/04

43


(47)

b. Dibidang perekonomian

Pasal 33 UUD 45

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai

hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara,

(3) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi

ekonomi dengan prinsif kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi Nasional.44

c. Dibidang pekerjaan

Pasal 27 ayat (2) UUD 45 :

” Tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan”.

Pasal 34 UUD 45

(1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara,

(2) Negara mengembangkan system jaminan social bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampusesuai dengan

penyediaan pasilitas pelayanan umum yang layak.

(3) Negara bertanggung jawab atas fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak.45

44

Ibid, pasal 33 45


(48)

Dengan adanya pengaturan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam

UUD 45, hal ini menunjukan bahwa Negara kita adalah Negara hukum. Segala hal

yang berkaitan dengan kewenangan, tanggung jawab,kewajiban dan hak serta sanksi

semuanya diatur oleh hukum.

Namun dalam praktek dan kenyataannya ketentuan-ketentuan diatas hanya

didalam kertas saja. Ketentuan yang mengatur mengenai tanggung jawabpemerintah

dalam bidang pendidikan, perekonomian, dan penyediaan lapangan pekerjaan belum

pernah terealisasi secara sempurna.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya rakyat miskin di Indonesia.Jadi sangat

wajar jika pedagang kaki lima ini merupakan imbas dari semakin banyaknya rakyat

miskin tersebut.

Mereka berdagang hanya karena tidak ada pilihan lain,mereka kebanyakan

tidak memiliki kemampuan pendidikan yang memadai,tingkat pendapatan ekonomi

yang baik dan tidak adanya lapangan pekerjaan yang tersedia buat mereka.Sehingga

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan keluarga ia harus

berdagang di kaki lima. Mereka memilih kaki lima karena pekerjaan ini sesuai

dengan kemampuan mereka, dimana modalnya tidak terlalu besar, tidak

membutuhkan pendidikan yang tinggi dan sangat mudah mengerjakannya.

Indonesia belum ada Undang-undang husus yang mengatur pedagang kaki

lima, padahal masalah pedagang kaki lima ini sudah merupakan permasalahan yang


(49)

Indonesia pasti ada pedagang kaki limanya. Pengaturan pedagang kaki lima hanya

terdapat dalam peraturan daerah (Perda), yang mana Perda ini hanya mengatur

tentang pelarangan berdagang bagi Pedagang Kaki Lima di daerah-daerah yang sudah

ditentukan, namun mengenai hak-haknya tidak diatur.

Pemerintah dalam pengelolaan pasar, telah menerbitkan pengaturan tentang

pasar tradisional dan pasar modern, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No.112 Tahun

2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan

Toko Modern pada 27 Desember 2007.

Perpres tersebut menerbitkan regulasi tentang peraturan pasar tradisional dan

modern dengan substansi masalah, antara lain mengenai :

a.Masalah Perizinan Pasar Tradisional dan Modern,

b. Masalah Penataan Pasar Tradisional dan Modern,

c. Masalah Pembinaan Dan Pengawasan, serta

d. Masalah Sanksi.

Sementara itu, Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 53/MDAG/

PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat

Perbelanjaan dan Toko Modern, merupakan aplikasi dari perpres No.112 Tahun 2007

sehingga substansinya tidak ada yang berbeda.

Berdasarkan keempat substansi dari peraturan tersebut, Kabupaten (tiga puluh

delapan)


(50)

-1. Pancur Batu memiliki 200 pedagang informal (didalam dan luar pagar pasar).

2. Pasar Deli Tua memiliki 850 pedagang informal (didalam dan diluar pagar) 3. Pasar Tanjung Morawa memiliki 305 pedagang informal (didalam dan

diluar pagar)

4. Pasar Lubuk Pakam memiliki 420 pedagang informal (didalam dan diluar pagar)

5. Pasar Galang memiliki 150 pedagang informal (didalam dan diluar pagar) 6. Pasar Pertumbukan memiliki 100 pedagang informal (didalam dan diluar

pagar)

7. Pasar Mandala memiliki 202 pedagang informal (didalam dan diluar pagar) 8. Pasar Cemara memiliki 100 pedagang informal (didalam dan diluar pagar) 9. Pasar Kelumpang memiliki 24 pedagang informal (didalam dan diluar

pagar)

10. Pasar Pantai labu memiliki 14 pedagang informal (didalam dan diluar pagar)

11. Pasar Tembung memiliki 82 pedagang informal (didalam dan diluar pagar) 12. Pasar Batang Kuis 100 pedagang informal (didalam dan diluar pagar) 13. Pasar Gambir 104 pedagang informal (didalam dan diluar pagar)

14. Pasar Baru Bandar Kelipah 60 pedagang informal (didalam dan diluar pagar)

15. Pasar Medan Estate memiliki 100 pedagang informal (didalam dan diluar pagar)

-

1. Pasar Bangun Purba memiliki 85 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

2. Pasar Negara memiliki 15 pedagang informal (didalam dan diluar pagar), 3. Pasar Sukaraya memiliki 60 pedagang informal (didalam dan diluar

pagar),

4. Pasar Tandem Hilir memiliki 25 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

5. Pasar Hamparan Perak memiliki 53 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

6. Pasar Sibolangit memiliki 105 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

7. Pasar Namorambe memiliki 100 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

8. Pasar Kebun Kelapa memiliki 120 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

9. Pasar Talun Kenas memiliki 86 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),


(51)

10. Pasar Bandar Baru memiliki 150 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

11. Pasar Sibiru-biru memiliki 65 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

12. Pasar Cinta Rakyat memiliki 55 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

13. Pasar Gunung Meriah memiliki 53 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

14. Pasar Tiga Juhar memiliki 110 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

15. Pasar Pancur Batu memiliki 220 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

16. Pasar Kutalimbaru memiliki 71 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

17. Pasar Paluh Kurao memiliki 52 pedagang informal (didalam dan diluar pagar),

18. Pasar Paku memiliki 15 pedagang informal (didalam dan diluar pagar), 19. Pasar Sibaganding memiliki 12 pedagang informal (didalam dan diluar

pagar),

20. Pasar Talapeta memiliki 41 pedagang informal (didalam dan diluar pagar), 21. Pasar Penen memiliki 60 pedagang informal (didalam dan diluar pagar), 22. Pasar Titi Payung memiliki 35 pedagang informal (didalam dan diluar

pagar),

23. Pasar Cinta Dame memiliki 85 pedagang informal (didalam dan diluar pagar).

Jumlah total pasar yang ada dibawah pengawasan Dinas Pasar di Deli Serdang

yakni ada sebanyak 38 (tiga puluh delapan) pasar yang tersebar di

Kecamatan-kecamatan, dari 38 pasar ini masing-masing mempunyai pedagang kaki lima dan

jumlah pedagang kaki limanya sangat bervariasi,variasi jumlah pedagang kaki lima

disebabkan karena; keadaan sosial ekonomi masyarakat sekitar pasar, sarana dan

praserana pasar dan hari-hari pasar tersebut. Variasi jumlah pedagang kaki lima ini


(52)

Table 1:Jumlah Pedagang kaki lima yang berjualan pada pasar.

No Pasar Harian Mingguan Jlh PKL

1 Deli Tua √ 850

2 Galang √ 150

3 Klumpang √ 24

4 Karang Anyar √ 60

5 Lubuk Pakam √ 420

6 Pantai Labu √ 15

7 Petumbukan √ 150

8 Tanjung Morawa √ 305

9 Pancur Batu √ 200

10 Mandala √ 202

11 Cemara √ 100

12 Gambir √ 104

13 Pasar Baru √ 60

14 Batang Kuis √ 100

15 Medan Estate √ 100

16 Bangun Purba √ 85

17 Negara √ 15

18 Sukaraya √ 60

19 Tandem Hilir √ 25

20 Hamparan Perak √ 53

21 Sibolangit √ 105

22 Namorambe √ 100

23 Kebun Kelapa √ 100

24 Talun Kenas √ 86

25 Bandar Baru √ 150

26 Sibiru-biru √ 65

27 Cinta Rakyat √ 55

28 Gunung Meriah √ 55

29 Tiga Juhar √ 110

30 Mggn Pancur Batu √ 220

31 Kutalimbaru √ 71

32 Paluh Kurao √ 52

33 Desa Paku √ 15

34 Sibaganding √ 11

35 Talapeta √ 41

36 Penen √ 60

37 Titi Payung √ 35

38 Cinta Dame √ 85


(53)

Jumlah masing-masing pedagang dari masing-masing pasar sangat

bervariasi,dan dapat dilihat secara global per waktu berjualannya,misalnya pada pasar

harian yang artinya setiap hari pasar tersebut buka sehingga pedagangnya setiap hari

berjualan dan pasar mingguan dimana pasar tersebut hanya dibuka seminggu sekali

yang harinya telah ditentukan hari apa. variasi jumlah ini dapat dilihat dalam table 2

berikut ini;

Table 2.Data jumlah pedagang di Pasar Kab.Deli Serdang.

No Pasar Formal Informal (dipagar pasar)

Informal (diluar pagar pasar)

Jumlah

1 Harian 1.895 989 3000 2.884

2 Mingguan 1.243 335 1500 1.578

Jumlah 3.138 1.324 4500 4.462 tahun 2012.

Dari table 2 dapat dilihat data jumlah pedagang pasar di Kabupaten Deli

Serdang yang berjumlah 38 pasar ditemukan pedagang harian dan mingguan yang

berjumlah sekitar 4.500 dari jumlah tersebut masuk PAD dan diluar itu masih ada

pedagang kaki lima yang lebih kurang berkisar 4.500 dengan rincian pasar harian

1500 pedagang, pasar mingguan 3000 pedagang. Pedagang kaki lima yang berada

diluar pagar tidak menunjukkan angka yang stabil karena ada yang membayar

bulanan dan ada yang harian.

Jumlah pedagang kaki lima ini pada saat-saat tertentu misalnya pada bulan


(1)

7. Pemerintah harus konsisten,konsekuen,tegas dan bijak dalam mengimflementasikan kebijakan atau peraturan yang sudah dibuat dan disepakati bersama dengan pedagang kaki lima.

8. Mendata pedagang kaki lima untuk mengetahui batas optimal dari pedagang kaki lima tersebut yang masih mampu memberikan kontribusi positif bagi Pendapatan Asli Daerah Kaupaten Deli Serdang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali Ahmad,Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, Ghalia Indonesia ,Jakarta,2002.

Adrian Sutedi,SH.,M.H.Hukum Perizinan dalam sektor Pelayanaan Publik,Sinar Grafika,Jakarta

Agustinus Hutajulu ,1985, dalam Fransiska Romana Korompis,Pemberdayaan

sektor informal di Manado,Tesis Pascasarjana Universitas Sam

Ratulangi, 2005.

Breeman Jan,dalam Susanto Teguh,Pengantar Ilmu Komunikasi dan Jurnalistik,Jakarta,1988.

Badrulzaman Darus Mariam didalam Kiki Puspita Maya Sari,Mencari Sistem

Hukum Benda Nasional Alumni,Bandung,1983.

Bintaro Tjokromijoyo dan Mustofa Adidjoto,Teori dan Strategi Pembangunan Nasional,Haji Mas Agung,Jakarta,1998.

Bhenyamin Hoessein,Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Menurut Konsepsi Otonomi Daerah Hasil Amandemen 1945,

disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, diselenggarakan oleh BPHN Depkumham, Bali,14-18 Juli 2003.

Chambers, dalam Kartasasmita, Pembangunan Untuk Rakyat, Pustaka CIDESINDO,1996.

Effendy Windia Indri,Perampasan Aset Milik Pelaku Tindak PidanaKorupsi dalam Perspektif Rezim Civil Forfiture.Tesis Fasca Ilmu Hukum USU,2001.

Friedman, Empowerment Progresin Human,1992. Hidayat, 1987


(3)

Hoessien Bhenyamin, Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Menurut Konsepsi Otonomi Daerah Hasil Amandemen

1945,disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII,diselenggarakan oleh BPHN Depkumham,Bali,2003. John Rawls,Teori Keadilan( terjemahan A Thery of Justice),Pustaka

Pelajar;Yogyakarta,2006.hal 12

Kartasasmita, Arah Pembangunan dan Ekonomi dalam Pelita VI,1996

Muhammad Abdulkadir,.Hukum dan Penelitian Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Miriam Budiardjio,Dasar-Dasar Ilmu Politik,Gramedia,Jakarta,2008.

Manan Bangir,Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas

Desentralisasi Menurut UUD 1945,Disertasi,Bandung,1990.

Nasution Bismar,Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan

Ekonomi,Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam

Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara,Medan,2004.

Notoadmodjo,Manajemen Publik,Jakarta,1992.

Soemitro Rochmat,Pengantar Singkat Hukum Pajak, Bandung;PT.Eresco,1992. Soekamto Sarjono, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum

Empiris,Hillco,Jakarta,1990.

_______________ , Pengantar Penelitian Hukum,Universitas Indonesia Press,Jakarta,1986.

Swasono, Membangun Ekonomi Nasional,1987.

Sumodiningrat,Konsef Good Governance,Gramedia Jakarta,1999. Sunoto.Mengenal Filsafat Pancasila,Hanindita,Yogyakarta,1985.

Soekarwo,Berbagai Permasalahan Keuangan daerah.Surabaya Airlangga University Press,2003.

Sethurahman,……


(4)

Simanjuntak Marsilam, Pandangan Negara Integralistik, Jakarta, Grafiti,1997. Waluyo Bambang,Penelitian HUkum dalam Praktek,Sinar Grafika,Jakarta,1996. W.J.S.Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,PN.BalaiPustaka,

Jakarta 2009.

B. Majalah/Makalah Ilmiah.

Fransiska Romana Korompis,Pemberdayaan sektor informal di Manado,Tesis Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, 2005.

Hariati.Pengelolaan Pedagang Kaki Lima dalam Peningkatan PAD di Dinas Pasar Kab.Deli Serdang,Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Medan Area.

Memoles Hukum Mengundang Investasi”,Harian Medan Bisnis,Sabtu 5 Juni

2004, hal 8.

Indri Wirdia Effendy,Perampasan Aset Milik Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Rezim Civil Forfeiture,Tesis Fasca Hukum USU, 2011.

C. Internet.

Admid,hhtp/www.geogle.co.id/ Potensi Retribusi Parkir Sebagai Suatu Sumber PAD Kota Kediri/ 2012/04/27.

Igbal. www.geogle.co.id/Melihat Penomena Pedagang K- 5 Melalui Aspek Hukum/2012/04/27.

Www.badilog net/ data/ artikel/ 2012/06/10.


(5)

D. Data/Sumber yang tidak diterbitkan.

wawancara

Hasil wawancara dengan beberapa KUPTD Pasar di lapangan/05/08/2012. Hasil wawancara dengan beberapa orang pedagang kaki lima Pasar di lapangan

tanggal /05/08/2012.

Data jumlahpedagang Pasar Deli Serdang 2012, Bid Intensifikasi Pasar Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang.

Sumber data buku ; Sejarah Lahirnya Dinas Pasar Kab.Deli Serdang.

E. Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang- Undang No.09 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

Undang- Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang- Undang No.39 Tahun 1997 tentang Hak Azasi Manusia. Undang –Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.

Undang –Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.

Undang- Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang –Undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.

Undang –Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002

Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.


(6)

Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.

Perda Kab.Deli Serdang Nomor 3 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar.

Perda Kab.Deli Serdang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Sampah.

Perda Kab.Deli Serdang Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabu.Deli Serdang.