16
Jika pembimbing memiliki prinsip tersebut Rukun Iman maka pelaksanaan bimbingan dan konseling tentu akan mengarahkan counselee
kearah kebenaran, selanjutnya dalam pelaksanaannya pembimbing dan konselor perlu memiliki tiga langkah untuk menuju pada kesuksesan
bimbingan dan konseling. Pertama, memiliki mission statement yang jelas yaitu dua kalimat syahadat, kedua memiliki sebuah metode pembangunan
karakter sekaligus symbol kehidupan yaitu shalat lima waktu, dan ketiga, memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan
dengan puasa. Prinsip dan langkah tersebut penting bagi pembimbing dan konselor muslim, karena akan menghasilkan kecerdasan emosi dan spiritual
ESQ yang sangat tinggi Akhlakul Karimah. Dengan mengamalkan hal tersebut akan memberi keyakinan dan kepercayaan bagi counselee yang
melakukan bimbingan dan konseling.
B. Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Belakangan ini orang sering membicarakan berbagai macam kecerdasan, seperti kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan dan efektifitas yang terinspirasi, the is-ness atau
penghayatan kautuhan dimana didalamnya menjadi bagian. Adapula yang mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai fakultas dari dimensi
nonmaterial atau roh manusia. Inilah intan yang belum terasah dimana semua memilikinya. Harus mengenali kecerdasan spiritual seperti adanya,
menggosoknya hingga mengkilap dengan tekad yang besar dan
17
menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, kecerdasan spiritual dapat meningkat dan menurun.
15
Ketika kecerdasan spiritual kosong dalam diri manusia, maka perannya digantikan oleh emosi dan kesombongan dan kehancuranlah
akibatnya bagi semua. Dalam bahasa Al-Qur’an dinyatakan bahwa barang siapa menolak pengajaran tuhan, maka ia akan dikendalikan oleh setan.
Tentunya, kita tidak menginginkan anak-anak hanya handal dalam kecerdasan intelektual tetapi kesadaran spiritualnya dapat berkembang
denganbaik. Dalam hal ini kecerdasan spiritual dapat diibaratkan sebagi cahaya ilahi, sehingga segala sesuatu nampak sebagaimana adanya. Ketika
manusia mengetahui hakekat sesuatu, maka ia tentu menjadi bijak dan arif untuk menggunakan sesuatu itu dan tidak menyelewengakannya.
16
Sebab proses pencerdasan bangsa baru bisa terlaksanakan secara integrasi oleh sektor-sektor pembangunan. Salah satu sektor pembangunan
itu adalah pendidikan. Namun betapapun tinggi ilmu pengetahuan seseorang, apabila ia tidak beragama, maka pengetahuannya itu akan digunakannya
untuk mencari kesenangan dan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan orang lain. Sedangkan kendali jiwa yang menahan dan pengontrolan
tindakan dan perbuatannya tidak ada, yaitu kepercayaan kepada Tuhan dan ketekunannya dalam mengindahkan ajaran-ajaran agamanya. Disinilah letak
tragisnya pengetahuan yang tidak disertai oleh jiwa taqwa kepada Tuhan. Maka dari itulah disini guru sangat berpengaruh besar sekali dalam
mengembalikan serta meningkatkan kecerdasan spiritual atau jiwa
15
Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik, Jakarta Kencana, 2004. Cet. 1, h. xvi
16
Suharsono, Akselerasi Intelegensi Optimalkan : IQ, EQ dan SQ Seacara Islami. Jakarta : Insani Press, 2004, cet. 1. h. 238.
18
seseorang, karena kecerdasan spiritualnya adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri
kita secara utuh. Banyak sekali diantara kita yang saat ini menjalani hidup yang penuh luka dan berantakan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
yang berada dibagian diri yang dalam, berhubungan dengan kearifan diluar ego atau pikiran sadar.
17
Kehidupan manusia memiliki dua aspek, yaitu aspek lahiriah dan batiniah. Aspek batiniah manusia meliputi akal, nafsu, jiwa, hati dan roh.
Unsur batiniah inilah yang menjadikan manusia secara spiritual. Semua unsur batiniah atau spiritual manusia terdapat dalam Al-Qur’an.
18
Dalam islam kecerdasan spiritual sangat berkaitan dengan unsur manusia yang terdalam yang banyak disebut oleh Al-Qur’an sebagai ruh.
Islam menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual tidak hanya dilihat sebagai sebuah potensi dalam salah satu titik saraf di otak, tetapi lebih dari itu
kecerdasan spiritual adalah fitrah yang sudah dimiliki manusia ketika berada dalam ruh, alam ketika manusia dibekali kemampuan mengenal dan
mengakui Allah SWT. Fitrah menurut Al-Qur’an sebagian berarti sebagai penciptaan manusia yang memiliki potensi, sifat dasar, watak alami dan
bawaan tertentu, seperti dijelaskan dalam surat al-Rum ayat : 30 yang berbunyi sebagai berikut :
Ù2µ
ß ``NÚF
®8ÕµLµ AámµA`
V1oÚµß
17
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan spiritual Dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, Terj. Dari SQ : Spiritual
Intelligence The Ultimate Intellegence oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani dan Ahmad Baiquni, Bandung : Mizan, 2001 cet. 2. h. xxii.
18
Sudirman Tebba, Menyingkap Spiritualitas Manusia : Menggapai Kesuksesan Hidup. Jakarta : Pustaka Irvan, 2006. Cet 1. h. 2.
19
Artinya “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah tetaplah atas
fitrah naluri Allah yang telah menciptakan manusia menurut naluri itu, tidak ada perubahan pada naluri dari Allah itu. Itulah agama yang lurus,
akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” Ar-Rum : 30
Siswa menggunakan kecerdasan spiritual untuk menjadi kreatif, lebih cerdas spiritual dalam beragama. Untuk itu, menghadapi persoalan
yang dihadapi manusia modern sekarang ini kiranya kecerdasan spiritual bisa menjadi salah satu upaya untuk mengembalikan jati diri manusia
kepada fitrah dan penciptaannya untuk berbakti kepada Allah dan kerinduan kepadanya.
Kecerdasan adalah sebuah kekuatan yang bersifat non material, ia sangat diperlukan oleh manusia dan sejumlah mahkluk lainnya guna
dijadikan sebagai alat bantu didalam menjalani kehidupannya dialam dunia. Kecerdasan yang ditimbulkan Al-Qur’an dapat merangsang aktualisasi
anggota tubuh, indra, pikiran, akal, hati, dan jiwa. Untuk mendapatkan hasil yang utuh dalam proses belajar mengajar kepada Allah Swt, hendaknya
memiliki rasa takut kepadanya, berdoa, dan selalu berbuat kebaikan. Dan dengan kecerdasan akan memperoleh petunjuk, rahmat, penawar, cahaya,
peringatan, pelajaran dari kisah-kisah, ketegaran, dan ilmu.
20
Merupakan konsekuensi logis bahwa kecerdasan harus dibuktikan dan dimanfaatkan bagi kehidupan. Tidak hanya untuk manusia semata,
tetapi sampai kesegenap unsur yang ada didalam kehidupan alam semesta. Kecerdasan yang diperoleh harus dimanfaatkan untuk :
a. Mengajak untuk dekat kepada Allah Swt. b. Mengajarkan Al-Qur’an dan menegakkan agama.
c. Menebarkan cahaya petunjuk dan syafaat hasanah d. Memakmurkan bumi dan memperbaiki kehidupan.
e. Mencegah bencana dan menciptakan kemaslahatan. f. Menyebarkan kasih sayang antar sesama.
g. Membawa manusia kejalan keselamatan.
Melalui pendekatan ruhani, kecerdasan dapat diberdayakan dengan peningkatan keimanan, bertaqwa dengan sebenarnya, berdoa tanpa henti dan
berdzikir tanpa batas. Dengan kecerdasan manusia mampu mengenal Allah dengan sebenarnya, mengetahui kehidupan dunia secara batiniah,
menyingkap tabir-tabir rahasia dan menjadi hamba dan menyucikannya. Pendidikan menurut pandangan islam berlangsung selama hidup.
Tujuan umum proses pendidikan ini berkaitan dengan upaya pemunculan seluruh potensi ruhiyah dan jasmaniyah yang merupakan fitrah manusia
dalam mencapai bentuk-bentuk pribadi insan kamil dalam setiap diri anak. Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhi. Karena itulah
pendidikan islam berlangsung selama hidup untuk menumbuhkan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah mencapai tingkat
ketaqwaan tertentu, tetap masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan. Ini dilakukan agar proses
pemenuhan amanah khalifah Allah dibumi dapat terealisasikan.
2. Kecerdasan Spiritual Anak
21
Sederet penelitian telah menyimpulkan bahwa potensi dan bakat kecerdasan spiritual justru dimiliki anak sejak usia dini. Bila dalam islam
terdapat hadits nabi yang intinya mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka sebenarnya hadits itu merujuk pada potensi dan
bakat spiritual anak yang sejak dini sudah melekat secara intrinsik. Jika kecerdasan spiritual disandarkan pada hati, maka hati anak
pada masa kecil mengerti bahwa kecerdasan dan kebajikan akan menjadikan sesuatu berakhir menyenangkan. Dan tanpa langsung diberi tahu, anak-anak
kecil yang terihlami, ingat kecerdasan spiritual adalah pemikiran terihlami dapat memahami apa yang terkandung dalam spiritual.
19
Sinetar menceritakan kisah menarik seorang perempuan yang sejak dini sudah memiliki kecerdasan spiritual, meskipun ia memiliki orangtua
yang agnotis. Katanya : “orangtua saya agnotis. Sekalipun tanpa restu mereka, sebagai seorang gadis kecil, saya tahu bahwa apabila ada
spiritualitas, tak kan ada perpecahan dan tidak ada pula rintangan. Penghormatan terhadap hidup adalah sesuatu yang melekat pada watak
seseorang spiritual”.
20
Maka, kita pun dapat mengenali anak-anak yang memiliki kesadaran diri yang mendalam, intuisi, dan kekuatan “keakuan”, atau
otoritas bawaan. Kedua, adanya pandangan luas terhadap dunia : melihat diri sendiri dan orang-orang lain saling terkait, menyadari tanpa diajari bahwa
bagaimanapun kosmos ini hidup dan bersinar, memiliki sesuatu yang disebut
19
Hasil dari internet “Jalaludin Rahmat, Sq For Kids : Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini, Jakarta, 2008.” Artikel ini diakses pada tanggal 2 november 2009 di
http:book.store.co.idSQ_FOR_KIDS:_mengembangkan_Kecerdasan_Spiritual_Anak_Sejak_Di ni_buku_7968.html
20
ibid
22
“cahaya subjektif”. Ketiga, bermoral tinggi, pendapat yang kukuh, kecendrungan untuk merasa gembira, “pengalaman puncak”. Dan atau
bakat-bakat estetis. Keempat, memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya : dapat merasakan arah nasibnya, melihat berbagai kemungkinan, seperti
cita-cita suci atau sempurna, dari hal-hal yang biasa. Kelima, adanya “rasa haus yang tidak dapat dipuaskan” akan hal-hak selektif yang diminati,
seringkali membuat mereka menyendiri atau memburu tujuan tanpa berpikir lain. Pada umunya ia mementingkan kepentingan orang lain. Keenam,
memiliki gagasan-gagasan yang segar dan aneh, rasa humor yang dewasa. Kepada mereka, kita sering terdorong untuk bertanya dari mana kamu
dapatkan gagasan-gagasan itu? Bahkan kita bisa ragu, jangan-jangan mereka adalah penjelmaan jiwa-jiwa tua yang tinggal dalam tubuh yang masih
muda. Ketujuh, adanya pandangan pragmatis dan efiesien tentang realitas, yang sering tetapi tidak selalu menghasilkan pilihan-pilihan yang sehat dan
hasil-hasil praktissinetar, h. 8.
21
Oleh karena kecerdasan spiritual ternyata sudah “built-in” dalam diri anak-anak, maka tak berlebihan sekiranya puluhan tahun lalu ahli
psikiatri RD Laing yang agak keduniawian mengakui bahwa masing-masing anak adalah makhluk baru, seorang calon nabi, seorang pangeran atau putri
spiritual yang baru, percikan cahaya baru menembus kegelapan luar.
22
Contoh Kisah Yang Memiliki Kecerdasan Secara Spiritual Waktu itu, dini hari, di sebuah rumah sederhana. Rahman dan
isterinya
21
ibid
22
ibid
23
terbangun karena mendengar derak pintu terbuka. Dipasangnya telinganya tajam-tajam. Mereka yakin suara itu berasal dari kamar anaknya, yang
berusia tujuh tahun. Langkah-langkah kecil, terdengar seperti berjingkat-jingkat, bergerak menuju satu-satunya kamar mandi di rumah itu.
Mereka mendengar suara air mengalir yang disusul dengan suara gerakan membasuh. Langkah-langkah kecil itu kembali ke kamarnya. Walaupun
sayup, karena dinihari yang hening, mereka mendengar suara bacaan Al- Quran Anak itu rupanya sedang melakukan salat malam.
Tiba-tiba keduanya merasakan airmata hangat membasahi pipinya.
23
Kisah ini disampaikan kepada saya oleh Pak Rahman, ketika saya masih menjadi guru mengaji anak-anak di kampung tempat tinggal saya.
Karena kejadian itu, kedua orang tua itu mulai melakukan salat dan meninggalkan perjudian populer- lotto. Ini terjadi kira-kira tiga puluh tahun
yang lalu. Saya mendengar kejadian lain yang hampir mirip dengan itu dua atautiga tahun tahun yang lalu.
24
Kali ini, saya menjadi direktur SMU Plus Muthahhari. Seorang ibu, orang tua murid yang baru lulus, datang dari Banten. Ia meminta
bantuan saya untuk mengirim Rahmat ke Jerman. Ia sudah meyakinkan anaknya bahwa ia tidak akan mampu untuk membiayainya. Tetapi anaknya
berulang-kali meyakinkan orangtuanya, bahwa Tuhan pasti akan memberikan jalan. Di tengah-tengah pembicaraan, ibu itu bercerita tentang
perubahan perilaku anaknya setelah masuk sekolah kami. Waktu pulang kampung, ia banyak menaruh perhatian pada tetangga-tetangganya yang
23
ibid
24
ibid
24
miskin. Menjelang Lebaran, seperti biasanya, ibu itu memberi anaknya uang untuk membeli pakaian baru. Rahmat menerima uang itu seraya minta izin
untuk memberikannya pada tukang becak tetangganya. “Uang ini jauh lebih berharga bagi dia ketimbang saya, Bu,” kata Rahmat. Ibunya bercerita
sambil meneteskan air mata.
25
Kedua kisah nyata di atas menyajikan contoh anak yang cerdas secara spiritual. Keduanya terjadi jauh sebelum konsep kecerdasan spiritual
ramai diperbincangkan. Karena saya tidak ingin bertele-tele mendiskusikan apa yang disebut SQ, dan hanya untuk menyamakan pengertian SQ, saya
akan mengutip lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons,
The Psychology of Ultimate Concerns : 1 kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material;
2 kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak; 3 kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari;
4 kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat
menyelesaikan masalah; 5 dan kemampuan untuk berbuat baik.
Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Anak yang merasakan kehadiran Tuhan atau
makhluk ruhaniyah di sekitarnya mengalami transendensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai kesadaran kosmis
yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semesta. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indrianya.
25
ibid
25
Anak Pak Rahman pada kisah pertama memiliki kedua ciri ini, terutama ketika ia menyampaikan doa-doa personalnya dalam salat malamnya.
26
Sanktifikasi pengalaman sehari-hari, ciri yang ketiga, terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung. Konon,
pada abad pertengahan seorang musafir bertemu dengan dua orang pekerja yang sedang mengangkut batu-bata. Salah seorang di antara mereka bekerja
dengan muka cemberut, masam, dan tampak kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan ceria, gembira, penuh semangat. Ia tampak tidak
kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang sedang Anda kerjakan? ”Yang cemberut menjawab, “Saya sedang
menumpuk batu.” Yang ceria berkata,“Saya sedang membangun
katedral” Yang kedua telah mengangkat pekerjaan “menumpuk bata” pada dataran makna yang lebih luhur. Ia telah melakukan sanktifikasi.
27
Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya
dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual –seperti teks-teks Kitab Suci atau wejangan orang-orang suci- untuk
memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk melakukan definisi situasi. Ketika Rahmat diberitahu bahwa orang tuanya tidak akan
sanggup menyekolahkannya ke Jerman, ia tidak putus asa. Ia yakin bahwa kalau orang itu bersungguh-sungguh dan minta pertolongan kepada Tuhan,
ia akan diberi jalan. Bukankah Tuhan berfirman, “Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, Kami akan berikan kepadanya jalan-
26
ibid
27
ibid
26
jalan Kami”? Bukankah Heinrich Heine memberikan inspirasi dengan kalimatnya “Den Menschen macht seiner Wille gro=DF und klein”? Rahmat
memiliki karakteristik yang keempat.
28
28
ibid
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH ALAM DEPOK