Uji Anti Proliferatif TINJAUAN PUSTAKA

18 berkembang apabila berada dalam suspensi. Kondisi percobaan juga harus dipertahankan sterilisasinya agar terhindar dari kontaminasi Witsqa, 2014. Sel Vero bukan merupakan sel kanker. Mekanisme pertumbuhan dan penghambatannya sama dengan sel normal, oleh karena itu terdapat pula mekanisme penghentian pertumbuhan. Sel Vero yang terus berkembang semakin lama akan memenuhi luas area media yang digunakan. Kemudian terjadi kontak antar sel mengakibatkan sel menerima sinyal untuk menghentikan pertumbuhan Sheets, 2000.

2.4 Uji Anti Proliferatif

Kemampuan sel untuk bertahan hidup dapat diartikan tidak hilangnya kemampuan metabolik atau proliferasi dan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel, meningkatnya jumlah protein atau DNA yang disintesis. Kemampuan sel untuk bertahan hidup inilah yang menjadi dasar uji antikanker Kusumadewi, 2011. Metode kuantifikasi sel yang banyak digunakan dalam penelitian antipoliferatif adalah metode haemocytometer dan metode MTT. a. Perhitungan secara langsung metode haemocytometer Haemocytometer merupakan perangkat gelas bersama coverslip tipis, terbagi dalam sembilan area dengan empat area pojok sebagai area menghitung jumlah sel. Ketebalan chamber adalah 0,1 mm dengan kapasitas 10 µl cairan berisi sel dalam area 0,9 mm 3 . Beberapa hal perlu diperhatikan saat menghitung sel dengan haemocytometer adalah harus tersuspensi rata dan jumlah sel minimum yang dihitung adalah seratus Kusumadewi, 2011. 19 Sel yang melekat perlu ditripsinasi untuk mensuspensikan sel dalam larutan. Tripan blue biasa digunakan untuk membedakan sel hidup dan sel mati. Sel hidup tidak terwanai, bulat dan relatif kecil dibandingkan dengan sel mati. Sedangkan sel mati membengkak dan berwarna biru Doyle, et al., 2000. b. Perhitungan secara tidak langsung dengan metode MTT MTT assay dapat digunakan untuk mengukur proliferasi sel secara kolorimetri. Metode ini berdasarkan pada perubahan garam tetrazolium 3- 4,5-dimetitiazol-2-il-2,5-difeniltetrazolium bromida MTT menjadi formazan dalam mitokondria yang aktif pada sel hidup. MTT diabsorbsi ke dalam sel hidup dan pecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria menjadi formazan yang terlarut dalam SDS 10 berwarna ungu Doyle, et al., 2000. Warna ungu formazan dapat dibaca absorbansinya secara spektofotometri dengan ELISA reader pada panjang gelombang 552-554 nm. Absorbansi tersebut menggambarkan jumlah sel hidup. Semakin kuat intensitas warna ungu yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai respirasi mitokondria sehingga formazan yang terbentuk juga semakin banyak, absorbansi ini yang akan digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon Sieuwerts, 1995. 20 Berikut ini reaksi reduksi MTT menjadi Formazan dapat dilihat pada Gambar 2.2: Gambar 2.3 Reaksi reduksi MTT menjadi Formazan Stockert, et al., 2012. 2.5 Sitotoksik Pada industri obat, kosmetik maupun zat tambahan makanan perlu dilakukan penelitian praklinis sebelum produk tersebut dirilis ke pasaran. Salah satu uji praklinis yang dilakukan adalah uji sitotoksisitas. Toksisitas dapat diartikan dengan suatu mekanisme kompleks terjadi secara in vivo yang dapat menyebabkan kerusakan tingkat se luler. Sifat sitotoksisitas inilah yang menjadi prinsip pengobatan kanker, namun obat antikanker juga dapat menimbulkan efek alergi dan inflamasi Freshney, 2000. Efek sitotoksisitas dari suatu senyawa yang menyebabkan kematian sel dapat dipelajari dengan teknik kultur sel. Teknik kultur sel hewan merupakan metode untuk mempelajari karakter suatu sel hewan dalam variasi sistemik yang muncul selama keadaan normal homoestatis dan ketika diberi stress pada suatu penelitian. Salah satu jenis kultur sel yang biasanya digunakan adalah cell line. Cell line merupakan primary culture yang telah disubkultur dan menghasilkan 21 beberapa garis anakan sel yang sama maupun berbeda fenotip. Cell line dengan lifespan terbatas disebut dengan finite cell line, tumbuh dengan jumlah generasi yang terbatas sekitar 20-80 population doubling sebelum akhirnya mati. Jumlah doubling tergantung pada garis anakan, variasi klonal dan kondisi kultur, akan tetapi hal tersebut berlaku untuk suatu sel yang ditumbuhkan dibawah kondisi yang sama Freshney, 2000. 22

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian sebagai berikut: pengumpulan dan pengolahan sampel, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol daun afrika EEDA, pembuatan media, penumbuhan sel, subkultur sel, panen sel, perhitungan sel, pembuatan larutan uji, pengujian efek sitotoksik ekstrak etanol daun Afrika Vernonia amygdalina Del. terhadap sel HeLa dan Vero dengan menggunakan metode MTT. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 22.0, setelah diketahui nilai IC 50 sel Vero dan sel HeLa dianalisis indeks selektivitasnya. 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoclave Hirayama, conical tube, eksikator, ELISA reader BenMark Biorad, inkubator CO 2 5 Heraceus, inverted microscope Olympus, laminar air flow Labconco, mikropipet, tissue culture flask, hemositometer, hand counter , neraca listrik Vibra AJ, oven Memmert, sentrifugator, tanur, vortex, 96-well plate, dan pH meter.

3.1.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun Afrika Vernonia amigdalyna Del.. Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan