Meng- „ila  isteri  maksudnya:  bersumpah  tidak  akan  mencampuri  isteri,  dan
dengan  sumpah  ini  seorang  wanita  menderita  karena  tidak  digauli  dan  tidak  pula diceraikan. Dengan turunnya ayat ini maka suami setelah empat bulan harus memilih
antara kembali dengan membayar kafarat sumpah atau menceraikannya. 8.
Li‟an Lian
menurut  bahasa  artinya  la‟nat,  termasuk  dosa  sebab  salah  suatu  dari suami atau isteri berbuat dosa.
Li‟an menurut istilah artinya suami menuduh isterinya berzina, ia bersumpah bersedia menerima la‟nat apabila berbohong.
30
Jadi  li‟an  adalah  tuduhan  suami  bahwa  isterinya  telah  berbuat  zina.  Hal  ini diatur  dalam  Kompilasi  Hukum  Islam  pasal  126  bahwa:  li‟an  terjadi  karena  suami
menuduh  isterinya  berbuat  zina  dan  atau  mengingkari  anak  dalam  kandungan  atau yang  sudah  lahir  dari  isterinya  sedangkan  isterinya  menolak  tuduhan  dan  atau
pengingkaran tersebut.
31
D. Akibat Perceraian
Ada  beberapa  akibat  putusnya  perkawinan  karena  perceraian  adalah  sebagai berikut:
1.  Akibat bagi mantan suami atau mantan isteri a.  Kepada  mantan  suami  wajib  membayar  atau  melunasi  maskawin  yang  belum
dibayar atau dilunasi sebagaimana firman Allah :
30
M. Rifa‟I, M. Zuhri Salomo, Tarjamah Khulasha Kifayatul Akhyar, Semarang: CV. Toha Putera, 1983, h. 329.
31
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h.142.
 
 
 
 
 
 
 
 ءاسنلا
4:4 Artinya  :
”Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian  dengan  penuh  kerelaan.  Kemudian  jika  mereka  menyerahkan
kepada  kamu  sebagian  dari  maskawin  itu  dengan  senang  hati,  Maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik
akibatnya. ”
Pemberian  itu  ialah  mas  kawin  yang  besar  kecilnya  ditetapkan  atas persetujuan kedua pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.
b. Mantan suami wajib memberikan mut‟ah yang layak kepada mantan isterinya, baik
berupa uang atau benda. Kecuali mantan isteri tersebut qabla al-dukhul. c.  Mantan suami memberi nafkah, maskan, dan kiswah tempat tinggal dan pakaian
kepada mantan isteri selama dalam masa „iddah kecuali mantan isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.
d.  Mantan  suami  memberiakan  biaya  hadhanah  pemeliharaan  anak    termasuk didalamnya biaya pendidikan  untuk anak yang belum mencapai umur 21 tahun.
32
Akibat  bagi  anak  yang  belum  mumayyiz  berhak  mendapatkan  hak  hadhanah dari  ibunya.  Sedangkan  anak  yang  sudah  mumayyiz  berhak  mendapatkan  hak
hadhanah  dari  ayah  atau  ibunya.  Dan  bapaknya  berkewajiban  memberi  nafkah, pemeliharaan, dan pendidikan dari bayi sampai dewasa dan dapat mandiri.
33
32
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 149.
33
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 151.
Ketika  terjadi  perceraian,  maka  mantan  suami  berhak  rujuk  kembali  kepada mantan  isterinya  selama  dalam  masa  „iddah.
34
Dan  untuk  mantan  isterinya  selama masa
„iddah wajib menjaga diri dan kehormatan serta tidak menerima pinangan orang lain. Adapun
„iddah yang diwajibkan untuk mantan isteri yaitu: a.
„Iddah isteri yang haid adalah tiga kali suci; b.
„Iddah isteri yang tidak haid adalah tiga bulan; c.
„Iddah yang ditinggal suaminya adalah empat bulan sepuluh hari; d.
„Iddah isteri yang hamil adalah sanpai melahirkan; e.  Bagi isteri yang belum digauli maka tid
ak ada „iddah baginya.
35
2.  Akibat bagi harta kekayaan Menurut pandangan Islam tidak mengenal percampuran harta kekayaan antara
suami  isteri  karena  pernikahan.  Harta  kekayaan  bawaan  isteri  tetap  menjadi  milik isteri  dan  dikuasai  sepenuhnya  oleh  isteri.  Begitu  pun  sebaliknya  harta  kekayaan
bawaan  suami  tetap  menjadi  milik  suami  dan  dikuasai  sepenuhnya  oleh  suami. Karena  itu  pula  menurut  hukum  perdata,  perempuan  yang  bersuami  dianggap  cakap
bertindak  hukum  sehingga  ia  dapat  melakukan  segala  perbuatan  hukum  dalam masyarakat.
Jika  dalam  perkawinan  diperoleh  harta,  maka  harta  ini  adalah  harta  syirkah, yaitu harta bersama dari suami dan isteri. Tetapi dalam harta kekayaan yang terpisah
34
„iddah  adalah  menanti  yang  diwajibkan  atas  isteri  yang  terputus  ikatan  perkawinannya dengan suaminya, baik karena ditinggal mati atau perceraian.
35
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993, h. 338.
masing-masing  dari  suami  isteri  tidak  berhak  dan  berwenang  atas  harta  kekayaan masing-masing. Harta kekayaan ini meliputi harta bawaan, yaitu harta yang diperoleh
salah seorang suami atau isteri atas usahanya sendiri dan harta yang diperoleh berupa hadiah, warisan, dan sebagainya yang diperoleh sebelum menikah.
36
3.  Akibat bagi anak Perceraian mengakibatkan adanya pemeliharaan anak hadhanah serta aturan
hidup  tentang  biaya  hidup  anak  yang  harus  ditanggung  oleh  orang  tua,  hal  ini  akan dibahas dalam lebih lanjut dalam bab selanjutnya.
36
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, h. 56.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MAFQUD
A. Pengertian Mafqud Menurut Ulama Fikih
Kata  mafqud  menurut  bahasa  merupakan is   af ul  dari  lafadz  faqoda-
yafqudu-faqdan  yang  berarti  hilang  atau  menghilangkan  sesuatu.
37
Jadi  yang dimaksud dengan  mafqud  dalam  konteks  ini  adalah  seorang  wanita  yang suaminya
hilang dan tidak diketahui keadaan serta keberadaannya. Menurut Wahbah Zuhaily , yang  dimaksud  dengan  mafqud  adalah  orang  yang  hilang  yang  tidak  diketahui
apakah ia masih hidup sehingga tidak  bisa dipastikan kedatangannya kembali atau apakah ia sudah mati sehingga kuburannya dapat diketahui.
38
Menurut  kamus  istilah  fikih  mafqud  adalah  orang  yang  hilang  dan  menurut zahirnya  tertimpa  kecelakaan,  seperti  orang  yang  meninggalkan  keluarganya  pada
waktu malam atau siang atau keluar rumah untuk menjalankan sholat atau ke satu tempat  yang  dekat  kemudian  tidak  kembali  lagi  atau  hilang  di  dalam  kancah
pertempuran.
39
37
Mahmud  Yunus, kamus
Arab Indonesia,  Jakarta:  Yayasan  penyelenggara
PenterjemahPenafsir Al- Qur‟an, 1973,  h. 642.
38
Wahbah al-Zuhaily, Al-Fiqh Al Islam wa Adillatuhu, Beirut: Dar el Fikr, t.th, Juz Ke-7,  h. 642.
39
M. Abdul  Mujieb,  Mabruri  Tholhah  dan  Syafi‟ah  AM,  Kamus  Istilah  Fikih,  Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1994