Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

(1)

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI TENTANG

PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN POLONIA

Diajukan O

l e h

NAMA : DODY AZLAN NIM : 052600076 Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menamatkan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal PKLM ini disetujui untuk Dilaksanakan

Oleh : Nama : Dody Azlan

NIM : 052600076

Program : D III Administrasi Perpajakan

Judul : Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada

Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

Ketua Prodip Diploma III

Administrasi Perpajakan Dosen Pembimbing Supervisor Fisip USU


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah Tuhan pencipta alam semesta, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini sesuai dengan waktunya.

Tugas Akhir ini adalah guna memenuhi salah satu syarat menamatkan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang diambil dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah :

PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK MEDAN POLONIA.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari struktur bahasa maupun teknik penyajian, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Dalam Penulisan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberi bantuan baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran, diantaranya :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nst, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M.Husni Thamrin Nst, M.Si, selaku Ketua Jurusan Program Studi Diploma III Adminstrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Ibu Teti Marlina Tarigan SH, M.Kn, selaku Dosen Pembimbing Penulis dalam Penulisan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh Dosen / Staf Pengajar Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara, yang telah memebekali Penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan sejak dari tingkat persiapan hingga selesainya Tugas akhir ini.

5. Kepala Kantor, Kepala Seksi, dan seluruh Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia memeberikan waktu dan saran bagi Penulis dalam menyelesaikan Penulisan Tugas Akhir ini.

6. Buat Ayahanda dan Ibunda Tercinta, teima kasih atas do’a dan motivasi yang diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan Tugas Akhir ini, juga buat Adik – adikku terima kasih atas do’anya.

7. Teman – teman Mahasiswa / I di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah membantu dan menemani dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Akhirnya Penulis mengharapkan semoga apa yang tertuang dalam tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 02 Juni 2008 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR………...………... i

DAFTAR ISI………... iii

BAB I PENDAHULUAN…………... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Manfaat Penelitian ... 4

C. Ruang Lingkup PKLM ... 5

D. Metode PKLM... 6

E. Metode Pengumpulan Data ... 7

F. Sistematika Penulisan Komputer ... 8

BAB II GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PKLM... 10

A. Sejarah... 10

B. Struktur organisasi kantor pelayanan medan polonia ... 21

BAB III GAMBARAN DATA PKLM ... 22

A, Pengertia Pajak... 22


(6)

C. Penagihan Pajak... 25

D Penagihan Utang Pajak ... 27

E. Dasar Penagihan Pajak ... 29

F.Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak... .31

G.Penagihan dengan Surat Paksa ... 32

H.Tata Cara Penagihan Surat Paksa ……… 38

I. Penegahan Seketika dan Sekaligus... 40

BAB IV ANALISA DATA ... 43

A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ... 43

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan ... 50

Penagihan Dengan Surat Paksa C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan ... 53

Penagihan Dengan Surat Paksa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A.Kesimpulan... 55

B.Saran... 55


(7)

BAB I A. Latar Belakang PKLM

PKLM adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari para dosen program studi Administrasi Perpajakan guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan yang sebenarnya.

Sebagai negara yang berkembang Negara Republik Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain – lain. Pembangunan tersebut betujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur. Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Dalam prakteknya sering kali dijumpai adanya pihak – pihak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membayar pajaknya. Sebagimana diuraikan di atas, bahwa penagihan pajak dapat dipaksakan penagihannya, sehingga kepada pihak – pihak


(8)

yang tidak mau membayar pajaknya tersebut dapat dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa.

Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan oleh pegawai kantor pajak dimana wajib pajak yang bersangkutan tinggal. Dengan adanya penagihan pajak dengan surat paksa, wajib pajak yang tidak mau membayar pajaknya dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya. Jika setelah dilakukan penagihan menggunakan surat paksa, wajib pajak tersebut masih tetap tidak mau membayar pajaknya. Maka kepadanya dapat dikenakan sanksi kurungan atau penyitaan atas hartanya. Sanksi kurungan dan penyitaan merupakan upaya paksa terakhir yang dapat dilakukan dalam rangka menagih pajak. Adanya sanksi kurungan ini mengakibatkan hilangnya kebebasan seseorang, dan adanya penyitaan barang mengakibatkan harta orang tersebut tidak dapat dipergunakan lagi seperti semula. Dilihat dari akibat – akibat penagihan pajak dengan surat paksa yang sangat tidak menyenangkan itu, maka penagihan pajak pajak dengan surat paksa tidak dapat dilakukan dengan sewenang - wenang

Maka dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah mengeluarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa yang bertujuan untuk :memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2000 ini, untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan. Karena masih seringnya dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak


(9)

dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa, merupakan pertimbangan khusus tentang pertimbangan khusus tentang keluarnya Undang – Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan kata lain, Undang – Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diharapkan dapat mengatasi semua permasalahan yang ada dalam hal penagihan pajak, khususnya masalah penunggakan hutang pajak oleh wajib pajak,

Penagihan Pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya atas Surat Teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak dengan menggunakan surat paksa yang diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita pajak pusat maupun daerah. Jadi, surat paksa dalam proses penagihan tunggakan pajak mempunyai peranan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut.

Sebagai salah satu syarat dalam rangka penyusunan tugas akhir, Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) adalah suatu metode untuk memperaktikkan teori yang selama ini diperoleh di bangku perkuliahan pada kondisi di lapangan sebenarnya. Diharapkan PKLM ini dapat memberikan pengetahuan yang praktis mengenai lingkungan kerja beserta aspek – aspek perpajakan yang terdapat didalamnya. Dari uraian di atas maka penulis ingin mencoba menulis laporan tugas akhir

Dengan judultentang ”Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada


(10)

B. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Tujuan PKLM ( Praktek Kerja Lapangan Mandiri )

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan PKLM :

1. Mengetahui pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

2. Faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

3. Cara Penyelesaian Masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

II. Manfaat PKLM

Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini tentunya sangat bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya adalah :

1. Bagi Mahasiswa

a. Menambah pengetahuan penulis di bidang perpajakan khususnya pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.

b. Mengaplikasikan teori dan ilmu yang di dapat di bangku kuliahan melalui PKLM

2. Pihak Universitas

a. Mendapatkan Masukan berupa ide, saran, dan gagasan untuk evaluasi kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi penyempurnaan revisi kurikulum.


(11)

b. Mempromosikan sumber daya yang dimiliki oleh Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan yang memahami tentang Administrasi Perpajakan.

3. Pihak Kantor Pelayanan Pajak

a. Sebagai bahan masukan bagi Direktorat Jendral Pajak SUMUT I khususnya Kantor Pelayanan Pajak medan polonia dalam menangani administrasi perpajakan.

b. Mendapat masukan berupa ide, saran, dan gagasan dari perguruan tinggi menyangkut penanganan masalah perpajakan.

c. Mempererat hubungan antara Direktorat Jendral Pajak SUMUT I dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

d. Mempromosikan image Kantor Pelayanan Pajak.

e. Membantu pihak Kantor Pelayanan Pajak dalam hal Sosialisasi Perpajakan kepada masyarakat wajib pajak melalui mahasiswa peserta PKLM yang akhirnya akan mengabdikan ilmu Perpajakan kepada masyarakat.

C. RUANG LINGKUP

Dalam Laporan Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

1. Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

2. Faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.


(12)

3. Cara Penyelesaian Masalah dalam pelaksanaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

D. METODE PKLM

Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Persiapan

Hal ini berkaitan dengan persetujuaan dan pengesahan pelaksanaan PKLM baik dari pihak Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP Universitas Sumatera Utara dan Dari pihak Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia sebagai lokasi PKLM, hingga tahap konsultasi dengan dosen.

2. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data – data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui buku – buku Perpajakan, majalah, Undang – Undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jendral Pajak, dan bahan – bahan lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan.

3. Observasi Lapangan

Penulis melaksanakan pengamatan secara langsung pada objek PKLM untuk mengetahui Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.


(13)

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data Primer dan Sekunder yang berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada PKLM nanti yang diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan PKLM.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Disini penulis akan menganalisa data dan mengevaluasi kembali secara deskriftif. kwalitatif ataupun kuantitatif, sehingga memberikan gambaran secara umum maupun khusus dari objek PKLM.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM, terdapat beberapa cara untuk pengumpulan data yaitu :

a. Wawancara ( Interview )

Dengan cara melakukan komunikasi dan tanya jawab secara langsung denagan pihak Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Medan Polonia mengenai hal – hal yang menjadi objek pembahasan.

b. Observasi

Denagan melakukan pengamatan langsung dan melakukan pencatatan data yang diperlukan untuk pembahasan masalah.

c. Daftar Dokumentasi

Dengan cara mengumpulkan buku – buku Perpajakan, majalah, Undang – Undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jendral Pajak, dan data – data lain yang berhubungan dengan objek pembahasan.


(14)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam laporan pelaksanaan PKLM ini penulis menguraikan penulisan tersussun secara sistematika. Adapun sistematika yang akan dilakukan dalam penulisan laporan PKLM ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Didalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, tujuan, dan manfaat PKLM, ruang lingkup, metode PKLM, dan sistematika

BAB II : GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

Penulis menjelaskan gambaran umum objek dan lokasi PKLM, sejarah singkat, serta struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) medan Polonia.

BAB III : GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Pada bab ini penulis membahas mengenai teori ketentuan, tata cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa berdasarkan Undang – Undang Pada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) Medan Polonia.

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi analisa penulis dan pembahasan – pembahasan mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, cara penyelesaianm masalah dalam pelaksanaan penagihan


(15)

pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

BAB V : KESIMPULAN dan SARAN

Bab ini terdiri dari dua hal yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan intisari yang mencakup sluruh objek pembahasan yang dibahas PKLM. Sedangkan saran merupakan hal – hal, ide – ide, atau gagasan yang harus dilakukan dalam melaksanakan solusi atas masalah yang dibahas dari objek pembahasan yang terdapat dalam laporan pelaksanaan PKLM


(16)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM A. Gambar Umum Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

1. sejarah umum kantor pelayanan pajak medan polonia

Berdasarkan pada keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK.01/2001, KPP Medan Polonia didirikan pada tahun 2002. KPP Medan polonia merupakan pecahan daari KPP Medan Barat yang terletak di jalan Sukamulia medan. Keputusan Me nteri Keuangan tersebut berisi tentang organisasi dan tata kerja kantor wilayah Direktorat jendral Pajak, Kantor pelayanan Pajak, kantor pelayanan pajak bumi dan banguan, kantor pemeriksaan dan penyelidikan pajak dan kantor penyuluhan dan pengamatan potensi pepajakan

Dan berdasarkan keputusan tersebut maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Polonia memiliki kedudukan, tugas dan fungsi yang sama dengan KPP lainnya. Yang menjadi lokasi dan wilayah kerja Kantor pelayanan pajak med an polonia adalah sebagai berikut:

1. kecamatan medan maimum 2. kecamatan medan polonia an 3. kecamatan medan baru

4. kecamatan medan selayang, dan 5. kecamatan medan tuntungan

Kantor pelayanan pajak (KPP) medan polonia berlokasi di jalan Dipenegoro No. 30 A Medan. Berdampingan dengan kantor wilayah I direktorat jendral pajak-10


(17)

depertemen keuangan sumatra utara dan kantor gubernur propinsi sumatra utara. Kantor penerintah ini berkewajiban untuk memudahkan pengawasan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat dalam pembayaran pajak.

Kantor pelayanan pajak mempuyai tugas melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif dan pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak di bidang pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan pajak tidak langsung (PTLL) dalam wilayah wewenangnya.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud di atas, KPP menyelenggarakan fungsi:

1. mengumpulkan data dan mengolah data, menyajikan informasi perpajakan, pengamatan potensi perajakan dan ekstnsifikasi wajib pajak

2. penelitian dan penatausahaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Surat pemberitahuan (SPT) masa dan berkas wajib paja.

3. pengawasan pembayaran masa pajak penghasilan, pajak pertambahan Nilai, pajak penjualan atas Barang Mewah dan ajak tidak langsung Lainnya.

4. penatausahaan piutang pajak, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan, penatausahaan banding dan restitusi pajak penghasilan pajak, penambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung lainnya. 5. pemeriksaan sederhana dan penerapan sanksi perpajakan

6. penerbitan surat ketetapan pajak 7. pembetulan surat ketetapan pajak 8. pengurangan sanksi pajak.


(18)

10. pelaksanan administrasi kantor pelayanan pajak

2. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia

Berdasarkan surat keputusan menteri keuangan republik indonesia Nomor: 443/KMK. 01/2001, menyatakan bahwa kantor pelayanan pajak medan polonia terdiri dari:

1. Sub Bagian Umum

Sub Bagaian Umum Pembagaian Bidang Sebagai Berikut: a. Koord Inator Pelaksana Tata Usaha Dan Kepegawaian

Menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusn surat, pengetikan dan pengadaan, penataan berkas, penyusunan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas kantor pelayanan pajak.

b. Kordinator Pelaksanaan Keuangan

Melakukan urusan keuangan kentor pelayanan pajak agar dapat menunjang kelancaran tugas kantor pelayanan pajak.

c. Bendaharawan Gaji / Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN).

Menerima, menympan d an membanyar gaji/TKPKN kepada paaara pegawai di lingkungan kantor pelayanan pajak berdasarkan ketentuan yang berlaku.


(19)

Meyelenggarakan pengolaan anggaran rutin dengan car menyiapkan d an mengajukan surat permintaan pembayaran, menerima, menyimpan, mengeluarkan uang dan mengajukan surat permintaan pembayaran/uang yang harus di pertanggung jawabkan pengganti serta membuat laporan keadaan kredit A nggaran/lapotan keadaan rutin berdasarkan peraturan yang ada.

e. Bendaharawan Biaya Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan (BP.PBB) Menyelenggarakan pengolaan dana PB.PBB dengan menyiapkan dan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran/Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan serta membuat Laporan Keadaan Kredit berdasarkan peraturan yang berlaku.

f. Koordinasi Pelaksanaan Rumah Tangga

Melakukan urusan rumah tangga dan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak agar menunjang pelaksanaan tugas Kantor Pelayanan Pajak.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi pengolahan data dan informasi terdiri dari seorang Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi yang tugasnya adakah mengkoordinasikan urusan pengolahan data dan penyajian informasi, pembuatan monnografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari :


(20)

Tugasnya adalah menyelenggarakan penatausahaan data perpajakan, respon, editing, transkrip, dan pengadaan perbaikan rekaman data perpajakan serta pembuatan monografi pajak berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam rangka penyajian informasi perpajakan yang akurat. b. Koordinator Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi II

Tugasnya adalah mengaktifkan dan mematikan sistem komputer, menjaga keamanan data/informasi, peralatan komputer dan perangkat pendukungnya, menjaga kebersihan ruang komputer, melakukan pembentukan Bank Data dan mencetak keluaran yang diperlukan.

c. Koorsinator Pelaksana Pengolahan Data Dan Informasi III

Tugasnya adalah menyelenggarakan penyimpanan dan pelayanan peminjaman dan Wajib Pajak serta pencarian data, menyajikan data potensial perpajakan dan melakukan urusan ekstensifikasi Wajib Pajak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku

Seksi tata usaha dan perpajakan terdiri dari seorang kepala seksi tata usaha dan perpajakan yang tugasnya adalah mengkoordinasikan pelayanan terpadu (TPT), penatausahaan pendaftaran, pemind ah an dan pencabutan identitas Wajib Pajak lainnya, kersipan berkas penelitian sura pemberitahuan dan surat wajib pajak lainnya, kerasipan berkas wajib pajak, serta penertiban surat ketetapan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.


(21)

Tugasnya adalah melakukan urusan penerimaan surat pemberitahuan, surat wajib pajak lainnya, serta melakukan penastuasahaan pendaftaran, pemindahan dan pencabutan identitas Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Kordinator Pelaksana Surat Pemberitahuan Pajak

Tugasnya adalah melakukan penelitian surat pemberitahuan tahunan pasjak penghasilan (PPH) dan menyelesaikan pemohon penundaan penyampaian surat pemberitahuan tahunan PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Koordinator Pelaksana Ketetapan Dan Arsip Wajib Pajak.

Tugasnya adalah melaksanakan urusan tata usaha penerbitan surat ketetapan pajak dan kearsipan berkas Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Seksi Pajak Penghasilan (PPh) Perseorangan

seksi pasjak penghasilan perseorangan terdiri dari seorang kepala seksi pajak penghasilan perseorangan yang tugasnya adalah mengkordinasi urusan penatausaha dan perekaman surat pemeritahuan PPh Orang pribadi, pengawasan pembayaran masa, pemeriksaan sederhana lapangan/kantor berdasarkan kriteria dan fiskal luar negeri yang ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi Terdiri Dari:

a. Kordinator Pelaksana Pajak Penghasilan

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan, pengecekan dan perekaman surat pemberitahuan, serta pemantauan penatausahaan pembayaran masa PPh orang pribadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku


(22)

b. Kordinator Pelaksana Pajak Penghasilan Orang Pribadi II

Tugasnya adalah melaksanakan penatausahaan dan pelaksanaan pemeriksaan sederhana lapangan/kantor wajin pajak orang pribadi sesuai dengan ketentuan yang belaku

5. Seksi Pajak Penghasilan (Pph) Badan

seksi pajak penghasilan badan tergiri dari seorang kepala seksi pajak penghasilan badan yang tugasnya adalah mengkoordinasi urusan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan pajak penghasilan Badan. Pengawasan pembayaran masa, pemeriksaan sederhana berdasarkan kriteria yang ditentukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Seksi Pajak Dan Penghasilan Badan Terdiri Dari:

a. Koordinator Pelaksana Pajak Penghasilan Badan I

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan, pengecekan dan pemantauan pembayaran masa PPh Badan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Koordinator Pelaksana Pajak Penghasilan Badan II

Tugasnya adalah melakukan penatausahaan dan memproses daftar Wajib Pajak yang diterbitkan surat tagihan pajak atas keterlambatan penyampaian surat tagihan pajak atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan tahunan atau keterlambatan/kekurangan setor PPh pasal 29 serta merencanakan melaksanakan pemeriksaan sede rhaqna lapangan/kantor berdasarkan ketentuan yang berlaku.


(23)

Seksi pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan terdiri dari seorang Kepala Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan yang tugasnya mengkoordinasi urusan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan, pengawasan pembayaran masa serta melakuakan pemerksaan sederhan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seksi Pemotongan Dan Pemungutan Pajak Penghasilan Terdiri Dari:

a. Koordinator Pelaksana Pemotongan Dan Pemungutan Pajak Penghasilan I tugasnya adalah melakukan penatausahaan, pengecekan dan perekaman surat pemberitahuan, serta pemantauan dan penatausaha pembayaran masa pemotongan dan emungutan pajak penghasilan berdasarkan ketentuan yang berlaku

b. Koordinator Pelaksana Pemotongan Dan Pemungutan Pajak Penghasilan II tugasnya adalah melakukan urusan penatausahaan dan pelaksanaan sederhana atas pelaksanaan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan serta perekaman surat pemberitahuan tahunan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

Seksi PPN dan PTLL terdiri dari seorang kepala seksi pajak pertambahan nilai dan pajak tidak langsung lainnya yang tugasnya adalah mengkoordinasikan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan masa PPN, PPnBM, PTLL, pengawasan pembayaran SPT masa, k onfirmasi faktur pajak, serta pemeriksaan sederhana berdasarkan peraturan perundang-undangan.


(24)

Seksi PPN dan PTLL terdiri dari:

a. Koordinator Pelaksana Pajak Tambahan Nilai Industri.

Tugasnya adalah melakukan urusan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan masa pajak pertambahan Nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pengawasan pembayaran masa, konfirmasi faktur pajak, serta penatausahaan dan pelaksanaan sederhana di sektor industri sesuai dengan ketentuan yang berlaku

b. Koordinator Pelaksana Pajak Tambahan Nilai Perdagangan

tugasnya adalah melakukan perekaman surat pemberitahuan masa. Konfirmasi fak t ur pajak, serta penatausahaan dan melaksanakan pemeriksaan sederhana dddi sektor perdagangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

c. Koordinator Pelaksana PPN Jasa dan PTLL

tugasnya adalah melakukan urusan penatausahaan dan perekaman surat pemberitahuan masa PPN, pengawasan pembayaran masa, konfirmasi faktur pajak, serta penatausahaan dan melasksanakan pemeriksaan sederhana disektor jasa dan pajak langsung lainnya berdasarkan ketent uan yang berlaku.

8. Seksi Penagihan

seksi penagihan terdiri dari seorang kepala seksi penagihan yang tugasnya adalah mengkordinasikan urusan penatausahaan piutang pajak, serta penagihan, penundaan dan angsuran, serta pembuatan usulan penghapusan piutang pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan.


(25)

Seksi penagihan pajakterdiri dari:

a. Koordinator Pelaksana Tata Usaha Piutang Pajak

tugasnya adalah melakukan penatausahaan piutang pajak, usul penghapusan piutang pajak, penendaan dan angsuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Koordinator Pelaksana Penagihan Aktif

Tugasnya adalah melakukan penyiapan surat teguran, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, sita, usulan lelang dan dukungan penagihan lainnya berdasarkan ketentuan yangt berlaku.

9. Seksi Penerimaan dan Keberatan

seksi penerimaan dan keberatan yang terdiri dari seorang kepala seksi penerimaan dan keberatan yang t ugasnya adalah mengkordinasikan urusan rekonsilisasi penerimaan, pengolaan dan penyaluran surat setoran pajak (SSP) serta surat penghitungan pajak, dan surat perintah pembayaran kelebihan pajak, serta pengurangan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Seksi penerimaan dan keberatan terdiri dari:

a. Koordinator pelaksana tata usaha penerimaan, restitusi pajak, dan rekonsilasi.

Tugasnya adalah melakukan urusan penatausahaan penerimaan pajak, pembukaan restitusi, pembuatan regisyeer pemindahbukuan, pengolaan dan penatausahaan bermacam-macam penerimaan pajak, penyiapan surat ketetapan pajak kelebihan pembayaaaran pajak dan surat perintah membayar kelebihan pajak.


(26)

b. K oordinator pelaksana keberatan pajak penghasilan.

Tugasnya adalah melakukan urusan penyelesaian keberatan, penyusunan konsep uraian banding, konsep uraian pemandangan penyelesaian keberatan dan pengurangan, penghapusan, atau pembatalan utang pajak, konserp peninjauan kembali dan sengketa pajak penghasilan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

c. Koordinator pelaksana keberatan pajak pertambahan nilai dan pajak tidak langsung lainnya.

Melakukan urusan penyelesaian keberatan penyusunan uraian banding, penyusunan uraian pemandangan penyelesaian keberatan dan pengurangan, penghapusan atau pembatalan utang pajak atas ketetapan pajak, peninjauan kembali, sengketa pajak pertambahan nilai.

10. Kantor Penyuluhan Dan Pengamatan Potensi Perpajakan

kantor ini bert ugas melakukan urusan penyuluhan, pelayanan konsultasi perpajakasm kepada masyarakat, pengamatan potensi perpajakan dan kantor pembuatan monografi pajak dan memhantu kantor pelayanan kepada masyarakat serta urusan tata usaha, rumah tangga, kepegawaian dan keuangan.

B. Struktur organisasi kantor pelayanan medan polonia

Struktur organisasi yang digunakan kantor pelayanan pajak medan polonia ad alah struktur organisisasi lini dan staf, yang dipimpin oleh seorang kepala kantor


(27)

dibawah naungan kantor wilayah DPJ sumatera bagian utara, dimana seluruh pegaw ai adalah pegawai negeri sipil republik indonesia dibawah naungan departemen keuangan republik indonesia. Untuk lebih jelasnya sapat dilihat pada gambar bagian organisasi kantor pelayanan pajak medan polonia ( lampiran belakang )

BAB III

GAMBARAN DATA PKLM A. Pajak

Defenisi atau pengertian Pajak menurut :

Prof. Dr. P.J. A. Adriani (pernah menjadi guru besar pada Universitas Amsterdam) dikutip dari buku pengantar perpajakan; Bohari, S.H adalah sebagai berikut “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran u m um berhubung dengan tugas pemerintah” (Pengantar perpajakan; Bohari,S.H, hal 31). Sedangkan

Menurut Undang – Undang 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan tidak mendapat imbalan secar langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.


(28)

1. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2000 tentang Tempat dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 148/KMK.04/2000 Tata Cara Pelaksanaan Surat Paksa dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang Menerbitkan Surat Paksa.

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2002 Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

7.. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-21/PJ./2002 tentang Tata Cara Pemberitahuan Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa


(29)

dan Penyitaan di Luar Wilayah Kerja Pejabat yang Berwenang Menerbitkan Surat Paksa.

8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-459/PJ./2002 tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan Penanggung Pajak Berupa Piutang dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa..

9.. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-474/PJ./2003 Tanggal 2 Nopember 2003 tentang Bentuk, Jenis dan Kode Kartu, Formulir, Surat. dan Buku yang digunakan dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

10. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

11. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 294/KMK.03/2003 - M-02-UM.09-01 Tahun 2003 Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak yang disandera di Rumah Tahanan Negara dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

12. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-01/PJ.75/2004 Petunjuk Pelaksanaan Penagihan dalam Rangka Reorganisasi direktorat Jenderal Pajak.

13.. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004.


(30)

Dengan adanya peraturan dan undang-undang yang menjadi landasan hukum penagihan pajak dengan surat paksa di Indonesia ini, maka pajak yang dipungut oleh pemerintah sudah mempunyai suatu pondasi yang kuat dan tegas sehingga tidak perlu lagi adanya keragu-raguan ataupun alasan bagi wajib pajak.

C Penagihan Pajak

Penagihan menurut H. Moeljohadi.S.H pengertian penagihan khusus di dalam bidang perpajakan adalah; “Serangkaian tindakan dari operatur Direktorat Jendral Pajak, berhubung WP tidak melunasi baik sebagian / seluruh kewajiban perpajakan yang tergantung menurut Undang-Undang perpajakan yang berlaku”, sedangkan UU No. 19 Tahun 2000 Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Disamping pendapat tersebut Drs. Mardiasmo,MBA,Akt, (1994:32-34) mengatakan bahwa Surat Tagihan Pajak adalah : “surat untuk melakukan tangihan pajak san/atau sanksi administrasi berupa denda / atau bunga”.

1. pajak penghasilan dalsam tahun berjalan tidak dibayar atau kurang bayar 2. dari hasil penelitian Surat pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran

pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung.

3. WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda/atau bunga 22


(31)

4. pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai tetapi tidak melaporkan kegiatannya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

5. pengusaha yang dikukuhkan sebagai kena pajak tetapi telah membuat faktur pajak atau pengasaha yang dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau tidk mengisi selengkapnya faktur pajak.

Didalam alam kemerdekaan yang telah kita nikmati sekarang ini, tidak dapat dihindarkan bahwa pengalaman pahit dimasa lalu masih terbawa. Dalam sistem yang lama petugas oajak mendatangi masyarakat untuk didaftarkan sebagai wajib pajak, demikian juga besarnya pajak dihitung petugas pajak, akibatnya sering terjadi “kucing-kucingan” yaitu: Orang Pajak mengejar,Wajib Pajak menghindari. Sesuai dengan sistem Self Assessment Petugas Pajak Wajib Pajak.

Pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan, sehingga menimbulkan penilaian atas penggunaan pajak seperti:

a. Anggapan WP

Dalam pembayaran pajak, Wajib Pajak merasakan adanya ketidakadilan. Dimana Wajib Pajak yang dibayar atau pajak yang terutang lebih dari yang seharusnya.Perasaan ini bisa saja timbul karena Wajib Pajak pada dasarnya tidak membedakan untuk pajak daerah, pajak pusat, iuran, sumbangan, pungutan dan sebagainya. Sehingga seringkali Wajib Pajak menganggap semua itu menjadi bebannya, tidak rela sebagian penghasilannya dipotong sebagai pajak.


(32)

Wajib pajak yang paham dan matang terhadap perpajakan pasti akan selalu mencari kemungkinan yang diperh itungkan dalam reaksinya menghindari ataupun mengurangi beban pajak, seperti: mengh indari pajak ataupun menyelundupkan pajak. Sebagaimana diketahui dalam sistem perpajakan kepada Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang (self Assessment). Melalui Azas Self Assessment ini tentu saja memerlukan waktu, keuletan, kerja keras dan menuntut pengabdian serta disiplin yang tinggi.

Hal demikianlah yang membuat Wajib Pajak terbangkalai akan kewajiban dalam pembayaran pajak. Sehingga kegairahan Wajib Pajak dalm membayar pajak menjadi berkurang ataupun waib Pajak bersikap pasif. Sikap ini otomatis akan mempengaruhi penerimaan negara semakin berkurang. Untuk mengantisifasi masalah ini, maka fiskus akan bertindak melakukan penagihan aktif salah satunya dengan Penagihan Surat Paksa.

D. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritas dapat dilakukan dengan 2 langkah: a) Penagihan pasif

Pada dasarnya penagihan secara pasif terdiri atas 2 tahap:

1. penyerahan ketetapan pajak maupun tagihan pajak: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).


(33)

2. apabila ketetapan pajak diserahkan dan sampai batas waktu pembayaran belum memenuhi kewajibannya maka tindakan berikutnya adalah di keluarkannya Surat Teguran mungkin di berikan lebih dari satu kali.

b) Penagihan Aktif

Adalah: penagihan dengan menggunakan Surat Paksa dan dilanjutkan dengan tindakan sita. Dalam hal wajib Pajak lalai melaksanakan kewajiban pelunasan utang pajak dalam jangka waktu sebagaimana di tentukan dalam surat teguran tersebut pada langkah penagihan secara pasif penagihan pajak. Surat paksa sekurang-kurangnya memuat:

1. nama Wajib pajak, atau Penanggung Pajak 2. besarnya utang pajak

3. perintah untuk membayar

c) penagihan paksa ( UU no. 19 tahun 1949 )

Fiskus memulai juru sita pajak negara menyampaikan/memberitahukan surat paksa melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui kantor lelang negara terhdap barang-barang wajib pajak. Penagihan ini dikenal sebagai pengihan yang “keras” dalam rang melakukan Law-Enforcement si bidang perpajakan, namun langkah ini merupakan upaya terakhir, apabila tidak ada jalan lain.

E. Dasar Penagihan Pajak

Sesuai dengan sistem self assessment yang berlaku sekarang ini, Wajib Pajak diwajibkan menghitung memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri utang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan


(34)

pajak yang terutang atau wajib pajak melanggar ketentuan UU perpajakan barulah Direktorat Jendral pajak menerbitkan surat ketetapan pajak yang dapat berupa STP, SKPKB, SKPKBT,SKP, SKK, PB.

1. .Surat Tagihan Pajak (STP) adalah: surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau benda

Surat Teguran Pajak dikelurkan apabila

a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar

b. Dari hasil penelitian Sp terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung

c. Wajib pajak dikenal sanksi administrasi berupa benda/atau bunga.

2. surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) adalah : surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kred it pajak, jumlah kekurangan pembayaranpokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar.

Pasa l3 UU no.9 tahun1994 KUP menentukan dalam jangka 10 tahun sesudah saat terutang pajak atau berkhirnya masa pajak, bagian direktur jendral pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal:

a. apabila bedasarkan hasil pemriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

b. Apabila surat pemberitahuan tidak disamapaikan dalam jangka waktu sebagaimana ditertukan menurut UU dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaiman ditetukan dalam surat teguran.


(35)

3. surat ketetapan pjak kurang bayar tambahan (SKPKBT) adalah : surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Menurut pasal 15 UU No. 6 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU. No. 9 tahun 1994 direktur jendral pajak dapat menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, apabila ditemukan data barudan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang.

4. surat keputusan pembetulan adalah : Surat Keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung/atau kekelieuian dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat Ketetapan Pajak atas surat tagihan pajak.

5. surat keputusan keberatan (SKK) adalah; surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan olrh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak

6. putusan banding (PB) adalh : putusan badan peradilan atau banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajuakan oleh wajib pajak.

Keenam jenis surat ini merupakan dasar atau sarana atau administrasi Direktorat Jendral pajak untuk melakukan penagihan pajak. Untuk tertibnya dan keseragaman tindakan dalam melaksanakan penagihan pajak, Menteri keuangan akan mengatur tata caranya termasuk aspek administratif baik mengenai tindakan penagiahn itu sendiri maupun aspek pelaksanaan pembayaran atas tagihan pajak.


(36)

Tindakan pelaksanaan penagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 dan Pasal 4 diawali UU 19 Tahun 2000 dengan :

1. Penerbitan Surat Teguran oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diterbitkan terhadap Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda

pembayaran pajaknya.

2. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkaan Surat Paksa

3. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 kali 24 (dau puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksaaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu seperti :

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo, rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang


(37)

dipersamakan dengan itu, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya

penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.

G. Penagihan Dengan Surat Paksa

Berdasarkan surat edaran Dirjen Pajak No. D.15.4/VI/31/1976 tanggal 30 Maret 1976 tentang Pedoman Juru Sita, mengatakan bahwa: “Surat Paksa adalah surat perintah dengan paksa kepada penanggung pajak untuk membayar utang pajak. Didalam surat paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah utang pajaknya”.

Surat paksa berkepala “Demi Keadilan Dan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Surat Paksa mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan. Sesuai pasal 1 sub p UU No 6 tahun 1983 (Ketentuan Dan Tata Cara Perpajakan), mengatakan bahwa surat paksa adalah sebagai berikut: “ surat paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak, Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi


(38)

tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fikus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.

Surat paksa adalah surat keputusan yang mempunyai kekuatan yang sama dengan grose (yang asli) keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diganggugugat lagi dengan cara meminta banding kepada hakim yang lebih atas. Surat paksa harus menggunakan kepala “atas nama keadilan” karena perkataan-perkataan itulah surat paksa mendapat kekuatan ekskutorial yaitu kekuatan untuk dijalankan dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilan yang semata-mata memerintahkan pelaksanaan itu. Surat paksa memuat perintah kepada wajib pajak untuk melunasi pajaknya yang sudah barang tentu baru akan dikeluarkan setelah dipandang cukup.

1. Latar Belakang

a. Bahwa masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya hutang pajak sehingga memerlukan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa.

b. Bahwa UU No. 19 tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara tidak dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaan UU perpajakan yang berlaku.

c. Perlu adanya peraturan perundangan yang dapat mengatasi permasalahan mengenai tunggakan pajak dan memberi motivasi peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat akan kewajiban membayar pajak.


(39)

a. Membentuk keseimbangan antara kepentingan masyarakat wajib pajak dan kepentingan negara.

b. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk membayar pajak.

c. Meningkatkan penerimaan negara dari sektor bea masuk, cukai, denda administrasi, utamanya yang merupakan piutang macet.

3. Isi Dan Karakteristik Dari Surat Paksa

Berbicara lebih lanjut tentang surat paksa, maka surat paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari segi isinya :

1) Berkepala kata-kata “Atas Nama Keadilan” yang dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa”.

2) Nama Wajib Pajak/Penanggung Pajak, keterangan yang cukup alasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.

3) Dikeluarkan/ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan/Kepala Daerah.

b. Dari segi karakteristiknya :

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse dari putusan Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada hakim atasan


(40)

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan pajak (biaya-biaya panggilan)

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyandera- an/pencegahan.

Surat paksa, dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak “Parate Eksekusi”.

4. Penerbitan Surat Paksa

Menurut Pasal 8 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 dinyatakan bahwa surat paksa diterbitkan apabila :

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang Pajak sampai dengan jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

b. Pada dasarnya Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lainnya yang sejenis hanya diterbitkan satu kali. Pengertian Surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang fungsinya sama dengan Surat Teguran atau Surat Peringatan dalam upaya penagihan pajak sebelum Surat Paksa diterbitkan.

c. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus.


(41)

d. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Dalam hal-hal tertentu, misalnya karena penanggung pajak mengalami kesulitan likuidasi, kepada penanggung pajak atas dasar permohonannya dapat diberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak melalui keputusan Pejabat. Oleh karena itu keputusan dimaksud mengikat kedua belah pihak.

Dengan demikian, apabila kemudian Penanggung Pajak, tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak, maka Surat Paksa dapat diterbitkan langsung tanpa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau Surat lainnya yang sejenis.

5. Pelaksana Penagihan

a ). Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Juru sita pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjukan oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat Gubernur atau Bupati / Walikota untuk penagihan pajak Dearah.

1. Syarat – syarat diangkat menjadi Juru sita Pajak :

a. Berizajah serendah – rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu :

b. Berpangkat serendah – rendahnya Pengatur Muda / Golongan I c. Berbadan sehat


(42)

d. Lulus pendidikan dan latihan Juru sita Pajak e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian. 2. Pemberitahuan Juru sita Pajak

Juru sita Pajak diberhentikan apabila : a. Meninggal dunia

b. Pensiun

c. Karena ahli tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas melakukan perbuatan tercela ; melanggar sumpah atau janji Juru sita Pajak ; atau d. Sakit jasmani atau rohani terus menerus.

Berdasrkan Pasal 5 UU No 19 Tahun 2000

Jurusita Pajak bertugas:

a. melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus

b. memberitahukan Surat Paksa;

c. melaksanakan penyitaan atas barang Penangung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan

d.. melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

.b ). Petugas pelelangan adalah kantor yang berwenang melaksanakan penjualan secara lelang melalui Pejabat.


(43)

H. Tata Cara Penagihan Surat Paksa

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 561 / KMK.04 / 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pembertahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.

Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

a. Penanggung Pajak di tempat, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;

b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;

c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau


(44)

d. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi

Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

a. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau

b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

I. Penegahan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Juru sita pajak kepada Penaggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayran dan meliputi seluruh uang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan ketika :

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selam – lamanya atau berniat untuk pergi.

b. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia atau pun memindahtangankan barang yang dimilikinya atau dikuasainya.

c. Terdapat tanda – tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahnya atau berniat untuk itu.


(45)

d. Badan usah akan dibubarkan oleh negara ; atau

e. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda – tanda kepailitan.

Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung pajak mempunyai itikad kurang baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indikator tersebut. Adanya itikad kurang baik tersebut mungkun disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaannya untuk kemudian dilelng, kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hal semacam ini tentu perlu diantisipasi sekaligus dihindarkan,sehingga keadilan dapat diwujudkan dan negar tidak dirugikan. Oleh karena itu, dalam keadaan tertantu juru sita Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus.

Dalam hal ini terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara lansung oleh juru sita Pajak kepada Penanggung pajak. Ketika hal juru sita pajak mengetahui bahwa barang milik Penanggung Pajak akan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda – tanda kepailitan ; atau Penangung Pajak akan memebubarkan badan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau dikuasainya, maka juru sita pajak segra melakukan penagihan seketika dan sekaligus dengan melaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak tersebut setelah Surat Paksa diberitahukan. Tanda – tanda indikator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penaggung Pajak


(46)

berniat untuk mengurangi atau menjual / memindahtangankan barang – barangnya sehingga tidak ada lagi barang yang dapat disita.

BAB IV ANALISA DATA

A. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Cara penagihan yang terakhir dilakukan Kantor Pelayanan Pajak ialah penagihan paksa, dimana fiskus melalui juru sita pajak negara menyampaikan/memberitahhukan sura paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang wajib pajak. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah ini merupakn upanya terakhir, apabila wajib pajak tidak segera memenuhi kewajibannya.


(47)

Tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh kantor pelanyanan pajak yasng tidak melunasi hutang pajaknya adalah:

1. Kantor Pelayanan Pajak Mengeluarkan Surat Teguran Setelah 7 ( tujuh ) hari setelah jatuh tempo pembayaran melalui kantor POS dari produk hasil penelitian diantaranya :

a. Surat Tagihan Pajak ( STP )

b. Surat Ketapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB )

c. Surat Ketapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ) Di dalam Pelaksanaan Penagihan ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak.

2. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajak yang seharusnya dibayar setelah lewat waktu 21 ( dua puluh satu ) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa., dan dalam hal ini :

a. juru sita mendatangi tempat tinggal/tempat kedudukan wajib pajak/penaggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Juru Sita mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut. b. jika juru sita bertemu langsung dengan wajjib pajak/penanggung pajak dan

meminta agar wajib pajak/memperlihatkan surat-surat ke terangan pajak yang ada untuk diteliti:

- Apakah tunggakkan pajak menurut STP/SKP/SKPT cocok dengan jumlah tunggakan yang tercamtum dengan surat paksa.


(48)

- Apakah ada surat keputusan pengurangan/penghapusan

- Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya yang diperhitungkan

- Apakah terdapat utang tersebut dalam surat pajak, diajukan keberatan c. kalau juru sita tidak menjumpai wajib pajak/penanggung pajak maka

salinan surat paksa tersebut dapat diserahkan kepada:

- Keluarga penanggung pajak atau orang bertempat tinggal bersama wajib pajak/panggung pajak yang dewasa dan sehat mental

- Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha bersangkutan atau;

- Pejabat Pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah)dalam hal mereka tersebut pada butir a dan b diatas juga tidak dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada surat paksa dan salinannya, sebaai tanda diketahuinya dan menyampaikan salinannya kepada wajib pajak/penanggung pajak yang bersangkutan.

- Juru Sita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa.

d. kalau panggung pajak tidak ditemukan di kantor ( Pada Badan Hukum .) Apabila hal ini terjadi, maka juru sita dapat menyerahkan salinan surat paksa kepada :

- Seseorang yang ada di kantornya ( salah seorang pegawai )

- Seseorang yang ada ditempat tinggalnya ( misalnya : Istri, anak, atau pembantu rumahnya ). Sebaliknya apabila penanggung pajak tidak


(49)

dikenal / tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal perusahaan yang masih ada/sudah dibubarkan/tidak mempunyai kantor lagi. Surat Paksa (salinannya) d itempelkan pada pintu utama K antor Pelanyanan Paak dimana penanggung Pajak/wajib pajak semula berdomisili. Dapat juga surat paksa diuat dalam Berita Negara atau dimuat dalam salah satu harian dalam kota itu (UU No. 19 tahun 1997, pasal 6 ayat 5). e. Biaya penyampaian surat paksa

- Jumlah Biaya

Menurut KEP. DJP No 01/PJ. 75/1994 tanggal 14 januari 1994 besarnya biaya penyampaian surat paksa sebagai berikut:

- Bianya Harian Juru Sita = Rp. 10.000,- - Biaya Perjalanan = Rp. 15.000,- Jumlah Rp. 25.000,-

- Apabila sorang juru sita telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan apakah piutang pajak dan biaya penagihannya telah dilunasi oleh wajib pajak /penanggung pajak atau belum.

Tetapi itu tidak berarti bahwa juru sita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas d ari tanggung jawabnya terhadap pencarian piutang pajak tersebut. Apabila juru sita yakni bahwa wajib pajak/penanggung pajak tersebut mas ih aktif dan


(50)

potensial, maka ia harus segera mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.

f. Surat paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi Penagihan disertai laporan pelaksanaan penagihan dengan surat paksa d an diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Vertifikasi untuk ditanda tangani dan selajutnya dimasukkan dalam berkas Penagihan wajib pajak/ penanggung pajak yag bersangkutan dan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan surat paksa dalam buku register pengawasan penagiahan, buku register tindakan penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan tindakan STP/SKP/SKPT yang besangkutan. Dalam melaksanakan surat paksa tersebut juru sita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga/ perusahaan waib pajak/ penanggung pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

g. Laporan pelaksanaan surat paksa.

- Atas pelaksanaan surat peksa dibuat laporan oleh juru sita yang melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa tersebut.

- Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu:

- Pengakuan penyelesaian surat keberatan. Mengenai hal ini agar diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi. - Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan

memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang munkin dikeluarkan.


(51)

- Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadan yang sebenarnya dari wajib pajak/ penggung pajak antara lain: kemampuan bayar, itekad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan/ penagihan pajak dan sebagainnya, sehingga juru sita dapat mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.

h. Apabila juru sita tidak dapat melaksanakan surat paksa secara langsung, maka juru sita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya surat paksa, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya.

Disamping Pejabat / Juru sita melaksanakan tugasnya menyampaikan Surat Paksa kepada Wajib Pajak Juru sita dapat memeperhatikan / melihat aset – aset atau barang – barang yang dimiliki WP untuk melakukan penyitaan suatu saat nanti jika WP masih tetap untuk tidak membayar utangnya.

3. Apabila juga utang yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 2 kali 24 ( dua puluh empat ) jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksaaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat


(52)

lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan uang tertentu.

Di dalam pelaksanaan Juru sita dapat menempel kertas penyitaan kepada barang yang akan disita. biasanya barang yang akan dista tidak akan dibawa oleh Juru sita dikarenakan :

a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

b. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan.

Barang dari hasil yang disita harus sebanding dengan jumlah utang pajak yang ditanggung Penanggung Pajak dan jika tidak sebanding maka akan dilakukan penyitaan lagi.

4 Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Dan dalam hal pelaksananaan leleng Juru sita mempertanyakan dulu kepada dinas yang bersangkutan mengenai hak mlik barang yang dileleng. misalnya tanah kepada dinas pertanahan setempat.Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar hutang pajak.Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisia barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada


(53)

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa

Adapun kendala-kendala yang sering ditemui berkaitan dengan penagihan pajak dengan surat paksa pada KPP adalah :

1. Terdapat tunggakan yang berbeda

Dalam praktek kadang terdapat perhitungan yang salah dari pajak yang seharusnya dibayar. Jika terdapat kesalahan seperti ini, maka wajib pajak berhak untuk menunda pembayaran pajak sampai telah ditentukan jumlah yang benar. Apabila dalam melaksanakan panyampain surat Paksa, juru sita menemui persolan seperti tersebut diatas, yaitu tunggakan menurut surat paksa berbeda dengan tunggakan menurut surat ketetapan pajak yang ada pada penanggung pajak, maka juru sita tidak dapat mengubah, apa yang tertulis pada surat paksa atau mencoret dan menambahkan pembetulannya. Juru sita mengembalikan surat paksa tersebut kepada kepala sekswi penerimaan dan penagihan/kepala subseksi penagihan denagn disertai laporan dan usul agar dikeluarkan surat paksa yang baru dengan menggunakan nomor dan tanggal yang sama (pengganti surat paksa yang tadi) sesuai dengan data yang sebenarnya.


(54)

Adakalanya Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan. Alasan penolakan ini kadang kala sengaja dicari-cari karena wajib pajak tidak mau membayar pajaknya. Apabila penolakan didasarkan pada alasan lainnya, misalnya:

- Karena sedang mengajukan surat keberatan; - Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas

Maka terhadap hal-hal yang demikian, Juru Sita setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan surat paksa tersebut dengan menyerahkan salinan surat paksa kepada yang bersangkutan. Dan apabila penanggung pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan surat paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman/tempat kedudukan penanggung pajak atau wakilnya, dengan demikian surat paksa dianggap sudah diberitahukan/disampaikan.

3. Jurusita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah

Pada waktu pelaksanaan penyitaan sering terjadi jurusita tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang barang-barangnya akan disita.

4. Jurusita pajak tidak diperbolehkan menyita barang wajib pajak/ penanggung pajak

Hambatan lain yang sering ditemui dalam pelaksanaan penyitaan adalah jurusita tidak diperbolehkan menyita barang-barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak.


(55)

5. Wajib pajak/penanggung pajak tidak mau menandatangani berita acara sita

Berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh jurusita, para saksi dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau wakilnya yang barangnya disita. Sering terjadi Wajib Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Sita, sehingga penyitaan barang Wajib Pajak guna pelunasan hutang pajaknya menjadi tertunda.

6. Pembuktian barang-barang yang bukan milik wajib pajak/penanggung pajak

Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang akan disita tersebut bukanlah miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyitaan barang yang akan dilakukan.

7. Tingkat Kesadaran WP / Penanggung Pajak Masih Rendah

Walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistam self assesment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tempat waktu masih rendah dikarenakan masih kurang Pengetahuan WP tentang perpajakan.

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa


(56)

Pemecahan Masalah dalam hal Penagihan pajak dengan surat paksa :

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah menganutu sistem self assesment namun tingkat kesadaran WP untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan yang intensif.

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Oleh karena itu WP hendaknya membayar pajaknya.

3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik – baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan wajib pajak dlam menghindari penunggakan pajak.

4. Apabila jru sita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka juru sita dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

5. Ada kalanya WP keberatan atau tidak memeperbolehkan juru sita untuk menyita barang milik WP tersebut. Dalam hal ini juru sita pajak supaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahawa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang ( lelang ) apabila WP tersebut melunasi utang pajaknya.


(57)

6. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa WP / Penanggung pajak menagatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu WP / Penanggung pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya WP / Penanggung pajak.

7. Apabila WP / Penanggung pajak tidak mau mendatangani berita acara, juru sita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar peraturan perundang – undangan.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang Penulis lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab – bab terdahulu, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan membuat kesimpulan dan saran.

Adapun kesimpulan yang Penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Selama Wajib Pajak memebayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.

2. Wajib Pajak masih kurang turut berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, salah satunya ini disebabkan minimnya pengetahuan Wajib Pajak tentang Perpajakan.

3. Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap perpajakan harus mengikuti Dasar Hukum yang telah ditetapkan.

B. SARAN

1. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik – baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan wajib pajak dlam menghindari penunggakan pajak.

2. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan yang intensif. 55


(59)

3. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum tanggal jatuh tempo.

4. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan pajak dan koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaaan negara.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Atep Batara Dan Zul Afdi Ardian, 1997, Perpajakan, Jakarta.

Brotodiharjo, R, Susanto, 1987, Pengantar Ilmu Hukum, Pajak, Eresco, Bandung.. Lesman Eko, 1994 Sistem Perpajakan di Indonesia, Prima Camprografika, Jakarta. Mardiasmo, 1992, Perpajakan, Andi Offset, Yogyakarta.

Sihaloho Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.

Supramono dan Theresia Woro Damayanti, 2005, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, Andi Yogyakarta, Salatiga.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang – Undang No. 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Peraturan Pemerintah. No.135 Tahun 2000, Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Pengihan Pajak dengan Surat Paksa.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.


(1)

5. Wajib pajak/penanggung pajak tidak mau menandatangani berita acara sita

Berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh jurusita, para saksi dan Wajib Pajak/Penanggung Pajak atau wakilnya yang barangnya disita. Sering terjadi Wajib Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Sita, sehingga penyitaan barang Wajib Pajak guna pelunasan hutang pajaknya menjadi tertunda.

6. Pembuktian barang-barang yang bukan milik wajib pajak/penanggung pajak

Pada waktu melakukan penyitaan ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak/Penanggung Pajak menyatakan bahwa sebagian barang-barang yang akan disita tersebut bukanlah miliknya. Hal ini dilakukan untuk menghindari penyitaan barang yang akan dilakukan.

7. Tingkat Kesadaran WP / Penanggung Pajak Masih Rendah

Walaupun sistem perpajakan kita telah menganut sistam self assesment namun tingkat kesadaran Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tempat waktu masih rendah dikarenakan masih kurang Pengetahuan WP tentang perpajakan.

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa


(2)

Pemecahan Masalah dalam hal Penagihan pajak dengan surat paksa :

1. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, walaupun sistem perpajakan kita telah menganutu sistem self assesment namun tingkat kesadaran WP untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar serta membayar utang pajak pada tepat waktu masih rendah sekali, hal ini juga bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan yang intensif.

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak selama Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Oleh karena itu WP hendaknya membayar pajaknya.

3. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik – baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan wajib pajak dlam menghindari penunggakan pajak.

4. Apabila jru sita pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya dengan memberikan berupa ancaman maka juru sita dapat melaporkan kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

5. Ada kalanya WP keberatan atau tidak memeperbolehkan juru sita untuk menyita barang milik WP tersebut. Dalam hal ini juru sita pajak supaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahawa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang ( lelang ) apabila WP tersebut melunasi utang pajaknya.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(3)

6. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa WP / Penanggung pajak menagatakan bahwa sebagian barang yang akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu WP / Penanggung pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan miliknya WP / Penanggung pajak.

7. Apabila WP / Penanggung pajak tidak mau mendatangani berita acara, juru sita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak kepolisian karena telah melanggar peraturan perundang – undangan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang Penulis lakukan dan yang telah dilaksanakan pembahasannya pada bab – bab terdahulu, kini sampailah penulis pada akhir penelitian dengan membuat kesimpulan dan saran.

Adapun kesimpulan yang Penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Selama Wajib Pajak memebayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo tidak akan dilakukan tindakan penagihan.

2. Wajib Pajak masih kurang turut berpartisipasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, salah satunya ini disebabkan minimnya pengetahuan Wajib Pajak tentang Perpajakan.

3. Dalam melaksanakan kegiatan penagihan terhadap perpajakan harus mengikuti Dasar Hukum yang telah ditetapkan.

B. SARAN

1. Diharapkan kepada Fiskus agar dapat bekerja sama yang baik dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dapat dilaksanakan dengan sebaik – baiknya. Hal ini bertujuan untuk memperkecil kesempatan wajib pajak dlam menghindari penunggakan pajak.

2. Untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta memahami peraturan dibidang perpajakan, perlu ditingkatkan pembinaan terhadap wajib pajak dengan penyuluhan yang intensif. 55

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara


(5)

3. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan hendaknya Wajib Pajak membayar pajak tepat pada waktunya atau sebelum tanggal jatuh tempo.

4. Perlunya peningkatan fungsi pengawasan terhadap penagihan pajak dan koordinasi serta kerja sama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaaan negara.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Atep Batara Dan Zul Afdi Ardian, 1997, Perpajakan, Jakarta.

Brotodiharjo, R, Susanto, 1987, Pengantar Ilmu Hukum, Pajak, Eresco, Bandung.. Lesman Eko, 1994 Sistem Perpajakan di Indonesia, Prima Camprografika, Jakarta. Mardiasmo, 1992, Perpajakan, Andi Offset, Yogyakarta.

Sihaloho Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.

Supramono dan Theresia Woro Damayanti, 2005, Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan, Andi Yogyakarta, Salatiga.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang – Undang No. 19 Tahun 2000, tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Peraturan Pemerintah. No.135 Tahun 2000, Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Pengihan Pajak dengan Surat Paksa.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa.

Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara