Usulan Perancangan Fasilitas Kerja Untuk Mereduksi Level Risiko Musculoskeletas Disorders (MsDs) Pada Bagian Pengepakan Pakaian di CV. Raya Sport

(1)

USULAN PERANCANGAN FASILITAS KERJA UNTUK MEREDUKSI LEVEL RISIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA

BAGIAN PENGEPAKAN PAKAIAN DI CV. RAYA SPORT

T U G A S S A R J A N A Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh KHADAFI

070403010

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Abstrak

CV. Raya Sport merupakan usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang konveksi, khususnya membuat pakaian olahraga, baik untuk kalangan sekolah (TK, SD, SLTP dan SLTA), maupun kalangan instansi (pemerintah dan swasta). Proses produksi konveksi ini meliputi pemotongan pola, penjahitan, peyetingan film, pembuatan film, penyablonan, penyeterikaan dan bagian pengepakan. Secara pengamatan langsung terlihat bahwasannya terdapat faktor penyebab terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders (MsDs) di stasiun pengepakan. Pada bagian pengepakan terdapat tiga orang operator yang memiliki tugas melipat pakaian yang telah di seterika dan memasukkan kedalam plastik pemungkus pakaian. Ketiga operator tersebut melakukan aktivitas di lantai (tanpa fasilitas kerja) dengan posisi tubuh membungkuk sekitar 200 atau lebih dan kaki ditekuk. Standard Nordic Quetionnaire (SNQ) disebarkan untuk mengetahui keluhan selama jam kerja. Dari penyebaran kuesioner diperoleh bagian tubuh yang mengalami keluhan sangat sakit adalah leher, punggung, pinggang, dan bokong. Sedangkan bagian tubuh yang mengalami keluhan sakit adalah tangan dan kaki. Hal ini disebabkan oleh aktivitas kerja yang mengabaikan prinsip ergonomi yaitu efektif, aman, sehat, nyaman, dan efesien. Penilaian level tindakan postur kerja menggunakan metode rapid entire body assessment (REBA) menunjukkan level risiko yang tinggi sehingga operator memerlukan perbaikan segera dalam waktu dekat. Dalam penelitian dirancang fasilitas kerja pada stasiun pengepakan berdasarkan prinsip antropometri agar keluhan pada otot rangka yang dialami operator di stasiun pengepakan dapat diminimalkan. Fasilitas kerja yang diusulkan adalah meja dan kursi untuk stasiun pengepakan dimana pada penentuan ukuran rancangan berdasarkan dimensi antropometri tinggi bahu duduk(54,19cm), tinggi siku(18,62 cm) duduk, tinggi popliteal(38 cm), pantat popliteal(39,83 cm), lebar bahu(38,86 cm), lebar pinggul(37,8cm), rentang tangan(146,29), dan jangkauan tangan(63,34 cm). Dengan adanya meja dan kursi maka operator tidak lagi melakukan aktivitas kerja di lantai, sehingga penilaian level tindakan postur kerja usulan menunjukkan bahwa masing-masing operator memiliki level risiko kerja yang lebih kecil dan keluhan (MsDs) dapat berkurang.

Keyword : standard nordic quetionnaire (SNQ), rapid entire body assessment (REBA), antropometri, perancangan fasilitas.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi Reguler Strata Satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul untuk tugas sarjana ini adalah “Usulan Perancangan Fasilitas Kerja Untuk Mereduksi Level Risiko Musculoskeletas Disorders (MsDs) pada Bagian Pengepakan Pakaian di CV. Raya Sport”.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas sarjana ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas sarjana ini. Semoga tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan pembaca lainnya.

Medan, Agustus 2012 Penulis,


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan tugas sarjana ini penulis mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa spiritual, materil, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya.

2. Kedua orang tua penulis Bapak (Alm) Rusli Amin Thaib dan Ibu Hj. Nuraini serta saudara penulis Mayrini, Amd Kep, Soraya Amd Keb, Saibur Anwar, SE, MM dan Briptu Mohammad Fadli yang telah memberikan dorongan semangat, perhatian yang besar dan do’a kepada penulis.

3. Ibu Ir. Khawarita Ginting, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir, Rosnani Ginting, MT. selaku koordinator Tugas Sarjana Departemen Teknik Industri USU.

5. Bapak Ir. A Jabbar Rambe, M.Eng. selaku koordinator bidang ergonomi departemen Teknik Industri USU.

6. Bapak Ir. Poerwanto,Msc. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ir. Anizar, MKes. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak bimbingan dan nasihat serta motivasi dalam penyelesaian tugas akhir ini. 7. Bapak Ir. Poerwanto selaku dosen wali penulis, yang telah memberikan


(9)

8. Bapak Dedy Ahyar dan seluruh karyawan di CV. Raya Sport yang telah bersedia mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Perusahaan tersebut.

9. Seluruh pegawai di Departemen Teknik Industri (Bang Mijo, Kak Dina, Bang Ridho, Bu Ani, Bang Nurmansyah, Bang Kumis dan Kak Rahma)

10. Mushawir Masril, Amirul Haji, Doly Hikmatyar, Fahri Zulmy, Khairunnisa Batubara, Fakhrurozy P. Lubis, Muhammad Firdaus yang telah memberikan semangat, membantu dan mendukung serta bagian dari tempat diskusi penulis.

11. Julianti, Amd Farm. yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi serta do’anya kepada penulis.

12. Seluruh teman-teman stambuk 2007 (KOSTUTI) yang telah membantu dan mendukung serta bagian dari tempat diskusi penulis.

13. Seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu, namun telah memberikan dukungan, bantuan, dan inspirasi yang sangat berharga.


(10)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-4 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-4 1.4. Asumsi dan Batasan Masalah ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-6 1.6. Sistematika Penulisan laporan ... I-7

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... II-1


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... II-2 2.3.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-3 2.3.2. Jam Kerja ... II-3 2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Perusahaan ... II-4 2.4. Proses Produksi ... II-4 2.4.1. Bahan Baku ... II-4 2.4.2. Bahan Penolong ... II-5 2.4.3. Bahan Tambahan ... II-5 2.4.4. Uraian Proses Produksi ... II-5 2.4.5. Mesin dan Peralatan yang Digunakan ... II-10

III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1

3.1. Keluhan Musculoskeletal ... III-1 3.1.1. Standard Nordic Quetionnaire (SNQ) ... III-4 3.2. Prinsip Dasar Sikap Duduk ... III-5 3.3. Rapid Entire Body Assessment (REBA) ... III-7 3.4. Antropometri ... III-14 3.4.1. Definisi Antropometri ... III-14


(12)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran

Antropometri ... III-15 3.4.3. Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data

Antropometri ... III-16 3.4.4. Pengujian Keseragaman Data ... III-18 3.4.5. Uji Kecukupan Data ... III-20 3.4.6. Uji Kenormalan Data ... III-20 3.4.7. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja ... III-21

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Subjek Penelitian ... IV-1 4.3. Jenis Penelitian ... IV-1 4.4. Populasi Penelitian ... IV-2 4.4.1. Populasi ... IV-2 4.5. Variabel Penelitian ... IV-2 4.5.1. Variabel Independen ... IV-2 4.5.2. Variabel Dependen ... IV-3 4.5.3. Kerangka Konseptual ... IV-3


(13)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.6. Instrumen Penelitian ... IV-4 4.7. Sumber Data ... IV-5 4.8. Prosedur Penelitian ... IV-6 4.9. Metode Penelitian ... IV-7 4.9.1. Metode Pengumpulan Data ... IV-7 4.9.2. Metode Pengolahan Data ... IV-8 4.9.3. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-8 4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-8

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Proses dan Situasi Kerja ... V-1 5.1.2. Keluhan Musculoskeletal ... V-2 5.1.3. Postur Kerja Operator ... V-6 5.1.3.1. Postur Kerja Operator 1 ... V-6 5.1.4. Pengukuran Dimensi Antropometri ... V-8 5.2. Pengolahan Data ... V-11 5.2.1. Penentuan Modus Keluhan Berdasarkan Kuesioner SNQ ... V-11 5.2.2. Pengolahan Data Postur Kerja ... V-13 5.2.2.1. Pemberian Skor Postur Group A dan B ... V-13


(14)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.3. Pengolahan Data Antropometri ... V-22 5.2.3.1. Uji keseragaman Data... V-22 5.2.3.2. Uji kecukupan Data ... V-28 5.2.3.3. Uji kenormalan Data... V-30 5.2.3.4. Perhitungan Persentil ... V-31 5.2.3.5. Prinsip Perancangan Data Antropometri ... V-32

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisis Keluhan Musculoskeletal ... VI-1 6.2. Analisis Fasilitas Kerja Aktual ... VI-1 6.3. Analisis Postur Kerja Aktual ... VI-2 6.4. Evaluasi Fasilitas Kerja Aktual ... VI-3 6.5. Evaluasi Postur kerja Usulan ... VI-7

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran... VII-2


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. JumlahTenaga Kerja ... II-3 2.2. Mesin dan Peralatan yang Digunakan ... II-10 3.1. Skor Batang Tubuh REBA ... III-8 3.2. Skor Leher REBA ... III-8 3.3. Skor Kaki REBA ... III-9 3.4. Tabel A (Penilaian Tubuh Bagian A) REBA ... III-9 3.5. Skor Lengan Atas REBA ... III-10 3.6. Skor Lengan Bawah REBA ... III-10 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA ... III-11 3.8. Tabel B (Penilaian Tubuh Bagian B) REBA ... III-11 3.9. Skor Beban REBA ... III-11 3.10. Skor Coupling REBA ... III-12 3.11. Skor C REBA ... III-12 3.12. Skor Aktivitas REBA ... III-13 3.13. Nilai Level Tindakan REBA ... III-13 3.14. Jenis Persentil dan Perhitungan dalam Distribusi Normal ... III-18 5.1. Rekapitulasi Bobot Standard Nordic Questionnaire ... V-4 5.2. Hasil Pengukuran Dimensi Antropometri Ketiga Operator Pengepakan .. V-9 5.3. Data Hasil Pengukuran Dimensi Antropometri Mahasiswi ... V-9 5.4. Rekapitulasi Persentase Keluhan pada Bagian Tubuh ... V-12


(16)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.5. Nilai Level Tindakan REBA Kanan ... V-14 5.6. Nilai Level Tindakan REBA Kiri ... V-15 5.7. Nilai Level Tindakan REBA Kanan ... V-16 5.8. Nilai Level Tindakan REBA Kiri ... V-17 5.9. Nilai Level Tindakan REBA Kanan ... V-18 5.10. Nilai Level Tindakan REBA Kiri ... V-19 5.11. Nilai Level Tindakan REBA Kanan ... V-20 5.12. Nilai Level Tindakan REBA Kiri ... V-21 5.13. Data Dimensi Tinggi Bahu Duduk (TBD) ... V-23 5.14. Data Dimensi Tinggi Bahu Duduk (TBD) Revisi I ... V-24 5.15. Data Dimensi Tinggi Bahu Duduk (TBD) Revisi II ... V-26 5.16. Rekapitulasi Perhotungan Uji Keseragaman Data ... V-28 5.17. Rekapitulasi Perhitungan Uji Kecukupan Data... V-30 5.18. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square Menggunakan

Software SPSS 16.0 ... V-30 5.19. Perhitungan Persentil ke-5, 50, dan 95 untuk seluruh

Dimensi Antropometeri... V-32 6.1. Dimensi Antropometri Rancangan Meja dan Kursi Usulan ... VI-3 6.2. Rekapitulasi Hasil Penilaian Postur Kerja Usulan Operator VI-10


(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-2 2.2. Pemotongan Pola ... II-6 2.3. Aktivitas Penjahitan ... II-6 2.4. Aktivitas Penyetingan Film ... II-7 2.5. Aktivitas Pembuatan Film ... II-7 2.6. Aktivitas Penyablonan ... II-8 2.7. Aktivitas Penyeterikaan ... II-9 2.8. Aktivitas Pengepakan ... II-9 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-5 3.2. Postur Batang Tubuh REBA ... III-7 3.3. Postur Leher REBA... III-8 3.4. Postur Kaki REBA ... III-8 3.5. Postur Lengan Atas REBA... III-9 3.6. Postur Lengan Bawah REBA ... III-10 3.7. Postur Pergelangan Tangan REBA ... III-10 3.8. REBA Assessments Worksheet ... III-14 3.9. Distribusi Normal Dengan Data Antropometri Persentil 95-th... III-17 3.10. Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya ... III-24 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Proseduri Penelitian ... IV-6


(18)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.1. Operator Pengepakan ... V-2 5.2. Identifikasi Warna Keluhan Musculoskeletal Operator ... V-5 5.3. Pengambilan pakaian ... V-6 5.4. Melipat Pakaian yang Teah Diseterika ... V-7 5.5. Memasukkan Pakaian kedalam Platik pemungkus ... V-7 5.6. Meletakkan Pakaian yang Telah terbungkus di Lantai ... V-8 5.7. Histogram Keluhan pada Operator ... V-13 5.8. Penilaian REBA Kanan ... V-14 5.9. Penilaian REBA Kiri ... V-15 5.10. Penilaian REBA Kanan ... V-16 5.11. Penilaian REBA Kiri ... V-17 5.12. Penilaian REBA Kanan ... V-18 5.13. Penilaian REBA Kiri ... V-19 5.14. Penilaian REBA Kanan ... V-20 5.15. Penilaian REBA Kiri ... V-21 5.16. Sebaran Data Dimensi Tinggi Bahu Duduk (TBD) ... V-24 5.17. Sebaran Data Dimensi Tinggi Bahu Duduk (TBD) Revisi I... V-26 5.18. Sebaran Data Dimensi Tinggi Bahu Duduk (TBD) Revisi II ... V-27 6.1. Kursi Operator Tampak Depan ... VI-3 6.2. Kursi Operator Tampak Samping ... VI-4


(19)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

6.3. Kursi Operator Tampak Atas ... VI-4 6.4. Kursi Operator Tampak 3 Dimensi ... VI-5 6.5. Meja Operator Tampak Depan ... VI-5 6.6. Meja Operator Tampak Atas ... VI-6 6.7. Meja Operator Tampak Samping ... VI-6 6.8. Meja Operator Tampak 3 Dimensi ... VI-7 6.9. Simulasi Pengambilan Baju yang Telah di Sterika di Atas Meja ... VI-8 6.10. Simulasi Melipat Pakaian yang Telah di Seterika ... VI-8 6.11. Simulasi Memasukkan Pakaian yang Telah di Lipat ke

Dalam Plastik Pemungkus ... VI-9 6.12. Simulasi Meletakkan Pakaian yang Telah di Bungkus Di atas Meja ... VI-9


(20)

Abstrak

CV. Raya Sport merupakan usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang konveksi, khususnya membuat pakaian olahraga, baik untuk kalangan sekolah (TK, SD, SLTP dan SLTA), maupun kalangan instansi (pemerintah dan swasta). Proses produksi konveksi ini meliputi pemotongan pola, penjahitan, peyetingan film, pembuatan film, penyablonan, penyeterikaan dan bagian pengepakan. Secara pengamatan langsung terlihat bahwasannya terdapat faktor penyebab terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders (MsDs) di stasiun pengepakan. Pada bagian pengepakan terdapat tiga orang operator yang memiliki tugas melipat pakaian yang telah di seterika dan memasukkan kedalam plastik pemungkus pakaian. Ketiga operator tersebut melakukan aktivitas di lantai (tanpa fasilitas kerja) dengan posisi tubuh membungkuk sekitar 200 atau lebih dan kaki ditekuk. Standard Nordic Quetionnaire (SNQ) disebarkan untuk mengetahui keluhan selama jam kerja. Dari penyebaran kuesioner diperoleh bagian tubuh yang mengalami keluhan sangat sakit adalah leher, punggung, pinggang, dan bokong. Sedangkan bagian tubuh yang mengalami keluhan sakit adalah tangan dan kaki. Hal ini disebabkan oleh aktivitas kerja yang mengabaikan prinsip ergonomi yaitu efektif, aman, sehat, nyaman, dan efesien. Penilaian level tindakan postur kerja menggunakan metode rapid entire body assessment (REBA) menunjukkan level risiko yang tinggi sehingga operator memerlukan perbaikan segera dalam waktu dekat. Dalam penelitian dirancang fasilitas kerja pada stasiun pengepakan berdasarkan prinsip antropometri agar keluhan pada otot rangka yang dialami operator di stasiun pengepakan dapat diminimalkan. Fasilitas kerja yang diusulkan adalah meja dan kursi untuk stasiun pengepakan dimana pada penentuan ukuran rancangan berdasarkan dimensi antropometri tinggi bahu duduk(54,19cm), tinggi siku(18,62 cm) duduk, tinggi popliteal(38 cm), pantat popliteal(39,83 cm), lebar bahu(38,86 cm), lebar pinggul(37,8cm), rentang tangan(146,29), dan jangkauan tangan(63,34 cm). Dengan adanya meja dan kursi maka operator tidak lagi melakukan aktivitas kerja di lantai, sehingga penilaian level tindakan postur kerja usulan menunjukkan bahwa masing-masing operator memiliki level risiko kerja yang lebih kecil dan keluhan (MsDs) dapat berkurang.

Keyword : standard nordic quetionnaire (SNQ), rapid entire body assessment (REBA), antropometri, perancangan fasilitas.


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1. Latar Belakang Masalah

Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan adanya aktivitas manual yaitu pengepakan pakaian.

Pada stasiun pengepakan tidak terdapat fasilitas kerja yang mendukung operator melakukan aktivitas kerjanya. Aktivitas kerja aktual yang berlangsung selama ini tanpa disadari kurang memperhatikan faktor kenyamanan yaitu tidak adanya fasilitas kerja dan kesehatan kerja operator berupa sikap dan postur kerja yang baik. Jika hal ini terus berlanjut maka dapat menimbulkan beberapa masalah seperti perubahan bentuk normal tubuh, kelumpuhan, penekanan sendi, penekanan tulang rawan, kerusakan pada discusvertebra,dan lain- lain.

Berdasarkan hasil kuesioner SNQ yang disebarkan terhadap pekerja di stasiun pengepakan, diperoleh adanya keluhan pada tulang belakang dan leher yang disebabkan oleh posisi kerja operator yang membungkuk dan keluhan juga dirasakan operator pada kaki yang dijadikan sebagai titik tumpu keseimbangan tubuh.

Penelitian mengenai keluhan pada otot rangka dengan sikap kerja yang tidak alamiah pada perusahaan yang melakukan proses produksi secara manual pernah dilakukan sebelumnya. Hasil penilaian postur kerja dengan metode rapid entire body assessment (REBA) menunjukkan bahwa stasiun perakitan menjadi


(22)

prioritas utama karena level risiko sangat tinggi yaitu 11. Hasil kuesioner Nordic juga menunjukkan bahwa operator menghadapi ketidaknyamanan dan cedera pada tubuh bagian pinggang, bahu kiri, dan pergelangan tangan kiri. Perancangan produk secara generik menghasilkan meja perakitan. Setelah implementasi, skor REBA turun dua tingkat menjadi risiko rendah, keluhan pada tubuh dapat dieliminasi, dan adanya perbaikan metode kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat (Dian Mardi Safitri dkk, 2008).

Keluhan MSDs dapat dilihat dari beberapa studi kasus antara lain terjadi pada pekerja di Lathan Furniture yang diteliti oleh Fitri Prasetyaningrum di Surakarta. Penelitian ini membahas postur kerja pada pekerjaan yang bekerja dengan cara duduk yaitu pada stasiun perakitan kursi makan yang masih sederhana. Hasil kuesioner Nordic Body Map yang disebarkan kepada pekerja mengalami cidera otot pada bagian leher bawah (80%), bahu (20%), punggung (40%), pinggang kebelakang (40%), pinggul kebelakang (20%), pantat (20%), paha (40%), lutut (60%), dan betis (80%). Berdasarkan Penilaian postur kerja dengan metode Rapid Entire Body Assesment pada aktivitas menganyam sandaran kursi bagian belakang, membalik kursi dan menaruh kursi setelah dibalik berada dalam level tinggi dengan skor REBA 11, 9, dan 8 dalam arti kategori tindakan perlu perbaikan sekarang juga. (Prasetyaningrum, Fitri. 2010. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.)

Penelitian lain yang membahas tentang keluhan MSDs adalah penelitian yang dilakukan Saptono (2009) di PT. Makmur Alam Sentosa I (PT. MAS I). Hasil produksi PT. MAS I adalah veneer yang akan diproduksi menjadi triplex.


(23)

Penelitian dilakukan untuk menganalisis postur kerja di bagian stasiun mesin rotary, apakah berbahaya yang dapat menimbulkan keluhan MSDs atau tidak berdasarkan analisis REBA. Dari hasil penelitian dengan metode REBA didapatkan hasil: Action level 2 = 50 %, Action level 3 = 37,5 % dan Action level 4 = 12,5 %. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa postur kerja masih berbahaya.

Proses produksi di CV. Raya Sport dibagi atas tujuh tahap proses, yaitu proses pemotongan pola, penjahitan, penyetingan film, pembuatan film, penyablonan, penyeterikaan dan pengepakan. Dikarenakan setelah dilakukan pengamatan di bagian pengepakan pakaian yang terdapat faktor terjadinya musculoskeletal Disorders (MsDs) berupa kerja yang berulang serta postur kerja yang tidak alamiah. Oleh karena itu dari semua tahapan proses produksi konveksi yang paling memungkinkan risiko terjadinya keluhan Musculosceletal Disorders (MSDs) adalah di bagian pengepakan.

Dari gambaran di atas, maka dilakukan evaluasi cara kerja operator dengan membuat fasilitas kerja yang ergonomis. Fasilitas kerja yang diusulkan berupa meja kerja dan kursi yang dirancang berdasarkan pengukuran dan prinsip-prinsip antropometri. Selain itu, posisi duduk pada saat proses pengepakan dilakukan dengan posisi badan membungkuk, menyebabkan muskuloskletal disorders pada lumbar vartebrae 5/Sacrum 1 (L5/S1) operator. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya fasilitas kerja tersebut, postur kerja yang mengalami keluhan Musculosceletal Disorders (MSDs) seperti otot di tulang belakang, lengan, kaki, dan leher dapat direduksi.


(24)

1.1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah yang dihadapi adalah adanya keluhan musculoskeletal yang dialami operator akibat postur kerja operator yang membungkuk dan kaki di tekuk sehingga perlu adanya rancangan fasilitas kerja untuk mereduksi keluhan tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah meminimalisir keluhan musculoskeletal yang dialami operator di stasiun pengepakan

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami keluhan musculoskeletal. 2. Menganalisis level risiko postur kerja aktual operator dalam melakukan

aktivitas.

3. Mendapatkan rancangan fasilitas kerja pada bagian pengepakan.

1.4. Asumsi dan Batasan Masalah

Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Penelitian dilakukan dengan gerakan normal dan tidak berada dalam tekanan.

2. Operator yang diukur berada dalam kondisi yang sehat, baik jasmani maupun rohani.


(25)

3. Operator leluasa bekerja, artinya tempat kerja dan susunan fasilitas kerja tidak menjadi penghambat.

4. Operator tidak mengalami pergantian selama bekerja.

5. Proses produksi tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

6. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berada pada kondisi baik dan sesuai standar.

7. Prosedur kerja tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

Batasan-batasan pada penelitian ini antara lain:

Adapun batasan-batasan pada penelitian ini antara lain: 1. Penelitian hanya dilakukan pada stasiun pengepakan pakaian.

2. Pengukuran hanya dilakukan pada operator yang bertugas mengemas pakaian jadi.

3. Prinsip yang digunakan tidak terbatas pada antropometri statis, yaitu data didapat dari pengukuran dimensi tubuh manusia pada saat diam tetapi juga bergerak.

4. Sampel data dimensi antropometri, yaitu mahasiswa Teknik Industri dapat mewakili populasi manusia di Indonesia sebagai acuan dalam merancang fasilitas kerja berupa meja kerja dan kursi di bagian pengepakan.


(26)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan

Menjadikan suatu pertimbangan sebagai masukan untuk merancang fasilitas kerja yang ergonomis dalam usaha untuk mereduksi keluhan Musculosceletal Disorders (MSDs).

2. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk memberikan pengalaman dalam menerapkan teori-teori Teknik Industri terutama dalam bidang Ergonomi dan Perancangam Sistem Kerja, khususnya dalam penilaian beban serta postur kerja, dan perancangan fasilitas kerja berdasarkan dimensi dan prinsip antropometri yang telah didapat di perguruan tinggi ke dalam lingkungan industri secara nyata dalam menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan praktis.

3. Bagi Departemen Teknik Industri

Menjalin hubungan baik antara Departemen Teknik Industri dan perusahaan yang terlibat. Selain itu untuk menambah jumlah dan mempengaruhi hasil karya mahasiswa yang dapat menjadi literatur dan referensi penelitian bagi peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya dalam bidang ergonomi dan perancangam sistem kerja di Departemen Teknik Industri.


(27)

1.6. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Sarjana

Sistematika penulisan laporan Tugas sarjana adalah sebagai berikut : Pada bab I Pendahuluan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan, serta sistematika penulisan tugas sarjana.

Pada bab II Gambaran Umum Perusahaan, berisikan sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, struktur organisasi, jumlah tenaga kerja, jam kerja, sistem pengupahan, proses produksi, bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan, mesin dan fasilitas produksi serta beberapa hal yang mendukung mengenai perusahaan CV. Raya Sport.

BAB III Landasan Teori; memaparkan teori yang meliputi keluhan musculoskeletal, standard nordic quetionnaire (SNQ), rapid entire body assessment (REBA), dan antropometri.

BAB IV Metodologi Penelitian; menggambarkan langkah langkah mulai dari lokasi dan waktu penelitian, subjek penelitian, jenis penelitian, populasi penelitian, variabel penelitian (variabel independen, variabel dependen, dan kerangka konseptual), instrumen penelitian, sumber data, dan prosedur penelitian

BAB V Pengumpulan dan Pengolahan Data. Pengumpulan data meliputi proses dan situasi kerja, data keluhan musculoskeletal, postur kerja operator, dan data pengukuran dimensi antropometri. Pengolahan data meliputi penilaian postur kerja operator dengan menggunakan REBA, dan pengolahan data antropometri (uji keseragaman data, uji kecukupan data, uji kenormalan data, dan perhitungan persentil).


(28)

BAB VI Analisis Pemecahan Masalah; berisi analisis mengenai keluhan musculoskeletal, postur kerja aktual, data antropometri, rancangan fasilitas kerja usulan, dan postur kerja usulan, serta perbandingan kondisi aktual dengan kondisi usulan.

BAB VII Kesimpulan dan Saran, menjelaskan akan kesimpulan dari hasil penelitian serta rekomendasi saran-saran yang bermanfaat bagi perusahaan.


(29)

(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

CV. Raya Sport merupakan usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang konveksi, khususnya satu set pakaian olahraga. CV. Raya Sport didirikan pada tahun 2000 oleh bapak Dedi Ahyar sebagai pendiri sekaligus pemilik perusahaan ini. Pada awal pendiriannya, perusahaan ini merupakan usaha bersama yang dikembangkan oleh pak Dedi bersama 3 rekannya selaku pemegang modal bersama dan ditambah 2 orang karyawan yang membantu proses produksi. Namun sejak tahun 2004, bapak Dedi Ahyar menjadi pemilik tunggal CV. Raya Sport ini.

Awalnya CV. Raya Sport berlokasi dirumah pak Dedi sendiri yaitu di jalan Benteng No 1A. Namun, seiring dengan makin berkembangnya usaha ini maka proses produksinya kemudian dipindahkan ke Jl. Bakti Luhur no 147 Medan hingga sekarang.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

CV. Raya Sport merupakan usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang konveksi, khususnya satu set pakaian olahraga, baik untuk kalangan sekolah (TK, SD, SLTP dan SLTA), maupun kalangan instansi (pemerintah dan swasta). Daerah pemasarannya meliputi Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat.


(31)

2.3. Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan hubungan kerjasama antara dua orang atau lebih dengan tugas yang saling berkaitan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Pendistribusian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan satu sama lain dapat digambarkan pada suatu struktur organisasi, sehingga para pegawai dan karyawan akan mengetahui dengan jelas apa tugas yang harus dilakukan, dari siapa perintah diterima dan kepada siapa harus bertanggung jawab.

Struktur organisasi yang diterapkan pada CV. Raya Sport adalah struktur organisasi lini. Tipe ini umum dijumpai dalam perusahaan yang berskala kecil atau pada UKM, dimana manajemen dan pengawasan umumnya juga dijalankan pemilik dari perusahaan itu sendiri. Disini semua keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil sendirian oleh pemilik. Strategi utama yang diterapkan pada tipe organisasi usaha semacam ini adalah bagaimana perusahaan bisa terus hidup dan beroperasi. Struktur Organisasi CV. Raya Sport dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Perusahaan

Pemilik

Op. Bagian Packing Op. Bagian

Penyetrikaan Op. Bagian

penyablonan Op. Bagian

Pembuatan film Op. Bagian

Penyetingan film Op. Bagian

Penjahitan Op. Bagian

Pemotongan Pola


(32)

2.3.1. Jumlah Tenaga Kerja

CV. Raya Sport memiliki 23 orang tenaga kerja yang bekerja dalam kegiatan produksi baju olahraga, dimulai dari bahan baku berupa kain hingga menjadi pakaian olahraga utuh yang siap untuk dijual. Ditambah dengan 1 orang pemilik yang sekaligus bertugas sebagai pengawas dan manajemen di CV. Raya Sport. Rincian tenaga kerja CV. Raya Sport dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Rincian Tenaga Kerja

No Bagian Jumlah

(orang)

1 Pemotongan Pola 1

2 Penjahitan 15

3 Penyetingan film 1

4 Pembuatan film dan Penyablonan 2

5 Penyetrikaan 1

6 Pengepakan 3

Total 23

Sumber: Dokumentasi Perusahaan

2.3.2. Jam Kerja

Hari kerja di CV. Raya Sport adalah 7 hari per minggu dengan jam kerja per hari adalah 8 jam yaitu mulai dari pukul 09.00 WIB – 18.00 WIB dengan waktu istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul 12.30 WIB – 13.30 WIB. Penambahan jam kerja juga dilakukan jika jumlah pesanan tinggi dan terdapat pesanan yang belum selesai dikerjakan.


(33)

2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Perusahaan

Terdapat dua sistem pengupahan karyawan di CV. Raya Sport. Beberapa karyawan yang telah lama bekerja serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi kepada perusahaan akan mendapatkan kompensasi berupa gaji tetap setiap bulannya. Sedangkan beberapa karyawan lainnya dibayar dengan sistem harian (borongan) dimana jumlah upah yang diterima didasarkan pada jumlah output yang dapat dihasilkan operator. Selain itu juga diberikan tambahan-tambahan selain upah berupa bonus apabila pemilik merasa hasil kerja dan kinerja pekerjanya memuaskan. Karyawan juga diberikan fasilitas makan siang yang ditanggung oleh pemilik usaha.

2.4. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu proses transformasi (perubahan bentuk secara fisik maupun kimia) yang mengubah input berupa bahan baku, mesin, peralatan, modal, energi, tenaga kerja menjadi output sehingga memiliki nilai tambah.

2.4.1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk. Bahan baku yang digunakan CV. Raya Sport dalam memproduksi satu set pakaian olahraga adalah kain, benang, cat dan kancing.


(34)

2.4.2. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam memperlancar penyelesaian suatu produk dimana keberadaan bahan penolong ini tidak mengurangi nilai tambah produk yang dihasilkan tersebut. Bahan penolong ini tidak terdapat pada produk akhir. Adapun bahan penolong yang digunakan oleh CV. Raya Sport adalah kain sutera, obat/ulanol, diazol sensitizer, diazol hartimetel, multi solvent, kertas setingan (HVS), minyak goreng dan sari warna.

2.4.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi dan bercampur dengan bahan baku membentuk produk akhir. Bahan tambahan ditambahkan pada proses produksi dalam rangka meningkatkan mutu produk dan bahan ini merupakan bagian dari produk akhir. Pada proses produksi pakaian olahraga, bahan tambahan yang digunakan adalah kertas packing yang digunakan untuk menjaga mutu produk yang telah dihasilkan.

2.4.4. Uraian Proses Produksi

Secara umum proses produksi CV. Raya Sport memiliki beberapa tahap pengerjaan yaitu :

1. Pemotongan Pola

Pada tahap ini bahan baku berupa kain dipotong berdasarkan pola dasar yang telah disiapkan. Hasil dari proses pemotongan pola ini adalah bakal baju yang


(35)

terdiri atas tubuh bagian depan dan belakang, lengan, dan kerah. Aktivitas pemotongan kain berdasarkan pola dasar dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Pemotongan Pola

2. Penjahitan

Hasil dari pemotongan pola adalah bakal baju. Selanjutnya bakal baju tersebut akan dijahit/digabungkan menjadi satu kesatuan utuh melalui beberapa proses yaitu menjahit, mengobras, klim, pemasangan kancing, dan bordir. Proses penjahitan dapat dilihat pada Gambar2.3.


(36)

3. Penyetingan film

Pada bagian ini, operator dengan menggunakan bantuan komputer membuat/mendesain setingan film sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan pelanggan. Setingan film ini dapat berupa nama orang, nama klub olahraga, logo dan merk. Aktivitas penyetingan film dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Aktivitas Penyetingan Film

4. Pembuatan film

Hasil setingan film dari bagian penyetingan film kemudian akan diproses menjadi film. Film ini terdiri atas dua bagian yaitu kerangka (frame)dan layar (screen). Pada screen nantinya akan tercetak setingan seperti yang diinginkan oleh pelanggan. Aktivitas pembuatan film dapat dilihat pada Gambar 2.5.


(37)

5. Penyablonan

Baju yang telah dijahit dari bagian penjahitan dan film yang dihasilkan dari bagian film akan digunakan pada proses penyablonan. Proses penyablonan ini adalah membuat (menyablon) logo, nama, nomor atau merk pada pakaian. Aktivitas penyablonan dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Aktivitas Penyablonan

6. Penyetrikaan

Setelah baju diproses menjadi kesatuan utuh dan telah disablon sesuai dengan pesanan pelanggan, maka sebelum dipak, terlebih dahulu pakaian tersebut disetrika sehingga menimbulkan kesan rapi dan sebagai dedikasi tinggi yang diberikan perusahaan terhadap kepuasan pelanggan. Aktivitas penyetrikaan dapat dilihat pada Gambar 2.7.


(38)

Gambar 2.7. Aktivitas Penyetrikaan

7. Packing

Setelah semua proses selesai dikerjakan, selanjutnya adalah melakukan pengepakan terhadap produk yang dihasilkan sehingga siap untuk diberikan/dikirim kepada konsumen. Aktivitas packing dapat dilihat pada Gambar 2.8.


(39)

2.4.5. Mesin dan Peralatan yang Digunakan

Proses produksi pembuatan pakaian olahraga dilakukan dengan menggunakan beberapa mesin dan peralatan. Adapun mesin dan peralatan yang digunakan di CV Raya Sport dapat dilihat dari Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Mesin dan Peralatan Produksi

Nama Fungsi Jumlah

(unit)

Mesin jahit Menggabungkan bakal baju 15

Mesin obrass Menggabungkan bakal baju dengan lebih rapi

6 Mesin overdeck Digunakan untuk proses klim/sum 3 Screen film Sebagai alat yang digunakan dalam proses

penyablonan

120 Gunting Digunakan untuk memotong benang pada

saat penjahitan

25

Meteran Digunakan untuk mengukur 20

Mesin potong Digunakan untuk memotong kain 1

Hair dryer Digunakan untuk mengeringkan screen film 3

Lampu Digunakan sebagai sumber cahaya untuk penyinaran pada pembuatan film.

5 Personal

computer (PC)

Digunakan untuk proses penyetingan film 1


(40)

(41)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Keluhan Musculoskeletal1

Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal (otot tubuh bagian atas, belakang, dan bawah) yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini biasanya disebut musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung,

1

Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan produktivitas. UNIBAS Press. Surakarta


(42)

pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain = LBP).

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Peter vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut.

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.


(43)

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal.

4. Faktor penyebab sekunder

Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak, getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah, atau mikroklimat dimana paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.

5. Penyebab kombinasi

Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas


(44)

angkat angkut di bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan oleh para pekerja bangunan.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan risiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dengan berbagai cara mulai metode yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari metode tersebut adalah melalui standard nordic questionnaire (SNQ).

3.1.1. Standard Nordic Quetionnaire (SNQ)2

Standard nordic questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat mengetahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari tidak sakit (TS), agak sakit (AS), sakit (S) dan sangat sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.

3.2. Prinsip Dasar Sikap Duduk3

Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal itu mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja sambil duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif

2

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan

3


(45)

NO JENIS KELUHAN

1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri

27 Sakit pada kaki kanan

Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Di samping itu operator tersebut juga lebih kuat bekerja dan oleh karena itu cekatan dan mahir.

Namun sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Operator dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada


(46)

saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100% maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut ssampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot urat saraf belakang daripada sikap duduk yang condong ke depan.

Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan dalam lekukan tulang belakang yang terjadi pada saat duduk. Suatu keletihan pada pinggul sekitar 900 tidak dapat dicapai hanya dengan rotasi dari tulang pada sambungan paha (persendian tulang paha).

Urat-urat lutut (hamstring) dan otot-oto gluteal pada bagian belakang paha dihubungkan sampai bagian belakang pinggul dan menghasilkan suatu rotasi parsial dari pinggul (pelvis), termasuk tulang ekor (sacrum), hal tersebut hanya menghasilkan sekitar 600 – 900 kelebihan putar pinggul dengan rotasi pada persendian tulang paha itu sendiri. Oleh sebab itu perolehan 300 dari rotasi pinggul (pelvis) searah dengan lekukan tulang belakang ke arah belakang (lordosis) dan bahkan memperkenalkan suatu lekukan tulang ke arah depan (kyphosis).

Tekanan antar ruas tulang belakang akan meningkat pada saat duduk jika dihubungkan oleh rata-rata degenerasi dari bagian-bagian tulang yang saling bertekanan. Bangkit dan bergerak-gerak adalah sangat bermanfaat bagi ruas tulang-tulang karena meningkatkan difusi nutrisi bagi tulang tersebut. Oleh karena itu sikap duduk yang benar sangat diharapkan.


(47)

3.3. Rapid Entire Body Assessment (REBA) 4

Rapid entire body assessment (REBA) merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor risiko gangguan tubuh keseluruhan. Untuk masing-masing tugas, dinilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing-masing-masing grup yang terdiri atas 2 grup yaitu:

1. Grup A yang terdiri dari postur tubuh kiri dan kanan dari batang tubuh (trunk), leher (neck), dan kaki (legs).

2. Grup B yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist).

Pada masing-masing grup diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan coupling.

Grup A:

a. Batang tubuh (trunk)

Gambar 3.2. Postur Batang Tubuh REBA Tabel 3.1. Skor Batang Tubuh REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1

+1 jika batang tubuh berputar/miring ke

samping 0-200 (ke depan dan belakang) 2

<-200 atau 200-600 3

>600 4

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

4


(48)

b. Leher (neck)

Gambar 3.3. Postur Leher REBA

Tabel 3.2. Skor Leher REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-200 1 +1 jika leher berputar/miring ke samping

200 - fleksi dan ekstensi 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

c. Kaki (legs)

Gambar 3.4. Postur Kaki REBA Tabel 3.3. Skor Kaki REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Kaki tertopang, bobot tersebar

merata, jalan atau duduk 1 +1 jika lutut antara 30 0

-600 +2 jika lutut >600 (tidak

untuk duduk) Kaki tidak tertopang, bobot tidak

tersebar merata, postur tidak stabil 2


(49)

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari batang tubuh, leher, dan kaki maka skor untuk grup A dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Tabel A (Penilaian Tubuh Bagian A) REBA

Batang Tubuh

Leher

1 2 3

Kaki Kaki Kaki

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6

2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7

3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8

4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9

5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Grup B:

a. Lengan atas (upper arm)

Gambar 3.5. Postur Lengan Atas REBA

Tabel 3.5. Skor Lengan Atas REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1

+1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 jika bersandar, bobot lengan

ditopang atau sesuai gravitasi >200 (ke belakang) atau 200

-450 2

450-900 3


(50)

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

b. Lengan bawah (lower arm)

Gambar 3.6. Postur Lengan Bawah REBA

Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah REBA

Pergerakan Skor

600-1000 1

<600 atau >1000 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

c. Pergelangan tangan (wrist)

Gambar 3.7. Postur Pergelangan Tangan REBA Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan menyimpang atau berputar >150 (ke atas dan bawah) 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan, maka skor untuk grup B dapat dilihat pada Tabel 3.8.


(51)

Tabel 3.8. Tabel B (Penilaian Tubuh Bagian B) REBA

Lengan Atas

Lengan Bawah

1 2

Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan

1 2 3 1 2 3

1 1 2 2 1 2 3

2 1 2 3 2 3 4

3 3 4 5 4 5 5

4 4 5 5 5 6 7

5 6 7 8 7 8 8

6 7 8 8 8 9 9

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Pertimbangan lain yang harus diperhitungkan untuk penilaian REBA adalah skor beban dan coupling. Skor beban mempengaruhi skor grup A dimana nilai pada tabel A di jumlahkan dengan skor beban. Skor coupling mempengaruhi skor grup B dimana nilai pada tabel B dijumlahkan dengan skor coupling. Skor untuk beban dapat dilihat pada Tabel 3.9, sedangkan skor coupling dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.9. Skor Beban REBA

Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat

5-10 kg 1

>10 kg 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Tabel 3.10. Skor Coupling REBA

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau coupling cocok dengan bagian tubuh

Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin Tidak dapat

diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau coupling tidak sesuai dengan bagian tubuh


(52)

Skor C REBA merupakan matriks perpotongan antara skor pada grup A dan skor pada grup B. Skor C REBA akan menentukan level resiko postur kerja. Skor C REBA dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11. Skor C REBA Skor Grup B

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 S k o r G r u p A

1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7

2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8

3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8

4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9

5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9

6 6 6 6 6 8 8 9 9 10 10 10 10

7 7 7 7 7 9 9 9 10 10 11 11 11

8 8 8 8 8 10 10 10 10 10 11 11 11

9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12

10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12

11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12

12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Untuk menentukan level tindakan REBA diperlukan skor aktivitas yang mempengaruhi skor C dimana skor akhir diperoleh dari penjumlahan skor C dengan skor aktivitas. Skor aktivitas dapat dilihat pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12. Skor Aktivitas REBA

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan +1 Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak stabil)

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Nilai level tindakan REBA dapat dilihat pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13. Nilai Level Tindakan REBA

Skor REBA Level Risiko Level Tindakan Tindakan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan

2-3 Kecil 1 Mungkin diperlukan

4-7 Sedang 2 Perlu

8-10 Tinggi 3 Segera


(53)

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Level tindakan 0 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu tidak diperlukan tindakan perbaikan atau dalam level aman. Level tindakan 1 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu mungkin diperlukan perbaikan. Level tindakan 2 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu memerlukan perbaikan tapi tidak dalam waktu dekat. Level tindakan 3 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu memerlukan perbaikan segera dalam waktu dekat. Level tindakan 4 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu memerlukan perbaikan sekarang juga dimana level risiko kerja sudah sangat tinggi atau berbahaya.

Penilaian skor akhir postur kerja dapat dilihat pada work sheet REBA pada Gambar 3.8. berikut.

Sumber : reba.pdf (September 2010 pukul 21.00 WIB)


(54)

3.4. Antropometri5

3.4.1. Definisi Antropometri

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropometri menurut Sevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan, serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain6.

3.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

Manusia pada umumnya berbeda-beda bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

a. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar, seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita).

5

Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu

6


(55)

Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.

b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu dengan yang lainya.

d. Posisi tubuh (posture). Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal dua cara pengukuran yaitu pengukuran dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh.

e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain).

f. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orang akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

g. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut


(56)

jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.

3.4.3. Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri

Untuk penetapan data antropometri, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata dan simpangan standar dari data yang ada. Dari nilai yang ada tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut. Sebagai contoh persentil 95-th akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran tersebut, sedangkan persentil 5-th akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu. Dalam antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang terbesar dan persentil 5-th sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil. Diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada, maka diambil rentang persentil 2,5-th dan 97,5-th sebagai batas-batasnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9.


(57)

Xrata-rata

95%

2,5% 2,5%

Persentil 2,5-th

Persentil 97,5-th

1,96σx

N(Xrata-rata,σx)

1,96σx

Gambar 3.9. Distribusi Normal Dengan Data Antropometri Persentil 95-th

Pemakaian nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dapat dijelaskan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14. Jenis Persentil dan Perhitungan dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan

1 – St X__- 1,325σx 2,5 – th X__- 1,96σx

5 – th X__- 1,645σx 10 – th X__- 1,28σx

50 – th X__

90 – th X__+ 1,28σx

95 – th X__+ 1,645σx

97,5 – th X__+ 1,96σx

99 – th X__+ 1,325σx


(58)

3.4.4. Pengujian Keseragaman Data7

Uji keseragaman data meliputi menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum dengan menggunakan persamaan seperti di bawah ini.

a. Nilai rata-rata

n X n X ... X X

X 1 2 n n

__

= + + + = Dimana : __

X = Nilai rata-rata

X = Jumlah pengamatan ke n n

n = Banyak pengamatan ke n

b. Nilai standar deviasi

(

)

1 n X X σ i − − =

Dimana : σ = Standar deviasi Xi = Data ke – i

__

X = Nilai rata-rata

n = Banyak pengamatan ke n c. Nilai maksimum dan minimum

Nilai maksimum dan minimum merupakan nilai terbesar dan nilai terkecil yang diperoleh dari data hasil pengukuran.

d. Batas kontrol

7

Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana dan Jann H. Tjakraatmadja. Teknik dan Tata Cara Kerja.


(59)

Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data yang ditolak atau tidak seragam karena tidak memenuhi spesifikasi. Apabila dalam satu pengukuran dimensi terdapat satu atau lebih data yang tidak seragam atau dengan kata lain tidak berada dalam batas kontrol maka akan langsung ditolak dan dilakukan revisi data dengan cara mengeluarkan data yang berada di luar batas kontrol tersebut dan melakukan perhitungan kembali.

BKA =

__

X+ kσ

BKB =

__

X- kσ

Dimana : __

X = Nilai rata-rata

Σ = Standar deviasi

k = Harga indeks tingkat kepercayaan, yaitu:

Tingkat kepercayaan 0 % - 68 % harga k adalah 1

Tingkat kepercayaan 69 % - 95 % harga k adalah 2

Tingkat kepercayaan 96 % - 100 % harga k adalah 3

3.4.5. Uji Kecukupan Data8

Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisis jumlah pengukuran apakah sudah representatif, dimana tujuannya untuk membuktikan bahwa data sampel yang diambil sudah mewakili populasi. Untuk melakukan uji kecukupan data digunakan persamaan berikut:

8

Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana dan Jann H. Tjakraatmadja. Teknik dan Tata Cara Kerja.


(60)

2 2 2 ) ( / '           =

X X X N s k N

Dimana: N’ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan N = Jumlah pengamatan yang dilakukan k = Indeks tingkat kepercayaan

s = Tingkat ketelitian Dengan ketentuan:

Jika N’ < N, maka jumlah data pengamatan sudah mencukupi. Jika N’ > N, maka jumlah data pengamatan belum mencukupi.

3.4.6. Uji Kenormalan Data

Uji kenormalan data merupakan uji kesesuaian antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang diharapkan, yang tidak memerlukan anggapan tertentu tentang bentuk distribusi populasi dari mana sampel diambil. Uji kenormalan data digunakan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

Untuk menetapkan kenormalan, kriteria yang berlaku adalah sebagai berikut.

a. Tetapkan taraf signifikansi uji misalnya α= 0.05 b. Bandingkan p dengan taraf signifikansi yang diperoleh


(61)

c. Jika signifikansi yang diperoleh > α, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

d. Jika signifikansi yang diperoleh < α, maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal

3.4.7. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini :

a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim. Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu:

1. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.

2. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).


(62)

Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 5-th untuk dimensi maksimum dan persentil 95-th untuk dimensi minimumnya.

b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu.

Disini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya bisa diubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai persentil 5-th sampai dengan 95-th.

c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Masalah pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali yang berada dalam ukuran rata-rata. Disini produk dirancang dan dibuat untuk yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.

Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut :


(63)

1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.

2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data structural body dimension atau functional body dimension.

3. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "marketsegmentation", seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dan lain-lain. 4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah rancangan

tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) atau ukuran rata-rata.

5. Pilih persentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th atau nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

6. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain-lain.

Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri agar bisa diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja maka pada


(64)

Gambar 3.10. dibawah ini akan diberikan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur.

Gambar 3.10. Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya

Keterangan :

1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala) 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak

3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).


(65)

6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala).

7. Tinggi mata dalam posisi duduk 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus) 10. Tebal atau lebar paha

11. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut

12. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk )

16. Lebar pinggul/pantat

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dlm gambar).

18. Lebar perut

19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus

20. Lebar kepala

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari 22. Lebar telapak tangan

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar)


(66)

24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal)

25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya nomor 24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar)

26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan


(67)

(68)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di CV. Raya Sport yang beralamat di Jalan Bakti Luhur No. 147 Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian dilaksanakan pada bagian pengepakan pakaian, pengamatan berlangsung dari bulan April 2012 hingga Juli 2012.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif (description research) dengan jenis analisis kerja dan aktivitas yang digunakan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat tentang fakta suatu objek untuk dianalisis, diberikan interpretasi dan diadakan generalisasi dalam rangka menetapkan sifat-sifat dan kriteria-kriteria pekerjaan yang baik.

4.3. Populasi Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian. (Walpole, Ronald E. 1995) dimana populasi pada penelitian ini adalah operator pengepakan di CV. Raya Sport yang berjumlah 3 orang.


(69)

4.4. Variabel Penelitian 4.4.1. Variabel Independen

Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah : 1. Fasilitas kerja

Dengan tidak tersedianya fasilitas kerja maka menjadi faktor yang terjadinya resiko Musculoskeletal.

2. Postur kerja

Postur kerja operator yang tidak ergonomis pada saat melakukan aktivitas kerja dapat memicu kesehatan yang tidak baik bagi operator.

4.4.2. Variabel Dependen

1. Keluhan Musculoskeletal

Adanya keluhan musculoskeletal dari operator yang bekerja di bagian pengepakan dimana operator merasakan sakit pada beberapa bagian tubuh.. 2. Penilaian postur kerja

Penilaian postur kerja dilakukan untuk mengetahui nilai dari postur kerja dari operator sehingga dapat diketahui level resiko yang di alami oleh operator..

3. Perancangan fasilitas kerja

Menentukan rancangan yang sesuai bagi operator agar operator dapat bekerja dengan aman dan nyaman sehingga kinerja dan produktivitas operator akan meningkat.


(70)

4.4.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu model konseptual yang menunjukkan hubungan logis antara faktor-faktor yang telah diidentifikasi yang penting dengan masalah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan antara lain : 1. Lembar Catatan

Lembar catatan berisi daftar pertanyaan yang terkait dengan perusahaan dan masalah yang akan dipecahkan.

2. Lembar Pengamatan

Lembar pengamatan digunakan untuk mencatat dan mengumpulkan informasi yang ada.


(71)

3. SNQ (standard nordic quetionnaire)

SNQ (standard nordic quetionnaire) digunakan untuk mengetahui keluhan musculoskeletal dari pekerja.

4. Kursi antropometri

Kursi antropometri digunakan untuk pengambilan dimensi tubuh operator dalam posisi duduk.

5. Martins human body measuring Model YM-17

Martins human body measuring untuk pengambilan dimensi tubuh tertentu operator.

6. Kamera digital 7,2 Megapixel

Kamera digital 7,2 Megapixel digunakan untuk mengambil foto serta merekam situasi kerja.

7. Software SPSS 16

Software SPSS 16 untuk melakukan uji kenormalandata. 8. Software mannequin pro

Software mannequin pro untuk melakukan simulasi postur kerja

4.6. Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran secara langsung selama melakukan penelitian, yaitu data keluhan


(72)

otot dengan SNQ, data dimensi antropometri operator dengan kursi antropometri dan human body martin measuring, serta data postur kerja. 2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi untuk mendapatkan informasi dan data yang berhubungan dengan penelitian, seperti proses produksi, sejarah perusahaan, struktur organisasi, jumlah pekerja, jam kerja, dan sebagainya.

4.7. Prosedur Penelitian

Adapun blok diagram langkah pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(73)

Mulai

Studi Pendahuluan

- Pengamatan sistem kerja

- Pengamatan masalah yang terdapat pada industri

Perumusan Masalah

Operator mengalami keluhan pada otot yang disebabkan oleh postur kerja operator yang tidak alamiah selama proses pengepakan berlangsung.

Tujuan

Merancang fasilitas kerja pada stasiun pengepakan berdasarkan prinsip antropometri dengan terlebih dahulu mengidentifikasi keluhan pada otot rangka yang dialami operator stasiun pengepakan.

Pengumpulan Data Primer

-Data keluhan operator pengepakan berdasarkan kuesioner SNQ.

-Data postur kerja aktual operator. -Data dimensi antropometri operator.

Pengumpulan Data Sekunder

-Sejarah perusahaan dan struktur organisasi -Proses produksi.

-Jumlah tenaga kerja dan jam kerja operator. -Sistem pengupahan.

-Data antropometri tambahan dari laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja.

Pengolahan Data

-Mengidentifikasi keluhan operator berdasarkan SNQ.

-Penentuan level tindakan berdasarkan penilaian postur kerja dengan metode REBA.

-Penentuan dimensi yang dibutuhkan untuk rancangan alat bantu operator berdasarkan penilaian SNQ, dan postur kerja.

-Pengolahan data antropometri.

-Perancangan alat bantu operator berdasarkan nilai yang diperoleh berdasarkan dari prinsip perancangan persentil.

Analisis Pemecahan Masalah

-Analisis tempat kerja aktual.

-Analisis perancangan fasilitas kerja baru.

-Analisis risiko cedera musculoskeletal disorders (MSDs) setelah perancangan. -Perbandingan metode kerja aktual dan baru.

Kesimpulan dan Saran

Selesai


(74)

4.8. Metode Penelitian

4.8.1. Metode Pengumpulan Data

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dikumpulkan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi (Pengamatan)

Pengumpulan data ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap objek penelitian di lapangan terutama pada stasiun pengepakan.

2. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan adalah dengan standard nordic questionaere (SNQ). Kuesioner ini digunakan untuk mengidentifikasi keluhan pada otot rangka yang dialami operator.

3. Pengukuran Langsung

Pengumpulan data dengan cara melakukan pengukuran langsung terhadap pekerja. Pengukuran dilakukan terhadap data antropometri tubuh. Sampel data dimensi antropometri, yaitu pekerja pada bagian pengepakan dan mahasiswa Teknik Industri dianggap mewakili populasi pekerja sebagai acuan dalam merancang fasilitas kerja berupa meja dan kursi kerja di bagian pengepakan. Alat yang digunakan adalah kursi antropometri untuk mengukur dimensi tubuh operator dalam posisi duduk, dan alat ukur tubuh “Martin” (body martin) yang digunakan untuk mengukur dimensi antropometri.


(75)

4.8.2. Metode Pengolahan Data

data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data diolah dengan menggunakan metode statistik dan non-statistik.

Pengolahan dengan metode statistik adalah:

1. Uji keseragaman, kecukupan, dan kenormalan data antropometri.

2. Perhitungan persentil dari dimensi tubuh operator untuk acuan dalam merancang fasilitas kerja bagian pengepakan.

Sedangkan pengolahan dengan metode non-statistik adalah :

1. Bagian tubuh operator yang mengalami keluhan pada otot rangka dari hasil SNQ.

2. Postur kerja operator dengan menggunakan metode REBA.

4.8.3. Analisis Pemecahan Masalah

Hasil pengolahan data tersebut dianalisis yang digunakan sebagai dasar perancangan fasilitas kerja operator pada pekerjaan pengepakan. Analisis dilakukan terhadap hasil penilaian postur kerja dihubungkan dengan keluhan pekerja. Setelah itu dilakukan perancangan fasilitas kerjayang disesuaikan dengan antropometripekerja dengan harapan dapat mereduksi keluhan pada otot rangka.

4.9. Kesimpulan dan Saran

Pada bagian akhir dilakukan penarikan kesimpulan sebagai rangkuman hasil peneliti dan pemberian saran bila diperlukan.


(76)

(77)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui pengamatan pada postur kerja operator, pengukuran data antropometri, wawancara dengan pemilik usaha dan karyawan-karyawan, serta pengisian kuesioner SNQ.

5.1.1. Proses dan Situasi Kerja

Stasiun kerja packing yang terdiri dari 3 operator adapun elemen-elemen kegiatan pada stasiun packing ini adalah :

a. Mengambil baju yang sudah disetrika b. Melipat baju yang sudah disetrika

c. Memasukan baju kedalam plastik pembungkus

d. Meletakkan baju yang sudah dimasukkan ke dalam plastik pembungkus di lantai.


(78)

Adapun operator pada stasiun pengepakan dapat dilihat pada Gambar 5.1

Gambar 5.1. Operator Packing 5.1.2. Data Keluhan Musculoskeletal

Data ini digunakan untuk mengetahui bagian tubuh operator yang mengalami keluhan pada saat melakukan aktivitas. Data keluhan musculoskeletal diperoleh melalui penyebaran kuesioner SNQ pada operator stasiun pengepakan. Kategori-kategori pada Standard Nordic Questionnaire (SNQ) diberi penilaian atau pembobotan, yaitu:

a. Tidak sakit : bobot 1 b. Agak sakit : bobot 2 c. Sakit : bobot 3 d. Sangat sakit : bobot 4


(79)

Untuk setiap kategori yang dirasakan oleh operator adalah sebagai berikut: 1. Tidak sakit, jika operator merasakan bagian tubuhnya tidak terasa nyeri

sedikitpun karena kontraksi otot yang terjadi berjalan normal, biasanya hal ini terjadi jika bagian tubuh tidak langsung bersentuhan dengan benda kerja. 2. Agak sakit, jika operator merasakan bagian tubuhnya mulai terasa nyeri,

namun rasa nyeri yang timbul tidak membuat operator jenuh atau cepat lelah. Operator masih bisa bekerja seperti kondisi semula.

3. Sakit, jika operator merasakan bagian tubuhnya nyeri yang cukup hebat dan keadaan ini membuat operator mulai jenuh dan cepat lelah, sehingga operator cenderung mengalami keluhan yang sangat hebat pada bagian tubuh tertentu. 4. Sangat sakit, jika operator merasakan bagian tubuhnya nyeri yang sangat luar

biasa disertai dengan ketegangan (kontraksi otot yang sangat hebat) membuat operator merasakan jenuh dan kelelahan yang cukup besar.

Adapun hasil rekapitulasi penyebaran kuesioner SNQ untuk melihat keluhan yang dirasakan oleh operator CV. Raya Sport dapat dilihat pada Tabel 5.1.


(80)

Tabel 5.1. Rekapitulasi Bobot Standard Nordic Questionnaire

Operator Pertanyaan Dimensi Tubuh Ke- Total

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

1 2 4 2 3 2 4 2 4 4 2 1 1 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 72

2 3 4 2 3 2 4 3 4 4 4 1 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 80

3 3 3 2 2 3 4 3 4 2 2 1 1 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 74

Total 8 11 6 8 7 12 8 12 10 8 3 4 8 9 9 9 9 9 6 6 7 7 7 7 9 9 9 9 226

Sumber : Hasil pengolahan

Keterangan Nomor Dimensi Tubuh :

0 : Leher Bag. Atas 10 : Siku Kiri 20 : Lutut Kiri

1 : Leher Bag. Bawah 11 : Siku Kanan 21 : Lutut Kanan

2 : Bahu Kiri 12 : Lengan Bawah Kiri 22 : Betis Kiri

3 : Bahu Kanan 13 : Lengan Bawah Kanan 23 : Betis Kanan

4 : Lengan Atas Kiri 14 : Pergelangan Tangan Kiri 24 : Pergelangan Kaki Kiri

5 : Punggung 15 : Pergelangan Tangan Kanan 25 : Pergelangan Kaki Kanan

6 : Lengan Atas Kanan 16 : Telapak Tangan Kiri 26 : Kaki Kiri

7 : Pinggang 17 : Telapak Tangan Kanan 27 : Kaki Kanan

8 : Bokong 18 : Paha Kiri


(81)

1

20

18 19 14

13 12

11 10

9 8 7

6 5

4

3 2

0

25 24

23

17 16

22

21

15

27 26

: Tidak Sakit

: Sangat Sakit : Sakit : Agak Sakit


(82)

5.1.3. Postur Kerja Operator

Dari tahapan proses pengerjaan pada stasiun pengepakan, kemudian aktivitas dibagi atas beberapa elemen kerja untuk dilakukan pengamatan dan analisis terhadap postur kerja operator untuk mengetahui postur kerja mana yang perlu diperbaiki.

5.1.3.1. Postur Kerja Operator

Kegiatan operator adalah melakukan pengepakan pakaian yang telah diseterika. Adapun pembagian elemen kegiatan kerja operator adalah sebagai berikut.

1. Mengambil pakaian yang telah diseterika


(83)

2. Melipat pakaian yang sudah disetrika

Gambar 5.4. Melipat Pakaian

3. Memasukkan pakaian kedalam plastik pemungkus


(84)

4. Meletakkan pakaian yang telah terbungkus di lantai

Gambar 5.6. Meletakkan Pakaian yang Telah Terbungkus dilantai 5.1.4. Pengukuran Dimensi Antropometri

Dimensi antropometri pekerja diperoleh dari hasil pengukuran secara langsung kepada pekerja di stasiun pengepakan pakaian di CV.Raya Sport menggunakan Martins Human Body Measuring Instrument dan kursi antropometri. Dimensi antropometri yang akan diukur disesuaikan berdasarkan rancangan fasilitas yang akan dirancang yang ditujukan untuk mereduksi bagian tubuh yang mengalami keluhan rasa sakit. Adapun dimensi antropometri yang diukur yaitu :

1. Tinggi Bahu Duduk (TBD) 2. Tinggi Siku Duduk (TSD) 3. Pantat ke Popliteal (PP) 4. Tinggi Popliteal (TPo) 5. Lebar Bahu (LB) 6. Lebar Pinggul (LP)


(85)

7. Jarak Jangkauan Tangan (JT) 8. Rentang Tangan (RT)

Adapun data hasil pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Data Hasil Pengukuran Dimensi Antropometri Operator

Operator Dimensi Operator (cm)

TBD TSD PP TPO LB LP JT RT

1 53,1 23,3 39,8 40,5 35 25,6 63,9 165,9 2 53,8 22,1 38,8 38,9 37 41,2 65,7 168,4 3 55,3 23,4 32,9 37,2 34,6 26,2 63 157,6

Sumber : Hasil pengukuran

Dimensi antropometri operator diambil dari pekerja yang ada di stasiun pengepakan yang berjumlah 3 orang. Namun dikarenakan data dimensi operator tersebut terlalu sedikit sehingga tidak dapat mewakili data untuk dimensi tubuh populasi Indonesia, maka diambil data dimensi antropometri tambahan yang berasal dari database Laboratorium Ergonomi dan Sistem Perancangan Kerja sebanyak 47 orang mahasiswi Teknik Industri. Adapun data dimensi antropometri mahasiswi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Data Hasil Pengukuran Dimensi Antropometri Mahasiswi (cm)

NO TBD TSD PP TPO LB LP JT RT

1 53,1 23,3 39,8 40,5 35 25,6 63,9 165,9

2 53,8 22,1 39 38,9 37 41,2 65,7 168,4

3 55,3 23,4 32,9 37,2 37,4 27,2 63 157,6

4 57,5 20 42 42 37 32 78 151

5 57 19 44 42 38,3 34 73 158

6 57 22 44,8 44,5 37,4 36,8 76 161

7 59 22 48 44,5 38,4 38,4 83 173

8 58,2 19 45,9 43,4 39 32 74,5 155

Tabel 5.3. Data Hasil Pengukuran Dimensi Antropometri Mahasiswi (Lanjutan)


(1)

5. Rancangan meja kerja operator 2

Gambar 9 Meja Operator II Tampak Depan


(2)

Gambar 11 Meja Operator II Tampak Samping


(3)

6. Rancangan meja kerja operator 3

Gambar 13 Meja Operator III Tampak Atas


(4)

Gambar 15 Meja Operator III Tampak Samping


(5)

Lampiran 5. Simulasi Kerja Rancangan Usulan

Proses urutan simulasi kerja rancangan usulan yang akan diterapkan diperusahaan CV. Raya Sport

1. Mengambil pakaian yang telah diseterika di atas meja


(6)

3. Memasukkan pakaian kedalam plastik pemungkus di atas meja