BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Tabungan
1. Tabungan
Tabungan  dalam  Islam  jelas  merupakan  sebuah  konsekwensi  atau respon  dari  prinsip  ekonomi  Islam,  yang  menyebutkan  bahwa  manusia
haruslah  hidup  hemat  dan  tidak  bermewah-mewah  serta  mereka  diri  sendiri dan keturunannya dianjurkan ada dalam kondisi  yang tidak  fakir. Jadi dapat
dikatakan  bahwa  motifasi  utama  orang  menabung  disini  adalah  nilai  moral hidup sederhana hidup hemat dan keutamaan tidak fakir.
12
Dalam Al-Qur’an terdapat  ayat-ayat  yang  secara  tidak  langsung  telah  memerintahkan  kaum
muslimin  untuk  mempersiapkan  hari  esok  secara  lebih  baik,  Allah  SWT berfirman:
+ ,
-.01 2345789:
;- 09= 9.
? , A
BC4D ..
BC 2E
FG5 G0H
: 9
Artinya: ”Dan  hendaklah  takut  kepada  Allah  orang-orang  yang  seandainya
meninggalkan  di  belakang  mereka  anak-anak  yang  lemah,  yang  mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
12
Ali Sakti, Ekonomi Islam: Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern, PARADIGMA AQSA Publishing, Maret 2007, Cet Ke-1, h. 151-152
bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Q.S. An-Nisa’:9 Ayat  tersebut  diatas  memerintahkan  kita  untuk  mengantisipasi  masa
depan  keturunan,  baik  secara  rohani  iman  atau  taqwa  maupun  secara ekonomi  harus  dipikirkan  langkah-langkah  perencanaannya,  salah  satu
langkah perencanaannya adalah dengan menabung.
3I G JK 5
2+ BCM
NB2O P
-Q R+
S+TG UG
BCR V
RW C
UX U01
0Y Z
W 90Y 9
: 18
Artinya: ”Hai  orang-orang  yang  beriman,  bertaqwalah  kepada  Allah  dan  hendaklah
setiap  diri  memperhatikan  apa  yang  telah  diperbuatnya  untuk  hari  esok akhirat,  dan  bertaqwalah  kepada  Allah,  sesungguhnya  Allah  Maha
Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Al-Hasyr:18 Dahulu  orang  menyebut  tabungan  sebagai  hasil  mengumpulkan  uang
yang  disimpan  dalam  tabungan  yang  dibuat  dari  tanah  liat,  peti  dan  lain sebagainya.  Hasil  tabungan  itu  adalah  kelebihan  penghasilan  seseorang
setelah  dikonsumsi  atau  setelah  memenuhi  kebutuhan  hidup  sehari-hari. Setelah  terkumpul  dan  jumlahnya  cukup,  maka  tabungan  tersebut
dimanfaatkan  untuk  keperluan  yang  biasanya  sudah  direncanakan  terlebih dahulu  seperti  pergi  haji,  untuk  pendidikan  anak,  membeli  sawah,  modal
usaha dan lain sebagainya. Kebiasaan  seperti  itu  berlangsung  terus  sampai  saat  ini.  Bedanya  ialah
apabila waktu lampau pengumpulan uang secara fisik kertas maupun logam
masih  sering  dilakukan,  akan  tetapi  saat  ini  jarang  dilakukan,  kecuali  pada anak-anak yang oleh orang tua atau gurunya dilatih untuk membiasakan hidup
hemat  dalam  menabung.  Dewasa  ini  kebanyakan  orang  lebih  memilih  cara menabung  dibank  atau  koperasi  simpan  pinjam,  karena  lebih  terjaga
keamanannya. 2.
Tabungan Syariah Yang  dimaksud  dengan  tabungan  syariah  adalah  tabungan  yang
dijalankan  berdasarkan  prinsip-prinsip  syariah.  Dalam  hal  ini  Dewan Pengawas Syariah DSN telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa
tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan Mudharabah.
a. Tabungan Wadi’ah
Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad prinsip wadi’ah,  yakni titipan  murni  yang  harus dijaga dan dikembalikan
setiap  saat  sesuai  dengan  kehendak  pemiliknya.  Tabungan  yang menerapkan  akad  wadi’ah  pada  bank  syari’ah  mengikuti  prinsip-prinsip
wadi’ah  yad  adh-dhamanah .  Dimana  nasabah  bertindak  sebagai  penitip
yang  memberikan  hak  kepada  bank  syariah  untuk  menggunakan  atau memanfaatkan  uang  atau  barang  titipannya,  sedangkan  bank  syariah
sebagai  pihak  yang  dititipi  dana  atau  barang  yang  disertai  hak  untuk menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut.
b. Tabungan Mudharabah
Tabungan  mudharabah  merupakan  tabungan  yang  mengikuti  prinsip- prinsip  akad  mudharabah.  Diantaranya  sebagai  berikut.  Pertama,
keuntungan  dari  dana  yang  digunakan  harus  dibagi  antara  shahibul  maal nasabah  dan  mudharib  bank.  Kedua,  adanya  tenggang  waktu  antara
dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutar dana itu diperlukan waktu yang cukup.
13
Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni Mudharabah Muthlaqah dan
Mudharabah  Muqayyadah ,  perbedaan  utama  diantara  keduanya  adalah
terletak  pada  ada  atau  tidaknya  persyaratan  yang  diberikan  pemilik  dana kepada  bank  dalam  mengelola  hartanya.  Dalam  tabungan  ini  berlaku
hubungan  antara  nasabah  selaku  shahibul  maal  dan  lembaga  keuangan selaku  mudharib. Lembaga keuangan mudharib  mengambil keuntungan
kepada shahibul maal sesuai dengan nisbah yang telah disepakati bersama. Pembagian keuntungan dapat dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo.
14
3. Tabungan Dinar
Tabungan  dinar  adalah  tabungan  dengan  menggunakan  koin  emas  22 karat  sebarat  4.25  gram.  Menabung  dalam  dinar  dapat  menjadi  salah  satu
alternatif  tabungan  selain  menabung  di  bank  konvensional  maupun  di  bank syariah. Ada beberapa alasan yang dapat dipertimbangkan:
13
M.  Syafi’i  Antonio,  Bank  Syariah  Dari  Teori  ke  Praktik,  Jakarta:  Gema  Insani  Press, 2001, h. 156
14
Adiwarman  Karim,  Bank  Islam:  Analisis  Fikih  dan  Keuangan,  Jakarta:  Raja  Grafindo Persada, 2004, h. 272
Pertama , status tabungan di Bank konvensional sudah jelas: riba. Riba salah
satu  bentuknya  adalah  bunga  dilarang  oleh  Allah  SWT.  Dan  apabila menabung  di  bank  syariah,  Tentu  statusnya  bukan  riba.  Dan  memang  tidak
ada  salahnya  menabung  di  Bank  syariah.  Hanya  saja,  apabila  anda memperhitungkan  inflasi  atau  penurunan  nilai  mata  uang,  maka  simpanan
Anda  di  Bank  akan  terus  mengalami  penurunan  nilai  yang  relatif  signifikan, walaupun ada bagi hasil. Namun seperti yang kita ketahui secara umum, bagi
hasil  bank  syariah  nilainya  tidak  jauh2  dari  bunga  bank  konvensional sehingga tetap tidak dapat menutupi efek inflasi.
Kedua ,  sebagai  tabungan,  dinardirham  tahan  terhadap  inflasi.  Nilainya  akan
relatif  selalu  tetap  tidak  terpengaruh  terhadap  badai  inflasi.  Apabila  Anda menyimpan  100  dinar  sekarang,  10,  20  tahun  lagi,  nilaidaya  beli  nya  akan
relatif selalu tetap, namun apabila Anda menyimpan 100juta rupiah sekarang apalagi kalau di bawah bantal, niscaya nilainya akan jauh berkurang 10, 20,
30 tahun lagi, apalagi bila terjadi hyperinflasi.
15
B. Dinar