Film Prekorneal Permukaan Okuler

Epitel dan endotel kornea memiliki fungsi untuk menjaga agar cairan pada stroma kornea tetap dalam keadaan stabil. Sel- sel pada kedua lapisan ini kaya akan lipid dan bersifat hidrofobik sedangkan stroma bersifat hidrofilik sehingga solubilitas garam menjadi rendah. Sel epitel memiliki junction complexes yang mencegah masuknya air mata kedalam kornea atau keluarnya cairan dalam kornea ke film prekorneal. Sel endotel juga memiliki junction complexes namun influks dari cairan akueus dapat terjadi dengan adanya mekanisme transpor aktif Na-K ATPase Sihota, 2007.

2.4.3. Film Prekorneal

Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µ m yang menutupi epitel kornea dan konjungtiva. Fungsi dari lapisan ini adalah 1 membuat kornea menjadi permukaan licin optik dengan meniadakan ketidakteraturan permukaan epitel kecil-kecil; 2 membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut; 3 menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan guyuran mekanik dan kerja antimikroba; dan 4 memberikan substansi nutrien yang diperlukan Whitcher, 2000. Film prekorneal ini terdiri dari tiga lapisan: 1 lapisan superfisial adalah lapisan lipid monomolekuler yang berasal dari kelenjar meibom, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat pada daerah margin palpebra. Lapisan ini diduga menghambat penguapan dan merupakan sawar kedap air bila palpebra ditutup. 2 Lapisan akueus tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor dan mengandung substansi larut-air garam dan protein. 3 lapisan musin yang dihasilkan sel goblet konjungtiva dan kelenjar lakrimal. Didalamnya terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya relatif hidrofobik. Permukaan demikian tidak dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada membran sel epitel kornea dan tertambat oleh mikrovili sel-sel epitel permukaan. Ini menyediakan permukaan hidrofilik baru agar air mata menyebar ke bagian yang dibasahinya dengan menurunkan tegangan permukaan Whitcher, 2000 dan Wolkoff, 2003. Universitas Sumatera Utara Berikut adalah ilustrasi dari film prekorneal dan komposisinya Wagner, 2006. Gambar 2.7. Gambaran Film Prekorneal dan Komposisinya Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL pada setiap mata. Albumin merupakan 60 dari protein total dalam air mata. Globulin dan lisozim berjumlah sama banyak pada bagian sisanya. Selain itu, terdapat imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE dengan jumlah yang paling banyak adalah IgA. IgA ini bukan sepenuhnya berasal dari transudat serum, namun diproduksi juga oleh sel-sel plasma yang ada di dalam kelenjar lakrimal. Lisozim air mata merupakan 21- 25 dari protein total dan ˗˗ bekerja secara sinergis dengan gamma -globulin dan faktor anti-bakteri non-lisozim lain – merupakan mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi Whitcher, 2000. Menurut Cho 2003, ada beberapa studi yang meneliti stabilitas dari film Prekorneal dan ada beberapa hipotesis yang menjelaskan mekanisme lapisan prekorneal pecah. Salah satu hipotesis menjelaskan bahwa stabilitas film tersebut disebabkan oleh penyebaran musin yang meningkatkan tegangan permukaan film. Ketika lapisan lipid mulai berdifusi ke lapisan mukus, kemampuan mukus untuk mempertahankan tegangan permukaan mulai menurun sehingga film prekorneal akhirnya pecah dan membentuk bintik kering hydrophobic spots. Hipotesis yang lain menjelaskan bahwa lapisan mukus yang memisah terjadi akibat gaya Van Der Waals antara epitel dan lapisan musin sehingga terjadi instabilitas air mata. Universitas Sumatera Utara

2.5. Asap Rokok

Dokumen yang terkait

Gambaran Paparan Asap Rokok Selama Kehamilan dan Berat Badan Bayi yang dilahirkan pada Ibu yang Melahirkan di Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Bersalin di Medan

7 69 113

Pengaruh Paparan Asap Rokok Elektrik Terhadap Motilitas, Jumlah Sel Sperma Dan Kadar MDA Testis Mencit Jantan (Mus musculus, L.)

10 92 71

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK KRONIS TERHADAP DERAJAT KELUHAN DRY EYE SYNDROME PADA PASIEN PRIA YANG PERIKSA DI POLI MATA RSU dr.SAIFUL ANWAR MALANG PERIODE 2012-2013

3 35 23

FAKTOR RISIKO USIA, PEKERJAAN DAN PAPARAN ASAP ROKOK PADA IBU DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI Faktor Risiko Usia, Pekerjaan Dan Paparan Asap Rokok Pada Ibu Dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah Di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

0 4 19

FAKTOR RISIKO USIA, PEKERJAAN DAN PAPARAN ASAP ROKOK PADA IBU DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DI Faktor Risiko Usia, Pekerjaan Dan Paparan Asap Rokok Pada Ibu Dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah Di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

0 3 16

DAFTAR PUSTAKA Perbedaan Kadar Sgot Dan SGPT Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Yang Diberi Paparan Asap Rokok Herbal Dan Asap Rokok Konvensional.

0 1 5

Hubungan antara paparan asap rokok dengan frekuensi kejadian ispa pada balita di Puskesmas Gambirsari Surakarta AWAL

0 0 13

Jurnal Hubungan Antara Paparan Asap Rokok dengan Frekuensi Kejadian ISPA pada Balita di Pusk

0 1 9

PENGARUH PAPARAN ASAP ROKOK TEHADAP KEJA

0 0 7

RISIKO PAPARAN ASAP ROKOK TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL

0 0 13