hipotalamus diyakini adanya kelainan pada neurotransmiter-neurotransmiter yang juga sebagai salah satu faktor dapat terjadinya obesitas pada individu.
2.1.6 Komplikasi Obesitas
Obesitas berdampak negatif pada kesehatan bagi para pendertanya. Obesitas berhubungan dengan meningkatnya angka mortalitas sebanyak 50-
100 dibandingkan pada individu dengan berat badan normal, kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada pendrita obesitas disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular.
1
Angka Harapan Hidup pada individu dengan obesitas dapat berkurang hingga 2 sampai 5 tahun dan pada laki-laki dewasa berusia 20 sampai 30 tahun
dengan IMT 45 angka harapan hidupnya berkurang sampai 13 tahun.
22
Beberapa komplikasi dari obestias di antaranya adalah resistensi insulin, gangguan
reproduksi, penyakit
kardiovaskular, gangguan
pernafasan, terbentuknya batu empedu, keganasan, penyakit kulit, tulang, dan sendi serta
gangguan psikososial yang dapat timbul karena obesitas. Obesitas berdampak
pada timbulnya rasa rendah diri, cenderung depresif, dan menarik diri dari lingkungan sekitar. Pada anak-anak sering terjadi hinaan dan ejekan dari teman
sepermainan. Dapat juga terjadi penurunan fungsi kerja akibat terhambat oleh kondisi fisik pada penderita obesitas.
23
Sedangkan untuk obesitas sentral, komplikasi yang sering terjadi adalah diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, dan hiperandrogenisme pada wanita. Semua
komplikasi tersebut lebih kuat berhubungan dengan kelebihan lemak pada intraabdominal dan atau lemak di bagian atas tubuh dibandingkan dengan obesitas
yang distribusi lemak di seluruh tubuh.
1
2.2 Depresi 2.2.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan penyakit mental tersering, tanda depersi disertai dengan mood yang sering muram atau sedih, hilangnya ketertarikan atau
kesenangan dalam hidup, energi yang semakin menurun, merasakan perasaan bersalah yang berlebih, merasa dirinya tidak berharga, terganggunya waktu tidur,
terganggunya nafsu makan, konsentrasi yang menurun dan cenderung membahayakan diri sendiri bahkan sampai percobaan bunuh diri.
13,15
Berdasarkan kriteria DSM-IV-TR, penyakit depresi timbul tanpa adanya riwayat mania, hipomania, ataupun gabungan. Penyakit depresif mayor setidaknya
berlangsung selama 2 minggu dan mengalami setidaknya empat gejala yaitu hilangnya energi, merasa bersalah, masalah dalam berfikir dan megambil
keputusan, dan keinginan untuk bunuh diri. Disertai dengan adanya perubahan dalam nafsu makan, berat badan, perubahan dalam tidur dan aktifitas.
24
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, depresi dideskripsikan sebagai gangguan jiwa yang terdapat pada seseorang, yang ditandai dengan perasaan yang
menurun, seperti muram, sedih, dan perasaan tertekan.
25
Individu yang menderita depresi merasakan hilangnya harapan pada dirinya, baik untuk masa sekarang
maupun untuk masa depan. Tidak hanya kehilangan optimisme untuk hidup, individu dengan depresi hidup dalam kehidupan masa sekarang yang dihantui oleh
masa lalu, yang dianggap sebagai satu-satunya harapan. Kehilangan harapan akan masa depan akan menyebabkan individu tidak mempercayai masa depanya.
26
Depresi termasuk penyakit yang banyak terdapat di dunia, sekitar 350 juta orang di dunia mengalami depresi.
14
Dari data epidemiologi, sekitar 15 populasi dunia menunjukan gejala depresi, dan sekitar 10 mengalami penyakit
depresi.
13
Penyakit depresi mayor merupakan penyakit yang berhubungan dengan mood yang memiliki prevalensi terbanyak yaitu sekitar 17 dari penyakit
psikiatri lainya. Dengan insidensi pertahun adalah 1,59.
24
Kejadian depresi ditemukan dua kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
13,14,24
Hal ini disebabkan karena perbedaan hormonal, efek melahirkan anak, perbedaan stressor, dan perilaku yang cenderung
menggambarkan ketidakberdayaan.
24
Insidensi depresi dilaporkan meningkat seiring dengan meningkatnya usia seseorang, namun dilaporkan juga bahwa kini
depresi lebih banyak menyerang di umur yang lebih muda, khususnya pada pria muda. Depresi lebih sering didapatkan pada usia remaja dibandingkan dengan
usia anak-anak.
13
Nilai tengah untuk umur rata rata terkena depresi adalah usia 40 tahun, dengan 50 di antaranya terjadi antara usia 20 sampai 50 tahun. Data lain
menyebutkan adanya peningkatan depresi sebelum usia 20 tahun karena adanya peningkatan penggunaan alkohol dan ketergantungan obat pada usia ini.
15
Bagan 2.2 Diagnosis Depresi Mengguanakn Kriteria ICD-10
Baldwin, David J.,and Jon Birtwistle. An Atlas of Depression. London: The Parthenon Publising Group. University of Southampton. 2002.
Prevalensi depresi didapati lebih tinggi pada mereka yang tidak mempunyai hubugan interpersonal yang dekat baik dengan keluarga maupun
lingkungan sosial dan pada individu yang mengalami perceraian atau perpisahan. Berdasarkan demografi, depresi lebih sering ditemukan pada daerah rural
dibandingkan dengan daerah urban.
24
2.2.2 Etiologi depresi
1. Faktor Genetik
Pengaruh genetik akan lebih terlihat pada pasien yang mengalami bentuk depresi yang berat. Namun pada bentuk depresi lainya faktor genetik terlihat
lebih sedikit berperan dibandingkan faktor lingkungan. Marker genetik dari pada penyakit afektif yang sudah terdeteksi terdapat pada kromosom
X,4,5,11,18, dan 21. beberapa dari lokasi kromosom yang sudah terdeteksi
tersebut berhubungan pada neurobiologi dari depresi, contohnya pada kromosom lengan panjang kromosom 5 mengandung kandidat gen yang
berkontribusi sebagai reseptor norepinefrin, dipamin asam y-amino butirat dan glutamat.
2. Gangguan Neurotransmiter
Abnormalitas pada jumlah dan fungsi serotonin 5-hidroksitriptamin, 5- HT, norepinefrin dan dopamin yang bekerja pada sistem saraf pusat dapat
berpengaruh pada patofisiologi depresi. Pasien yang mengalami depresi mayor memiliki keabnormalan pada neurotransmiter serotonin. Studi pada hewan
menunjukan serotonin berfungsi dalam pengaturan tidur-bangun, nafsu makan, kebiasaan seksual dan agresi. Depresi berhubungan dengan menurunya
neurotransmiter pada reseptor post sinaps.
Gambar 2.3 Neurobiokimia Pembentukan Serotonin
Baldwin, David J.,and Jon Birtwistle. An Atlas of Depression. London: The Parthenon Publising Group. University of Southampton. 2002.
Depresi juga berhubungan dengan peningkatan level hormon 24-H- adrenokortikotropik ACTH. ACTH menyebabkan pelepasan kortisol pada
kelenjar adrenal. Penelitian menunjukan adanya pembesaran kelenjar adrenal pada individu yang mengalami depresi. Perubahan fungsi 5-HT pada otak yang
terlihat pada individu yang mengalami depresi juga bisa merupakan akibat dari hipersekresi kortisol.