Latar Belakang Implementasi Ketentuan Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Dalam Pengurusan Perusahaan

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu faktor yang menyebabkan dipilihnya Perseroan Terbatas sebagai wadah dalam menjalankan kegiatan usaha adalah adanya prinsip separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas. Prinsip separate entity merupakan suatu prinsip umum di dalam Perseroan Terbatas, yang mengatakan bahwa dimata hukum, antara Perseroan Terbatas dengan pemiliknya maupun pengurusnya merupakan dua subjek hukum yang terpisah. 2 Selain prinsip separate entity yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas, dikenal suatu prinsip umum yang juga menjadi faktor pembeda antara Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, dengan badan usaha lainnya yag tidak berbentuk badan hukum, yakini adanya pertanggungjawaban yang terbatas limited liability , maksud dari prinsip ini adalah tanggung jawab pemegang saham sebagai pemilik perusahan, hanya terbatas pada jumlah saham yang disetorkan kepada perusahan, artinya pemegang saham, tidak terikat secara langsung terhadap perikatan- perikatan yang dilakukan perusahan, untuk dan atas nama perusahan, sehingga apabila kedepan terjadi suatu upaya hukum berupa gugatan maupun tuntutan terhadap perusahan untuk memenuhi kewajibannya berupa pembayaran ganti rugi 2 M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas Jakarta: Sinar Grafika,2013, hlm. 70. Universitas Sumatera Utara 2 maupun pembayaran utang, harta maupun pribadi dari pemegang saham selaku pemilik perusahan tidak boleh dan tidak dapat diikut sertakan didalam proses hukum tersebut, serta didalam pemenuhan kewajiban perusahan berupa pembayaran utang kepada pihak ketiga, harta kekayan dari pemegang saham tidak boleh dan tidak dapat digunakan untuk melakukan kewajiban pembayaran utang tersebut, karena antara perusahan dengan pemegang saham, dimata hukum merupakan dua entitas hukum yang berbeda. Pengaturan mengenai Perseroan Terbatas diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas saat ini diatur didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disebut UUPT. Dalam Pasal 1 angka 1 UUPT, dikatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang- undang ini serta peraturan pelaksanaannya . Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UUPT tersebut, merupakan penegasan dan sekaligus merupakan bentuk pengakuan, bahwa Perseoran Terbatas, merupakan badan usaha yang berbadan hukum. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, memiliki karakteristik tersendiri, yaitu: 1. Memiliki harta kekayan tersendiri. 2. Adanya organpengurus yang mengelola harta kekayan tersebut untuk merealisasikan tujuan dari badan hukum. Universitas Sumatera Utara 3 3. Adanya pemisahan tanggungjawab antara badan hukum dengan organ yang didalamnya. 3 Perseroan Terbatas yang merupakan subjek hukum yang bersifat abstrak, tidak dapat melakukan kegiatannya secara mandiri, Perseroan Terbatas membutuhkan organ-organ yang bekerja untuk dan atas nama Perseroan Terbatas. Organ-organ yang terdapat didalam Perseroan Terbatas terdiri dari RUPS, direksi, dan dewan komisaris. Direksi adalah organ yang bertugas menjalankan pengurusan perusahan sehari-hari. Direksi yang diberikan kewenangan untuk mengurus dan mewakili perusahan, dalam menjalankan kewajibannya tersebut harus tunduk pada undang- undang dan Anggaran Dasar Perusahan, serta harus membuat kebijakan-kebijakan yang tepat demi kepentingan perusahan. Dengan kata lain, hukum memberikan kewenangan kepada direksi untuk mengurus perusahaan, namun secara tidak langsung hukum juga memberikan batasan dalam menjalankan kewenangan yang dimiliki oleh direksi, yakini tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam mengurus perusahaan tidak boleh melampaui kewenangan yang diterimanya, yang berasal dari peraturan-perundang-undangan dan juga Anggaran Dasar Perusahaan. Direksi dan perusahan merupakan dua subjek hukum yang berbeda. Direksi sebagai subjek hukum natural persoon , bekerja untuk dan atas nama perusahan serta demi kepentingan perusahan, yang juga merupakan subjek hukum recht persoon . Dalam menjalankan pengurusannya, direksi dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pidana. Pertanggungjawaban secara pidana oleh 3 Mahrus Alim, Asas-Asas Hukum Pidana Korporasi Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,2013, hlm. 4 Universitas Sumatera Utara 4 direksi, yang berkaitan dengan tugasnya dalam hal menjalankan pengurusan terhadap perusahan menjadi suatu problem tersendiri, baik bagi perusahan maupun bagi teori s eparate entity itu sendiri. Ketentuan Pasal 155 UUPT, merupakan dasar hukum untuk meminta pertanggungjawaban secara pidana kepada direksi. Dalam Pasal 155 UUPT, dengan jelas mengatakan bahwa ketentuan mengenai tanggung jawab direksi danatau dewan komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam undang-undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang hukum pidana. Pada Pasal 97 UUPT juga memberikan pengaturan yang mendekati dengan Pasal 155 UUPT, namun didalam Pasal 97 UUPT merupakan jalan bagi pengenaan pertanggungjawaban secara perdata kepada direksi. Disebutkan secara jelas dalam pasal tersebut, bahwa apabila direksi bersalah atau lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya dan mengakibatkan kerugian bagi perusahan, pemegang saham dapat menggugatnya secara keperdataan. Hal ini memberi suatu aturan yang jauh lebih jelas dibandingkan Pasal 155 UUPT, dikarenakan dalam pasal ini diberitahu suatu batasan tentang kapan suatu kesalahan dan kelalaian direksi dapat digugat, yakni apabila kesalahan dan kelalaian tersebut mengakibatkan kerugian bagi perusahan, dan diberitahu siapa yang menggugat, tetapi didalam Pasal 155 UUPT, juga memberikan ruang masuk bagi penyidik untuk memproses direksi secara pidana tanpa adanya suatu batasan yang jelas kapan proses pidana itu dapat diterapkan, dan kesalahan maupun kelalaian yang seperti apa yang dapat mengakibatkan direksi dipidana. Universitas Sumatera Utara 5 Perseroan Terbatas merupakan subjek hukum yang tidak memijiki jiwa, dan secara langsung juga tidak memiliki kesadaran, dalam melakukan tindak pidana. Dalam hal demikian, terdapat suatu teori yang mengatakan bahwa Perseroan Terbatas melakukan perbuatan-perbuatan hukum diwakili oleh organ- organnya. Salah satu organ Perseroan Terbatas adalah direksi. Dengan kata lain perbuatan yang dilakukan perusahaan diwakili oleh direksi atau pegawainya. 4 Lalu apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, apakah pelanggaran itu dipandang sebagai pelanggaran yang dilakukan oleh direksi atau pelanggaran yang dilakukan perusahaan. Untuk menjawab hal tersebut, harus diberikan suatu tolak ukur maupun batasan, mengenai kapan suatu perbuatan dapat diakatakan perbuatan direksi, ataupun kapan suatu perbuatan yang dilakukan direksi tersebut sesungguhnya merupakan perbuatan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu adanya suatu penelitian ilmiah yang membahas mengenai persoalan yang diterangkan diatas. Agar didalam pembebanan tanggung jawab kepada direksi maupun Perseroan Terbatas adanya suatu batasan yang jelas, baik secara teori hukum, maupun dalam penegakan hukum. Dan hal ini menjadi penting untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada direksi sebagai pengurus perusahan, agar tidak secara mudah dan cepat dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana, atas setiap kebijakan-kebijakan bisnis yang dibuatnya, dalam hal melakukan pengurusan perusahaan. 4 M.Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas Jakarta: Sinar Grafika,2013, hlm. 142. Universitas Sumatera Utara 6

B. Perumusan Masalah