Teknik Menulis Berita Berita

kabinet, mencetuskan ide agar dibentuknya koran untuk melawan pers komunis. Kemudian Frans Seda menghubungi rekannya di Partai Katolik, Ignatius Josef Kasimodan rekannya di Intisari PK Ojong dan Jakob Oetama. Mereka menggarap ide tersebut dan mempersiapkan penerbitan. Pada awalnya, mereka memilih nama Bentara Rakyat karena bertujuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa yang membela rakyat bukanlah PKI. Soekarno mendengar rencana penerbitan Koran tersebut dan menyarankan agar diberi nama Kompas yang berarti sebagai pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba. Maka jadilah Kompas sebagai nama Koran tersebut hingga saat ini, sementara itu Bentara Rakyat dijadikan sebagai nama Yayasan Bentara Rakyat sebagai penerbit Harian Kompas. Para pendiri Yayasan Bentara Rakyat adalah para pemimpin organisasi Katolik seperti: Partai Katolik, Wanita Katolik, PMKRI, dan PK Ojong. Pengurus yayasan terdiri dari Ketua: IJ Kasimo, Wakil Ketua: Drs. Frans Seda, Penulis I: FC Palaunsuka, Penulis II: Jakob Oetama, dan Bendahara: PK Ojong.3 Walaupun mendapat dukungan dari berbagai pihak, proses ijin terbit tetap mengalami kesulitan. Sejumlah syarat diungkapkan PKI dan kaki tangannya untuk mempersulit terbitnya Kompas. Berbagai persyaratan dapat dilalui sampai akhirnya hanya satu persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu dan menyuarakan dibentuknya angkatan kelima untuk menghadapi alat-alat kemanan negara yang sah, yaitu ABRI. Menanggapi hal tersebut Panglima TNI AD Letjen Ahmad Yani bersama Drs. Frans Seda, rekannya di kabinet, mencetuskan ide agar dibentuknya koran untuk melawan pers komunis. Kemudian Frans Seda menghubungi rekannya di Partai Katolik, Ignatius Josef Kasimodan rekannya di Intisari PK Ojong dan Jakob Oetama. Mereka menggarap ide tersebut dan mempersiapkan penerbitan. Pada awalnya, mereka memilih nama Bentara Rakyat karena bertujuan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa yang membela rakyat bukanlah PKL Soekarno mendengar rencana penerbitan Koran tersebut dan menyarankan agar diberi nama Kompas yang berarti sebagai pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba. Maka jadilah Kompas sebagai nama Koran tersebut hingga saat ini, sementara itu Bentara Rakyat dijadikan sebagai nama Yayasan Bentara Rakyat sebagai penerbit Harian Kompas. Para pendiri Yayasan Bentara Rakyat adalah para pemimpin organisasi Katolik seperti: Partai Katolik, Wanita Katolik, PMKRI, dan PK Ojong. Pengurus yayasan terdiri dari Ketua: IJ Kasimo, Wakil Ketua: Drs. Frans Seda, Penulis I: FC Palaunsuka, Penulis II: Jakob Oetama, dan Bendahara: PK Ojong. Walaupun mendapat dukungan dari berbagai pihak, proses ijin terbit tetap mengalami kesulitan. Sejumlah syarat diungkapkan PKI dan kaki tangannya untuk mempersulit terbitnya Kompas. Berbagai persyaratan dapat dilalui sampai akhirnya hanya satu persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu mengumpulkan bukti adanya 3.000 calon pelanggan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut Frans Seda berinisiatif mengumpulkan tanda tangan dari sejumlah anggota partai, guru-guru sekolah, dan anggota-anggota Koperasi Kopra Primer di Kabupaten Ende Lio, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Flores Timur. Dalam waktu singkat, tanda tangan dapat terkumpul dan ijin terbit pun berhasil didapat. Pers PKI yang bereaksi keras terhadap Kompas pun mulai menghasut masyarakat dengan mengartikan Kompas sebagai Komando Pastor.4 Harian Kompas lahir pada tanggal 28 Juni 1965 dengan mengusung motto Amanat Hati Nurani Rakyat. Kompas pertama terbit dengan empat halaman berisi sebelas berita luar negeri dan tujuh berita dalam negeri di halaman pertama. Berita utama di halaman satu ketika itu beijudul KAA Ditunda Empat Bulan. Di halaman pertama pojok kiri atas tertulis nama Pemimpin Redaksi: Drs. Jakob Oetama. Staf Redaksi: Drs. J. Adisubrata, Lie Hwat Nio SH, Marcel Beding, Th. Susilastuti, Tan Soei Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong, Th. Ponis Purba, Tinon Prabawa, dan Eduard Liem.5 Oplah Harian Kompas selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya sejak dicetak di percetakan yang lebih baik. Dari yang semula hanya 4.800 eksemplar menjadi 8.003 eksemplar. Pada 26 Juni 1967, oplah Kompas 30.650 eksemplar. Setahun kemudian menjadi 44.400 eksemplar. Dua tahun kemudian penjualan Kompas telah mencapai 80.412 eksemplar. Dari jumlah itu, sekitar 40 teijual di Jakarta kurang lebih 31.000, selebihnya beredar di luar Jakarta. Setelah tahun 1980-an oplah Kompas mengalami perkembangan pesat hingga 600.000 pada tahun 1986 selama sebulan. Sekarang rata-rata 500.000 eksemplar Senin-Jumat, sekitar 600.000 di hari Sabtu-Minggu. Oplah terbesar dicapai pada waktu ulang tahun Bung Karno ke 100 tahun dengan oplah 750.000 eksemplar dalam edisi khusus.6

B. Visi dan Misi Harian Kompas

Moto Amanat Hati Nurani Rakyat di bawah logo Kompas menggambarkan visi dan misi bagi disuarakannya hati nurani rakyat. Kompas