”PEMAKNAAN KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI PADA HARIAN KOMPAS”(Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur Dalam Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009)”.

(1)

SKRIPSI

Oleh:

TRI BAGUS WIDIYANTO 0543010245

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UPN “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

”PEMAKNAAN KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI PADA HARIAN KOMPAS (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur Dalam

Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009)” Di susun oleh :

Tri Bagus Widiyanto 0543010245

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur Pada tanggal 02 Desember 2010

Menyetujui,

Pembimbing Tim Penguji :

1. Ketua

Dra. Diana Amalia, M.Si Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 19630907 199103 2001 NIP. 19581225 19900 100

2. Sekertaris

Dra.Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19641225 199309 2001

3. Anggota

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 19630907 199103 2001 Mengetahui,

DEKAN

Dra.Hj.Ec Suparwati, M.Si NIP. 195507181983022001


(3)

KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI PADA HARIAN KOMPAS (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur Dalam Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009)”

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan akademis bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, pengarahan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis tidak lupa menyampaikan rasa hrmat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 2. Bapak Juwito, S.Sos, Msi ketua program studi Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Dra. Diana Amelia, Msi ,Dosen pembimbing yang telah membantu dalam proses penyelesaian laporan ini

4. Bapak dan Ibu dosen Fkultas Ilmu Sosial dan Politik yang telah memberikan bekal dalam proses belajar mengajar

5. Bapak dan Ibu penguji, terima kasih atas saran dan kritiknya

6. Orang tuaku tercinta. Bapak atas kasih sayang dan kerja kerasnya dan Ibu yang super tangguh atas doa-doanya yang selalu terucap dan kesabaranya


(4)

iv

7. Kakakku yang selama ini sudah membantu ku, terima kasih atas semua bantuan,doa dan motivasinya…..

8. Untuk semua teman-teman angkatan 2005 Aming, Sapto Oqi, Ossy, Mirna, Basori, Mashudi, Aditya Galih, Vero, dan semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penullis ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.. 9. Untuk teman-teman ku SMA Goblek, Muktar, Adryan, Cino, Rochma dan

semua yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih banyak atas dukungan dan doanya…

10. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikanya skripsi ini dengan baik. Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Karena apabila terdapat kekurangan didalam menyusun skripsi ini, peneliti dengan senang hati menerima segala saran dan kritik demi sempurnaya proposal ini.

Surabaya, November 2009


(5)

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI... ii

HALAMAN PENGESAHAAN UJIAN SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... vi

ABSTRAKSI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah... 10

1.3. Tujuan Penelitian... 10

1.4. Manfaat Penelitian... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 12

2.1 Landasan Teori... 12

2.1.1 Komunikasi Politik... 12

2.1.2 Surat Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa.... 13

2.1.3 Karikatur... 17

2.1.4 Semiotika... 19

2.1.5 Makna dan Pemaknaan... 20

2.1.6 Pedang... 22 2.1.7 Timbangan... 24

2.1.8 Cicak... 25

2.1.9 Jejak kaki... 26

2.1.10 Bunga Dukacita... 26


(6)

2.1.11 Pita Hitam... 26

2.1.12 Hukum... 26

2.1.13 Analisis Semiotik Charles S. Pierce... 28

2.2 Kerangka Berfikir... 30 BAB III METODE PENELITIAN... 32

3.1. Metode Penelitian... 32

3.2 Definisi Operasional Konsep... 33

3.2.1 Karikatur... 33

3.2.2 Semiotika... 33

3.2.3 Permasalahan Indonesia... 34

3.3 Kerangka Konseptual... 36

3.3.1 Corpus... 36

3.3.2 Unit Analisis... 36

3.3.2.1 Ikon... 37

3.3.2.2 Indeks... 37

3.3.2.3 Simbol... 37

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 38

3.5 Teknik Analisis data... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian... 39

4.1.1 Gambaran Umum Harian Kompas... 39

4.1.2 Sejarah Kompas... 40

4.2 Penyajian Data... 43

4.2.1 Klasifikasi Tanda... 44 4.2.2 Klasifikasi Tanda Pierce dalam Gambar Karikatur


(7)

Kompas Edisi 4 November 2009... 46

4.4 Gambar Karikatur Dalam Rubrik Opini Pada harian Kompas Edisi 4 November 2009 Dalam Model Pierce... 47

4.5 Ikon, Indeks, Simbol... 49

4.6 Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009... 51

4.7 Interpretasi Tanda Di Dalam Objek Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009 Berdasarkan SegitigaMakna... 52

4.8 Interpretasi terhadap objek Karikatur Rubrik Opini harian Kompas Edisi 4 November 2009... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 64

5.2 Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 67

LAMPIRAN... 69


(8)

(9)

Halaman Gambar 2.1 Segitiga Makna ……… 21 Gambar 2.2 Element Makna Pierce ………. 22 Gambar 2.3 Model Kategori Tanda………. 22 Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berfikir Tentang Pemaknaan Karikatur dalam

Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009... 25 Gambar 4.1 Gambar karikatur Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi

4 November 2009 Dalam Elemen Makna Pierce... 42 Gambar 4.2 Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi

4 November 2009 Dalam Kategori Tanda Pierce (1)... 44


(10)

vii ABSTRAKSI

TRI BAGUS WIDIYANTO, ”PEMAKNAAN KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI PADA HARIAN KOMPAS”(Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur Dalam Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009)”

Penelitian ini mengutamakan situasi dan kondisi yang bertema realitas dalam karikatur “Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009” sebagai suatu yang berarti dalam proses pembentukan pesan. peristiwa tersebut dipaparkan dalam pembentukan tanda-tanda (gambar, kata-kata, dan lainya) dalam format sebuah karikatur.

landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah surat kabar sebagai media massa, karikatur, semiotika, pedang, timbangan, cicak, jejak kaki, bunga dukacita, pita hitam, hukum, semiotic Charles Sanders Pierce.

teknis analisis data dalam penelitian ini analisis semiotika pada corpus penelitian pada karikatur “Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009” setelah melalui tahapan pengkodean maka selanjutnya peneliti akan menginterpretasikan tanda-tanda tersebut untuk diketahui pemaknaanya.

kesimpulan dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil analisis dan interpretasi dari gambar karikatur “Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009” pada harian Kompas Edisi 4 November 2009 diperoleh kesimpulan bahwa perlawanan pada korupsi misalnya dan kondisi dari keadaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang saat ini banyak mengundang simpati masyarakat mengingat keadaanya yang semakin memprihatinkan terkait penahanan dua pimpinan non aktifnya yang seolah-olah dicari-cari kesalahanya dengan dugaan masyarakat adanya upaya-upaya secara sistematis untuk mengebiri kekuatan KPK yang selama ini terbukti banyak mengungkapkan kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan penguasa di pusat dan di daerah.


(11)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mesin penghancur diri sendiri yang terbaik. Inilah pelajaran dari sejarah manusia yang manusia sendiri tampak keberatan menerimanya. Namun kenyataan lebih banyak membuktikan itu. Berbagai peradaban dunia pupus dan lenyap karena ulah manusia. Bahkan, berbagai bencana alam pelenyap peradaban itu dicari sebab atau mendapat rasionalisasi dari kedegilan makhluk berakal yang membangun peradaban sendiri.

Tampaknya, itulah yang belakangan kita hadapi. Terkuaknya rekaman pembicaraan yang membongkar drama rekayasa hukum yang memangkas KPK dan menahan dua komisariatnya seperti puncak kekeliruan peradaban manusia Indonesia. Seikitnya ada tiga alasan.

Pertama, bila rekaman itu sah dan benar, ia tak hanya membuktikan bagaimana selama ini sistem dan dunia hukum di Indonesia berlangsung lewat transaksi politik dan ekonomi. Kenyataan yang tak hanya menghina dan menghianati tujuan dan filosofi dasar dibangunya sistem hukum,tetapi juga publik sebagai subyek dan obyek hukum itu sendiri.

Kedua, kekeliruan mendasar itu selain menjadi refleksi bagi praksis kehidupan di sekmen vital lain ekonomi, politik, sosial, keamanan, dan lainya menunjukan bagaimana realitas hidup ini dibangun melalui rekayasa semiotik yang menyembunyikan fakta


(12)

2

sebenarnya dibalik aneka lapisan makna berita-berita yang kita konsumsi tiap hari pada berita utama aneka media massa.

Tragisnya, aneka lapisan tanda yang tersembunyi itu tidak membawa kita pada makna yang lebih substansial dan kontemplantif, tetapi tidak lebih dari bongkaran kekerasan dan kejahatan manusia yang kian mengerikan. Pengungkapan kebenaran melalui rekaman itu memberi lentera bagi pemahaman semiotik publik, tentang permainan keangkaraan apalagi yang masih tersembunyi dalam proses kenegaraan lainya.

Kesadaran ini seharusnya membuka kita pada kekeliruan di tahap ketiga, dimana manusia Indonesia ternyata adalah pihak yang paling bertanggung jawab pada realitas semiotik yang gelap itu. Bila dipermukaan (penanda utama) manusia tampak cukup ideal dengan produk kulturalnya (seperti regulasi, UU, system, dan sebagainya), di lapisan makna berikutnya kita mendapati manusia yang sama, ternyata menjadi penghianat dan perusak produk utama kultural itu.

Banyaknya kejadian yang terjadi ini menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM yang secara nyata tidak kita sadari. Pelanggaran yang biasanya dilakukan oleh pihak aparat yang seharusnya lebih memahami dan mengerti peraturan yang ada. Pada era reformasi banyak sekali aktivis yang menghilang diduga mereka diculik oleh pihak yang berwenang dan sampai hari ini belum kembali. Sehingga dibuatlah UU nomor 5 tahun 1998 tentang perlakuan hukum yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Yang merupakan ratifikasi dari convention internasional. Kode etik bagi aparatur penegak hukum yang disahkan oleh majelis umum 34/169 tanggal 17 Desember


(13)

1979, meliputi pelanggaran HAM, larangan untuk melakukan, menghasut atau mentolerir setiap tindakan melanggar hukum, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.

Kasus “cicak melawan buaya” ini membawa pelajaran berharga bagi penegak hukum di negeri ini. Pertama, dari sisi penegak hukum, kini kian transparan betapa isu adanya Mafioso (mafia pengadilan) yang mempermainkan rasa keadilan masyarakat dengan mengatur proses hukum di pengadilan bukanlah isapan jempol. Ini adalah saat paling tepat untuk menghabisi praktik mafia pengadilan itu. Tanpa itu, karut marut hukum di Indonesia ini akan terus berlangsung.

Mafia asal muasal kata dari Italia, adalah suatu organisasi rahasia pada umumnya bersifat kriminalistis.Ada pemimpinnya,biasa dijulukin godfather dan anggota nya di panggil mafioso -atau mafiosi. Pekerjaannya dulunya sebagai kelompok pemeras / preman, berkecimpung juga dalam prostitusi, perjudian, pengedar narkoba, menjadi organisasi 'centeng'. Pokoknya pekerjaan cari nafkah secara kriminal. Kini istilah itu jadi istilah umum pada bidang apa saja bila ada kelompok yang memeras, mengancam, dan mencari untung dengan cara-cara yang tidak umum, jahat, tidak halal, menistakan tatakrama dan hukum .disebut "mafia" atau "permafia'an" dalam perbendaharan kata dalam bahasa Indonesia.

Mafia adalah kelompok orang yg menguasai suatu/beberapa bidang/sistem. Dengan anggota yg mereka miliki dapat membuat aturan main sendiri, tidak dengan aturan yg berlaku semestinya. Biasanya mereka mempersulit atau mempermudah sesuatu hal menurut kehendak mereka, dengan lingkup jaringan mereka pada bidang atau sistem tersebut.


(14)

4

Adaptasi mafia di Indonesia merujuk pada jaringan aktivitas kejahatan yang dilakukan secara rahasia (baca: tak terlihat) dan terorganisir secara formal atau nonformal. Orang yang dianggap mafia adalah mereka yang mengetahui seluk-beluk pengurusan dokumen di suatu departemen pemerintah. Mafia di Indonesia bergerak intra kekuasaan dengan menggunakan ekstra kekuasaan.

maknanya pun mengalami berbagai penafsiran. Jika pada awalnya mafia berorientasi pada penegakan harga diri dan pembebasan dari penjajahan, maka masa kini mafia dimaknakan sebagai kegiatan kriminal yang teroganisasi. Ia tumbuh kuat sebagai jaringan aktivitas pelanggaran hukum yang sangat rapi dalam teritori tertentu.

Mafia di negeri ini lebih berupa tindakan premanisme yang memalukan. Alhasil, di negeri tercinta ini, mafia berarti jaringan organisasi kejahatan intra dan ekstra kekuasaan yang membengkokkan peraturan untuk kepentingan pribadi yang ditujukan pada penghancuran negara. Suatu organisasi kejahatan rahasia yang sangat korup.

(http :/ / jurna lna sio na l.c o m/ sho w/ ko lo m? p a g e =45&rub rik=Je nd e la %20234 &b e rita =8191&p a g e c o mme nt=1)

Penahanan Bibit dan Chandra ini juga memunculkan tuduhan kriminalisasi KPK. Kriminalisasi berasal dari kata kriminal yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti berkaitan dengan kejahatan (pelanggaran hukum) yang dapat dihukum menurut undang-undang pidana.Sedangkan kriminalisasi merupakan bentukan kata kriminal yang ditambahkan imbuhan -isasi yang dalam KBBI berarti proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi


(15)

kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat.Seperti yang sudah kita ketahui, pembentukan kata dalam bahasa Indonesia melalui tiga macam proses pembentukan, yaitu: afiksasi atau pengimbuhan, reduplikasi atau pengulangan, dan komposisi atau pemajemukan. Unsur -isasi dalam bahasa Indonesia berasal dari dua bahasa, yakni -isatie (Belanda) atau -ization (Inggris).Unsur itu tidak diserap secara terpisah ke dalam bahasa Indonesia, tetapi diserap bersama-sama dengan kata dasarnya. Ini berarti, kriminalisasi merupakan kata serapan dari criminalisatie atau criminalisation, bukan kata kriminal + -isasi. Tentu saja hal ini juga menguatkan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak terdapat akhiran -isasi. Salah kaprah terkait dengan akhiran -isasi ini pun kerap menimbulkan salah kaprah pada penggunaannya, sehingga akhirnya muncul istilah standarisasi, yang seharusnya standardisasi.

(http :/ / www.la mp ung p o st.c o m/ c e ta k/ b e rita . 04/ 11/ 2009)

Kontrol sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari penulisan tajuk rencana surat kabar dalam menanggapi permasalahan yang terjadi dan berkembang yang merupakan berita utama dari surat kabar tersebut ataupun berita yang menjadi wacana publik saat itu. Secara implisit kontrol sosial dapat dilakukan salah satunya adalah dengan tampilan karikatur. Keberadaan karikatur dalam surat kabar, bukan berarti hanya melengkapi surat kabar dan memberikan hiburan selain berita-berita utama yang disajikan. Tetapi juga dapat memberikan informasi dan tambahan pengetahuan kepada masyarakat.


(16)

6

Karikatur menurut Pramoedjo (2008:13) karikatur adalah bagian kartun yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang atau masalah. Meski dibumbui dengan humor, namun karikatur merupakan kartun satire yang terkadang bahkan tidak menghibur, bahkan dapat membuat orang tersenyum kecut. Karikatur (latin : carricare) sebenarnya memilki arti sebagai gambar yang distorsikan, diplesetkan, atau di petotkan secara karakteristik tanpa bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memletotkan wajah ini sudah berkembang sejak abad ke-17 di Eropa, Inggis dan sampai ke Amerika bersamaan dengan perkembangan media cetak pada masa itu Pramoedjo (2008 : 13).

`gambar karikatur acap kali terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat kritikan yang disampaikan tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan. Unsur humor yang dikedepankan membuat kegulasan karikatur menjadi tidak membuat kening mengkerut, yang muncul hanya senyum dan tawa penikmat karikatur. Menurut Waluyo (2000 : 128) :

“dibandingkan dengan media verbal gambar merupakan media yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi (melulu) tertulis karena menata gambar jauh lebih mudah dan sederhana. Gambar berdiri sendiri, memilki subyek yang mudah dipahami dan merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal.”

Dari sedikit uraian diatas maka kita dapat melihat gambar karikatur merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual yang dituangkan di dalam karikatur terlalu banyak. Secara visual, desain karikatur yang disajikan pun menjadi jelek, tidak komunikatif, kurang cerdas, dan terkesan menggurui. Akibatnya masyarakat luas yang


(17)

diposisikan sebagai target sasaran dari karikatur dengan serta merta akan mengabaikan pesan sosial yang ingin disampaikan oleh karikatur.

Jika dilihat dari wujudnya, karikatur mengandung tanda-tanda komunikatif. Lewat bentuk-bentuk komunikasi itulah pesan tersebut menjadi bermakna. Disamping itu , gabungan antara tanda dan pesan yang ada pada karikatur diharapkan mampu mempersusasi khalayak sasaran yang dituju. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji data verbal (terkait dengan judul, subjudul, dan teks) dan tanda visual (terkait dengan ilustrasi, logo, topografi, dan tata visual) karikatur dengan pendekatan teori semiotika. Dengan demikian, analisis semiotika diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk memperoleh makna yang terkandung di balik tanda verbal dan tanda visual dalam iklan layanan masyarakat.

Melalui pendekatan semiotika diharapkan karikatur dapat di klasifikasikan berdasarkan, tanda, kode, dan makna yan terkandung didalamnya. Dengan demikian dapat ditemukan kejelasan mengenai pertimbangan-pertimbangan estetik pada karikatur dipandang dari hubungan antara tanda dan pesan.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karikatur, disosialisasikan pada khalayak sasaran melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual dapat dilihat dari cara menggambarkanya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan


(18)

8

dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan, dan dicari hubungan antara yang satu dengan lainya.

Memahami makna karikatur sama rumitnya dengan membongkar makna sosial dibalik tindakan manusia. Atau menginterpretasikan maksud karikatur kurang lebih tingkat kesulitanya sama dengan menafsirkan tindakan sosial. Menurut Heru Nugroho, bahwa dibalik tindakan manusia ada makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui saling memahami makna dari masing-masing tindakan (Indarto, 1999:6)

Karikatur merupakan salah satu bentuk karya jurnalistik non verbal yang cukup efektif dan mengena dalam penyampaian pesan ataupun kritik soial. Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan dari unsur-unsur kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berfikir secara efektif dan ekspresif melalui seni lukis, dalam menanggapi fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara keseluruhan dikemas humoris. (Indarto, 1999:6)

Dengan memahami karikatur juga perlu memiliki referensi-referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan secara karikatur, sangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan headline. Karikatur sebenarnya merupakan maskot dari sebuah surat kabar. (Indarto, 1999:6)

Dalam menyampaikan informasinya, media mempunyai cara pengemasan yang variatif dan beragam yang disesuaikan dengan segmentasi konsumenya, orientasi internal dari media itu sendiri dan banyak faktor kepentingan yang lain. Kegiatan


(19)

komunikasi massa yang dilakukan secara rutin dan konstan bukan hanya bersifat normatif, yaitu agar orang lain tahu dan mengerti, tetapi juga mengandung unsur persuasif agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, atau juga melakukan suatu perubahan. Media massa seperti surat kabar, majalah, tabloid, radio, televisi dan lain sebagainya juga menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak mengalir secara harfiah. Kenyataanya, informasi sendiri tiada bergerak yang sesungguhnya terlihat adalah penyampaian pesan itu sendiri.

Penelitian ini berusaha mengungkap makna yang terkandung dalam rubrik opini pada surat kabar Kompas. Di harian Kompas edisi 4 November 2009 ditampilkan sebuah karikatur mengambarkan seperti sebuah gambar timbangan, sebuah pedang yang bengkok, seekor cicak yang terinjak oleh banyak kaki sehingga jejak tersebut membentuk suatu jejak kaki yang besar, dua orang yang membawa rangkaian bunga berduka cita, dan seorang memakai jas yang berekspresikan senang / meledek.

Melalui pendekatan semiotika diharapkan karikatur mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda-tanda visual dan kata-kata yang terkandung didalamnya. Maka itu, pembahasan ini menggunakan kajian kritis yang bertujuan untuk mengungkap makna dan tanda-tanda atau symbol yang ada. (Sobur, 2006:132)

Dengan pendekatan semiotika diharapkan dapat diketahui dasar keselarasan antara tanda verbal dengan tanda visual untuk mendukung kesatuan penampilan karikatur serta mengetahui hubungan antara jumlah muatan isi pesan (verbal dan visual) dengan tingkat kreativitas pembuatan desain karikatur.


(20)

10

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam karikatur, disosialisasikan kepada sasaran khalayak melalui tanda. Secara garis besar, tanda dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu tanda visual dan verbal. Tanda verbal akan didekati dari ragam bahasanya,tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual dapat dilihat dari cara menggambarkanya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis dan bagaimana mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan, dan dicari hubungan antara yang satu dengan yang lainya.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi yang bertujuan untuk melakukan sebuah studi semiotika untuk mengetahui pemaknaan karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah yang akan di angkat dalam penelitian ini adalah :

“bagaimanakah pemaknaan karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2009?”

1.3 Tujuan Penalitian

Tujuan yang hendak dicapai penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pemaknaan karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2009.


(21)

1.4 Manfaat Penelitian

manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotika, serta seluruh mahasiswa pada umumnya agar dapat diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi.

2. Kegunaan Praktis

Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak editor untuk menghasilkan karikatur yang lebih inovatif dan variatif dalam menggambarkan realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat, sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.


(22)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Politik

Politik seperti komunikasi merupakan proses dan seperti komunikasi politik melibatkan pembicaraan, ini bukan pembicaraan dalam arti sempit seperti kata yang diucapkan melainkan pembicaraan dalam arti kata yang lebih inklusif, yang berarti segala cara orang bertukar symbol, kata-kata yang di ucapkan, gambar, gerakan , sikap tubuh, dan pakaian. Ilmuwan politik Mark Roelofs mengatakan dengan cara sederhana “politik adalah pembicaraan atau lebih tepat, kegiatan politik adalah berbicara”. Ia menekankan bahwa politik tidak hanya pembicaraan, juga tidak semua pembicaraan itu semua politik, dan hanya bukan kondisi dasarnya adalah bahwa ia adalah kegiatan berkomunikasi antara orang-orang.(Nimmo, 1989:9).

Komunikasi politik itu lebih bermuara sharing (berbagi) simbol,gagasan, kepentingan dan sebagainya di antara sejumlah pihak. Komunikator dalam proses komunikasi politik memainkan peran sosial utama, terutama dalam pembentukan opini politik. Mark Roelofs mengemukakan peran komunikator politik sebagai pemimpin public opinion, karena mereka berhasil membuat beberapa gagasan


(23)

yang mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan dan akhirnya diterima massa. (Ali, 1999:133).

2.1.2 Surat Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa

Kegiatan komunikasi adalah penciptaan interaksi perorangan dengan menggunakan tanda-tanda yang tegas. Komunikasi juga berarti pembagian unsur-unsur perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan pemakaian tanda-tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan tergantung dari siapa khalayak pesan yang dituju, dan melalui media apakah iklan tersebut sebaiknya disampaikan. Karena itu, untuk membuat komunikasi menjadi efektif, harys dipahami betul siapa khalayak saasaranya, secara kuantitatif maupun kualitatif.

(http://www.desaingrafisindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial/)

Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan, sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media (Effendy, 2003:80). Menurut Gerbner (1967) dalam Rachmat (2002:188) komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa modern meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio yang


(24)

14

ditunjukan kepada umum dan film-film yang diputar di gedung bioskop (Effendy, 2003:79).

Banyak defenisi komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakanya. Namun dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Sebab, awal perkembanganya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa) yang dihasilkan oleh teknologi modern. (Nurudin, 2007:4)

Secara teoritis, berbagai media massa memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan, dan saluran hiburan, namun kenyataanya media massa memberikan efek lain di luar fungsinya. Efek media massa tidak hanya mempengaruhi sikap seseorang namun pula dapat mempengaruhi perilaku, bahkan tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem-sistem budaya masyarakat. Hal tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dengan cepat dapat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang cukup lama, sehingga dapat memberi efek dalam waktu yang lama, sehingga dapat memberikan dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama.


(25)

“efek media massa memiliki andil dalam pembentukan sikap, perilaku, dan keadaan masyarakat. Antara lain terjadinya penyebaran budaya global yang menyebabkan masyarakat berubah dari terdisional ke modern. Selain itu, media massa juga mampu merubah masyarakat dari kota sampai ke desa, sehingga dapat menjadi masyarakat yang konsumerisme.” (Bungin, 2006:320).

Berkaitan dengan efek media massa maka salah satu media massa yang juga dapat memberikan efek kepada khalayaknya adalah surat kabar. Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak kedalam lembaran kertas ukeran plano yang diterbitkan secara teratur,biasa terbit setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto, 2002:11).

Surat kabar merupakan salah satu kajian studi ilmu komunikasi, khususnya pada studi komunikasi massa dalam buku “Ensiklopedia Pers Indonesia” disebautkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit per yang masuk dalam media massa cetak yaitu berupa lembaran-lembaran berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan secara berkala: bias harian, mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedi, 1991:257).

Surat kabar pada perkembanganya, menjelma menjadi salah satu bentuk dari pers yang mempunyai kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut


(26)

16

disebabkan karena falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, budaya, dan politik.

Menurut Sumadiria (2005 : 32-35) dalam Jurnalistik Indonesia menunjukan 5 fungsi pers yaitu:

1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya yang akurat, aktual, faktual dan bermanfaat.

2. Fungsi Edukasi, maksudnya disini informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mau dan mampu memerankan dirinya sebagai guru pers.

3. Fungsi Hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. 4. Fungsi Kontrol sosial dan koreksi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas

pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan ketika melihat penyimpangan dan ketidak adilan dalam suatu masyarakat atau Negara.

5. Fungsi Mediasi, dengan fngsi mediasi, pers mampu menjadi fasilitator atau mediator menghubungkan tempat yang satu dengan yang lainya, peristiwa yang satu dengan lainya, orang yang satu dengan orang lainya.


(27)

Kontrol Sosial menurut J.S Roucek dalam pengendalian sosial (1987:2) adalah sekelompok proses yang direncanakan atau tidak yang mana individu diajarkan atau dipaksa untuk menerima cara-cara dan nilai kehidupan kelompok.

Dari definisi ini menonjol sifat kolektif dan usaha kelompok untuk mempengaruhi individu agar tidak menyimpang dari apa yang oleh kelompok diniai sangat baik. Dalam hubungan ini individu bahkan dapat dipaksa untuk kalau perlu bertindak bertentangan dengan keinginanya untuk mengikuti nilai-nilai yang benar menurut kepentingan bersama.

Sedangkan pengertian lain kontrol sosial adalah tekanan mental terhadap individu dalam bersikap dan bertindak sesuai penilaian kelompok. (Susanto, 2000:115). Dalam hal ini sebenarnya kontol sosial bertujuan:

1. Menyadarkan individu tentang apa yangsedang dilakukanya.

2. Mengadakan himbauan kepada individu untuk mengubah sikap diri. 3. Perubahan sikap yang kemudian diusahakan untuk menjadi norma baru. (Susanto, 2000:116)

Idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi yang objektif dan edukatif, menghibur, melakukan kontrol sosial yang konstruktif dengan melakukan komunikasi dan peran serta positif dari masyarakat itu sendiri (Effendy, 2003: 149).

2.1.3 Karikatur

Secara etimologis, karikatur berasal dari bahasa italia, caricare, artinya melebih-lebihkan. Kata caricare itu sendiri dipengaruhi kata carattere, juga


(28)

18

bahasa italia, yang berarti karakter dan kata cara bahasa spanyol yang berarti wajah. Menurut likman (1989) dalam sumadiria (2005:8), perkataan karikatur mulai digunakan untuk pertama kalinya oleh Mossini, orang prancis, dalam sebuah karyanya yang berjudul diverse figure. Sedangkan orang yang pertama mengenalkan kata caricature adalah Lorenzo Bernini adalah seseorang pemahat patung pada jaman Renaissance. Dengan demikian, secara etimologis karikatur adalah gambar wajah dan karakteristik seseorang yang diekspresikan secara berlebih-lebihan.

Dalam Encyclopedia of The Art dijelaskan,karikatur merupakan representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara melebih-lebihkan sehingga melahirkan kelucuan. Kekacauan juga seringdipakai sebagai sarana kritik sosial dan politik. (Sumandiria, 2005:8)

Dalam perkembanganya, sesuai dengan dinamika persoalan yang dihadapi dan diliput pers, karikatur tidak hanya menunjuk pada gambar wajah seseorang yang dilebih-lebihkan. Karikatur juga mencangkup semua peristiwa yang terjadi, diliput, dan menjadi sorotan pers. Ia bahkan termasuk karya seni grafis. Seperti ditegaskan oleh kartunis terkemuka GM Sudarta dalam salah satu makalahnya, karikatur adalah termasuk seni grafis, yaitu suatu cabang dari bentuk seni lukis. Dalam penyajianya dituntut pula akan selera indah dimana hasil seni. Ini penting, karena ide yang bagaimanapun kuatnya akan berkurang nilainya apabila tidak didukung oleh kualitas gambar yang baik. Sebagaimana


(29)

seni lukis, dalam karikatur juga dituntut selera komposisi untuk membuat gambar yang enak dipandang. (Sumandiria, 2005:9)

Menggambar karikatur termasuk proses kreatif seseorang ahli grafis sekaligus seorang jurnalistik. Sebagai ahli grafis, ia harus dapat menyajikan gambar yang memenuhi kaidah komposisi gradasi, dan eksentuasi secara tajam dan serasi. Sebagai jurnalis, ia pandai memilh topik yang sedang actual, menyangkut kepentingan masyarakat umum, dan mengemasnya dalam panduan gambar serta kata-kata yang singkat, lugas, sederhana.

Secara teknis jurnalistik karikatur, kariaktur diartikan sebagai opini redaksi media dalam bentuk gambar yang sarat akan dengan muatan kritik sosial dengan memasukan unsur kelucuan, anekdot, atau humor agar siapapun yang melihatnya bias tersenyum, termasuk tokoh atau objek yang di karikaturkan itu sendiri. (Sumandiria, 2003:9)

Sebuah karikatur dikatakan efektif apabila karikatur itu telah menjalankan fungsinya, yakni karikatur harus membuatsenyum untuk semua. Senyum untuk yang dikritik agar tifak marah, senyum untuk masyarakat yang merasa terwakili aspirasinya, dan senyum untuk sang karikaturis karena tidak terjadi apa-apa. (Sumandiria, 2005:9)

2.1.4 Semiotika

semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki hubungan yang memiliki unit


(30)

20

dasar yang disebut dengan tanda. Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang suatu tanda. (Sobur, 2006:87)

semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita opakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaiana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to comunicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. (Barthes dalam Sobur, 2006:15).

Tokoh semiotika Charles Sanders Pierce adalah salah seorang filsuf Amerika. Sedangkan Ferdinand de Saussure adalah pendiri linguistic modern, sarjana dan tokoh besar asal Swiss yang terkenal dengan teorinya tentang tanda. (Sobur, 2006:43)

2.1.5 Makna dan Pemaknaan

Brown dalam Sobur (2001:255-256) mendefinisikan makna sebagai kecenderungan total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu kata atau kalimat. Namun kita terlebih dahulu harus membedakan pemaknaan secara lebih tajam tentang istilah-istilah yang laris berimpit antara yang disebut (1) terjemah


(31)

(translation), (2) tafsir atau interpretasi, (3) ekstrapolasi dan makna atau meaning.

Membuat terjemah adalah upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan media yang berbeda; media tersebut mungkin berupa bahasa satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke gambar dan sebagainya. Pada penafsiran, kita tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteknya agar dapat dikemukakan konsep atau gagasanya lebih jelas. Ektrapolasi lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal di balik yang tersajikan. Materi yang tersajikan dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator pada sesuatu yang lebih jauh lagi. Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran dan mepunya kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia, indrawinya,daya pikirnya dan akal budinya. Materi yang tersajikan seperti juga ekstrapolasi, dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indicator bagi sesuatu yang lebih jauh. Dibalik yang tersajikan bagi ekstapolasi terbatas dalam artian empiric logic, sedangkan dalam pemaknaan dapat pula menjangkau yang etik ataupun yang trasendental.

Semantik adalah ilmu mengenai makna kata-kata, suatu definisi yang menurut S.I. hayakawa dalam mulyana (2001:257) tidaklah burukbila orang-orang tidak menganggap bahwa pencarian makna kita mulai dan berakhir dengan melihatnya dalam kamus. Makna dalam kamus tentu saja lebih bersifat


(32)

22

kebahasaan (linguistik), yang punya banyak dimensi, subjektif kita mengenai symbol itu dan referen adalah objek yang sebenarnya eksis di dunia nyata.

Gambar 2.1 Segitiga Makna Pikiran atau rujukan (orang)

Simbol (kata) Referen (objek)

Sumber : Bert E. Bradley, 1981, Fundamentals of Speech Communication; the credibility of ideas, Edisi Ke-3, Dubuque, lowa; Wm. C. Brown, hlm. 283.

Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual) seperti yang kita temukan dalam kamus. Karena itu makna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah kata bermakna denotatif, namun banyak juga bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi, yakni makna di luar rujukan objektifnya. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat subjektif daripada makna denotatif.

2.1.6 Pedang

Dalam karikatur, pedang memiliki kemiripan dengan pedang yang ada dalam realita, Pedang adalah sejenis senjata tajam yang memiliki bilah panjang. Pedang dapat memiliki dua sisi tajam atau hanya satu sisi tajam saja. Di beberapa kebudayaan jika dibandingkan senjata lainnya pedang biasanya memiliki prestise lebih atau paling tinggi.


(33)

Bilah pedang biasanya dibuat dari logam keras seperti besi atau baja. Meski begitu terdapat pedang dari emas yang digunakan sebagai hiasan saja. Untuk latihan biasanya pedang kayu yang digunakan, meski pedang dari kayu keras masih berbahaya. Senjata serupa pedang dan tombak yang menggunakan bilah obsidian digunakan oleh suku-suku asli amerika tengah dan selatan yang pada saat kolonisasi Eropa belum mengenal logam.

Sejarah pedang :

1. Zaman Perunggu 2. Zaman Besi

3. Zaman Pertengahan

4. Zaman Pertengahan Akhir Renaissance 5. Zaman modern

Bagian-bagian Pedang :

1. Bilah

Bilah pedang adalah bagian penting pedang yang dapat digunakan untuk menyerang. Jenis serangan yang bisa dilakukan dengan bilah itu sendiri, menghantamkannya, menusuk, dan menebas. Oleh karena masing-masing jenis serangan tersebut mensyaratkan bentuk yang berbeda untuk hasil optimal maka bentuk bilah pedang bergantung pada gaya penggunaannya.


(34)

24

2. Gagang

Gagang pedang adalah bagian untuk memegang pedang. Pada beberapa jenis pedang gagangnya memiliki penahan di atas dan di bagian bawahnya, penahan bagian atas biasanya untuk menahan tangan ketika melakukan serangan.

(http://id.wikipedia.org/wiki/pedang)

2.1.7 Timbangan

timbangan, dalam karikatur memiliki kesamaan dengan bentuk asli yaitu timbangan. Timbangan / neraca adalah alat yang dipakai melakukan pengukuran massa suatu benda. Timbangan / neraca dikategorikan kedalam sistem mekanik dan juga elektronik. Timbangan adalah suatu alat yang sangat penting keberadaannya dalam kehidupan sehari-hari kita, dan hal ini diperhatikan oleh Pemerintah dengan mendirikan dinas metrologi untuk mengelolanya. Sehingga harus dipastikan, jika anda membutuhkan timbangan maka anda pastikan linearitas timbangan bagus, pelayanan purna-jual-nya juga bagus dan didukung oleh tenaga teknisi yang banyak dan berpengalaman, sparepart selalu tersedia, karena ini akan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk kelanjutannya nanti. Salah satu contohnya adalah neraca pegas (dinamometer) adalah timbangan


(35)

sederhana yang menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang diukurnya. neraca pegas (seperti timbangan badan) mengukur berat, defleksi pegasnya ditampilkan dalam skala massa (label angkanya sudah dibagi gravitasi). neraca/timbangan dengan bandul pemberat (seperti yang di pasar ikan/sayur) menimbang massa. Biasannya menggunakan massa pembanding yang lebih kecil dengan lever (tuas) yang panjang. Mengikuti hukum tuas (persamaan momen). neraca pegas menunjukkan angka yang berbeda di bumi dan bulan, atau di daerah yang gravitasinya berbeda. Timbangan bandul menunjukkan angka yang sama dimanapun, asal masih ada gravitasi utk menggerakkan timbangan.

(http://id.wikipedia.org/wiki/timbangan)

2.1.8 Cicak

cicak, dalam karikatur memiliki kesamaan dengan bentuk asli yaitu cicak. Cicak adalah hewan reptil yang biasa merayap di dinding atau pohon. Cicak berwarna abu-abu, tetapi ada pula yang berwarna coklat kehitam-hitaman. Cicak biasanya berukuran sekitar 10 centimeter. Cecak bersama dengan tokek dan sebangsanya tergolong ke dalam suku Gekkonidae. cicak memiliki kemiripan dengan cicak yang ada di dalam realita, misalkan cicak yang ada dalam rumah-rumah. selain itu cicak besar alias kadal (large lizard), komodo atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (varanus komodoensis),

Cecak ada banyak jenisnya. Di lingkungan rumah kita saja ada sekitar tiga jenis (spesies) yang sering ditemui, yakni :


(36)

26

a. Cecak tembok (Latin Cosymbotus platyurus), yang kerap ditemui di tembok-tembok rumah dan sela-sela atap. Cecak ini bertubuh pipih lebar, berekor lebar dengan jumbai-jumbai halus di tepinya. Bila diamati di tangan, dari sisi bawah akan terlihat adanya lipatan kulit agak lebar di sisi perut dan di belakang kaki.

b. Cecak kayu (Hemidactylus frenatus), yang bertubuh lebih kurus. Ekornya bulat, dengan enam deret tonjolan kulit serupa duri, yang memanjang dari pangkal ke ujung ekor. Cecak kayu lebih menyukai tinggal di pohon-pohon di halaman rumah, atau di bagian rumah yang berkayu seperti di atap. Terkadang didapati bersama cecak tembok di dinding luar rumah dekat lampu, namun umumnya kalah bersaing dalam memperoleh makanan.

c. Cecak gula (Gehyra mutilata), bertubuh lebih kecil, dengan kepala membulat dan warna kulit transparan serupa daging. Cecak ini kerap ditemui di sekitar dapur, kamar mandi dan lemari makan, mencari butir-butir nasi atau gula yang menjadi kesukaannya. Sering pula ditemukan tenggelam di gelas kopi kita.

d. Cecak batu (Cyrtodactylus marmoratus).

(http://id.wikipedia.org/wiki/cicak)

2.1.9 Jejak Kaki

jejak kaki menurut KBBI (Kamus Besar bahasa Indonesia) mempunyai arti jatuhnya kaki di tanah sampai atau hampir mengenai tanah


(37)

Bunga dukacita menurut KBBI (Kamus Besar bahasa Indonesia) mempunya dua suku kata yaitu bunga dan duka cita. Sehingga menjadi sebuah arti bunga yang difungsikan sebagai tanda bela sungkawa atau kesedihan.

2.1.10 Pita Hitam

Pita hitam menurut KBBI (Kamus Besar bahasa Indonesia) secarik atau jalur kain yang panjang untuk memaknai suatu dukungan atau perlawanan.

2.1.12 Hukum

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.


(38)

28

Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang:

1. Hukum pidana 2. Hukum Perdata 3. Hukum Tata Negara

4. Hukum Administrasi Negara 5. Hukum Internasional

6. Hukum Adat 7. Hukum Islam 8. Hukum Agraria 9. Hukum Bisnis 10. Hukum Lingkungan

(http://id.wikipedia.org/wiki/hukum)

2.1.13 Analisis Semiotik Charles S. Pierce

menurut Pierce, semiotik adalah suatu tindakan, pengaruh atau kerja sama antara tiga subyek yang terdiri dari tanda (sign), objek (objek), dan interpretan. (Sobur, 2001:109).

Tanda merupakan pencitraan indrawi yang menampilkan pengertian dari objek yang dimaksudkan. Sedangkan objek adalah produk yang merupakan fokus pesan. Interpretan merupakan pengertian yang diturunkan (Setiadi, 2003:178).


(39)

Model semiotik menurut Pierce dapat digambarkan dalam bentuk segi tiga makna sebagai berikut:

Tanda

Interpretant Objek Gambar 2.2:

Element Makna Pierce

Dengan mengacu pada segi tiga element makna Pierce, maka dapat diketahui mengenai persoalan bagaimana makna yang muncul dari sebuah tanda (sign) ketika tanda itu digunakan orang pada waktu orang itu berkomunikasi (sobur, 2003:115).

Pierce mengelompokan tanda (sign) menjadi tiga komponen antara lain : ikon (Icon), Indeks (Index), symbol (symbol). Ketiga kategori tanda tersebut, digambarkan dalam sebuah model segi tiga berikut

Ikon

Indeks Simbol Gambar 2.3:

Model Kategori Tanda

Ikon (icon) adalah suatu benda fisik (Dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang dipresentasikan dan ditandai dengan kemiripan. Misalnya Patung Soekarno adalah ikon Soekarno.


(40)

30

Indeks (index) adalah suatu tanda yang secara alamiah mempresentasikan objek lainya. Indeks muncul berdasarkan hubungan sebab akibat yang punya kedekatan eksistensi. Misal: awan gelap adalah indeks hujan yang akan turun.

Simbol (symbol) adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu lainya berdasarkan kesepakatan kelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal dan objek yang maknanya disepakati bersama. (Mulyana, 2000:84).

2.2 Kerangka Berfikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memahami suatu peristiwa objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda pada sitiap individu. Begitu juga penelitian dalam memahami tanda dan lambang dalam objek, yang berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.

Pada penelitian ini akan menganalisa karikatur dalam rubrik opini yang termuat di harian Kompas. Surat kabar adalah media yang diperuntukan untuk umum dan digunakan sebagai sarana penyampaian informasi. Melalui surat kabar, karikatur dalam rubrik opini menampilkan sebuah gambar timbangan, sebuah pedang yang bengkok, seekor cicak yang terinjak oleh banyak kaki sehingga jejak tersebut membentuk suatu


(41)

jejak kaki yang besar, dua orang memakai pita hitam dan membawa rangkaian bunga berduka cita, dan seorang memakai jas yang berekspresikan meledek.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pemahaman terhadap tanda dan lambang dalam hal ini adalah karikatur dalam rubrik opini harian Kompas. Tanda-tanda yang terdapat dalam setiap penggambaran karikatur secara keseluruhan tersebut dikaji berdasarkan teori yang sesuai dengan peristiwa yang melatar belakangi pembuatan karikatur dalam rubrik opini, yang dijabarkan secara terperinci dalam pemilihan gambar dan kata-kata. Teori-teori yang dimaksud diantaranya adalah komunikasi non verbal dan penjelasan seputar kartun.

Berdasarkan landasan teori tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa untuk mengerti dan memahami makna pesan dalam karikatur rubrik opini di harian Kompas, maka peneliti menggunakan metode semiotik Charles S. Pierce, yaitu teori tentang segi tiga makna, yang terdiri dari tanda, objek, dan interpretan. Tanda pada sesuatu yang merujuk pada sesuatu yang dirujuk sementara interpretan adalah tanda yang dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk oleh sebuah tanda. Pierce membagi tanda dalam tiga kategori, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dengan metode tersebut, maka dapat diperoleh suatu hasil interpretasi mengenai pemaknaan karikatur dalam rubrik opini.

Analisis Semiotik Charles S. Pierce Ikon: pedang bengkok, timbangan rusak,cicak yang kesakitan,jejak kaki besar

Indeks: seorang yang memakai jas berekspresikan senang dan

meledek,ekspresi sedih dua orang yang membawa bunga dukacita dan memakai pita hitam.

Simbol: Bunga dukacita, pita hitam

Hasil pemaknaan gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2009 Gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2008


(42)

32

Gambar 2.4:

Bagan Kerangka Berfikir Tentang Pemaknaan Karikatur dalam Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009


(43)

32 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar, simbol, dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Metodologi analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual tertentu. Metode kualitatif ini, merujuk pada metode analisis dokumen untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa doumen untuk memahami makna signifikasi.

Oleh karena itu peneliti yang melakukan studi analisis isi kualitatif harus memperhatikan beberapa hal: pertama adalah konteks dan situasi sosial diseputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini, peneliti diharapkan dapat memahami the nature atau kealamiahan dan culture meaning atau makna kultural dari artifact atau teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesanya dikreasi secra aktual dan dikategorikan secara bersama. Ketiga adalah emergence, yakni pembentukan secara gradual / bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interpretasi.

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2004:15). Dengan menggunakan metode semiotik, peneliti berusaha menggali realitas real yang didapatkan melalui interpretasi simbol-simbol dan


(44)

tanda-33

tanda yang ditampilkan sepanjang iklan. Analisis semiotik termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk mengetahui pemaknaan karikatur dalam rubrik opini di harian Kompas.

3.2 Definisi Operasional Konsep

3.2.1 Karikatur

Dalam Encyclopedia of The Art dijelaskan, karikatur merupakan pemaknaan sikap atau karakter seseorang dengan cara melebih-lebihkan sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering dipakai sebagai sarana kritik sosial dan politik. (Sumandiria, 2005:8)

Karikatur berasal dari bahasa Italia, caricare, artinya melebih-lebihkan. Kata caricare, juga bahasa Italia, yang berarti karakter dan kata cara bahasa Spanyol yang berarti wajah.

3.2.2 Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Semiotik sebagai suatu model dari pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda”.


(45)

Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. (Sobur, 2006:87)

3.2.3 Permasalahan Indonesia

Banyaknya kejadian yang terjadi selama ini menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM yang secara nyata tidak kita sadari. Pelanggaran yang biasanya dilakukan oleh pihak aparat yang seharusnya lebih memahami dan mengerti peraturan yang ada. Pada era reformasi banyak sekali aktivis yang menghilang diduga mereka diculik oleh pihak yang berwenang dan sampai hari ini belum kembali. Sehingga dibuatlah UU nomor 5 tahun 1998 tentang perlakuan hukum yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Yang merupakan ratifikasi dari convention internasional. Kode etik bagi aparatur penegak hukum yang disahkan oleh majelis umum 34/169 tanggal 17 Desember 1979, meliputi pelanggaran HAM, larangan untuk melakukan, menghasut atau mentolerir setiap tindakan melanggar hukum, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.

Kasus “cicak melawan buaya” ini membawa pelajaran berharga bagi penegak hukum di negeri ini. Pertama, dari sisi penegak hukum, kini kian transparan betapa isu adanya Mafioso (mafia pengadilan) yang mempermainkan rasa keadilan masyarakat dengan mengatur proses hukum di pengadilan bukanlah isapan jempol. Ini adalah saat paling tepat untuk menghabisi praktik mafia


(46)

35

pengadilan itu. Tanpa itu, karut marut hukum di Indonesia ini akan terus berlangsung.

Mafia adalah kelompok orang yg menguasai suatu/beberapa bidang/sistem. Dengan anggota yg mereka miliki dapat membuat aturan main sendiri, tidak dengan aturan yg berlaku semestinya. Biasanya mereka mempersulit/mempermudah sesuatu hal menurut kehendak mereka, dengan lingkup jaringan mereka pada bidang/sistem tersebut. Kini istilah itu jadi istilah umum pada bidang apa saja bila ada kelompok yang memeras, mengancam, dan mencari untung dengan cara-cara yang tidak umum, jahat, tidak halal, menistakan tatakrama dan hukum .disebut "mafia" atau "permafia'an" dalam perbendaharan kata dalam bahasa Indonesia. Adaptasi mafia di Indonesia merujuk pada jaringan aktivitas kejahatan yang dilakukan secara rahasia (baca: tak terlihat) dan terorganisir secara formal atau nonformal. Orang yang dianggap mafia adalah mereka yang mengetahui seluk-beluk pengurusan dokumen di suatu departemen pemerintah. Mafia di Indonesia bergerak intra kekuasaan dengan menggunakan ekstra kekuasaan.

kontrol sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari penulisan tajuk rencana surat kabar dalam menanggapi permasalahan yang terjadi dan berkembang yang merupakan berita utama dari surat kabar tersebut ataupun berita yang menjadi wacana publik saat itu.

Terkuaknya rekaman pembicaraan yang membongkar drama rekayasa hukum yang memangkas KPK dan menahan dua komisariatnya seperti puncak


(47)

gunung kekeliruan peradaban manusia Indonesia. Penahanan Bibit dan Chandra ini juga memunculkan tuduhan kriminalisasi KPK.

3.3 Kerangka Konseptual

3.3.1 Corpus

Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya pembahasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekupulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembanganya oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah unsur kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogeny pada taraf waktu (sincrony) (Kurniawan, 2000:70).

Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi alternative. Corpus dalam penelitian ini adalah gambar timbangan, pedang,dan cicak yang di injak yang kemudian diejek oleh seseorang dalam rubrik opini di harian Kompas.

3.3.2 Unit Analisis

Unit analisis data dalam penelitian ini adalah tanda yang ada dalam karikatur yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur rubrik opini yang dimuat oleh harian Kompas, kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).


(48)

37

3.3.2.1 Ikon

Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda objek atau acuan yang bersifat kemiripan. Ikon dalam karikatur rubrik opini yang dimuat di surat kabar Kompas adalah gambar pedang bengkok, timbangan rusak, cicak yang merasa kesakitan, dan jejak kaki besar.

3.3.2.2 Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Indeks dalam karikatur rubrik opini yang dimuat di harian Kompas adalah seorang yang memakai jas berekspresikan senang dan meledek, dan ekspresi sedih dua orang yang membawa bunga dukacita dan memakai pita hitam.

.

3.3.2.3 Simbol

Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Simbol dalam karikatur rubrik opini yang dimuat di surat kabar Kompas ini adalah Bunga dukacita, pita hitam


(49)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi dan mengamati karikatur rubrik opini yang dimuat di surat kabar Kompas secara langsung serta melakukan studi pustaka untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.

3.5 Teknik Analisis data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar. Hal ini disebabkan adnya penerapan metode kualitatif, menjadi kunci jawaban terhadap apa yang diteliti.

Penelitian yang akan digunakan peneliti ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode semiotik, dengan studi semiotik peneliti dapat memakai gambar dan pesan yang terdapat pada karikatur rubrik opini yang dimuat di harian Kompas. Serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap karikatur ini. Karikatur rubrik opini ini yang di muat di harian kompas akan diinterpretasikan dengan cara mengidentifikasikan tanda-tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran karikatur tersebut.

Tanda dan gambar dalam karikatur rubrik opini yang dimuat di surat kabar kompas adalah korpus. Dalam penelitian ini tanda dan gambar yang ada dalam karikatur ini dimaknai dengan menggunakan model semiotik Charles S. Pierce, dimana dikategorikan menjadi tiga, yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (Symbol). Data yang diperoleh akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan kajian dan konsep-konsep teoritis yang dipakai dalam penelitian ini.


(50)

39 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Harian Kompas

Kompas adalah nama surat kabar Indonesia yang berkantor pusat dijakarta. Kompas adalah bagian dari kelompok Kompas Gramedia. Selain versi cetak, kompas juga memiliki edisi online yang berisi berita- berita yang diperbarui secara aktual.

Ide awal penerbitan harian ini berasal dari Jendral Achmad Yani, yang mengutarakan keinginanya kepada Frans Seda untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen. Frans kemudian mengemukakan kenginginanya kepada dua temanya, P.K. Ojong (1920-1980) dan Jakob Oetama. Ojong langsung menyetujui ide itu dan menjadikan Jakob Oetama sebagai editor in-chief pertamanya.

Awalan harian ini diterbitkan dengan nama Bentera Rakyat. Atas usul Presiden Soekarno. Namanya di ubah menjadi Kompas,sebagai media pencari fakta dari segala penjuru.

Kompas mulai terbit pada tanggal 28 Juni 1965 berkantor di Jakarta Pusat dengan tiras 4.800 eksemplar. Sejak tahun 1969, kompas merajai


(51)

penjualan harian surat kabar di tingkat nasional. Pada tahun 2004, peredaran harianya mencapai 530.000 eksemplar, khusus edisi mingguanya malah mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca Koran ini mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia.

Seperti kebanyakan surat kabar yang lain, harian Kompas dibagi tiga halaman bagian, yaitu bagian depan memuat berita nasional dan internasional, bagian berita bisnis dan keuangan, serta bagian olah raga.

4.1.2 Sejarah Kompas

Sebuah buku telah lahir, buku sejarah, sejarah pers, khususnya Kompas, sebuah harian yang pertama kali terbit pada tanggal 28 Juni 1965. Pendirinya adalah dwitunggal, Petrus Kanisius Ojong dan Jakob Oetama. Ojong tekah meninggal 27 tahun lalu, sedangkan jakob masih hidup sehat.

Buku ini diterbitkan penerbit Buku Kompas (PBK). Orang menyebutnya penerbit “Kebo”, merujuk pada logo perusahaan penerbitan yang berlambang seekor kerbau dimana diatasnya bertengger “bocah angon” (penggembala) yang meniup seruling. Kantor PBK berada disamping kiri gedung Kompas Gramedia lama, berbaur dengan rumah-rumah penduduk.

Ada beberapa rekan yang mempleetkan PBK menjadi penerbit buku kliping. Ada benarnya, sebab beberapa buku merupakan dokumentasi dari


(52)

41

ribuan artikel yang pernah dimuat harian Kompas. Khususnya yang memberi inspirasi, semangat, dan gairah berkiprah.

Tetapi tidak dari semua kliping, ada buku-buku yang murni ditulis memang untuk dijadikan buku. Ditulis secara serius, bukan hasil kliping, salah satunya buku “Kompas, dari Belakang dan Depan: menulis dari dalam”. Diterbitkan bru seminggu lalu dan mungkin baru beberapa hari lewat saja menghias rak-rak toko buku.

Inilah buku sejarah kompas yang pernah terbit. Selain bercerita mengenai kelahiranya, buku ini juga menceritakan jatuh bangun, kisah sukses, sampai strategi bertahanya yang unik. Frans M. Parera, salah seorang penyumbang tulisan tidak harus malu mengatakan “Jurnalisme Kepiting” untuk strategi bertahan Kompas yang menjadikan harian ini tetap eksis dan berjaya.

August Parengkuan, seseorang sesepuh kompas dalam buku itu mengatakan, “bagi pak Jakob, Kompas harus terbit kembali. Bukan hanya karena karyawan bisa kerja kembali tetapi yang penting mempunyai medium untuk menyampaikan gagasan, pemikiran dan ide-ide baik kepada pemerintah maupun ke masyarakat. Jadi tidak perlu gagah-gagahan seakan-akan menjadi pahlawan karena berseberangan dengan pemerintah, tulis August.” Tetapi satu minggu sesudahnya semua orang lupa ada Koran yang bernama Kompas”.


(53)

Sejumlah penulis memberi konstribusi dalam penulisan buku ini, antar lain St. Sularto, Mamak Sutomat, Ninok Leksono, Suryo Pratomo, Agung Adiprasetyo, dan Arbain Rambey. Jakob memberikan dalam buku ini. Buku dihiasi dengan foto-foto lawas dari dokumentasi foto yang tidak ada atau belum pernah dipublikasikan. Unsur mencenangkan dan menegangkan sudah pasti ada saat melihat foto-foto yang disunting Arbain ini. Buku memuat pula Kartun GM Sudarta yang dikenal cukup “menyentil dan mengena” itu, juga ada ilustrasi dua halaman itu penuh sosok PK Ojong dan Jakob Oetama karya jitet.

Buku ini tentu saja memberi inspirasi bagi siapapun, dari orang pers, mahasiswa, atau masyarakat umum yang ingin lebih kenal dan dekat dengan Kompas. Dari buku ini kita dapat belajar bagaimana cara mempertahankan diri, penanaman karakter yang baik, integritas dan loyalitas, juga bisa tahu bahwa membangun sebuah kerajaan bisnis seperti yang bisa dilihat sekarang ini tidaklah semudah membalik telapak tangan. Perlu waktu 42 tahun untuk membangunya, sedangkan orang yang ingin menjatuhkan sekaligus menghancurkan Kompas, tidak perlu menunggu selama itu.

Buku ini tidak hanya wajib dibaca oleh 246 wartawan kompas atau sebuah karyawanya yang berjumlah 953 orang (data 2007) dan kerabat serta keluarganya, juga oleh sekitar 5000an karyawan yang bernaung di bawah


(54)

43

bendera KKG, tetapi oleh mereka yang ingin mendakami nilai-nilai sebuah kejuangan dan semangat survive sebuah harian bernama Kompas.

4.2 Penyajian Data

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap gambar karikatur dalam rubrik opini Kompas edisi 4 November 2009. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada gambar karikatur dalam rubrik opini kompas edisi 4 November 2009, akan disajikan hasil pengamatan dari gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2009.

Gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2009 tersebut selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan landasan teori Charles Sanders Peirce untuk mengetahui pengungkapan maknaanya. Charles Sanders Peirce untuk mengetahui pengungkapan pemaknaanya. Charles Sanders Peirce mengkategorikan tanda menjadi sepuluh kategori yakni Qualisign, Iconic Sinsign, Rhematic Indexsical Sinsign, Discent Sinsign, Iconic Legisign, Rhematic Indexical Legisign, Discent Indexical Legisign, Rematic Symbol atau Symbolic Rhemen dan Proposion (Proporsi) serta Argument membagi tanda menjadi tiga kategori yaitu ikon, indeks, simbol. Untuk melihat pengungkapan makna pesan yang disampaikan dalam pemaknaan gambar pada karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2009 tersebut sistem tanda dari gambar ini dibagi berdasarkan pembaguan tanda dari Charles Sanders Peirce. Dalam gambar karikatur


(55)

dalam rubrik opini pada harian Kompas ini yang menjadi ikon adalah gambar pedang bengkok, timbangan rsak, cicak yang merasa kesakitan dan jejak kaki besar. Kemudian indeksnya dua orang berekspresikan sedih, memakai pita hitam dengan membawa bunga duka dan seorang yang memakai jas berekspresikan senang dan meledek. Simbolnya yaitu bungadukacita dan pita hitam

4.2.1 Klasifikasi Tanda

Charles Sandes Peirce terkenal dengan teori tandanya. Di dalam lingkup semiotika, Peirce seringkali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Untuk itu Peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis, sebagai berikut:

(Alex Sobour, 2006: 42-43)

1. Qualisign, yakni kualitas sejauh yang memilki tanda. Kata keras menunjukan kualitas benda.

2. Iconic Sinsign, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan.

3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, secara langsung menarik perhatian karena kehadiranya di sebabkan sesuatu.


(56)

45

5. Iconic Legisign, yakni tanda yang mengkonfirmasikan norma atau hukum.

6. Rhematic Indexica Legisign, yakni tanda yang mengacu pada objek tertentu.

7. Dicent Indexica Legisign, tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi.

8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme , yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum.

9. Discent Symbol atau proposion (proporsi) adalah tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.

10. Argument, yakni tanda yang merupakan inferens seseorang terhadap seeorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu.

4.2.2. Klasifikasi Tanda Pierce dalam Gambar Karikatur Dalam Rubrik opini pada harian Kompas Edisi 4 November 2009.

Gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009 ini dapat disimpulkan masuk keda;am kateggori tanda pierce Dicent Symbol atau Proporsion (proporsi) karena berdasarkan tanda didalam gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November


(57)

2009 mampu menghubungkan langsung tanda dengan objek melalui asosiasi dalam otak.

Pengkategorian tersebut didasarkan atas adanya sebuah gambar timbangan, sebuah pedang yang bengkok, seekor cicak yang terinjak oleh kaki banyak sehingga membentuk suatu jejak kaki yang besar, dua orang membawa rangkaian bunga berduka cita, dan seorang memakai jas yang berekspresikan senang / meledek pada harian Kompas edisi 4 November 2009 adalah sebagai identitas dari karikatur rubrik opini tersebut, mereka akan dapat mengetahui bahwa penegakan hukum dinegara Indonesia sedang terancam.

4.3. Pemaknaan Karikatur dalam Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009

Pada gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009 ini menampilkan gambar karikatur sebuah pedang panjang yang sudah rusak, sebuah timbangan yang rusak karena telah terinjak oleh beberapa kaki sehingga membentuk sebuah jejak kaki yang besar, dan seekor cicak yang menjulurkan lidahnya karena kesakitan akibat terinjak oleh kaki. Digambar tersebut juga terdapat dua orang yang berekspresikan sedih sedang menggunakan pita hitam dilengan kananya membawa bunga duka. dan seorang dengan berekspresikan senang


(58)

47

atau meledek yang mengangkat kedua tanganya, menjulurkan lidahnya dan menggunakan pakaian jas.

4.4 Gambar Karikatur Dalam Rubrik Opini Pada harian Kompas Edisi 4 November 2009 Dalam Model Pierce

Menurut Pierce, sebuah tanda itu adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatukan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Dalam pendekatan semiotic model Charles Sanders Pierce diperlukan adanya sebagai model analisis yaitu tanda (Sign), objek (Object) dan interpretan (interpretant). Menurut pierce salah satu bentuk tanda adalah kata, karena tanda itu sendiri adalah pencitraan indrawi yang menapilkan pengertian dari objek yang dimaksudkan, sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada didalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

Gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009 ini akan menjadi korpus penelitian terlebih dahulu akan dibagi menjadi unsur – unsur (komponen) berdasarkan unit analisis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Tanda (sign), dalam gambar karikatur ini adalah setiap bentuk pemaknaan yang dapat ditimbulkan oleh gambar karikatur tersebut baik itu makna yang bersifat konotatif maupun yang bersifat denotatif.


(59)

2. Obyek (Object), dalam penelitian ini adalah keseluruhan badan gambar karikatur, mulia dari jenis gambar karikatur, bentuk gambar dan bentuk dari penyajian gambar karikatur tersebut.

3. Interpretan (intrpretant), sebagai interpretant peneliti akan menganalisa gambar karikatur yang akan dijadikan corpus, yaitugambar karikatur dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009 secara keseluruhan dengann menggunakan hubungan antara tanda sebuah acuan tanda dalam model kategori tanda yang dimiliki Pierce, yaitu : ikon, indeks dan symbol sehingga akan diperoleh makna dalam gambar tersebut.

Tanda

 Setiap bentuk penggambaran yang dapat ditimbulkan oleh karikatur

Obyek  Keseluruhan gambar

sebuah pedang bengkok,timbangan rusak,cicak yang merasa kesakitan, jejak kaki besar,dua orang membawa bunga duka dan orang yang senang

Interpretasi  Hasil interpretasi peneliti

dalam melihat hubungan antara tanda dan petanda

Gambar 4.1

Gambar karikatur Rubrik Opini Pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009 Dalam Elemen Makna Pierce


(60)

49

Apabila digambarkan hubungan antara tanda, objek dan interpretan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

4.5 Ikon, Indeks, Simbol

Dalam pendekatan semiotik Pierce terdapat tiga komponen yaitu, tanda (sign), Objek (object), dan Interpretan (Interprtant). Sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian Kompas edisi 4 November 2009 yang dijadikan korpus (sampel terbatas) dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam model semiotik Charles Sanders Pierce yang membagi tanda atas tigabagian kategori yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) sehingga akan diperoleh interpretasi dari gambar melalui kategori tersebut.

Dalam menganalisa hubungan antara tanda dengan acuan tanda berdasarkan model Charles Sanders Pierce yang membagi tanda menjadi ikon (icon), indeks (index), simbol (symbol), maka peneliti akan mengkaji tanda yang berupa gambar tersebut.

Interpretasi yang dilakukan terhadap gambar karikatur dalam rubrik opini harian Kompas edisi 4 November 2009 akan menampakan makna yang tersirat didalamnya. Gambar ini merupakan suatu bentuk system tanda yang merujuk pada sesuatu diluar tanda itu sendiri.


(61)

Dalam pendekatan semiotik Charles Sanders Pierce terdapat tiga unsur yaitu ikon, indeks dan simbol. Oleh karena itu peneliti akan menginterpretasikan makna pesan berdasarkan unsur – unsur tersebut. Dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009, yang menjadi ikonya pedang, timbangan, cicak. Indeks dari karikatur dalam rubrik opini dalam harian kompas edisi 4 November 2009 adalah kumpulan jejak kaki, pedang bengkok, timbangan rusak, dan cicak. Dan simbol dari gambar karikatur dalam rubrik opini dalam harian kompas edisi 4 November 2009 yaitu dua orang memakai pita hitam dengan membawa bunga duka dan seorang yang memakai jas berekspresikan senang dan meledek.

Gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009 ini apabila digambarkan ke dalam model semiotika dari Charles Sanders Pierce adalah sebagai berikut :

Ikon (pedang bengkok, timbangan rusak, cicak yang merasa kesakitan dan jejak kaki besar)

Indeks (dua orang

berekspresi sedih, memakai pita hitam dengan membawa bunga duka dan seorang yang memakai jas

berekspresikan senang dan meledek)

simbol (bunga dukacita dan pita hitam)

Gambar 4.2

Gambar Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009 Dalam Kategori Tanda Pierce (1)


(62)

51

Interpretasi gambar yang dilakukan terhadap gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009 pada harian Kompas terlihat makna yang tersirat dalam gambar karikatur tersebut. Gambar karikatur dalam rubrik opini pada harian kompas edisi 4 November 2009 merupakan bentuk sistem yang merujuk pada sesuatu di luar tanda itu sendiri dimana hal tersebut tersirat didalam gambar karikatur dalam koran kompas tersebut digunakan oleh peneliti untuk menginterpretasikan sistem tanda dalam penelitian ini.

4.6 Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009

Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009 menampilkan peanya berapa visual dan verbal. Pesan visual kariatur rubrik opini tersebut mendominasi dengan penggambaran utama sebuah pedang panjang yang sudah rusak, sebuah timbangan yang rusak karena telah terinjak oleh beberapa kaki sehingga membentuk sebuah jejak kaki yang besar, dan seekor cicak yang melotot dan menjulurkan lidahnya karena kesakitan akibat terinjak oleh kaki. Digambar tersebut juga terdapat dua orang yang berekspresikan sedih sedang menggunakan pita hitam dilengan kananya membawa bunga duka. dan seorang dengan berekspresikan senang atau meledek yang mengangkat kedua tanganya, menjulurkan lidahnya dan menggunakan pakaian jas.

Penampilan Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009 yang kritis memperlihatkan dominasi bahwa pedang menggambarkan kekuatan


(63)

atau power,timbangan melambangkan keadilan sedangkan cicak melambangkan KPK , dua orang memakai pita hitam dan membawa bunga duka melambangkan kesedihan atau duka atas tidak adanya kekuatan dan keadilan dalam hukum. Sedangkan orang yang berekspresi senang dan meledek merupakan penggambaran sosok seorang anggodo salah satu tersangka kasus mafia hukum di Indonesia.

4.7 Interpretasi Tanda Di Dalam Objek Karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November 2009 Berdasarkan Segitiga Makna.

Tanda yang menjadi pusat analisis penelitian terdapat di objek. Objek tersebut terdiri dari ikon, indeks, simbol.

Ikon adalah hubungan antara penenda dan petanda yang bersifat kesamaan bentuk alamiah. Dengan katalain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan kemiripan missal potret dengan peta yang mirip denagn objek aslinya (Sobur,2004:42.43). ikon dalam karikatur Rubrik Opini pada Harian Kompas Edisi 4 November terdiri dari yang pertama pedang bengkok.

Dalam karikatur, pedang memiliki kemiripan dengan pedang yang ada dalam realita, Pedang adalah sejenis senjata tajam yang memiliki bilah panjang. Pedang dapat memiliki dua sisi tajam atau hanya satu sisi tajam saja. Di beberapa kebudayaan jika dibandingkan senjata lainnya pedang biasanya memiliki prestise lebih atau paling tinggi.


(64)

53

Bilah pedang biasanya dibuat dari logam keras seperti besi atau baja. Meski begitu terdapat pedang dari emas yang digunakan sebagai hiasan saja. Untuk latihan biasanya pedang kayu yang digunakan, meski pedang dari kayu keras masih berbahaya. Senjata serupa pedang dan tombak yang menggunakan bilah obsidian digunakan oleh suku-suku asli amerika tengah dan selatan yang pada saat kolonisasi Eropa belum mengenal logam.

Sejarah pedang :

1. Zaman Perunggu 2. Zaman Besi

3. Zaman Pertengahan

4. Zaman Pertengahan Akhir Renaissance 5. Zaman modern

Bagian-bagian Pedang :

1. Bilah

Bilah pedang adalah bagian penting pedang yang dapat digunakan untuk menyerang. Jenis serangan yang bisa dilakukan dengan bilah itu sendiri, menghantamkannya, menusuk, dan menebas. Oleh karena masing-masing jenis serangan tersebut mensyaratkan bentuk yang berbeda untuk hasil optimal maka bentuk bilah pedang bergantung pada gaya penggunaannya.


(65)

2. Gagang

Gagang pedang adalah bagian untuk memegang pedang. Pada beberapa jenis pedang gagangnya memiliki penahan di atas dan di bagian bawahnya, penahan bagian atas biasanya untuk menahan tangan ketika melakukan serangan

pedang yang bengkok. Ada sebuah filosofi pedang yaitu bagaimana merasakannya mengalir dan menjadi satu dalam diri kita, kisah sebuah tentara romawi yang tidak pernah menyarungkan pedangnya ketika bertempur menguasai daratan eropa di musim dingin, di karenakan embun salju menutupi ujung sarung sehingga memungkinkan sulitnya pedang ketika dicabut, sebuah filsuf sederhana dari sebuah pedang bukan bagaimana kita membunuh lawan atau bertahan tapi lebih dari semua itu, bagaimana cara kita memainkannya menjadi arus kuat untuk bertahan hidup. Sebuah kisah kuno di abad terdahulu ketika nenek moyang kita berjuang dan mati bersama sebuah pedang, sebuah kisah yang ternyata mempunyai sejarah amat panjang diatas segala mimpi yang pernah teraih, sebuah pedang di dalam filsuf kuno adalah pengharapan, pedang di dalam kesatria kuno adalah sahabat terbaik di dalam pencarian jati diri.

Sebuah filosofi pedang mengingatkan akan belajar bertahan, dimana semua rumus menghargai sisi mata tajamnya untuk hidup, menghargai bagaimana pentingnya sebuah kehidupan yang tidak boleh tersia – siakan untuk hari ini, sebuah


(66)

55

pedang adalah pengembaraan tertinggi dalam hidup manusia yang mencoba bertahan di dalam diri kita tentang arti sebuah kehidupan (kekuatan). Maka arti dari gambar tersebut adalah bahwa bangsa kita saat ini krisis akan jati diri sebagai Negara yang taat dan patuh terhadap fungsi hukum.

Ikonik kedua adalah timbangan bengkok, dalam karikatur memiliki kesamaan dengan bentuk asli yaitu timbangan. Timbangan / neraca adalah alat yang dipakai melakukan pengukuran massa suatu benda. Timbangan / neraca dikategorikan kedalam sistem mekanik dan juga elektronik. Timbangan adalah suatu alat yang sangat penting keberadaannya dalam kehidupan sehari-hari kita, dan hal ini diperhatikan oleh Pemerintah dengan mendirikan dinas metrologi untuk mengelolanya. Sehingga harus dipastikan, jika anda membutuhkan timbangan maka anda pastikan linearitas timbangan bagus, pelayanan purna-jual-nya juga bagus dan didukung oleh tenaga teknisi yang banyak dan berpengalaman, sparepart selalu tersedia, karena ini akan menjadi suatu hal yang sangat penting untuk kelanjutannya nanti. Salah satu contohnya adalah neraca pegas (dinamometer) adalah timbangan sederhana yang menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang diukurnya. neraca pegas (seperti timbangan badan) mengukur berat, defleksi pegasnya ditampilkan dalam skala massa (label angkanya sudah dibagi gravitasi). neraca/timbangan dengan bandul pemberat (seperti yang di pasar ikan/sayur) menimbang massa. Biasannya menggunakan massa pembanding yang lebih kecil dengan lever (tuas) yang panjang. Mengikuti hukum tuas (persamaan momen). neraca


(1)

Indonesia) mempunya dua suku kata yaitu bunga dan dukacita. Sehingga menjadi sebuah arti bunga yang difungsikan sebagai tanda bela sungkawa atau kesedihan. Bunga duka dalam gambar tersebut dapat diartikan sebagai rasa berduka rakyat Indonesia atas matinya keadilan dan penegakan hukum di Indonesia. seperti kasus kriminalisasi KPK yang melibatkan Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang, kasus skandal Bank Century, dan kasus Jaksa Agung Gayus Tambunan.

4.8 Interpretasi Terhadap Objek Karikatur Harian Kompas Edisi 4 November 2009.

Makna masing-masing tanda telah di bagi berdasarkan ikon, indeks, simbol,. dengan demikian disini peneliti menggabungkan makna-makna tersebut kedalam satu makna. makna gabungan tersebut membentuk hasil dari pembahasan dari penelitian ini.

Pada karikatur ini tampak bahwa saat ini bangsa indonesia sedang mengalami krisis akan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus hukum yang saat ini belum tuntas dan mengkriminalkan salah satu instansi hukum di indonesia (KPK) . Salah satunya yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya budaya-budaya korupsi dan mafia hukum di semua stratifikasi sosial dan birokrasi yang menjadikan penegakan hukum hanya sebatas omong kosong belaka sehingga saat ini fungsi KPK sebagai badan hukum pemberantasan korupsi


(2)

63

seperti tidak berdaya dalam menangani kasus korupsi. Sehingga tidak mempunyai kekuatan dalam memberantas kasus-kasus korupsi di Indonesia. Saat ini kita sedang berduka dan sedih karena tidak ditegakanya hukum di indonesia.


(3)

5.1 Kesimpulan

Pemaknaan dari keseluruhan objek karikatur Rubrik Opini Harian Kompas Edisi 4 November 2009 brdasarkan hasil penafsiran dari jalinan tanda di dalam objeknya , keprihatinan terhadap matinya keadilan dan kekuatan hukum di Negara Indonesia. Pada karikatur ini tampak bahwa saat ini bangsa indonesia sedang mengalami krisis akan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus hukum yang saat ini belum tuntas dan mengkriminalkan salah satu instansi hukum di indonesia (KPK) . Salah satunya yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya budaya-budaya korupsi dan mafia hukum di semua stratifikasi sosial dan birokrasi yang menjadikan penegakan hukum hanya sebatas omong kosong belaka sehingga saat ini fungsi KPK sebagai badan hukum pemberantasan korupsi seperti tidak berdaya dalam menangani kasus korupsi. Sehingga tidak mempunyai kekuatan dalam memberantas kasus-kasus korupsi di Indonesia. Bahwa saat ini kita sedang berduka dan sedih karena tidak ditegakanya hukum di indonesia.

Dengan demikian Kompas melalui karikatur Opininya, ikut memberikan kritik kepada pemerintah. Dalam kritikan Opini Kompas yang menjadi objek penelitian, peneliti menganalisa berdasarkan semiotika Charles Sanders Pierce dengan teori segitiga makna.


(4)

65

Teori segitiga makna mengetengahkan ikon, indeks, dan simbol sebagai tanda yang ada dalam objek. Tanda dan objek tersebut merupakan sesuatu yang dimaknai oleh interpretan sehingga terbentuk suatu makna tertentu.

5.2 Saran

saran peneliti terhadap pemerintahan Indonesia, peneliti menyarankan agar mereka menjalankan sistem hukum dan peradilan yang adil, transparan, jujur dan berpihak kepada rakyat. pemerintah dalam hal ini kepolisian harapkan berkooperatif, bekerjasama dan saling bahu - membahu dengan KPK dan lembaga – lembaga hukum yang saling berkaitan dalm hal ini memberantas korupsi yang ada di Indonesia, tanpa adanya indikasi keberpihakan kepada pihak – pihak tertentu.


(5)

Prenada Media Group, Jakarta.

Djuroto, Totok, 2002, manajemen Penerbitan Pers, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Effendy, Onong Uchana, 2003, ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Cetakan Ketiga,

Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Junaedi, Kurniawan, 1991, Ensiklopedi Pers Indonesia, Jakarta, Erlangga.

Khasali, Rhenald, 1992, Manajemen periklanan Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Mulyana, Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Penerbit Rosda Karya, Bandung.

Nimmo, Dan, 1989, Komunikasi Politik, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Nurudin, 2007, Komunikasi Massa, Malang, Cespur.

Pramono, Pramoedjo, 2008, Kiat Mudah Membuat Karikatur, Penerbit Creative Media, Jakarta.

Rakhmat, Jalaludin, 2002, Psikologi Komunikasi, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex, 2004, Semiotika Komunikasi, Cetakan Kedua, Penerbit Remaja

Rosdakarya, Bandung.

, 2001, Analisis Teks Media, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. , 2006, Semiotik Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Sutisna, 2003, Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sugiharti, 2000, Komunikasi Massa, Penerbit Citra Media, Jakarta.

Sumadiria, Haris, 2005, Jurnalistik Indonesia, Bandung, Simbiosa Rekatama Media. Astrid, Susanto S, 2000, Filsafat Komunikasi, Bandung, PT. Binacipta.

Non Buku:


(6)

http://www.lampungpost.com/cetak/berita. 04/11/2009/

http://www.desaingrafisindonesia.com/semiotika-iklan-sosial/2007/ 10/ 15/ http://id.wikipedia.org/wiki/hukum

http://id.wikipedia.org/wiki/pedang http://id.wikipedia.org/wiki/cicak

http://id.wikipedia.org/wiki/timbangan

http://cicak.or.id/baca/2009/11/04/teks-deklarasi-gerakan-cicak.html

http://nasional.kompas.com/read/2009/09/14/18482918/presiden.didesak.keluarkan.perp u.pengadilan.tipikor

http://www.tempointeraktif.com/id/arsip

Artikel harian KOMPAS, 4 November 2009, Halaman 6,7. Artikel harian KOMPAS, 5 November 2009, Halaman 7.


Dokumen yang terkait

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 3 11

PENDAHULUAN Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 2 4

DAFTAR PUSTAKA Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 3 6

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 5 16

PEMAKNAAN KARIKATUR OPINI DI KORAN KOMPAS EDISI 13 JULI 2011 (Studi Analisis Semiotik Tentang pemaknaan karikatur Pada Rubrik Opini Versi “Sopir Bus Menelantarkan Penumpang” di koran kompas edisi 13 juli 2011).

1 5 95

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA RUBRIK OPINI DI KORAN KOMPAS (Studi Analisis Semiotik Tentang pemaknaan karikatur Pada Rubrik Opini Versi “Tong Sampah dengan statement” Bubarkan KPK dan Maafkan Koruptor Edisi 3 Agustus 20.

0 1 86

PEMAKNAAN KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI JAWA POS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Rubrik Opini Di Jawa Pos Edisi 29 September 2011).

0 2 75

PEMAKNAAN KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI JAWA POS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Rubrik Opini Di Jawa Pos Edisi 29 September 2011)

1 1 20

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA RUBRIK OPINI DI KORAN KOMPAS (Studi Analisis Semiotik Tentang pemaknaan karikatur Pada Rubrik Opini Versi “Tong Sampah dengan statement” Bubarkan KPK dan Maafkan Koruptor Edisi 3 Agustus 20

1 1 23

PEMAKNAAN KARIKATUR OPINI DI KORAN KOMPAS EDISI 13 JULI 2011 (Studi Analisis Semiotik Tentang pemaknaan karikatur Pada Rubrik Opini Versi “Sopir Bus Menelantarkan Penumpang” di koran kompas edisi 13 juli 2011)

1 1 17