3 Oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengupayakan suatu kajian
ilmiah dalam judul penelitian sebagai berikut: “Pengaruh Kepemimpinan Camat Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Studi Pada Kantor Camat Galang Kabupaten
Deli Serdang”.
1.2 Perumusan Masalah
Untuk dapat mempermudah penelitian ini nantinya, dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterprestasikan fakta dan data ke dalam
penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan di teliti. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah di jelaskan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian adalah “Seberapa besar pengaruh kepemimipinan Camat terhadap efektivitas kerja pegawai pada Kantor Camat Galang Kabupaten Deli
Serdang”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui kepemimpinan Camat pada Kantor Camat Galang Kabupaten Deli Serdang
2. Untuk mengetahui efektifitas kerja pegawai pada Kantor Camat Galang
Kabupaten Deli Serdang 3.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepemimpinan terhadap efektivitas kerja pegawai pada Kantor Camat Galang Kabupaten Deli Serdang
1.4 Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, maka suatu penelitian harus memiliki manfaat. Adapun manfaat yang hendak dicapai oleh penulis
melalui penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
4 1.
Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa permasalahan
yang terjadi di masyarakat yang ada kaitannya dengan teori akademis. 2.
Bagi instansi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna untuk meninjau dan meningkatkan efektivitas kerja pegawai instansi
itu sendiri. 3.
Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera Utara, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
melengkapi ragam penelitian baik secara teoritis maupun praktis yang telah dilakukan oleh peneliti.
1.5 Kerangka Teori
Dalam suatu studi penelitian, perlu adanya kejelasan titik tolak atau landasan berfikir untuk memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu disusun suatu
kerangka teori sebagai pedoman yang mengambarkan dari sudut mana masalah tersebut disorot. Nawawi, 1992 : 149
Menurut Singarimbun 1989 : 37, teori diartikan sebagai serangkaian konsep, defenisi, preposisi, yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang
sistematis tentang suatu fenomena. Gambaran sistematis ini dijabarkan dan menghubungkan antara variabel yang satu dengan yang lainnya dengan bertujuan
untuk menjelaskan fenomena tersebut.
1.5.1 Kepemimpinan 1.5.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang berarti seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu
bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu demi tercapainya suatu maksud dan beberapa tujuan.
Kartono, 1993 : 76
Universitas Sumatera Utara
5 Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat,
kemampuan, proses, dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati sehingga orang lain bersedia dengan penuh
keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki pemimpin tersebut. Kepemimpinan dapat timbul apabila terdapat faktor-faktor yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Faktor-faktor tersebut meliputi orang-orang bekerja dari sebuah posisi organisatoris, dan timbul dalam suatu situasi yang spesifik.
Winardi, 2000 : 48 Pengertian kepemimpinan yang lain adalah proses mempengaruhi kegiatan
individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Hersey dan Blanchard dalam Sutarto, 1991 : 22. Sedangkan pengertian
kepemimpinan menurut Siagian 2002 : 62 adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga
orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi kepemimpinan adalah kepengikutan.
1.5.1.2 Gaya dan Tipe Kepemimpinan
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak, dan kepribadian tersendiri yang unik dan khas, hingga tingkah laku dan gaya yang
membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Menurut Nawawi 2004 : 83 bahwa apabila aktivitas kepemimpinan dipilih- pilih, maka akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. Gaya
kepemimpinan ini gilirannya ternyata merupakan dasar dalam membeda-bedakan atau mengklasifikasikan tipe kepemimpinan.
Dari berbagai studi tentang kepemimpinan, diketahui ada beberapa gaya kepemimpinan yang paling umum dikenal, yaitu:
1. Gaya dan Tipe Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter, mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak yang harus dipatuhi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa
berkonsultasi dengan bawahannya terlebih dahulu. Pemimpin bergaya dan
Universitas Sumatera Utara
6 bertipe otoriter selalu berdiri jauh dari anggota kelompoknya, dan ia senantiasa
memiliki kekuasaan absolut atau tunggal, pada kondisi dan situasi yang sikap dan prinsipnya kaku. Penonjolan diri yang berlebihan sebagai simbol
keberadaan organisasi, hingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi adalah identik. Dalam menentukan dan menerapkan disiplin
organisasi begitu keras dan menjalankannya dengan sikap kaku, pemimpin bergaya dan bertipe ini juga tidak dapat dikritik, bawahannya juga tidak akan
mendapat kesempatan untuk memberikan saran maupun pendapat. Apabila pimpinan ini sudah mengambil keputusan, biasanya keputusan itu berbentuk
perintah dan bawahannya hanya melaksanakannya saja. 2.
Gaya dan Tipe Paternalistik Gaya dan tipe kepemimpinan paternalistik merupakan kepemimpinan yang
bersifat kebapakan, namun bukan tipe ideal dan bukan tipe yang didambakan. Seorang pemimpin paternalistik, senang menonjolkan keberadaan dirinya
sebagai simbol organisasi dan memperlakukan bawahannya sebagai orang- orang yang belum dewasa. Ia tidak akan mendorong kemandirian bawahannya
karena tidak ingin mereka berbuat kesalahan. Terkait dengan itu, maka pemimpin paternalistik akan bersifat terlalu melindungi, itikadnya memang
baik, tetapi prakteknya akan negatif. Karena ia tidak akan mendorong para bawahannya untuk mengambil resiko disebabkan takut akan timbul dampak
negatif pada oraganisasi. Dalam mengambil keputusan, pemimpin paternnalistik menjadi pusat
pengambilan keputusan, dimana pelimpahan wewenang untuk mengambil keputusan pada tingkat yang lebih rendah dalam organisasi tidak akan terjadi.
3. Gaya dan Tipe Kepemimpinan Leissez Faire
Gaya dan tipe kepemimpinan ini adalah Gaya dan tipe kepemimpinan yang ‘aneh’. Dimana seseorang dikatakan pemimpin, namun pada praktisnya tidak
memimpin. Ini dapat dilihat dari gaya kepemimpinan yang santai, karena berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak memiliki masalah yang
serius, dan kalau pun ada selalu dapat diketemukan penyelesaiannya. Ia juga tidak senang mengambil resiko dan lebih cenderung pada mempertahankan
status quo. Seorang pemimpin yang bergaya dan bertipe ini senang melimpahkan wewenang kepada bawahannya dan lebih menyenangi situasi
Universitas Sumatera Utara
7 bahwa para bawahan lah yang mengambil keputusan, dan keberadaannya
dalam organisasi lebih bersifat suportif. 4.
Gaya dan Tipe Kepemimpinan Kharismatik Gaya dan tipe kepemimpinan kharismatik memiliki kekuatan energi, daya tarik
dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya. Terlepas dari apakah dia
berfungsi sebagai pemimpin formal atau informal, ia memiliki daya tarik yang kuat bagi orang lain, sehingga orang lain itu bersedia mengikutinya tanpa
selalu bisa menjelaskan apa penyebab kesediaan itu. Para pakar belum sepakat tentang faktor-faktor yang menjadi ‘magnit’
tersebut. Latar belakang biografikal, pendidikan, kekayaan dan penampilan mungkin ikut berperan, akan tetapi mungkin juga tidak. Karena
ketidakmampuan para ahli mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang dominan, akhirnya hanya ditekankan bahwa seorang pemimpin yang
kharismatik memiliki “kekuatan supranatural” yang tidak dimiliki orang lain. 5.
Gaya dan Tipe Kepemimpinan Demokratis Gaya dan tipe kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang
berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efekktif kepada para bawahannya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahannya,
dengan penekanan rasa tanggung jawab dan kerja sama yang baik. Ia rela dan mau melimpahkan wewenang pengambilan keputusan kepada bawahannya
sedemikian rupa tanpa kehilangan kendali organisasionalnya, dan tetap bertanggung jawab atas tindakan para bawahannya. Pemimpin demokratis
bersifat mendidik dan membina, dalam hal bawahannya berbuat kesalahan dan tidak serta merta bersifat menghukum atau mengambil tindakan punitive.
Setelah mengetahui berbagai gaya dan tipe kepemimpinan, maka pertanyaan yang akan timbul adalah: Gaya kepemimpinan manakah yang lebih baik? Untuk
menjawab pertanyaan itu memang sulit, karena tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik untuk semua situasi. Ada kalanya seorang pemimpin akan bergaya otoriter
dalam situasi tertentu walaupun ia sebenarnya adalah pemimpin yang sering bergaya demokratis. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh beberapa
Universitas Sumatera Utara
8 faktor seperti tujuan, pengikut bawahan, organisasi dan situasi yang ada sehingga
tidak ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk. Oleh karena itu, dalam rangka mempersoalkan gaya-gaya kepemimpinan,
hendaknya jangan beranggapan bahwa seorang pemimpin harus tetap konsisten untuk mempertahankan gaya kepemimpinan dalam segala situasi. Hal ini justru akan
memperburuk keadaan organisasi yang dipimpinnya. Tetapi sebaliknya, harus bersifat fleksibel, yakni menyesuaikan gayanya dengan situasi yang ada, kondisi dan individu
dalam organisasi.
1.5.2 Camat 1.5.2.1 Pengertian Camat
Sesuai UU nomor 32 tahun 2004, kecamatan merupakan perangkat daerah yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh seorang Camat yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Kecamatan mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelnggaraan Pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas Perangkat
Daerah dan atau instansi lainnya. Berdasarkan Pasal 126 Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah memuat bahwa: 1.
kecamatan dibentuk di wilayah kabupatenkota dengan peraturan daerah berpedoman pada peraturan pemerintah.
2. kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam tugasnya memperoleh pelimpahan
sebagai wewenang bupatiwalikota untuk menangani sebagai urusan otonomi daerah.
3. camat juga menyelenggarakan umum pemerintahan, meliputi:
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Mengkoordinasikan upaya menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban
umum. c.
Mengkoordinasikan penerepan dan penegakan peraturan perundang- undangan.
Universitas Sumatera Utara
9 d.
Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat
kecamatan. f.
Pembina penyelenggara pemerintahan desa dan atau kelurahan. g.
Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
kelurahan. 4.
camat diangkat oleh bupatiwalikota atas usul sekretaris daerah kabupatenkota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan tehnis pemerintahan
dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5.
camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada bupatiwalikota melalui sekretaris daerah
kabupatenkota. 6.
perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada camat. 7.
pelaksanaan ketentuan ditetapkan dengan peraturan bupatiwalikota dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.
1.5.2.2 Tugas dan Fungsi Camat
Sesuai dengan UU nomor 32 tahun 2004, tugas dan fungsi camat adalah sebagai berikut:
a mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
b mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum
c mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan
d mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
e mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintah di tingkat
kecamatan f
membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau kelurahan g
melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
Universitas Sumatera Utara
10
1.5.3 Efektivitas Kerja 15.3.1 Pengertian Efektivitas Kerja
Setiap organisasi selalu dihadapkan pada persoalan keterbatasan sumber daya manusia dalam mencapai tujuannya. Interaksi antara berbagai sumber daya tadi harus
dikelola dengan baik sehingga dapat mencapai sasarannya secara efesien dan efektif. Secara sederhana efektivitas kerja dapat didefenisikan sebagai kemampuan melakukan
sesuatu secara benar dan efektivitas sebagai kemampuan melakukan sesuatu tepat pada sasaran.
Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Bila dilihat dari aspek segi
keberhasilan pencapaian tujuan, maka efektivitas adalah memfokuskan pada tingkat pencapaian terhadap tujuan organisasi. Selanjutnya ditinjau dari aspek ketepatan
waktu, maka efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang telah
dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan. Menurut Komaruddin 1994 : 269, efektivitas adalah suatu keadaan yang
menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu. Gibson 1995 : 25, dalam hal ini membagi efektivitas
menjadi 3 bagian, yakni efektivitas individu, kelompok, dan organisasi. Selanjutnya Gibson menjelaskan bahwa hal yang mempengaruhi kefektivan individu adalah
kemauan, pengetahuan, sikap, motivasi dan stress. Efektivitas
kerja adalah
kemampuan kerja bagi pegawai untuk dapat bekerja secara maksimal dengan membawa keuntungan bagi organisasi yang dilihat
berdasarkan produktivitas kerja, kualitas kerja, prestasi dan semangat kerja. Sedangkan menurut Siagian 2000 : 56, efektivitas kerja adalah penyelesaian
pekerjaan tepat waktu yang telah ditetapkan. Artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak, sangat tergantung pada bila mana tugas itu diselesaikan atau
tidak, terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakan dan berapa biaya anggaran yang dikeluarkan untuk itu.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas kerja adalah suatu bentuk usaha yang dilaksanakan oleh para pegawai secara bersama
Universitas Sumatera Utara
11 terhadap pencapaian dan pemenuhan beberapa ketentuan yang dicapai sesuai dengan
standar yang berlaku dalam organsasi.
1.5.4 Pengaruh Kepemimpinan Camat Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai
Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat, kemampuan, proses, dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa
sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati orang lain dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki pemimpin tersebut.
Suatu organisasi akan berhasil atau gagal sebagaian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Hal ini dapat dilihat bagaimana seorang pemimpin dalam bersikap dan
bertindak. Cara bersikap dan bertindak dapat terlihat dari cara melakukan suatu pekerjaan. Suatu ungkapan mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggung
jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini merupakan ungkapan yang mendudukan posisi pemimpin dalam suatu instansi pemerintahan khususnya, pada
posisi yang terpenting. Dimana dalam hal ini pemimpin tersebut adalah seorang Camat, yang bertugas membawahi para pegawainya yang ada pada Kecamatan Galang
Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan efektivitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu
yang telah ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini juga berkaitan dengan kuantitas dan kualitas kerja yang dihasilkan. Artinya yaitu seberapa
banyak pekerjaan yang dapat dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan, dan apakah sesuai dengan mutu yang telah ditargetkan atau tidak.
Tercapainya tujuan organisasi diharapkan tercapai pula tujuan individu para bawahan. Suatu organisasi akan berhasil mencapai tujuan dan sasarannya apabila
semua komponen organisasi berupaya menampilkan kinerja yang optimal termasuk peningkatan efektivitas kerjanya masing-masing. Seorang pegawai akan efektif dalam
melakukan pekerjaan apabila terdapat keyakinan dalam dirinya bahwa berbagai keinginan, kebutuhan, harapan dan tujuannya dapat tercapai.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa peran dan tugas seorang Camat pada pemerintahan kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang adalah berusaha untuk
mempengaruhi para pegawainya dengan cara memotivasi dan komunikasi untuk terus
Universitas Sumatera Utara
12 bekerja secara efektif sesuai dengan waktu dan tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata
lain, efektif tidaknya pekerjaan yang dilakukan para pegawai, tergantung bagaimana cara atau sikap seorang Camat dalam memimpin. Atau apa-apa saja kegiatan yang
perlu dilakukan agar semua pegawai mau dan rela mengikuti semua keinginan Camat tersebut demi mencapai tujuan organisasi.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Dengan kata lain, hipotesis dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Sugiyono, 2005 : 70
Hipotesis nol :
tidak ada hubungan antara X dan Y Hipotesis alternative :
terdapat hubungan antara X dan Y Ho : p = 0 berarti tidak ada hubungan
Ha : p
0 berarti ada hubungan Sugiyono, 2005:187 Berdasarkan pada perumusan masalah dan kerangka teori yang telah
dipaparkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan Camat terhadap efektivitas kerja
pegawai.”
1.7 Defenisi Konsep