Karena dalam keilmuan, komunikasi politik sangat berperan dalam pembentukan sebuah opini publik. Opini publik adalah hasil dari kegiatan komunikasi politik itu
sendiri. Dalam komunikasi politik yang dilakukan pemerintah akan berakibat pada opini publik yang berkembang di masyarakat terkait pada komunikasi politik yang
telah   dijalankan   oleh   pemerintah.  Dan   opini   publik   yang   berkembang   di masyarakat akan mempengaruhi pula strategi penggunaan komunikasi politik oleh
komunikator politik itu sendiri.
Belajar   memahami   realitas   hubungan   komunikasi   politik   dan   opini   publik menunjukkan jika pelaksanaan PON Riau yang merupakan kebijakan pemerintah
adalah bagian penting dari pelaksanaan kebiajakan pembanngunan infrastruktur. Oleh karena itu kebiajakan ini perlu didukung denngan menggunakan PON XVIII
di   Riau   sebagai   basis   aktivitasnya.   Namun   kasus   korupsi   yang   muncul menyisakan  tanda  tanya  yang kemudian  terciptanya  Opini  Publik  negatif  bagi
keberlangsungan   PON   itu   sendiri   apa   benar   semata-mata   untuk   pembangunan infrastruktur.
III.  KEBIAJAKAN INFRASTRUKTUR, PON RIAU DAN OPINI PUBLIK
A. PON Riau dan Kapitalisasi Infrastuktur
Berdasarkan pada pelbagai penjelasan sebelumnya utamanya untuk memperjelas terhadap   tujuan   penulisan   makalah   ini   terkait   dengan   keterhubungan   saling
terkait antara pelaksanaan PON XVIII di Riau denngan kebnijakan Gubernur Riau   tentang   infrastruktur   menjadi   penting   dicermati.   Sebagaimana   diketahui
bahwa     pembangunan   infrastruktur   di   Provinsi   Riau   adalah   berbasiskan kebiajakan   Pemerintah     Provinsi   Riau   melalau   Kemiskinan,   kebodohan   dan
Infrastruktur K2I.
Refleksitas dan kontinuitas pembangunan tersebut merupakan bagian penting dari snerio kebijakan K2I yang diterapkan oleh pemerntah Provinsi Riau yang tidak
dapat dielakkan. Namun dalam konteks ini, anggaran multiyars yang digunakan melalui  APBD   Riau   lebih   mendukung   pembangunan   infrastruktur   yang   hanya
berbasis   kapital   tidak   kontekstual   dan   sikron.   Orientasi   pembangunan infrastruktur lebih diprioritaskan dan mengarah pada dukungan proyek yang tidak
berbasis populis kemiskinan dan kebodohan itu sendiri.
Oleh karenanya urgensi sementara terhadap pembangunan infrastruktur melalui perhelatan PON XVIII di Riau dinilai hanya melegitimasi dan menjustifikasi atau
mempercepat berlangsungnya proses kapitalisasi pembangunan infrstutkur. Dalam konteks ini kapitalisasi dimaknai dengan upaya menggunakan kekuasaan untuk
memperbanyak menumpuk atau mengakumulasi modal atas nama pembangunan infrastruktur yang mana PON Riau XVIII sebagai basis legitimasinya.
6
Menjadi   catatan   penting   bahwa   upaya   kapitaliasi   pembangunan   infrastruktur diawali   atas   nama   penggunanan   anggaran   penyelenggaraan   pembangunan
infrastruktur.   Sehingga   anggarannya   memiliki   hubungan   dengan  APBD   yang berbasis pembangunan fisik melalui skema Tahun Jamak multiyear  yang sangat
mudah ‘diselingkuhi’. Namun, betapa mirisnya jika   ia sumber anggaran itu, akan menjadi persoalan   manakala menjadi titik tolak kapitalisasi pembangunan
infrastruktur yang dipraktikan oleh pengambil kebijakan dalam penyelingkuhan APDB. Oleh karenanya secara filosofis kompenasaisnya tanpa sadar adalah sikap
pragmatisme pengambil kebijakan. Secara logika bahwa pragmatisme ini akan menghasilkan pelbagai produk kebijakan yang pro pada kapital pemilik modal.
Padahal   sesungguhnya   K2I   kebodohan   kemiskinan   dan   infrastruktur   perlu menjadi   perhatian   agar   tidak   mencelakai   pemaknaan   dan   latarbelakang   yang
mendasari perlunya kebijakan tersebut dibuau: sebagai pemberatasan kemiskinan dan kebodohan. Artinya pelbagai pembangunan fisik infrastruktur yang menjadi
basis hendaknya disejalankan dengan pasangannya, kemiskinan dan kebodohan bukan   sebaliknya,   Kapitalisasi   Infrastruktur.   Sebab   pembangunan   infrstruktur
adalah titik tolak bagi terintegrasinya antara pembangunan sarana fisik, sarana yang mendukung kebobdohan dan kemiskinan.
Dalam   konteks   ini   menjadi   wajar   apabila   pembangunan   infrstruktur   menjadi prioritas,   meski   terjadi   pergeseran   orientasi.   Oleh   karena   itu   tidak   salah   jika
pembangunan fisik yang memerlukan modal besar menjadi utama. Ini misalnya pembangunan pelbagai infrastruktur yang mendukung Pekan Olahraga Nasional
dan langsunng yang berkaitan dengan fisik yang memerlukan anggaran besar.
B. PON Riau, Korupsi dan  Opini Publik