ANALISIS SIKLUS BISNIS DAN KEBIJAKAN MONETER DI ASEAN-4: PENERAPAN MODEL NEW KLASIK DAN NEW KEYNESIAN

(1)

ANALISIS SIKLUS BISNIS DAN KEBIJAKAN MONETER

DI ASEAN-4: PENERAPAN MODEL

NEW

KLASIK

DAN

NEW

KEYNESIAN

SKRIPSI

Oleh :

Uksin Mutia Ratih NIM 120810101099

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER


(2)

i

ANALISIS SIKLUS BISNIS DAN KEBIJAKAN MONETER

DI ASEAN-4: PENERAPAN MODEL

NEW

KLASIK

DAN

NEW

KEYNESIAN

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ekonomi Pembangunan (S1)

dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

Uksin Mutia Ratih NIM 120810101099

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER


(3)

ii

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap segala puji syukur yang tidak terhingga kepada Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang terkasih:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Ibunda Misinem dan Ayahanda Wardi yang tidak pernah letih menguras segala tenaga, mencurahkan seluruh waktu serta tetap memberikan limpahan kasih sayang yang tidak pernah terukur demi memperjuangkan masa depan buah hatinya.

2. Para pendidik dan pengajar dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi yang telah membukakan dunia ilmu untukku serta bimbingan moral dan pesan kehidupan yang telah diberikan.


(4)

iii

MOTTO

Barang siapa menginginkan kehidupan dunia maka dengan ilmu, barang siapa menginginkan kehidupan akhirat maka dengan ilmu dan barang siapa menginginkan

keduanya maka wajib baginya dengan ilmu. (HR. Turmidzi)

Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang.

(Ir. Soekarno)

Kesuksesan merupakan sintesa dari keberuntungan dan keajaiban yang muncul sebagai hasil dari kerja keras dan kesiapan.


(5)

iv

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: nama : Uksin Mutia Ratih NIM : 120810101099

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Siklus Bisnis dan Kebijakan Moneter di ASEAN-4 : Penerapan Model New Klasik dan New Keynesian” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 9 Februari 2016 Yang menyatakan,

Uksin Mutia Ratih NIM. 120810101099


(6)

v

SKRIPSI

ANALISIS SIKLUS BISNIS DAN KEBIJAKAN MONETER DI ASEAN-4: PENERAPAN MODEL NEW KLASIK

DAN NEW KEYNESIAN

Oleh Uksin Mutia Ratih NIM 120810101099

Pembimbing

Dosen Pembimbing I : Prof. Dr. Sarwedi, M.M


(7)

vi

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Analisis Siklus Bisnis Dan Kebijakan Moneter Di ASEAN-4: Penerapan Model New Klasik Dan New

Keynesian

Nama mahasiswa : Uksin Mutia Ratih NIM : 120810101099 Fakultas : Ekonomi

Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentras : Ekonomi Moneter

Tanggal Persetujuan : 09 Februari 2016

Pembimbing 1

Prof. Dr. Sarwedi M.M NIP. 195310151983031001

Pembimbing II

Adhitya Wardhono, SE.,M.Sc.,Ph.D NIP. 197110905199802 1001

Mengetahui, Ketua Jurusan

Dr. Sebastiana Viphindrartin. M.Kes NIP. 19641108 198902 2 001


(8)

vii

PENGESAHAN

Judul Skripsi

ANALISIS SIKLUS BISNIS DAN KEBIJAKAN MONETER DI ASEAN-4: PENERAPAN MODEL NEW KLASIK

DAN NEW KEYNESIAN

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Nama : Uksin Mutia Ratih NIM : 120810101099

Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Telah dipertahankan didepan panitia penguji pada tanggal:

...

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima sebagai kelengkapan guna memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Susunan Panitia Penguji 1. Ketua : Dr. Zainuri M.Si

NIP. 196403251989021001 (...) 2. Sekretaris : Dr. Rafael Purtomo S. Msi.

NIP. 195810241988031001 (...) 3. Anggota : Dr. Moehammad Fathorrazi, M.Si

NIP. 196306141990021001 (...)

Foto 4x6 Warna

Mengetahui/Menyetujui, Universitas Jember

Fakultas Ekonomi Dekan,

Dr. Moehammad Fathorrazi, M.Si NIP. 19630614 199002 1 001


(9)

viii

Analisis Siklus Bisnis dan Kebijakan Moneter di ASEAN-4: Penerapan Model New Klasik dan New Keyensian

Uksin Mutia Ratih

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember

ABSTRAK

Fenomena penyelerasan (synchronization) siklus bisnis di kawasan negara ASEAN menjadi bukti meningkatnya integrasi perekonomian beberapa periode terakhir. Sebagai sasaran menuju kearah penyelarasan, penting untuk mengetahui karakter siklus bisnis di masing-masing negara. Perdebatan mengenai model siklus bisnis New Klasik dan New Keynsian juga terus berlangsung pada bebarapa dekade terakhir. Perbedaan asumsi rasional ekspektasi dan imperfect information menjadi celah dasar pada kedua aliran ini. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui model siklus bisnis di negara ASEAN 4 (Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina) dan kebijakan moneter sesuai dengan penerapan asumsi New Klasik atau New Keynesian. Metode analisis yang digunakan adalah metode Structural Vector Autoregressive

(SVAR) dengan memasukan asumsi-asumsi sebagai restriksi untuk membentuk model. Model ini memiliki kepekaan terhadap restriksi yang dibentuk. Hasil yang diperoleh dari hasil estimasi SVAR, analisis Impuls Respon Functions untuk mengetahui guncangan antar variabel serta analisis Variance Decomposition

digunakan untuk mengetahui proporsi variabel memengaruhi siklus bisnis pada tiap periode, menunjukkan bahwa siklus bisnis di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina signifikan sesuai dengan siklus bisnis New Keynesian.


(10)

ix

Analysis of Business Cycle and Monetary Policy in ASEAN 4: Application New Classical and New Keynesian Model

Mutia Uksin Ratih

Department of Economics and Development Studies, Faculty of Economics, University of Jember

ABSTRACT

The phenomenon of harmonization (synchronization) the business cycle in the ASEAN countries are evidence of growing economic integration of recent periods. As the goal of moving towards alignment, it is important to know the character of the business cycle in each country. The debate on the model of business cycles New Classical and New Keynsian also continue in recent decade. Differences assumption of rational expectations and imperfect information became the basis on both these flows. The purpose of this research to know the model of the business cycle in four ASEAN countries (Indonesia, Malaysia, Thailand, and the Philippines) and the implementation of monetary policy in accordance with the assumptions New Classical and New Keynesian. The analytical method used is the method of Structural Vector Autoregressive (SVAR) by including assumptions as to establish a model of restriction. This model has a sensitivity to the restriction established. The results obtained from the estimation SVAR, analysis Impulse Response Functions to know the shocks between variables and analysis of Variance Decomposition is used to determine the proportion of the variables affecting the business cycle in each period, in the the business cycle Indonesia, Malaysia, Thailand and Philippines has a character according to the New Keynesian models.


(11)

x

RINGKASAN

Analisis Siklus Bisnis dan Kebijakan Moneter di ASEAN-4: Penerapan Model New Klasik dan New Keyensian; Uksin Mutia Ratih, 120810101099; 152 halaman;

Program Studi Ekonomi Pembangunan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Fenomena penyelarasan siklus bisnis di negara kawasan ASEAN menjadi persoalan yang sering diulas. Hal ini tidak terlepas dari integrasi perkonomian yang ditujukan untuk proses akselerasi perekonomian di ASEAN. Dalam mencapai proses penyelarasan maka penting untuk diketahui karakter siklus bisnis yang terjadi di negara ASEAN 4 (Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina). Beberapa dekade terakhir perdebaatan mengenai sumber-sumber penyebab siklus bisnis juga terus diulas. Perdebatan asumsi New Klasik dan New Keynesian dalam memaknai variabel perkonomian yang memengaruhi siklus bisnis menghasilkan banyak penemuan penting. Asumsi New Klasik menekankan pada variabel riil memiliki pengaruh besar dalam perekonomian. Sesuai dengan asumsi dichotomi classic yang dianut, aliran new klasik lebih mengutamakan adanya gerakan dari teknologi mempengaruhi perekonomian dibandingkan variabel nominal yang dianggap tidak memiliki peranan pada pertumbuhan GDP. Selain itu asumsi harga fleksibel dalam hal ini dimaknai akan cepat disesuaikannya tingkat harga berdasarkan dengan asumsi pelaku ekonomi memiliki ekspektasi rasional untuk mengoptimalkan tingkat produksi dan konsumsi. Asumsi yang dibangun New Klasik dianggap menyimpang dari fakta sehingga aliran new keyenesian dengan mengasumsikan harga kaku (rigidity prices) yang menyebabkan harga-harga tidak dengan cepat disesuaikan ketika terjadi pergejolakan ekonomi. Asumsi harga kaku koheren dengan kebijakan moneter dapat memengaruhi perekonomian secara riil. Kondisi harga yang tidak cenderung berubah karena adanya biaya penyesuaian, menyebabkan sisi permintaan yang menjadi faktor memengaruhi GDP sebagai ukuran siklus bisnis. Sehingga variabel nominal uang beredar dan tingkat dapat memengaruhi pergejolakan dalam GDP.


(12)

xi

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter siklus bisnis di ASEAN 4 (Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina) sesuai dengan model yang diasumsikan new klasik aatu new keynesian. Untuk mencapai tujuan tersebut metode yang digunakan adalah metodel kausal analisis Structural Vector Auto Regressive

(SVAR). Pembentukan model pada metode ini dengan mamasukkan asumsi-asumsi pada variabel untuk membetuk restriksi pada model. Metode SVAR merupakan metode yang memiliki kepekaan pada restriksi yang dibuat. Pembentukan restriksi digunakan dua model meliputi model New Klasik dan New Keynesian dengan membangun asumsi yang berbeda pada variabel-variabelnya yang digunakan untuk mengestiamasi negara ASEAN 4.

Hasil analisis kausal dengan metode SVAR menunjukkan bahwa siklus bisnis yang terjadi di Indonesia, Malaysia dan Thailand memiliki karakteristik sesuai dengan model New Keynesian. Hal ini ditunjukkan bahwa variabel riil dan nominal dalam model new keyensian lebih sesuai menerangkan fakta pada perekonomian di ketiga negara tersebut. Hasil analisis impuls respon fungtion (IRF) menunjukkan bahwa pergerakan varaibel moneter memiliki pengaruh pada variabel makroekonomi lain, serta hasil analisis variance decomposition (VD) menunjukkan konsumsi dan kekakuan harga memiliki kontribusi dalam pergerakan GDP, hasil yang hampir sama di Malaysia ditunjukkan oleh variabel riil dan kekuan dari harga, kebijakan moneter memiliki kontribusi dalam pergerakan GDP. Selanjutnya hasil di negara Thailand, pada negara ini kontribusi kebijakan moneter memiliki kontribusi paling kuat, namun variabel makro seperti konsumsi dan produksi juga cukup besar dalam memengaruhi GDP. Terakhir hasil yang sama di Filipina, perekonomian lebih dijelaskan oleh variabel riil serta pergerakan variabel moneter memiliki kontribusi sangat rendah dalam jangka pendek terhadap terhadap pergerakan GDP namun dalam periode waktu semakin panjang mengalami peningkatan. Dalam hasil analisis SVAR menunjukkan bahwa siklus bisnis New Keynesian signifikan untuk negara Filipina.


(13)

xii

PRAKATA

Bismillahirahmanirrahim. Segala puji syukur senantiasa dihaturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat serta kasih sayang pada hambaNya yang tidak pernah terukur. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rosullullah SAW yang mengajarkan kebaikan serta kebenaran dan menuntun kepada jalan yang benar. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Siklus Bisnis dan Kebijakan Moneter di ASEAN-4: Penerapan Model New

Klasik dan New Keynesian”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

Penyusunan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik berupa arahan, dukungan moral, nasihat dan saran yang bersifat membangun. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan tidak menghilangkan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Alm. Prof. Dr. Sarwedi, MM selaku dosen Pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga serta membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

2. Bapak Adhitya Wardhono, Se., M. Sc., Phd selaku Dosen Pembimbing II yang telah mencurahkan waktu dan tenaga dengan tulus ikhlas untuk penyelesaian skripsi penulis. Terimakasih bapak atas limpahan ilmu serta didikkan yang mulia, pengajaran untuk memaknai kasih sayang dengan luar biasa, selalu memberi maaf yang tulus kepada penulis atas sikap yang kadang bandel dan sering membuat bapak kecewa, serta limpahan perhatian hingga detik-detik yang menentukan bagi penulis. Terimakasih telah menjadi sosok yang hangat dan menjadi pelindung untuk anak didik bapak.

3. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jember.

4. Ketua dan Wakil Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.


(14)

xiii

5. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Jember

6. Bapak Moh. Abdul Nasir SE., M.Sc yang telah memberikan saran, masukan serta meluangkan banyak waktu untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Sungguh tanpa perhatian, arahan dan kasih sayang bapak, skripsi ini jauh dari kata layak.

7. Ibu Ciplis Gema Qoria’ah, SE., M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik periode 2012-2014 yang telah memberikan motivasi, arahan serta dukungan moral kepada penulis dalam menelaah kehidupan.

8. Bapak Rafael S. M.Si selaku dosen pembimbing akademik periode 2014-2016 yang dengan rasa sabar mendengarkan keluh kesah penulis.

9. Ibuku Misinem dan Bapakku Wardi, terimakasih atas segala perjuangan dan kerja keras serta doa-doa yang terus mengalir untuk penulis saat ini.

10.Nenekku Warni tersayang, terimakasih selalu mendoakan dan memberi nasihat-nasihat kehidupan dan adikku Usman Bayu yang aku sayangi.

11.Teman-temanku seperjuangan skripsi Zahro, Dwi, Mbak Novi, Widya, Putri, Ariz, Ziya, Ida, Panji, terimakasih limpahan atas kasih sayang yang membuat terharu, beserta kawan-kawanku Moneter 2012 tersayang, yang bersama-sama berjuang meraih asa.

12.Teman-teman satu atap sedari maba, Yuli, Kak Ros, Niekken, Lely Cus dan Desi, terimakasih atas persahabatan yang kalian berikan selama 3,5 tahun ini. 13.Teman, adik serta kakak senior keluarga besar KSPE “CEER” yang telah

memberikan banyak ilmu dan pengalaman dalam berorganisasi, semangat berjuang untuk penerus-penerus muda, jadikan KSPE lebih dari sekedar organisasi.

14.Semua pihak yang turut membantu penulisan skripsi ini mohon maaf tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas andil, dukungan beserta perhatiannya kepada penulis.


(15)

xiv

Akhir kata penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan serta penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah perbaikan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulisan karya tulis selanjutnya. Aamiin.

Jember, Februari 2016


(16)

xv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ...iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PEMBIMBING SKRIPSI ... v

HALAMAN TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ... vi

HALAMAN PENGESAHAN ... vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ... ix

RINGKASAN ... x

PRAKATA ... xii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR TABEL ...xviii

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

DAFTAR SINGKATAN ... xxii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Paradigma Ekonomi Makro Klasik, Keynesian, New Klasik dan New Keynesian... 11


(17)

xvi

2.1.3 Siklus Bisnis dan Kebijakan Moneter ... 22

2.1.4 Kurva Penawaran Agregat ... 25

2.1.5 Perilaku Variabel Ekonomi ... 27

2.2 Penelitian Sebelumnya ... 29

2.3 Kerangka Konsepual ... 38

2.4 Hipotesis Penelitian ... 46

2.5 Asumsi Penelitian ... 47

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 49

3.2 Desain Penelitian ... 49

3.3 Derivasi Persamaan dan Spesifikasi Model ... 51

3.3.1 Model New Klasik ... 53

3.3.2 Model New Keynesian ... 56

3.4 Metode Analisis Data ... 57

3.4.1 Metode Kausal Analisis ... 58

3.4.2 Uji-Uji Penting Pra Estimasi ... 59

3.5 Definisi Variabel Operasional ... 63

BAB 4. PEMBAHASAN ... 66

4.1 Konfigurasi Perkembangan Perekonomian ASEAN 4 ... 66

4.1.1 Integrasi Perekonomian ASEAN ... 70

4.1.2 Perkembangan Konfigurasi Kebijakan Moneter di ASEAN 4 ... 71

4.2 Analisis Siklus Bisnis di ASEAN 4 Model New Klasik dan New Keynesian dengan Metode Kausalitas SVAR ... 72

4.2.1 Hasil Analisis Metode SVAR ... 73

4.2.2 Hasil Analisis Impuls Respon Fungtions (IRF) dan Variance Decomposition ... 102

4.3 Diskusi Hasil Analisis Siklus Bisnis di ASEAN 4 Model New Klasik dan New Keynesian dengan Metode Kausalitas


(18)

xvii

SVAR ... 124

4.3.1 Pembahasan ... 125

4.3.2 Implikasi Kebijakan ... 134

BAB 5. PENUTUP ... 144

5.1 Kesimpulan ... 144

5.2 Saran ... 145

DAFTAR BACAAN ... 146


(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Kebijakan Moneter di Negara ASEAN 4 ... 16

Tabel 2.1 Perbedaan Asumsi New Klasik dan New Keynesian ... 33

Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 45

Tabel 3.1 Keterangan Variabel-variabel penelitian ... 69

Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas Data (Indonesia-Malaysia) ... 92

Tabel 4.2 Hasil Uji Stasioneritas Data (Thailand-Filipina) ... 94

Tabel 4.3 Hasil Uji Lag Optimum ... 96

Tabel 4.4 Hasil Uji Kausalitas Granger di Indonesia ... 98

Tabel 4.5 Hasil Uji Kausalitas Granger di Malaysia ... 99

Tabel 4.6 Hasil Uji Kausalitas Granger di Thailand ... 100

Tabel 4.7 Hasil Uji Kausalitas Granger di Filipina ... 101

Tabel 4.8 Hasil Analisis SVAR Model New Klasik di Indonesia ... 103

Tabel 4.9 Hasil Analisis SVAR Model New Keynesian di Indonesia ... 103

Tabel 4.10 Variance Decomposition Model New Klasik pada Siklus Bisnis di Indonesia ... 108

Tabel 4.11 Variance Decomposition Model New Keynesian pada Siklus Bisnis di Indonesia ... 109

Tabel 4.12 Hasil Analisis SVAR Model New Klasik di Malaysia ... 110

Tabel 4.13 Hasil Analisis SVAR Model New Keynesian di Malaysia .... 110

Tabel 4.14 Variance Decomposition Model New Klasik pada Siklus .... 115

Bisnis di Malaysia ... 116

Tabel 4.15 Variance Decomposition Model New Keynesian pada Siklus Bisnis di Malaysia ... ... 117

Tabel 4.16 Hasil Analisis SVAR Model New Klasik di Thailand Tabel 4.17 Variance Decomposition Model New Klasik pada Siklus Bisnis di Malaysia ... 121


(20)

xix

Tabel 4.18 Model New Keynesia ... 121 Tabel 4.19 Hasil Analisis SVAR Model New Klasik ... 122 Tabel 4.20 Hasil Analisis SVAR Model New Keynesian ... 123 Tabel 4.21 Hasil Analisis Variance Decomposition Model New

Klasik pada Siklus Bisnis di Filipina... 127 Tabel 4.22 Hasil Analissi Variance Decomposition Model New

Keynesian pada Siklus Bisnis di Filipina ... 127 Tabel 4.23 Uji Aumsi Klasik modeel New Klasik...128


(21)

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Pertumbuhan GDP riil dengan tingkat laju inflasi

di Negara ASEAN 4 ... 17 Gambar 1.2 Penetapan suku bunga kebijakan Bank Sentral terhadap

Laju inflasi di ASEAN 4 ... 18 Gambar 2.1 Siklus Bisnis ... 25 Gambar 2.2 Kurva penawaran Agregat Jangka Panjang ... 35 Gambar 2.3 Pergeseran kurva penawaran Agregat: perubahan harga

Pengharapan ... 37 Gambar 2.4 Alur Kerangka Konseptual ... 55 Gambar 4.1 Blue Print MEA ... 77 Gambar 4.2 Perkembangan Impor-Ekspor ASEAN 4 Tahun

2008-2014 ... 80 Gambar 4.3 Peta Ruang Lingkup Penelitian ... 82 Gambar 4.4 Pergerakan Harga, Konsumsi, dan Investasi

di ASEAN 4 ... 83 Gambar 4.5 Perkembangan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar

di Indonesia ... 85 Gambar 4.6 Perkembangan Konsumsi, Investasi, dan Harga

di Malaysia tahun 2011-2015 ... 87 Gambar 4.7 Perkembangan Inflasi dan Uang Beredar di Malaysia

Tahun 2001-2015 ... 88 Gambar 4.8 Perkembangan Konsumsi, Harga, dan Investasi

di Thailand ... 89 Gambar 4.9 Perkembangan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar

Di Thailand ... 105 Gambar 4.10 Respon Variabel Ekonomi Riil Terhadap Harga


(22)

xxi

dan output di Indonesia ... 107 Gambar 4.11 Respon Variabel Riil terhadap Guncangan Harga

Di Indonesia ... 111 Gambar 4.12 Respon Variabel Makroekonomi Terhadap

Kebijakan Moneter di Malaysia ... 112 Gambar 4.13 Respon variabel makroekonomi terhadap kebijakan

moneter di Malaysia... 113 Gambar 4.14 Respon Variabel Makroekonomi Terhadap

Guncangan Harga dan GDP ... 118 Gambar 4.15 Respon Variabel Makroekonomi Terhadap

Guncangan Kebijakan Moneter ... 119 Gambar 4.16 Respon Variabel Makroekonomi Terhadap

Guncangan Harga dan GDP ... 126 Gambar 4.17 Perkembangan Investasi dan GDP di Indonesia

Tahun 2001- 2014 ... 126 Gambar 4.14 Perkembangan Investasi dan GDP di Malaysia

Tahun 2001- 2014 ... 132 Gambar 4.19 Perkembangan Investasi dan GDP di Malaysia

Tahun 2001 – 2015 ... 136 Gambar 4.20 Kontribusi Neraca Pembayaran di Filipina


(23)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A Data Penelitian ... 154 Lampiran B Uji Stasioneritas ... 181 Lampiran C Uji Penentuan Lag Optimum ... 189 Lampiran D Uji Granger Causality ... 204 Lampiran E Hasil Estimasi ... 204 Lampiran F Uji Asumsi Klasik ... 216


(24)

xxiii

DAFTAR SINGKATAN

ADB = Asia Development Bank

AFTA = ASEAN Free Trade Area

ASEAN = Association of South of Asian Nations

BI = Bank Indonesia

BNM = Bank Negara Malaysia BOT = Bank of Thailand

BSP = Bangko Sentral ng Philipinas GDP = Gross National Product

IFS = International Financial Statistics

IKM = Indeks Kebijakan Moneter IMF = International Monetary Fund

IRF = Impuls Respons Fungtions

ITF = Inflationary Targeting Framework

MEA = Masyarakat Ekonomi ASEAN NNS = New Neoclassical Synthesis

OCA = Optimum Currency Area

OPR = Overnight Policy Rate

RBC = Real Business Cycle

SVAR = Structural Vector Autoregressive

VAR = Vector Autoregressive


(25)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa periode terakhir fenomena penyelarasan (synchronization) siklus bisnis di kawasan Asia menjadi pembahasan yang utama. Penyelarasan ini tidak terlepas dari kerjasama dan liberalisasi ekonomi di Asia sebagai wujud dari integrasi ekonomi yang terus mengalami peningkatan beberapa periode terakhir. Kerjasama antar negara sebagai bentuk peningkatan percepatan dinamika integrasi ekonomi yang inheren dengan aliran perdagangan. Kerjasama ekonomi antar negara juga dapat memengaruhi variabel ekonomi makro pada masing-masing negara yang terlibat (Yuthana, 2015: Liao, 2010 dan Moneta dan Ruffer: 2006). Untuk itu, penyelarasan siklus bisnis juga membutuhkan kekuatan perekonomian domestik, sehingga perubahan variabel ekonomi makro domestik juga memiliki peran yang penting dalam menciptakan siklus bisnis.

Siklus bisnis dapat digambarkan sebagai keadaan perekonomian yang tidak stabil atau selalu mengalami fluktuasi. Fluktuasi ekonomi merupakan peningkatan (ekspansi) atau penurunan (resesi) perekonomian yang selalu terjadi dalam suatu periode. Hal tersebut mencerminakan bahwa pelaku ekonomi berperilaku siklikal (Zenon; 1999; Camacho et al; 2004; Haan, et al; 2008). Terjadinya fluktuasi dalam perekonomian disebabkan oleh pergerakan ouput, harga, tingkat bunga dan kesempatan kerja yang menjadi variabel makroekonomi dan kemudian membentuk siklus bisnis. (Samuelson & Nordhaus; 2001 dan Simorangkir: 2014). Ketika perekonomian berada pada titik paling bawah (trough), maka pemerintah maupun pelaku ekonomi akan melakukan pemulihan ekonomi hingga perekonomian akan bergerak munuju puncak (peaks), proses pemulihan ini dapat berjalan dengan cepat dan juga sangat lambat.

Definisi siklus bisnis dari para pemikir ekonomi berbeda-beda. Salah satu pemikir ekonomi yang mendefinisikan siklus bisnis yaitu Samuelson dan Nordhaus


(26)

(2001), Samuelson dan Nordhaus menyebutkan bahwa teori-teori siklus bisnis yang dianggap penting diantaranya adalah paradigma teori moneter yang mengaitkan siklus bisnis dengan ekspansi dan kontraksi dari uang dan kredit. Kemudian teori inovasi

(inovation theories) yang inheren terhadap siklus bisnis dengan inovasi teknologi yang memiliki peran penting dalam perekonomian. Serta Model akserator-multiplier yang menjelaskan bahwa “akselerator” dalam teori investasi dapat menciptakan fluktuasi output yang bersifat reguler. Sementara Lucas (1974) memaparkan hasil pemikirannya tentang teori keseimbangan umum yang kemudian digunakan sebagai teori pokok untuk memahami teori modern dan aktivitas ekonomi dalam siklus bisnis. Pandangan Mankiw (2006) memberikan perubahan bahwa teori siklus bisnis riil (real business cycle theory/RBC) yang dikemukakan oleh aliran New Klasik menekankan bahwa perubahan produktivitas dan fluktusi pada perekonomian dipengaruhi oleh variable riil.

Pertimbangan hasil empiris menunjukkan bahwa teori siklus bisnis riil (RBC) meemiliki kecenderungan pada format aliran New Klasik terhadap siklus bisnis (Danthine dan Kurmann: 2003). Disisi lain, Mankiw (2006) mengemukakan lebih dalam bahwa siklus bisnis riil dalam pandangan aliran New Klasik didasarkan pada dikotomi klasik yang menganggap variabel-variabel nominal seperti jumlah uang beredar dan tingkat harga tidak memengaruhi variabel riil seperti output dan tenaga kerja. Pengikut aliran ini beranggapan bahwa guncangan teknologi (technology shock) lebih mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap gejolak variabel riil. Disisi lain, pandangan New Klasik mengasumsikan bahwa upah bersifat fleksibel terhadap tingkat harga, selain itu New Klasik juga mengasumsikan bahwa masyarakat bersifat rasional (rational ekspektation). Sama seperti aliran klasik, aliran New Klasik juga mengasumsikan pasar dalam keadaan persaingan sempurna, sehingga perusahaan bertindak sebagai pengambil harga (price taker). Sedangkan menurut Danthine (1993) acuan dasar dari suklus bisnis riil adalah keterkaitan variabel-variabel riil seperti output, konsumsi, investasi, cadangan kapital, jam kerja dan rata-rata produktivitas pada siklus bisnis suatu negara yang dinyatakan dalam GDP.


(27)

Pandangan New Klasik mengenai siklus bisnis berbeda dengan pandangan yang dikemukakan oleh New Keynesian. Pemaknaan atas pandangan ini juga di suarakan oleh Insukindro (1986) yang mengatakan bahwa perbedaan kedua aliran tersebut didasari oleh penentuan upah nominal yang tercermin dalam pasar tenaga kerja. Sebaliknya New Keynesian menganggap upah nominal bersifat kaku. Realita ini dipertegas oleh Danthine dan Kurmann (2003), Solikin dan Sugema (2004), serta Mankiw (2006) juga menerangkan bahwa upah bersifat kaku disebabkan oleh kontrak upah yang disepakati antara perusahaan dan tenaga kerja. Pada titik temu ini membuat upah tidak disesuaikan dengan cepat meskipun terjadi perubahan dalam siklus ekonomi, selain itu upah yang kaku juga memiliki sifat komplementer atau saling melengkapi, sehingga tingkat harga juga akan bersifat kaku. Upah kaku menunjukkan bahwa ketika biaya produksi perusahaan meningkat, maka keuntungan yang diperoleh perusahaan bukanlah keuntungan yang optimal, hal ini sidebabkan oleh kekakuan upah yang diterima pekerja. Smets dan Wouters (2007) juga mengungkapkan bahwa guncangan siklus bisnis disebabkan oleh pengaturan upah dan harga nominal dari model New Keynesian yang diikuti oleh penyesuaian biaya investasi dan konsumsi untuk merespon permintaan agregat, variabel utilitas modal dan biaya produksi tetap.

Perbedaan pandangan antara New Klasik dan New Keynesian memunculkan beragam hasil empiris dalam konstruksi perekonomian. Dalam penelitiannya King, et al (1987) menemukan adanya suatu inovasi teknologi dapat memengaruhi akumulasi kapital dimasa depan. Selain itu, Guncangan teknologi juga dibutuhkan dalam model ekonomi untuk memperlihatkan aktivitas ekonomi yang secara terus menerus menyimpang dari trendnya. Dengan asumsi yang sama, Otsu (2007) mengemukakan bahwa variabel-variabel riil seperti faktor produksi total memiliki peran penting dalam pergerakan tingkat output. Selain itu, distorsi pasar modal domestik juga dapat menjelaskan guncangan konsumsi namun tidak berlaku dalam suluruh observasi.

Dari sudut pandang lain, Cassares (2001) dan Yuthana (2015) berpendapat bahwa kebijakan moneter memiliki peran penting dalam perekonomian. Selain itu


(28)

kebijaka moneter juga digunakan untuk menjelaskan fluktuasi inflasi dan output. Bangunan pemikiran ini dipertegas oleh Danthine dan Kurmann (2003) yang mengkonstruksi model upah kaku New Keynesian yang dimodifikasi menjadi upah yang adil (fair wages) didasarkan pada petukaran hadiah “partial gift exchange” yang diperkenalkan oleh Akerlof (1982). Danthine dan Kurman juga berpendapat bahwa pekerja (worker) akan lebih giat bekerja ketika upah yang diberikan oleh perusahaan diatas level tingkat upah riilnya (diatas Standar). Harga kaku dan harga fleksibel merupakan variable yang sering digunakan dalam penelitian untuk membandingkan pandangan New klasik dan New keynesian.

Hasil kajian yang berbeda dilakukan oleh Yun (1996) menunjukkan bahwa dengan memasukkan variebel moneter dalam siklus bisnis, harga kaku lebih mampu menjelaskan perubahan ouput dan inflasi dibandingkan dengan harga fleksibel. Berbeda dengan hasil peneltian yang dilakukan Rabanal dan Ramirez (2005), penelitian tersebut menggunakan Estimasi model secara keseluruhan yang menganjurkan penyesuaian terhadap harga kaku dengan mengembangkan model harga kaku Calvo (Baseline Sticky Price model/ BSP). Secara khusus penambahan indeks harga pada BSP dapat memperbaiki kecocokan pada model sedangkan indeks upah tidak signifikan. Sedangkan Sholikin (2004) menjelaskan bahwa sisi penawaran lebih mampu menjelaskan perilaku harga dibanding sisi permintaan. Keputusan perusahaan dalam menentuan harga produksi juga akan menentukan tingkat harga yang bersifat kaku. Namun perubahan harga hanya dilakukan ketika biaya pembelian bahan baku mengalami perubahan tidak berdasarkan perubahan menu cost seperti yang dikemukakan oleh Mankiw.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan siklus bisnis yang dikemukakan oleh beberapa ekonom, maka paradigma siklus bisnis yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu suatu keadaan perekonomian yang memiliki gerak siklikal (naik-turun) yang mencerminkan aktivitas di dunia usaha (bisnis), dengan memasukkan asumsi New

Klasik dan New Keynesian sebagai variabel-variabel yang memengaruhi pergerakan siklus bisnis. Hal ini berkaitan dengan perdebatan antara New Klasik dan New


(29)

Keynesian menganai asumsi serta variabel yang memengaruhi dan membentuk siklus bisnis pada suatu perekonomian.

Pandangan New Keynesian dan New Klasik mengenai siklus bisnis yang di anut suatu negara sebagai karakteristik perekonomiannya dapat menentukan bentuk kebijakan yang harus di ambil oleh negara yang bersangkutan. Yuthana (2015) memaparkan bahwa kebijakan moneter di negara-negara ASEAN memiliki peranan penting terkait sinkronisasi siklus bisnis di ASEAN. Kebijakan moneter dalam pandangan New Keynesian dianggap sebagai gambaran perilaku uang yang bersifat netral, selain itu kebijakan moneter juga diarahkan untuk menjaga stabilias harga dan perekonomian. Menurut Casares (2001) kebijakan moneter memiliki peran penting dalam perekonomian yaitu untuk menjelaskan pergerakan inflasi dan output. Negara ASEAN 4 yang terdiri dari Indonensia, Malaysia, Thailand dan Filipina memiliki kesamaan yaitu perekonomian terbuka kecil. Hal tersebut menjadikan peranan pelaku ekonomi domestik lebih mendominasi dalam pasar, sehingga permintaan dan penawaran secara kuat dipengaruhi sektor privat yakni oleh rumah tangga dan perusahaan.

Kebijakan moneter dibeberapa negara diarahkan untuk menjelaskan pengaruhnya pada siklsu bisnis (Casares: 2001; Yun 1996; Solikin dan Sugema: 2004 dan Yuthana: 2015). Tujuan dari kebijakan moneter yang dijalankan disuatu negara yaitu untuk mencapai stabilitas mata uang dari tingkat harga yang tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabilitas terhadap mata uang asing yang tercermin dari nilai tukar (Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia; dan Monetary Authority of Singapore). Untuk mencapai sasaran harga yang stabil, bank sentral dari masing-masing negara di ASEAN memiliki kebijakan berupa target dan sasaran inflasi. Kebijakan tersebut umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai stabilitas harga dan mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan tujuan tersebut BSP mencapai target inflasi yang telah ditetapkan (the Monetary Board) tahun 2012-2014 sebesar 4-5 persen. Sedangkan tahuan 2015-2018 sebesar 3-4 persen.


(30)

Pada tabel 1.1 dapat dilihat arah dan sasaran kebijakan moneter yang diambil oleh masing-masing negara. dibanding negara lainnya, Indonesia memiliki sasaran tunggal dibanding negara ASEAN lainnya yaitu untuk mencapai stabilitas nilai rupiah.

Tabel 1.1 Kebijakan Moneter di negara ASEAN 4

Negara Kebijakan Tujuan Kebijakan Penentapan Indonesia Inflationary

Targeting Framework

mencapai kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari sasaran inflasi.

Juli 2005-sekarang Sistem nilai tukar kurs mengambang bebas September

1997-sekarang Malaysia Interest Rate

Framework

mencapai stabilitas harga dan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi

23 April 2004-sekarang Sistem Nilai Tukar nilai tukar mengambang

terkendali

Juli 2005-sekarang Thailand Inflation Targeting

Framework

mencapai stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi

23 Mei 2000-sekarang Sistem nilai tukar nilai tukar mengambang

bebas

2 Juli 1997-sekarang Filipina Inflation Targeting

Framework

untuk memprediksi sasaran inflasi dengan sasaran akhir untuk mempromosikan keseimbangan harga dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Januari 2002-sekarang

Sistem nilai tukar nilai tukar mengambang bebas

Oktober 1984

Sumber; Berbagai sumber, diolah (2015)

Simorangkir (2014) menerangkan bahwa perkonomian suatu negara mengalami peningkatan dan penurunan (siklus) searah dengan berjalannya siklus bisnis. Berkaitan dengan kondisi tersebut, kebijakan moneter yang diterapkan disesuaikan dengan keadaan perekonomian. Solikin dan Sugema (2004) berpendapat bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk memengaruhi ekonomi secara riil sesuai dengan asumsi New Keynesian yang menganggap harga bersifat kaku. Kekakuan


(31)

harga akan berdampak pada perubahan permintaan agregat dan menimbulkan fluktuasi output riil.

King dan Plosser (1984), Yun (1996), dan Yuthana (2015) memaparkan bahwa pergerakan output dan inflasi menjadi acuan penting dalam menjelaskan siklus bisnis. Oleh karena itu, pendapatan domestik bruto (GDP) digunakan sebagai variabel ouput. Disisi lain, Mankiw (2006) mengemukakan bahwa PDB merupakan salah satu cara untuk mengukur pendapatan dan pengeluaran total pada perekonomian, karena GDP merupakan ukuran paling luas untuk seluruh kondisi perekonomian. Selain itu, GDP merupakan tempat alamiah untuk memulai analisis tentang siklus bisnis. Di negara ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina) memiliki pertumbuhan GDP yang berbeda. Salah satu variable yang turut memengaruhi Pertumbuhan GDP yaitu inflasi. Smets dan Wouters (2007) mengemukakan bahwa tingkat inflasi memengaruhi pergerakan harga dalam jangka pendek dan guncangan upah dalam jangka panjang. untuk menjelaskan adanya korelasi antara inflasi dan output dalam siklus bisnis Smets menggunakan model NNS (New Neo Clasical Synthesis).

Gambar 1.1 Pertumbuhan GDP riil dengan tingkat laju inflasi di Negara ASEAN 4. (Sumber: Statistic Database System (ADB), 2015, diolah)


(32)

Gambar 1.1 memperlihatkan bahwa pergerakan pertumbuhan GDP dinegara ASEAN-5 memiliki alur yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel yang menyebabkan fluktuasi GDP disetiap negara sama. Seperti terjadinya krisis perekonomian pada tahun 1998 di negara-negara ASEAN yang bermula dari krisis keuangan di Thailand yang menimbulkan contagion effect di negara-negara sikitarnya. Seluruh negara ASEAN 4 pada tahun tersebut memiliki pertumbuhan GDP yang negatif. Negara yang mengalami guncangan terbesar dari krisis 1998 adalah Indonesia, Thailand dan Malaysia. Pada tahun 1998 pertumbuhan GDP Indonesia sebesar negatif 13,1%, Thailand sebesar negatif 7,6%, dan Malaysia sebesarvnegative 7,4%, sedangkan Singapura hanya sebesar negatif 0,6% . Proses pemulihan perekonomian dari krisis tersebut memiliki kecepatan yang berbeda-beda pada masing-masing negara.

Fluktuasi yang terjadi pada pertumbuhan GDP dapat dilihat melalui kemampuan negara dalam mengendalikan laju inflasi negara. Penelitian yang dilakukan oleh Goyal (2011) menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak yang berdampak pada fluktuasi harga makanan dapat menerangkan penyebab terjadinya inflasi di perekonomian Asia Selatan, hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan terhadap output yang tidak diimbangi oleh peningkatan penawaran.

Gambar: 1.2 Suku bunga kebijakan Bank Sentral terhadap laju inflasi diASEAN 4 Sumber: Asian Development Bank, 2015 (diolah)

0 5 10 15 20

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

persen (

%)

Laju inflasi ASEAN 4 Iindonesia

Malaysia Thailand Filipina tahun


(33)

Pada Gambar 1.2 dapat dilihat bahwa rata-rata laju inflasi di Indonesia merupakan rata-rata laju inflasi yang paling tinggi di negara ASEAN-5. Begitu pula saat terjadi krisis tahun 1998, Indonesia juga memiliki tingkat inflasi yang paling tinggi di banding dengan tiga negara lainnya yang lebih stabil. Hal tersebut kemudian berdampak pada pemulihan perekonomian Indonesia pasca krisis 1998 yang lebih lambat dibanding dengan tiga negara lainnya yang lebih cepat. Hal ini dapat dilihat dengan cara membandingkan pergerakan pertumbuhan GNP dan inflasi setelah krisis.

King dan Plosser (1983), Yun (1996) dan Mankiw (2006) menyatakan bahwa variabel moneter dapat digunakan untuk meramalkan perekonomian dalam jangka pendek melalui dua variabel yaitu uang dan inflasi guna menggambarkan siklus bisnis riil. Sedangkan Yuthana (2015) berpendapat bahwa kebijakan moneter lebih mampu menjelaskan keterkaitannya dalam siklus bisnis secara riil dibandingkan dengan kebijakan fiskal. Disisi lain Mankiw (2006) menerangkan bahwa kebijakan moneter yang ditempuh suatu negara memiliki pengaruh terhadap permintaan uang. Ketika tingkat bunga tinggi masyarakat cenderung menginginkan keuntungan, sehingga masyarakat lebih memilih mewujudkan uangnya dalam bnetuk aset, dan ketika tingkat bunga rendah masyarakat lebih menginginkan asetnya dalam bentuk uang tunai. Hal ini berpengaruh pada tinggi rendahnya jumlah uang beredar dimasayarakat. Penetapan kebijakan suku bunga di masig-masing negara ASEAN 4 berbeda-beda. Suku bunga di Indonesia merupakan suku bunga tertinggi dibanding dengan tiga negara lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas tersirat bahwa pandangan aliran New klasik pada teori siklus bisnis menekankankan bahwa harga bersifat fleksibel meskipun dalam jangka pendek. Sedangkan aliran New Keynesian mengasumsikan bahwa harga yang bersifat kaku dapat menyebabkan pergerakan pada siklus bisnis yang digambarkan respon pada GDP. Dengan memasukkan variabel kebijakan moneter


(34)

dalam model Aliran New Keynesian dalam penelitian ini, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu bagaimanakah karakter siklus bisnis di negara ASEAN 4 berdasarkan model New Klasik dan New Keynesian di ASEAN-4?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan pada subbab 1.2, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakter siklus bisnis di negera ASEAN 4 berdasarkan penerapan model New Klasik dan New Keynesian.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah di jelaskan diatas, maka manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi mengenai pandangan pemikiran aliran New Klasik dan New

Keynesian dalam analisis siklus bisnis diberbagai negara khususnya ASEAN 4. Serta sebagai bahan bacaan dan wawasan ilmiah dalam ruang lingkup ekonomi khususnya bidang moneter.


(35)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 dalam tinjauan pustaka ini dipaparkan secara spesifik mengenai landasan teori yang berkaitan dengan asumsi New Klasik dan New Keynesian terhadap siklus bisnis. Teori-teori dan konsep yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah paradigma New Klasik dan New Keynesian, perkembangan siklus bisnis riil New

Klasik dan New Keynesian serta kausalitas antara siklus bisnis dan kebijakan moneter. Paparan pada subbab 2.2 dijelaskan paparan empiris dari penelitian sebelumnya mengenai perilaku siklus bisnis. Pada subbab 2.3 dibahas alur penelitian ini yang disajikan dalam kerangka konseptual serta dalam subbab 2.4 dijabarkan mengenai hipotesis yang dibangun atas teori dan empiris, serta dalam subbab 2.5 diterangkan asumsi penelitian yang dibangun dalam penelitian ini.

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Paradigma Ekonomi Makro Klasik, Keynesian, New Klasik dan New Keynesian Perkembangan ekonomi makro New Klasik merupakan lanjutan dari aliran Klasik pada masa Klasik lama. Aliran New Klasik menggunakan persepsi yang digunakan oleh aliran Klasik lama yang diikuti oleh neoklasik pada abad ke-19. Pemaparan Colander dan Landreth (2001); Lanza (2012) pandangan tokoh klasik fokus pada keharmonisan sistem ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. buku “The

Wealth of Nations” karangan Adam Smith mengawali sejarah awal klasik. Buku tersebut berisi dukungan kebebasan dalam pasar. Aliran Klasik memiliki pandangan bahwa dasar dari pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan penawaran tenaga kerja yang tersedia untuk produksi. Pertumbuhan ekonomi versi Adam Smith menitikberatkan bahwa sektor ketenagakerjaan lebih produktif meningkatkan akumulasi kapital. Akumulasi kapital berkontribusi untuk memperluas pasar. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut penawaran dan permintaan yang bebas menjadi syarat utama untuk mencapai hasil keseimbangan, sehingga pada sektor ini akan


(36)

menciptakan pertumbuhan ekonomi dibanding kegiatan yang dilakukan pemerintah seperti pengeluaran pemerintah yang dianggap tidak produktif. Selanjutnya Kurz dan Salvadori (2003) memaparkan bahwa penganut aliran Klasik David Ricardo menganggap tingkat output ditentukan dari variabel riil, yaitu modal yang memiliki hubungan dan membentuk fungsi produksi dan agregat cadangan modal. Kesimpulan dari kedua tokoh Klasik tersebut pada intinya aliran Klasik memiliki asumsi yang delaskan oleh Romer (2001) berikut:

a. seluruh agen ekonomi (perusahaan maupun rumah tangga bersifat rasional dan memiliki tujuan untuk memaksimalkankan profit atau kegunaan (tidak diilustrasikan dengan uang).

b. seluruh pasar bersaing secara sempurna, sehingga agen dapat memutuskan berapa banyak menjual dan membeli pada dasar harga yang dinyatakan fleksibel secara sempurna.

c. seluruh agen memiliki pengetahuan sempurna pada kondisi pasar dan harga sebelum menjual.

d. menjual hanya terjadi ketika market-clearing harga memiliki kestabilan pada seluruh pasar.

e. agen memiliki ekspektasi yang stabil.

Pandangan yang dikembangkan oleh aliran Klasik lama tersebut membawa paradigma Klasik yang kuat pada penerapan perekonomian pada masa itu. Pandangannya mengenai kesempurnaan pasar akan tercipta dengan sendirinya oleh para pelaku ekonomi tanpa adanya pengaruh dari kebijakan ataupun peraturan pemerintah. Pandangan Klasik tersebut dipatahkan oleh kaum sosialis yang menganggap kebebasan individu justru menyebabkan para pemilik modal melakukakan spekulasi untuk memperkaya diri sendiri. Hal inilah yang sangat ditentang oleh kaum sosialis terhadap liberalisme yang dianut kaum Klasik. Kaum sosialis yang pelopori oleh Karl Marx menganggap keinginan individu untuk meningkatkan keuntungan dianggap tidak benar, karena menghilangkan sikap nasionalis (Landerth dan Colander: 2001).


(37)

Telaah lebih dalam dari pandangan klasik diteruskan oleh aliran New Klasik. Pernyataan Romer (2001); Mankiw (1989; 2006) menunjukkan bahwa aliran New

Klasik menggunakan asunsi yang dibangun klasik. Model keseimbangan Walrasian dibangun sebagai model persaingan pasar mengabaikan faktor-faktor eksternal, informasi asimetris, kesalahfahaman pasar atau ketidaksempurnaan lainnya. Aliran ini menganggap bahwa harga disesuaikan oleh penawaran dan permintaan pada pasar secara simultan. Selain itu aliran ini menganut dikotomi klasik yaitu variabel riil seperti tenaga kerja, ouput dan harga relatif, tingkat bunga riil ditentukan oleh sistem Walrasian sedangkan variabel nominal seperti pasar uang dianggap tidak penting, tidak berpengaruh terhadap variabel riil. Bahkan dalam jangka pendek aliran ini menganggap bahwa harga terus fleksibel disesuaikan dengan clear market, sehingga fluktuasi dalam variabel-variabel riil lebih menekankan pada adanya perubahan teknologi seperti produksi.

Ketika terjadi krisis tahun 1930an pandangan Klasik mengenai permintaan dan penawaran diserahkan secara bebas dalam mekanisme pasar dan harga yang bersifat upah cenderung berubah didasarkan pada asumsi full employment tidak dapat menjelaskan fenomena krisis pada saat itu. Keynes memiliki pandangan dengan membantah Say Laws bahwa harga tidak dapat ditentukan oleh mekanisme pasar, perekonomian tidak dapat menemukan keseimbangannya tanpa campur tangan pemerintah untuk membawa perekonomian pada keseimbangan. Selain itu upah dianggap kaku sebagai bentuk perlindungan terhadap pekerja. Hal ini untuk menentang perilaku Klasik yang menganggap harga mudah disesuaikan menyebabkan penurunan nilai produktivitas marginal labour yang berdampak pada peningkatan pengangguran (Snowdon dan Vane: 2005; Landerth dan Colander: 2001). Senada dengan pernyataan tersebut pemaparan Danthine dan Kurmann (2004) dan Mankiw (2006) menekankan bahwa New Keynesian mendifinisaikan penawaran agregat dalam jangka pendek mengidentifikasi ketidaksempurnaan pasar dan upah dan harga bersifat kaku berpengaruh pada pergerakan output.


(38)

Perkembangan lebih dalam diutarakan oleh Danthine dan Kurmann (2004) tahun 1980an teori siklus bisnis riil berkembang dengan menetapkan pasar tenaga kerja berada dalam keseimbangan umum. Upah selalu berubah karena ditentukan dalam persaingan harga-harga yang terus berubah. Oleh karena itu siklus bisnis riil dianggap gagal dalam menjelaskan perekonomian. Pada tahun 1990an model siklus bisnis dengan asumsi harga bersifat kaku dan pasar persaingan tidak sempurna dianggap lebih mampu menyesuaikan dengan perekonomian modern. Menurut Insukindro (1986) dan Mankiw (2006) perbedaan dasar dari kedua kubu adalah penetapan upah dan harga. Meskipun para ekonom sepakat dalam jangka pendek harga kaku lebih cocok menjelaskan perekonomian seperti pandangan New Keynesian. Sedangkan dalam jangka panjang harga lebih fleksibel sesuai dengan pandangan aliran New Klasik. Namun analisis mengenai harga kaku dan fleksibel ini berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang ditempuh disuatu negara. Oleh karena itu dalam perkembangannya aliran New Keynesian dan New Klasik ini menjadi perdebatan. Perkembangan siklus bisnis New Klasik dan New Keynesian secara lebih dalam diulas dalam teori siklus bisnis.

2.1.2 Teori Siklus Bisnis

Uraian pengertian siklus bisnis yang diungkapkan oleh beberapa tokoh pada dasarnya memiliki makna yang sama. Pemaparan Samuelson dan Nordhaus (2001) menyatakan bahwa kondisi perekonomian dalam keadaan yang tidak selalu stabil. Fluktuasi ekonomi selalu terjadi mengiringi perjalanan perekonomian dari waktu ke waktu. Suatu ketika perekonomian berada pada titik paling bawah (trough) kemudian dapat bergerak menuju pemulihan hingga mencapai kondisi puncak (peaks). Proses pemulihan ini dapat berjalan cepat dan bisa berjalan sangat lambat. Fluktuasi dalam perekonomian ini disebabkan oleh pergerakan ouput, harga, tingkat bunga dan kesempatan kerja yang menjadi variabel makroekonomi dan kemudian membentuk siklus bisnis. Lompatan-lompatan yang terjadi ini dapat menimbulkan resesi dan ekspansi secara berulang-ulang. Pendapat serupa dikemukakan oleh Burn dan Michel


(39)

(1946) dan menjadi definisi siklus bisnis yang populer digunakan dalam berbagai penelitian. Pernyatannya tertuang dalam penelitian Zenon (1999) bahwasanya siklus bisnis diartikan sebagai berikut:

“Business cycle are a type of fluctation found in the agregate economic activity

of nations with organize their work mainly in the business enterprise a cycle consist of expansions occuring at about the some time in many economic activities, followed by similary general recessions, contraction, and revivals which merge into expansion phase of the next cycle; the sequance of change is are current but not periodict; in duration business cycle vary from more than one year to ten or twelve years; they are not divisible into shorter cycle of similar character with amplitudes approximating

their own.”

Pemaparan Abel dan Bernanke (1999, 2001); Samuelson dan Nordhaus (2001) dan Simorangkir (2014) menjelaskan aktivitas masa ekspansi dan kontaksi siklus bisnis secara umum dapat diperlihatkan dalam kurva siklus bisnis. Secara umum tahap-tahap dalam siklus bisnis menurut analis modern ada masa-masa puncak

(peaks) dan lembah (troughs). Masa resesi merupakan tahapan menuju titik lembah yang ditandai dengan penurunan output secara agregat dan disertai dengan tingkat inflasi naik serta tingginya tingkat pengangguran sedangkan ekspansi merupakan tahapan yang menuju titik puncak yang ditandai dengan pemulihan terjadi berbagai sektor ekonomi seperti kenaikan output agregat disertai harga yang stabil (tercermin dari inflasi stabil) serta penurunan tingkat pengangguran.

Gambar 2.1 Siklus bisnis (Sumber: Simorangkir, 2014)

puncak

trend

resesi

lembah waktu

ekspansi puncak


(40)

Pernyataan yang dikemukakan Simorangkir (2014) mengenai siklus bisnis diartikan sebagai fluktuasi yang terjadi secara reguler pada perkembangan ekonomi suatu negera. Perkembangan tersebut terdiri dari tahap ekspansi yang ditandai dengan peningkatan kegiatan dunia usaha dan ekonomi ditandai dengan perlambatan kegiatan perekonomian ini terjadi secara berulang-ulang, dan memiliki variasi waktu berbeda-beda dalam satu kali siklus antara satu tahun sampai dengan dua belas tahun. Pemaparan Abel dan Bernanke (1992; 2001) menyebutkan lima poin penting dalam pengertian siklus bisnis. (1) aggregat economic activity, siklus bisnis secara luas dinyatakan sebagai fluktuasi perekonomian secara agregat. Siklus bisnis menggambarkan aktivitas perekonomian secara luas meliputi tenaga kerja dan variabel pasar keuangan masuk dalam analisis siklus bisnis, (2) expansions and contractions, siklus bisnis memiliki aktivitas ekspasnsi dan kontraksi, (3)

comovement, siklus bisnis terjadi tidak hanya pada beberapa sektor atau beberapa variabel ekonomi. Sebaliknya, ekspansi dan kontraksi terjadi dalam waktu yang sama pada banyak aktivitas perekonomian. Pergerakan banyak akivitas perekonomian dapat disebabkan oleh banyak sektor seperti investasi, harga, produktivitas, pembayaran pemerintah yang bergerak secara serempak dan menyebabkan siklus. (4)

recurrent but not periodic, suatu siklus bisnis yang terjadi bersifat dapat berulang kembali tetapi tidak bersifat periodik. Hal ini dimaksudkan bahwa siklus bisnis tidak memiliki periode yang sama setiap kali terjadi namun siklus bisnis terus dapat kembali berulang. (5) persistence, aktivitas siklikal yang terjadi dalam siklus bisnis secara terus menrus diikuti dengan dampak perekonomian yang sama. Ketika terjadi penurunan dalam aktivitas perekonomian akan diikuti oleh resesi, sebaliknya ekspansi diikuti dengan pertumbuhan. Hubungan kedua impuls dan respon tersebut akan selalu terjadi demikian.

Pengertian siklus bisnis berkembang kedalam beberapa teori tergantung dari cara pandangnya terhadap fakta yang terjadi. Pernyataan Samuelson dan Nordhaus (2001) mengutarakan ada beberapa teori penting dalam siklus bisnis yang digagas


(41)

oleh para ekonom seperti teori moneter mengaitkan siklus uang dan kontraksi uang dan kredit dipelopori oleh Friedman dan Hawrey. Model akselator-multiplier yang dikembangkan oleh Samuelson sendiri, menurutnya suatu pengganda (multiplier)

dalam teori investasi yang disebut akselerator dapat menciptakan fluktuasi output yang sifatnya reguler. Teori siklus bisnis keseimbangan (equlibrium business cycle theory) memiliki persepsi terhadap keseimbangan permintaan dan penawaran dipasar tenaga kerja yang disebabkan oleh pergerakan harga, tokohnya yang terkenal seperti. Teori siklus bisnis riil (real business cycle theory) dalam teori ini lebih menekankan pada variabel riil yang memengaruhi produktivitas dan mengakibatkan fluktuasi.

a. Siklus Bisnis New Klasik

Aliran Klasik memiliki kepercayaan kuat tentang perekonomian secara riil yang dianggap sebagai penentu berlangsungnya kegiatan ekonomi. Penentu berlangsungnya perekonomian diukur oleh pertumbuhan output yang dianggap sebagai variabel riil dalam perekonomian. Dalam siklus bisnis New Klasik pelaku ekonomi yaitu sisi rumah tangga dan perusahaan merupakan aktivitas utama karena perannya dalam pasar (penentu supply dan demand) sehingga perekonomian terus bergerak. Kepercayaannya terhadap variabel riil tersebut sekaligus meniadakan variabel-variabel nominal seperti peranan uang dan harga dalam perekonomian yang dianggap tidak penting. Pendapat Mankiw (1989) mengenai siklus bisnis riil adalah sebagai berikut:

“...real business cycle theory is the latest incarnation of the classical view of

economic fluctuations. Is assume that there are large random fluctuations in the rate of tecnological change. In response to these fluctuations, individuals rationally alter their levels of labour consumption. The busniss cycle is, according this theory, the natural and efficient response of the economy to changes in the available production

technology.”

Pandangan Mankiw (2006) menguraikan asumsi klasik mengenai variabel uang dianggap tidak memiliki memengaruhi variabel riil seperti output dan tenaga kerja dikarenakan pada anggapan tingkat harga yang dianggap fleksibel meskipun dalam


(42)

jangka pendek. Ketika harga terus disesuaikan (bersifat fleksibel) tersebut pasar akan mengikuti keseimbangan permintaan dan penawaran (melanjutkan clearing market

aliran klasik lama). Hal inilah yang membuat uang tidak memengaruhi perekonomian, karena faktor harga berpengaruh pada sektor lain seperti biaya produksi pada perusahaan atau dan tenaga kerja pada upah.

Perilaku uang dalam perusahaan sebagai suplai pendanaan untuk perusahaan, namun secara riil perubahan harga yang dengan cepat disesuaikan akan berpengaruh pada keinginan masyarakat untuk berkonsumsi, sehingga uang dalam hal ini tidak dapat memengaruhi perilaku riil, namun hanya menyebabkan terjadinya kenaikan harga serta meningkatkan penangguran di pasar tenaga kerja. Ketika kondisi perekonomian berlaku agregat maka keadaan ini menyebabkan siklus dalam perekonomian atau dikatakan siklus bisnis. Penganut aliran ini beranggapan guncangan teknologi (technology shock) lebih mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap gejolak variabel riil. Sehingga aliran siklus bisnis New Klasik disebut juga sebagai siklus bisnis riil (Real Business Cycle/ RBC). Riil dalam pengertian ini adalah variabel riil yang dianggap memiliki peran dominan dalam perekonomian. Pendapat Lucas (1977) merupakan tokoh dari aliran New Klasik juga menjelaskan bahwa siklus bisnis riil adalah:

“...in so far as business cycle can be viewed as repeated instead essentially

similar events, it will be rasionable to treat agents as reacting to cyclical changes as

“risk” or to assume their expectations are rational, that they have fairly stable

arrangements for collecting and processing information, and that they utilise this information to forcasting the future in a stable way, free of systematic and easly

correctable biases.”

Pemaparan King et al (1988) dalam penelitiannya pada siklus bisnis pada model neoklasik dan dengan menggunakan variabel riil seperti konsumsi, investasi, harga, jam kerja dan output untuk melihat respon adanya guncangan teknologi. Selain itu Danthine (1993) juga memaparkan output, konsumsi, investasi cadangan modal, jam kerja dan produktivitas menjadi benchmark siklus bisnis yang disesuaikan


(43)

dengan perkeonomian US. Pernyataan Snowdon dan Vane (2005) mengemukakan paradigma penting yang dimiliki New Klasik yaitu:

1) ekspektasi rasional, ekspektasi adalah subjektif, yakni sebuah fendamental pada perilaku agen ekonomi dan seluruh aktivitas ekonomi memiliki informasi atau dimensi ekspektasi. Ekspektasi agen ekonomi pada ekspektsi harga (inflasi) memiliki persamaan:

...(2.1)

Pe merupakan ekspektasi harga (inflasi) dari tahun t ke tahun t+1; Pt merupakan harga (inflasi) aktual dari tahun t ke tahun t+1 dan et adalah random error term.

2) melanjutkan market clearing, kunci kedua dari model New Klasik adalah perekonomian dalam pasar yang bersih sesuai dengan tradisi Walrasian. Poin penting dalam mengamati market clearing adalah jumlah dari permintaan optimal dan respon penawaran dari agen ekonomi dengan persepsi harga yang disepakati.

3) penawaran agregat, pendekatan New Klasik pada penawaran agregat fokus pada penawaran tenaga kerja. Dalam hal ini dari periode waktu yang dimiliki seseorang menggunakan waktunya untuk bekerja (working) dan waktu senggang (leissure). Ketika seseorang sebagai worker akan memiliki upah riil rata-rata, jika upah riil sekarang lebih besar dari upah riil normal, pekerja akan menerima intsentif lebih (karena mengurangi waktu senggang).

b. Siklus Bisnis New Keynesian

Perkembangan lebih jauh mengenai siklus bisnis yang dipaparkan oleh penganut Keynesian dikenal dengan New Neoclassical Synthesis (NNS) atau lebih populer dengan aliran New Keynesian. Menurut Danthine da Kurmann (2004) pendekatan New Keynesian ini mulai populer dalam berbagai penelitian periode tahun 1990an karena dianggap dapat menyesuaikan fakta ekonomi modern. Asumsi


(44)

yang membedakan dengan pandangan New Klasik diantaranya ada tiga poin penting yaitu: upah dan harga bersifat rigid (kaku); ketidakpastian dimasa depan (menghilangkan optimisme dari persepsi rational expectations pandangan New

Klasik); pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition). Dari ketiga poin pembeda tersebut menentukan ramalan (forcasting) yang berbeda pada tingkat output dianggap sebagai ukuran paling penting dalam analisis siklus bisnis.

1) harga dan upah rigid (kaku)

Pemaparan Mankiw (2006) menyatakan bahwa perusahaan tidak secara cepat menyesuaikan tingkat harga sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Hal ini terjadi karena adanya biaya menu (menu cost) yang memengaruhi perusahaan dalam penentapan harga. Meskipun biaya menu kecil namun memiliki pengaruh besar dalam perekonomian secara keseluruhan. Perusahaan mempertimbangkan adanya eksternalitas permintaan agregat. Ketika perusahaan memutuskan untuk menurunkan harga, keputusan ini menguntungkan perusahaan lain. Disamping itu penurunan harga memberikan peluang meningkatkan keseimbangan uang riil. Masyarakat merasa memiliki uang lebih akan meningkatkan permintaannya terhadap semua produk perusahaan. Hal inilah yang menjadi pertimbangan perusahaan untuk tidak dengan cepat menyesuaikan harga. Meskipun keputusan ini tidak diharapkan dalam perekonomian secara umum.

Ketika harga diasumsikan kaku, adanya peningkatan pendapatan yang ditandai dengan peningakatan jumlah uang beredar (JUB) memiliki pengaruh penting terhadap fluktuasi output. Uraian lebih lanjut dikemukakan Sholikin dan Sugema (2004) bahwa New Keynesian menganggap harga bersifat kaku memiliki pengertian bahwa hanya permintaan agregat yang memiliki pengaruh pada pergerakan output. Jika ini memiliki pengaruh yang positif pada besaran moneter (jumlah uang beredar), kebijakan moneter dapat diarahkan untuk memengaruhi variabel ekonomi riil. Oleh karena itu pandangan New Keynesian berusaha menunjukkan bahwa uang (variabel nominal) bersifat tidak netral karena pergerakannya dapat memengaruhi


(45)

perekonomian riil. Anggapan ini bertentangan dengan asumsi New Klasik tentang dikotomi Klasik yang dianutnya.

Upah bersifat kaku dikarenakan perusahaan menetapkan upah nominal sesuai dengan kontrak yang disepakati dengan pekerja. Menurut Mankiw (2006) model upah kaku menunjukkan adanya pengaruh upah nominal pada kurva penawaran agregat yang miring keatas. Upah kaku dengan harga kaku saling melengkapi ketika harga kaku menyebabkan perusahaan memiliki keuntungan ketika adanya kenaikan terhadap permintaan agregat dan dapat dimanfaatkan untuk memproduksi lebih. Untuk menghindari adanya keuntungan sepihak maka upah dan harga yang bersifat kaku saling melengkapi untuk menunjukkan bahwa perusahaan tetap memilki biaya produksi yang tinggi.

2) Ketidakpastian Masa Depan

Informasi yang tidak mudah berubah (sticky information) menguraikan bahwa ekspektasi rasional kurang memperhatikan adanya sumberdaya terbatas dan biaya yang dikeluarkan dari pembaharuan pengaturan informasi. Secara kontras informasi yang tidak terarah mengganggu agen ekonomi untuk memproses informasi baru dari jaringan yang buruk (Sheng dan Wallen: 2014). Kondisi ini dapat memunculkan ketidakpastian masa depan yang disebabkan oleh faktor tersebut. Paparan tersebut menyebabkan ketidakpastian dalam sisi prodesen. Pernyataan tersebut dikemukakan Mankiw (2006) bahwa produsen hanya memproduksi satu barang dan tidak mengamati harga-harga banyak barang yang dikonsumsinya. Hal ini menjadikan suatu kebingungan ketika memutuskan untuk memproduksi lebih banyak atau mengurangi produksinya ketika ada perubahan dalam harga relatif dari harga barang yang diproduksinya tersebut.

3) Persaingan Tidak Sempurna (imperfect competitions)

Penetapan harga yang dilakukan perusahaan tergantung dari keputusan perusahaan lain dalam menyesuaikan harga. Hal ini digunakan sebagai strategi dari perusahaan untuk menanggapi sifat harga yang tidak efisien karena bergerak dinamis tanpa ada penyesuaian (Parker, 2010). Pernyataan tersebut senada dengan pemaparan


(46)

Abel dan Bernake (1992); Snowdon dan Vane (2005) model New Keynesian dalam menjelasakan fakta-fakta empiris mengenai siklus bisnis serta memiliki poin penting yang terangkum sebagai berikut:

1. analisis New Keynesian konsisten dengan perilaku prosiklikal tenaga kerja sebaik konsumsi, investasi dan pengeluaran pengeluaran pemerintah serta produktivitas.

2. non-netralitas uang dalam model New Keynesian konsisten bahwa faktanya uang berpengaruh prosiklikal

3. New Keynesian memprediksi inflasi yang ditekankan dari gangguan permintaan.

4. model New Keynesian berbeda dengan model Keynesian lama, model New

Keynesian memperkenalkan harga nominal kaku dan upah ril dapat menjadi prosiklikal maupun asiklikal.

Dari asumsi yang telah dibangun, New Keynesian beranggapan perilaku tenaga kerja sejalan dengan pergerakan variabel makroekonomi. Peningkatan tenaga kerja mendorong produktivitas naik sehingga membawa perekonomian meningkat. Sedangkan uang menjadi tidak netral (non-netral) dipengaruhi oleh harga yang bersifat kaku yang menyebabkan sulit untuk disesuaikan pada setiap periode. Hal ini terjadi sesuai dengan asumsi yang dibangun New keynesian bahwa keterbatasan informasi membuat harga sulit disesuaikan. Pada kondisi seperti ini peran variabel non riil seperti uang dan variabel kebijakan moneter dapat digerakkan dalam perekonomian riil.

Asumsi yang dibangun New klasik dan New keynesian merangkum pandangan yang berbeda. Asumsi yang dibangun tersebut pada dasarnya dapat digunakan untuk menelusuri sumber guncangan dalam siklus bisnis. Pandangan New klasik tentang informasi sempurna meenyebabkan harga fleksibelitas pada harga dan berhubungan dengan variabel makro lainnya sebagai penentu siklus. Asumsi berbeda yang dibangun New keyesian mengenai keterbatasan informasi menyebakan harga tidak cepat menyesuaikan perubahan. Inilah yang dianggap sebagai penyebab siklus bisnis


(47)

terjadi. Secara singkat perbedaan antara asumsi-asumsi New klasik dan New keynesian dapat dirangkup pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan Asumsi New Klasik dan New Keynesian

Hal yang

Diperbandingkan New Klasik New Keynesian Asumsi pasar Perfect competitions Imperfect competition

Penentuan model harga Harga flesibel Harga kaku Penentuan model upah Upah fleksibel Upah kaku

informasi masa depan Optimisme rational

expectation

Terbatas/Percaya ketidakpastian masa depan

Variabel

Menganggap variabel riil sebagai variebel utama yang

memengaruhi perekonomian(dichotomy

classic).

Menganggap variabel moneter memiliki pengaruh pada variabel

riil.

Uang Bersifat netral Uang tidak bersifat netral

Sumber: berbagai sumber, 2015 (diolah)

Rangkuman perbedaan asumsi yang telah dibangun oleh New klasik dan New

Keynesian menjadi penting untuk menentukan penyebab siklus perekonomian disuatu negara. Hal ini didasari oleh pelaku utama dalam perekonomian oleh perusahaan dan rumah tangga. Sehingga analisis terhadap siklus bisnis menjadi penting dengan mempertimbangkan perbedaan asumsi New Klasik dan New Keynesian tersebut yang bertujuan untuk menentukan kebijakan sesuai dengan kondisi tersebut.

2.1.3 Siklus Bisnis dan Kebijakan Moneter

Pengaruh perubahan penawaran uang dalam model New Klasik menunjukkan uang bersifat netral. Netralitas uang digambarkan sebagai perubahan variabel nominal seperti harga, uang beredar, kurs nominal, upah nominal tidak memberi pengaruh pada perubahan variabel riil (Wardhono, 2013 dan Arikonto, 2011). Selaras dengan asumsi dikotomi klasik menjadi acuan dasar untuk menunjukkan bahwa variabel riil memiliki kontribusi besar dalam menentukan siklus bisnis dibanding adanya kekuatan


(48)

moneter dalam siklus bisnis. Kebijakan moneter dianggap memiliki keterpengaruhan pada sisi penyediaan dana untuk produsen untuk peningkatan produksi, namun hal ini kebijakan moneter tidak dapat memengaruhi perilaku konsumen untuk meningkatkan konsumsi. Oleh karena itu kebijakan moneter memiliki pengaruh pada timbulnya kenaikan harga yang berpengaruh pada terciptanya inflasi (Snowdone dan Vane, 2005, Mankiw 2006). Senada dengan pernyataan tersebut Abel dan Bernanke (1999) menyatakan perubahan nominal pada penawaran uang menyebabkan tingkat harga berubah pada proporsi yang sama, tetapi perubahan penawaran uang tidak memiliki pengaruh pada variabel riil, seperti output, tenaga kerja, dan tingkat bunga riil. Dalam kurva penawaran uang Liqudity Money (LM) penurunan uang yang dilakukan oleh otoritas moneter menyebabkan kurva LM bergeser keatas, namun pergerakannya tidak berpengaruh pada kurva Investment Saving (IS).

Arah berbeda tercermin dari aliran New Keynesian menyatakan bahwasannya intervensi pemerintah menjadi penting, terkait peranan uang dalam perekonomian, mengindikasikan bahwa kebijakan moneter memiliki pengaruh dalam perekonomian secara riil. Terkait hal ini otoritas moneter memiliki wewenang penuh mengatur besar kecilnya penawaran uang dalam perekonomian. Pernyataan Vinayagathasan (2013, BSP dan MAS, 2010) kebijakan moneter secara luas digunakan bank sentral sebagai alat kebijakan stabilisasi untuk memandu perekonomian yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan output dan inflasi yang rendah. Efektivitas kebijakan moneter tergantung pada kemampuan pembuat kebijakan untuk membuat ramalan dimasa datang dalam menciptakan stabilitas harga pada perekonomian dengan estimasi yang waktu yang tepat.

Penerapan kebijakan moneter ikut menentukan siklus bisnis yang dicapai dalam perekonomian disuatu negara memiliki tendensi kuat pada tercapainya pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan uraian tersebut pemaparan Labonte (2016) menyatakan kebijakan moneter memiliki peran penting untuk memengaruhi ketersediaan dan biaya uang dan kredit. Ekspektasi pada enggita pasar memiliki peran penting menentukan harga dan pertumbuhan ekonomi, kebijakan moneter juga didefinisikan


(49)

sebagai kebijakan, statement, aksi dari Bank Sentral memengaruhi persepsi dimasa akan datang (Labonte, 2016).

2.1.4 Teori Penawaran Agregat

Penawaran agregat ditentukan oleh perusahaan atau produsen menetapkan harga pada barang dan jasa yang telah diproduksi. Berdasarkan pemaparan Mankiw (2006) kurva penawaran agregat dalam jangka pendek berbeda dengan jangka panjang. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat harga dalam jangka pendek lebih sulit untuk disesuaikan daripada dalam jangka panjang yang bersifat fleksibel.

a. Kurva Penawaran Agregat Vertikal

Pada gambar 2.2 kurva penawaran agregat memiliki garis vertikal menunjukkan bahwa harga terus berubah walaupun pada tingkat output yang tetap. Hal tersebut terjadi karena dalam jangka panjang penawarana agregat tidak lagi dipengaruhi oleh tingkat harga namun penawaran agregat ditentukan oleh jumlah modal dan tenaga kerja serta dengan luasnya waktu yang tersedia ditentukan pula adanya perubahan teknologi.

Gambar 2.2 kurva penawaran agregat jangka panjang (Sumber: Mankiw, 2006)

AS jangka panjang Harga,


(50)

Produksi yang dilakukan perusahaan dapat dijelaskan dengan fungsi produksi Cobb-Douglas menyatakan bahwa output ditentukan oleh tenaga kerja dan kapital.

...(2.2)

Dari fungsi tersebut Yt, Kt dan Lt masing-masing adalah output, kapital dan tenaga kerja. Ketika dalam jangka panjang kapital dan tenaga kerja mudah bergerak menyesuaikan dengan banyaknya waktu yang dimiliki untuk menambah atau mengurangi komponen tersebut.

b. Kurva Penawaran Agregat Miring Keatas

Berdasarkan paparan Mankiw (2006) kurva penawaran agregat miring keatas ketika jangka pendek dengan (asumsi pasar tidak sempurna) dapat dijelaskan dengan tiga model yaitu model harga kaku, model upah kaku dan model informasi tidak sempurna. Pemaparan Maniw terkait kurva pada pemaparan model ini dikaitkan dengan kondisi empiris yang menunjukkan pergerakan perekonomian cenderung sesuai dengan model tersebut.

1) model harga kaku

Dalam model ini perusahaan tidak menyesuaikan perubahan harga secara cepat. perusahaan mempertimbangkan menu cost sehingga harga disesuaikan dengan sangat lambat. Perusahaan mempertimbangkan harga yang sudah dicetak dan menjadi kontrak dengan pelanggan sehiangga menjadi kaku untuk dirubah. Dalam model ini tingkat harga akan disesuaikan apabila ada penyimpangan tingkat harga dari yang diharapkan sehingga terjadinya penyimpangan output dari tingkat alamiahnya yang menyebabkan kurva menjadi miring ke atas.

2) model upah kaku

Upah bersifat kaku dalam jangka pendek dikarenakan ada kesepakatan antara perusahaan dan pekerja pada tingkat upah yang telah ditetapkan. Hal ini menyebabkan upah cenderung tidak bergerak meskipun perekonomian sedang berfluktuasi. Ketika upah bersifat kaku, hubungan bersifat positif antara harga dan output menyebabkan kurva penawaran agregat miring keatas dalam jangka pendek.


(51)

3) model informasi tak-sempurna

Dalam model ini perusahaan tidak mengetahui harga barang yang diproduksinya tersebut terhadap harga relatifnya ketika harga relatif bergerak dan pengaruhnya terhadap penetapan harga produksi. Sehingga ketika terjadi kenaikan harga pada barang yang diproduksinya produsen berusaha meningkatkan produksinya. Padahal perbuatan tersebut belum tentu tepat dilakukan. Inti dalam model informasi tak sempurna ini output menyimpang dari tingkat alamiah ketika harga menyimpang dari yang diharapkan. Secara ringkas penejlasan mengenai kurva penawaran miring keatas ditunjukkan dalam kurva penawaran gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pergeseran kurva penawaran Agregat: perubahan harga pengharapan (Sumber: Insukindro, 1986)

Kesimpulan dari model harga kaku, upah kaku dan informasi tak sempurna akan membentuk kurva penawaran agregat miring keatas sesuai dengan fungsi produksi adalah:

Y = Ӯ + α(P-Pe) ...(2.3)

penyimpangan tingkat harga (P) yang tidak sesuai dengan harga yang diharapkan (Pe) menyebabkan output yang diperoleh (Y) menyimpang dari tingkat output (Ӯ) alamiahnya.

Y1 Y0

Ys (Pa)1

Ys (Pa)0


(52)

2.1.5 Perilaku Variabel Ekonomi

Siklus bisnis terikat memiliki peranan kuat dengan variabel makroekonomi. Secara agregat aktivitas dalam dunia usaha (bisnis) menentukan pergerakan perekonomian itu sendiri. Hal ini dikarenakan perilaku perusahaan dan rumah tangga dalam dunia usaha secara agregat merupakan komponen utama penentu perekonomian. Hal ini menjadi suatu bahasan yang penting untuk diketahui sebagai sumber penyebab siklus yang menyebabkan perekonomian disuatu negara terus bergerak. Secara umum pemaparan Abel dan Bernanke (1999, 2001) menyebutkan terdapat beberapa faktor utama yng dianggap sebagai berkontribusi dalam perekonomian, yaitu GDP, uang beredar, harga, dan produksi.

a. Produk domestik Bruto (Gross Demestic Product/GDP)

Berdasarkan pendapat Mankiw (2006); Abel dan Bernanke (2001) menyatakan bahwa Produk domestik Bruto (Gross Demestic Product/GDP) mengukur pendapatan dan pengeluaran total pada perekonomian, oleh sebab itu GDP dianggap sebagai ukuran paling luas untuk seluruh kondisi perekonomian. Karena GDP merupakan tempat alamiah untuk memulai analisis tentang siklus bisnisi dan dianggap dapat menggambarkan ukuran dari aktivitas perekonoian yang terjadi secara riil.

b. Pertumbuhan Uang

Paparan Abel dan Bernanke (2001) pertumbuhan uang dilihat berdasarkan penawaran uang (supply money) dan umum dikatakan sebagai jumlah uang beredar. Menurut Mankiw (2006) jumlah uang beredar termasuk indikator ekonomi utama yang cenderung berfluktuasi dan digunakan untuk meramalkan perekonomian kedepan. Jumlah uang beredar (JUB) disesuaikan dengan inflasi. Karena jumlah uang beredar berkaitan dengan belanja total, lebih banyak uang mengisyaratkan peningkatan belanja dan selanjutnya berarti peningkatan peroduksi dan tenaga kerja. Selain itu menurut Solikin dan Sugema (2004) dengan asumsi harga bersifat rigid


(53)

terhadap output riil. Hal ini mencerminkan perubahan permintaan agregat diikuti dengan perubahan besaran-besaran moneter (jumlah uang beredar). Sehingga kebijakan moneter dapat secara efektif diarahkan untuk memengaruhi perkembangan variabel-variabel riil sehingga uang bersifat tidak netral.

c. Harga

Penentuan harga yang dilakukan oleh perusahaan memiliki pengaruh penting pada keputusan rumah tangga untuk berkonsumsi dan berinvestasi maupun sektor riil lain. Pemaparan Solikin dan Sugema (2004) menyatakan bahwa setiap negara selalu menginkan adanya kestabilan harga yang tercermin dari rencahnya fluktuasi pada inflasi. Para ekonom sepakat bahwa harga menjadi variabel penting memengaruhi perekonomian. Model harga kaku dan harga fleksibel dalam perekonomian dapat menjelaskan aktivitas perekonomian suatau negara. Mankiw (2006) memaparkan bahwa harga-harga secara umum yang digambarkan secara dari IHK dianggap sebagai ekspektasi harga yang paling baik Sedangkan pemaparan Zenon (1999) menyatakan ukuran harga paling baik untuk mencerminkan pergerakan harga ditingkat input adalah indeks harga produsen (price producer index, PPI). Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa tingkat harga dibidang produsen mengalami pergerakan fluktuatif yang tercermin dari perubahan struktur input, biaya bahan baku serta produktivitas tenaga kerja.

d. Produksi

Pemaparan Abel dan Bernanke (1999, 2001) mengenai produksi yang dianggap penting sebagai indikator pada aktivitas ekonomi agregat. Produksi menggambarkan perilaku perusahaan atau produsen dalam aktivitasnya memproduksi barang dan jasa. Produksi memiliki sifat prosiklikal output, kenaikan atau penurunan produksi meningkatkan atau menyebabkan penurunan output secara agregat.

2.2 Penelitian Sebelumnya

Keterkaitan antara siklus bisnis dengan mengaitkan variabel moneter telah banyak dilakukan diantaranya King dan Plosser (1983) dalam penelitian ini


(1)

Filipina

1. New Klasik

Multikolinearitas

GDP PPI KONS INV IPI GDP 1.000000 -0.293734 0.096133 0.447554 0.099640

PPI -0.293734 1.000000 -0.048341 -0.159070 -0.043010 KONS 0.096133 -0.048341 1.000000 -0.140800 -0.127674 INV 0.447554 -0.159070 -0.140800 1.000000 -0.164857 IPI 0.099640 -0.043010 -0.127674 -0.164857 1.000000

Autokorelasi

VAR Residual Serial Correlation LM Tests Null Hypothesis: no serial correlation at lag order h

Date: 02/06/16 Time: 15:52 Sample: 2001Q1 2015Q2 Included observations: 53

Lags LM-Stat Prob 1 65.75915 0.0000 2 36.20689 0.0685 3 34.89231 0.0902 4 24.72652 0.4778 5 26.27116 0.3932 6 25.19479 0.4515 7 27.63080 0.3251 8 52.49085 0.0010 9 36.34977 0.0665 10 16.41161 0.9020 11 31.07595 0.1865 12 40.73369 0.0245 Probs from chi-square with 25 df.


(2)

Normalitas

VAR Residual Normality Tests

Orthogonalization: Cholesky (Lutkepohl)

Null Hypothesis: residuals are multivariate normal Date: 02/06/16 Time: 15:54

Sample: 2001Q1 2015Q2 Included observations: 53

Component Skewness Chi-sq df Prob. 1 -0.104547 0.096549 1 0.7560 2 0.097105 0.083293 1 0.7729 3 0.179104 0.283356 1 0.5945 4 0.102225 0.092308 1 0.7613 5 -0.104479 0.096424 1 0.7562 Joint 0.651930 5 0.9855

Component Kurtosis Chi-sq df Prob. 1 3.914517 1.846922 1 0.1741 2 2.478977 0.599484 1 0.4388 3 3.736992 1.199471 1 0.2734 4 3.275316 0.167390 1 0.6824 5 2.643416 0.280794 1 0.5962 Joint 4.094061 5 0.5360

Component Jarque-Bera df Prob. 1 1.943471 2 0.3784 2 0.682778 2 0.7108 3 1.482827 2 0.4764 4 0.259698 2 0.8782 5 0.377218 2 0.8281 Joint 4.745991 10 0.9075


(3)

Heterokedastisitas

VAR Residual Heteroskedasticity Tests: No Cross Terms (only levels and squares) Date: 02/06/16 Time: 15:55

Sample: 2001Q1 2015Q2 Included observations: 53

Joint test:

Chi-sq df Prob. 758.5155 750 0.4066

Individual components:

Dependent R-squared F(50,2) Prob. Chi-sq(50) Prob. res1*res1 0.999424 69.45296 0.0143 52.96949 0.3603 res2*res2 0.982331 2.223790 0.3596 52.06352 0.3935 res3*res3 0.987813 3.242301 0.2640 52.35411 0.3827 res4*res4 0.987171 3.077998 0.2759 52.32008 0.3840 res5*res5 0.993786 6.397565 0.1443 52.67068 0.3711 res2*res1 0.990019 3.967549 0.2218 52.47100 0.3784 res3*res1 0.940585 0.633231 0.7838 49.85101 0.4793 res3*res2 0.997620 16.76518 0.0578 52.87385 0.3637 res4*res1 0.974284 1.515435 0.4786 51.63704 0.4096 res4*res2 0.973756 1.484154 0.4857 51.60906 0.4107 res4*res3 0.938506 0.610475 0.7954 49.74084 0.4837 res5*res1 0.926894 0.507153 0.8501 49.12540 0.5084 res5*res2 0.921306 0.468299 0.8711 48.82923 0.5204 res5*res3 0.992223 5.103318 0.1773 52.58781 0.3741 res5*res4 0.867639 0.262205 0.9713 45.98489 0.6352


(4)

2. New Keynesian

Multikolinearitas

GDP PPI RATE M1 KONS INV IPI GDP 1.000000 0.240332 0.397739 0.044971 0.183263 0.545336 0.602500

PPI 0.240332 1.000000 0.019144 -0.220684 0.396878 0.215270 0.070673 RATE 0.397739 0.019144 1.000000 0.246163 0.013256 0.376291 0.338288 M1 0.044971 -0.220684 0.246163 1.000000 0.104288 0.317042 -0.071504 KONS 0.183263 0.396878 0.013256 0.104288 1.000000 -0.126401 0.082700 INV 0.545336 0.215270 0.376291 0.317042 -0.126401 1.000000 0.178503 IPI 0.602500 0.070673 0.338288 -0.071504 0.082700 0.178503 1.000000

Autokorelasi

VAR Residual Serial Correlation LM Tests Null Hypothesis: no serial correlation at lag order h

Date: 02/06/16 Time: 16:07 Sample: 2001Q1 2015Q2 Included observations: 54

Lags LM-Stat Prob 1 99.08371 0.0000 2 83.69523 0.0015 3 56.02961 0.2280 4 84.92697 0.0011 5 52.89605 0.3262 6 57.65045 0.1858 7 51.45275 0.3779 8 60.87004 0.1190 9 54.58578 0.2706 10 64.33475 0.0698 11 68.07898 0.0369 12 64.12863 0.0721 Probs from chi-square with 49 df.


(5)

Normalitas

VAR Residual Normality Tests

Orthogonalization: Cholesky (Lutkepohl)

Null Hypothesis: residuals are multivariate normal Date: 02/06/16 Time: 16:07

Sample: 2001Q1 2015Q2 Included observations: 54

Component Skewness Chi-sq df Prob. 1 0.387036 1.348170 1 0.2456 2 0.217456 0.425583 1 0.5142 3 -0.060309 0.032735 1 0.8564 4 -0.402608 1.458837 1 0.2271 5 0.736568 4.882796 1 0.0271 6 0.314691 0.891276 1 0.3451 7 0.305286 0.838797 1 0.3597 Joint 9.878193 7 0.1956

Component Kurtosis Chi-sq df Prob. 1 4.561217 5.484146 1 0.0192 2 3.748262 1.259767 1 0.2617 3 3.235080 0.124341 1 0.7244 4 4.445257 4.699729 1 0.0302 5 4.678452 6.338703 1 0.0118 6 2.756546 0.133358 1 0.7150 7 3.368098 0.304866 1 0.5808 Joint 18.34491 7 0.0105

Component Jarque-Bera df Prob. 1 6.832316 2 0.0328 2 1.685350 2 0.4306 3 0.157076 2 0.9245 4 6.158565 2 0.0460 5 11.22150 2 0.0037 6 1.024633 2 0.5991 7 1.143663 2 0.5645 Joint 28.22310 14 0.0133


(6)