12. Elastisitas permintaan 3. Barang giffen

Q t+n = Q t {1 + y x E y + p x E p } ............................................................ 51 Kuntjoro, 1984. Peramalan jangka pendek dari peubah-peubah itu biasanya dapat dilakukan sehingga dari ramalan produksi dapat dibuat pula ramalan tingkat harga. Dengan diperolehnya ramalan tingkat harga dapat dibuat proyeksi perubahan tingkat konsumsi jangka pendek. Dalam jangka panjang, anggapan bahwa faktor-faktor sosial ekonomi tidak berubah tidak dapat digunakan lagi. Dengan demikian, cara peramalan tingkat konsumsi seperti dikemukakan di atas tidak dapat dilakukan lagi. Untuk proyeksi jangka panjang perlu dimasukkan unsur dinamis. Beberapa peneliti pernah melakukan proyeksi permintaan ikan, dan semua menyadari banyak asumsi yang harus dipenuhi. Delgado dan McKenna 1997 melakukan peramalan pertumbuhan permintaan ikan di Afrika, namun karena faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan seperti elastisitas pendapatan dan harga tidak tersedia, maka proyeksi dilakukan dengan cara regresi berdasarkan data konsumsi ikan dari FAO sejak tahun 1960. Ye 1999 mengungkapkan bahwa dalam perhitungan permintaan ikan di masa yang akan datang variabel pendapatan dan harga merupakan determinan penting. Analisis proyeksi permintaan produk perikanan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan untuk memenuhi kebutuhan produk perikanan dalam negeri. Diharapkan dari hasil analisis ini dapat digunakan sebagai basis informasi bagi pihak terkait untuk menentukan kebijakan yang diambil. Dalam penelitian ini, model proyeksi permintaan produk perikanan yang digunakan adalah sebagai berikut: n dimana : Q t+n = Konsumsi per kapita pada n tahun yang akan datang Q t = Konsumsi per kapita pada tahun sekarang y = persentase pertumbuhan pendapatan IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

9.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi ikan segar daripada ikan awetan maupun udang. Konsumsi ikan segar tertinggi adalah wilayah Sulawesi dan Maluku, terendah di Pulau Jawa, baik di perkotaan maupun perdesaan. Tingkat konsumsi ikan segar dan udang segar di perkotaan secara umum lebih tinggi daripada di perdesaan, sebaliknya tingkat konsumsi ikan awetan di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan di semua wilayah, kecuali Maluku dan Papua. Tingkat konsumsi udang awetan di perkotaan hampir sama dengan di perdesaan, sedangkan di wilayah Maluku perdesaan dan perkotaan serta Papua perdesaan tingkat konsumsinya adalah nol. 2. Harga ikan segar di seluruh wilayah Indonesia relatif cukup seragam. Secara rata-rata, harga ikan segar dan ikan awetan lebih tinggi dibandingkan dengan harga udang segar dan udang awetan. Harga udang segar dan udang awetan terlihat tidak berbeda jauh, namun variasinya cukup tinggi. Harga termahal adalah di wilayah Kalimantan Tengah, kemudian Kalimantan Selatan, Bangka Belitung dan Aceh, sedangkan harga terendah adalah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Bali. 3. Total pengeluaran penduduk Indonesia yang dialokasikan untuk konsumsi makanan sebesar 50.17 persen, hampir sama dengan yang dialokasikan untuk konsumsi bukan makanan yaitu 49.83 persen; dari alokasi pengeluaran untuk makanan tersebut 7.9 persen diantaranya dialokasikan untuk konsumsi ikan. Alokasi anggaran untuk ikan di Indonesia paling banyak digunakan untuk konsumsi ikan segar 55 persen dan ikan awetan 40 persen. Alokasi anggaran yang digunakan untuk konsumsi udang segar hanya 4 persen, sedangkan untuk udang awetan hanya 1 persen. Pada kelompok ikan segar, udanghewan air yang segar, dan udanghewan air awetan terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan, semakin besar pangsa pengeluaran untuk ketiga komoditas tersebut. Sedangkan pada kelompok ikan awetan terjadi sebaliknya, semakin besar tinggi tingkat pendapatan semakin rendah pangsa pengeluarannya. 4. Pendugaan model permintaan dengan model QUAIDS terlihat cukup baik. Dari ketiga tahap pendugaan, faktor kuadratik semuanya berpengaruh signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa respon pengeluaran panganikan terhadap perubahan pengeluaran pangan tidak linear. Nilai dugaan koefisien sistem permintaan ikan ikan segar, udanghewan air lain yang segar, ikan awetan, dan udanghewan air lain yang diawetkan dari tahap ketiga menunjukkan bahwa semua peubah berpengaruh signifikan terhadap fungsi permintaan kelompok ikan dengan nilai koefisien determinasi sistem 67.3. Permintaan ikan segar, udanghewan air lain yang segar dan udang awetan di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan dugaan koefisien bertanda positif, sedangkan permintaan udanghewan air lain yang diawetkan sebaliknya. Peubah jumlah anggota rumah tangga juga berpengaruh positif, demikian pula dengan dummy wilayah kepulauan semua bertanda positif. 5. Nilai elastisitas pengeluaran ikan terhadap total pengeluaran pangan untuk semua kelompok pendapatan lebih besar dari dari satu elastis dengan kisaran 1.7 sampai 3.9; nilainya semakin kecil dengan semakin meningkatnya pendapatan. Elastisitas pengeluaran kelompok ikan segar bernilai 0.4 sampai 0.5 menunjukkan bahwa ikan segar merupakan barang kebutuhan neccesity goods bagi rumahtangga di Indonesia. Elastisitas udang segar, ikan awetan dan udang awetan berkisar dari 1.1 sampai 2.9 menunjukkan bahwa ketiga kelompok ikan tersebut dikategorikan sebagai barang mewah bagi penduduk Indonesia. 6. Pada uncompensated own-price elasticity, kelompok ikan segar mempunyai nilai elastisitas berkisar dari -0.3 sampai -0.9; menunjukkan bahwa komoditas ikan segar tidak elastis terhadap perubahan harga. Udanghewan air lain yang diawetkan nilai elastisitasnya adalah -1 yang artinya bahwa perubahan harga dalam persentase tertentu akan diikuti oleh perubahan jumlah yang diminta dalam persentase yang sama dengan arah yang berlawanan. Pada compensated own-price elasticity, kelompok ikan awetan mempunyai nilai elastisitas yang kurang dari satu, yang menunjukkan bahwa ikan awetan tidak responsif terhadap perubahan harga. 7. Nilai elastisitas harga silang menunjukkan bahwa pada kelompok pendapatan rendah, ikan segar dan udang awetan bersifat substitusi; ikan segar dan udang segar bersifat komplemen, demikian juga dengan udang awetan dan ikan awetan. Pada golongan menengah ke atas secara umum terlihat bahwa diantara komoditas ikan segar, udang segar, ikan awetan, dan udang awetan tidak saling berkaitan, namun ikan segar dan udang segar bersifat substitusi. 8. Total produksi sektor perikanan tahun 2008 sebesar 69.53 kilogramkapita sangat berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang hanya sebesar 28 kilogramkapita, namun terlihat bahwa produksi tersebut tidak merata di setiap propinsi di Indonesia. Wilayah Maluku, Papua, Sulawesi Tenggara, NTT, Kep. Riau dan Bangka Belitung sangat berlebihan, sementara wilayah Pulau Jawa kekurangan.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014

5 39 164

Hubungan faktor individu dan karakteristik sanitasi air dengan kejadian diare pada BALITA umur 10 – 59 Bulan di Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Tahun 2013

0 49 163

Hubungan Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip di PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013

0 4 183

Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 16 128

Analysis of demand for fish in indonesia a cross sectional study

3 39 305

Prevalence and risk factors for microalbuminuria in a cross-sectional study of type-2 diabetic patients in Indonesia : a subset of DEMAND study

0 3 7

A CROSS SECTIONAL STUDY ON THE PERCEPTION OF (IM) POLITENESS USED IN COMPLAINT BY INDONESIAN A Cross Sectional Study On The Perception Of (Im) Politeness Used In Complaint By Indonesian Efl Students.

0 0 16

A CROSS SECTIONAL STUDY ON THE PERCEPTION OF (IM) POLITENESS USED IN COMPLAINT BY INDONESIAN A Cross Sectional Study On The Perception Of (Im) Politeness Used In Complaint By Indonesian Efl Students.

0 0 19

Completeness and timeliness of Salmonella notifications in Ireland in 2008: a cross sectional study

0 0 8

Socioeconomic inequality in stage at diagnosis of nasopharyngeal carcinoma: a cross-sectional study

0 1 9