Pokok Temuan peninggalan sejarah sebagai sumber belajar dalam kurikulum berbasis kompetensi (studi kasus di Kabupaten Semarang)

103 tersebut menyampaikan informasi sesuai buku teks. Pada sisi lain siswa pun tidak menanyakan tentang keadaan wilayah Kabupaten Semarang pada saat itu. Pembahasan tentang Kronologi perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu Budha di berbagai wilayah Indonesia dan peninggalan sejarah kerajaan- kerajaan Hindu-Budha di berbagai daerah, Sriyono tidak menyinggung wilayah Kabupaten Semarang maupun peninggalannya, sedang Endang Sulastri memberi contoh hanya candi gedong songo tanpa menyebut wilayah kedudukannya. Pembahasan tentang ciri peninggalan sejarah bercorak Hindu-Budha, Elisabeth Maria dan Heru Sriminarso dan Sangadi wawancara tanggal 24 April 2006 memberi contoh gambar candi Prambanan dan candi Borobudur yang terdapat dalam buku. Kedua guru tersebut pada akhir pelajaran meminta siswa yang rumahnya dekat dengan candi Gedong Songo untuk membuktikan kebenaran informasi yang diberikan. Sumber belajar berupa buku yang digunakan Endang Sulastri yang berjudul pengetahuan sosial sejarah terbitan Grasinso kelas VII tidak menyebutkan potensi lokal berupa peninggalan sejarah berupa bangunan Hindu di Kabupaten Semarang, begitupun Elisabeth yang menggunakan buku berjudul pengetahuan sosial sejarah kelas VII penerbit Erlangga dan Heru Sriminarso yang menggunakan buku yang berjudul pengetahuan sosial sejarah kelas VII dari penerbit Yudistiro kedua buku tersebut sama sekali tidak menyinggung peninggalan sejarah di Kabupaten Semarang.

B. Pokok Temuan

Bertitik tolak dari sajian data terdapat beberapa pokok temuan yaitu : 1. Kabupaten semarang yang memiliki kekayaan peninggalan sejarah di hampir seluruh wilayah kecamatan khususnya tentang peninggalan sejarah bangunan 104 Hindu di Semarang belum semuanya terdata oleh Dinas Pendidikan atau Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Kebanyakan Peninggalan Sejarah tersebut tidak terawat dengan baik. 2. Pemahaman guru tentang sumber belajar belum maksimal. Sumber belajar dipahami hanya sebatas buku pelajaran, untuk pengadaannya sebagian sekolah masih mengharapkan dropping dari pemerintah. Selain buku ada juga sekolah yang sudah menyediakan CD pembelajaran, tetapi belum dimanfaatkan dengan baik. Dari beberapa pimpinan sekolah terungkap bahwa ada guru yang mengandalkan materi pembelajaran yang difotokopikan oleh pihak sekolah. Sementara pada sekolah lain justru belum menyentuh penyediaan sumber belajar mata pelajaran sejarah. Pihak sekolah tersebut mengharapkan adanya kreativitas dari guru untuk mengembangkan sumber belajar. 3. Pengetahuan guru tentang peninggalan sejarah Hindu di Kabupaten Semarang yang dapat digunakan sebagai sumber belajar sangat kurang. Guru hanya mengetahui beberapa tempat wisata sebagai sumber belajar sejarah, seperti Museum Kereta Api Ambarawa, Palagan Ambarawa, dan Candi Gedongsongo. Peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di Kabupaten Semarang terdapat di hampir setiap kecamatan belum dimanfaatkan sebagai sumber belajar. 4. Pemahaman guru tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi belum maksimal. Beberapa guru sudah mengikuti workshop tetapi pada pelaksanaannya belum efektif. Kurikulum Berbasis Kompetensi telah disosialisakan tetapi pemahaman kurikulum tersebut dan tindak lanjutnya oleh guru belum dilaksanakan dengan benar. Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi oleh para guru dianggap njlimet sehingga banyak yang mencari jalan praktis dengan mengandalkan LKS yang tersedia. Perubahan beberapa kali pada draft Kurikulum Berbasis Kompetensi juga dikeluhkan oleh pihak sekolah maupun guru karena 105 pelaksanaan dari perencanaan pembelajaran menjadi terganggu. Fenomena positif dari penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah dihidupkan kembali MGMP yang sekaligus menjadi sarana bagi guru mencari solusi dari masalah yang muncul dari pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. 5. Implementasi pemanfaatan peninggalan sejarah sebagai sumber belajar dalam PBM masih sangat minim, mengingat pengetahuan guru tentang sumber belajar dan peninggalan sejarah di Kabupaten Semarang masih terbatas. Ada respon positif diberikan oleh beberapa guru dan peserta didik menyangkut suasana belajar yang dirasakan lebih menyenangkan dan tidak membosankan dengan memanfaatkan peninggalan sejarah sebagai sumber belajar. Keterbatasan pengetahuan guru tentang sumber belajar mata pelajaran sejarah dan peninggalan sejarah serta implementasi pemanfaatan peninggalan sejarah dalam PMB disebabkan oleh ketidakprofesionalan guru sejarah dalam melaksanakan kurikulum 2004 berbasis kompetensi.

C. Pembahasan