Pre-eklamsia dan Eklamsia TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Perubahan Fisiologis dari Aspek Kadar Trombosit pada Kehamilan

Kehamilan adalah suatu rangkaian kejadian yang baru terjadi jika ovum dibuahi oleh sperma, dan ovum tersebut kemudian berkembang hingga menjadi janin yang aterm. Masa kehamilan dimulai sejak konsepsi hingga kelahiran. Hamil normal berlangsung selama kurang-lebih 280 hari 40 minggu atau 9 bulan 7 hari, yang dihitung dari hari pertama haid terakhir Guyton, 2007. Normalnya pada kehamilan, kerja dari sumsum tulang meningkat Guyton, 2006, sehingga jumlah sel-sel yang dihasilkan oleh sumsum tulang meningkat, seperti sel darah merah dan trombosit Anwar, 2004. Namun selain itu juga terjadi peningkatan volume darah, hingga dapat mencapai 30 di atas normal Guyton, 2006. Hal ini mengakibatkan pengenceran darah, sehingga terlihat kadar dari komponen-komponen darah, termasuk trombosit, menurun dalam pemeriksaan.

2.3. Pre-eklamsia dan Eklamsia

2.3.1. Definisi Menurut Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1993 dalam Tanjung 2004, pre-eklamsia adalah suatu sindrom yang terdiri dari proteinuria dan hipertensi dengan atau tanpa edema, yang dijumpai pada ibu hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu. Ibu hamil tersebut belum pernah menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya Mochtar, 1998. Sedangkan eklamsia adalah pre-eklamsia ditambah dengan adanya kejang tonik-klonik umum yang menyerang ibu hamil tersebut Leveno et al., 2003 2.3.2. Etiologi Etiologi dari pre-eklamsia dan eklamsia masih belum jelas hingga sekarang. Banyak teori yang telah dikemukakan oleh para ahli, namun masih belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima seharusnya dapat menjelaskan tentang: Universitas Sumatera Utara a. penyebab kejadian pre-eklamsia meningkat pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; b. penyebab kejadian pre-eklamsia bertambah sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan, yang umumnya terjadi pada triwulan III; c. penyebab terjadinya perbaikan dari gejala-gejala penyakit jika terjadi kematian janin dalam kandungan; d. penyebab kejadian pre-eklamsia menjadi lebih rendah pada kehamilan selanjutnya; dan e. penyebab munculnya hipertensi, proteinuria, edema, dan konvulsi sampai koma pada keadaan eklamsia. Dari hal-hal tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pre-eklamsia Mochtar, 1998. Leeman dan Fontaine 2008 menyebutkan beberapa teori tentang patogenesis pre-eklamsia, yaitu a. implantasi plasenta yang abnormal defek pada trofoblas dan arteriol spiralis; b. faktor angiogenik meningkatnya sFlt-1 atau soluble fms-like tyrosine kinase 1, menurunnya kadar placental growth factor; c. maladaptasi kardiovaskular dan vasokonstriksi; d. predisposisi genetik maternal, paternal, trombofilia; e. intoleransi imunologis antara fetoplasental dan jaringan maternal; f. aktivasi trombosit; dan g. kerusakan atau disfungsi endotel vaskular. Meskipun penyebabnya masih belum jelas, namun terdapat predisposisi pada beberapa kelompok, yaitu: a. pasien primigravida, b. pasien dengan risiko yang meningkat sesuai usia, c. terdapat riwayat keluarga dengan pre-eklamsia atau hipertensi, d. pasien dengan riwayat hipertensi sebelumnya, khususnya pada penyakit ginjal atau kelainan jaringan ikat, e. kehamilan ganda, Universitas Sumatera Utara f. kehamilan dengan diabetes, g. mola hidatidiformis, dan h. sensitisasi rhesus yang berat. Hanretty, 2003 2.3.3. Gejala Klinis dan Klasifikasi Sesuai dengan definisinya, maka gejala utama dari pre-eklamsia adalah hipertensi, proteinuria, dan edema yang muncul pada kehamilan trimester II atau pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Namun terdapat tanda dan gejala lain, yang sesuai dengan kelainan-kelainan organ yang terjadi karena pre-eklamsia, seperti oliguria atau anuria, trombositopenia, kejang pada eklamsia, peningkatan kadar asam urat, dan gangguan visus Tanjung, 2004. Gejala-gejala utama dari pre-eklamsia, yang juga merupakan kriteria dari klasifikasi pre-eklamsia ringan adalah sebagai berikut. a. Hipertensi adalah tekanan darah yang meningkat di atas tekanan darah normal. Hipertensi dapat ditegakkan jika terdapat kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasa ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih, atau terdapat kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasa ditemukan atau mencapai 90 mmHg atau lebih. Pengukuran tekanan darah tersebut minimal dilakukan sebanyak dua kali dengan selang waktu enam jam dalam keadaan istirahat. b. Edema adalah terdapatnya sejumlah besar cairan yang abnormal pada ruang interstisial pada tubuh. Edema biasanya dapat dinilai dari kenaikan berat badan, yaitu bila terjadi kenaikan berat badan sebanyak satu kilogram per minggu, serta adanya pembengkakan pada daerah kaki, jari tangan, dan wajah. c. Proteinuria adalah terdapatnya protein di dalam urin, yang dalam keadaan normal seharusnya tidak ditemukan. Proteinuria dapat ditegakkan jika ditemukan protein dengan konsentrasi lebih dari 0,3 Universitas Sumatera Utara gliter dalam urin 24 jam, ataupun didapatkan hasil 1+ atau 2+ pada pemeriksaan kualitatif terhadap urin kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan selang waktu enam jam. Sedangkan kriteria untuk klasifikasi pre-eklamsia berat adalah sebagai berikut. a. Ditemukan tekanan sistolik yang mencapai 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik yang mencapai 100 mmHg atau lebih. b. Ditemukan proteinuria 5 g atau lebih dalam urin 24 jam, ataupun dengan pemeriksaan kualitatif didapatkan hasil 3+ atau 4+. c. Oliguria, produksi urin sekitar 400 mL atau kurang dalam 24 jam. d. Mengalami keluhan serebral, gangguan penglihatan, atau nyeri di daerah epigastrium. e. Edema paru atau sianosis. Untuk gejala klinis eklamsia, sama dengan pre-eklamsia, kemudian diikuti dengan serangan kejang. 2.3.4. Diagnosis Diagnosis pre-eklamsia secara dini seharusnya diutamakan agar angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anaknya diharapkan menurun. Meskipun kejadian pre-eklamsia sulit dicegah, namun keadaan pre-eklamsia berat dan eklamsia biasanya dapat dicegah dengan diagnosis dini pada penyakit dan penanganan yang tepat. Secara umum, diagnosis pre-eklamsia didasarkan pada ditemukannya dua dari tiga tanda utama pre-eklamsia, yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria, namun jika terdapat satu tanda yang muncul, seharusnya dapat menimbulkan kewaspadaan, karena tiap tanda dapat merupakan bahaya, meskipun ditemukan tersendiri. Untuk mendiagnosis eklamsia umumnya tidak terlalu sulit. Dengan adanya gejala dan tanda dari pre-eklamsia, yang diikuti dengan serangan kejang, maka sudah bisa ditegakkan diagnosis eklamsia. Namun kejang Universitas Sumatera Utara pada eklamsia harus dibedakan dengan kejang akibat lain, seperti epilepsi Wibowo dan Rachimhadhi, 2006. 2.3.5. Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre- eklamsia adalah sebagai berikut Leveno, 2003. a. Terminasi kehamilan dengan kemungkinan trauma yang terkecil untuk ibu dan janin yang dikandungnya. b. Lahirnya bayi yang nantinya dapat berkembang dengan baik. c. Pemulihan kesehatan ibu yang sempurna. Pada beberapa kasus tertentu, khususnya untuk wanita dengan usia kehamilan yang cukup, ketiga tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik dengan melakukan induksi kelahiran. Penatalaksanaan untuk pre-eklamsia dibagi berdasarkan berat ringannya pre-eklamsia Mochtar, 1998. Untuk pre-eklamsia ringan, penanganan yang diberikan hanya bersifat simtomatis, dan penderita dapat dirawat inap atau rawat jalan dengan frekuensi pemeriksaan yang lebih sering. Penanganan pada penderita pre-eklamsia ringan adalah dengan istirahat di tempat tidur, pemberian makanan dengan kadar garam yang rendah, dan dapat dilakukan pemberian obat-obatan seperti valium dan fenobarbital, agar penderita menjadi tenang. Namun bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap, dan dilakukan pemantauan pada keadaan janin, kadar estriol urin, ultrasonografi dan sebagainya. Jika keadaan telah memungkinkan, maka dapat dilakukan induksi kelahiran pada usia kehamilan di atas 37 minggu. Untuk penanganan pada pre-eklamsia berat, dapat dibagi sebagai berikut. a. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu 1. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda kematangan paru-paru, maka yang dilakukan adalah menyuntikkan sulfas magnesikus dengan dosis 8 g intramuskuler, diikuti dengan injeksi tambahan 4 g Universitas Sumatera Utara intramuskuler tiap empat jam jika tidak ada kontraindikasi. Jika terdapat perbaikan, maka pemberian sulfas magnesikus dapat dilanjutkan selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan. Kemudian ibu dirawat, dan keadaannya terus dipantau. Namun jika tidak ada perbaikan, maka dapat dilakukan terminasi kehamilan tergantung keadaan. 2. Jika pada pemeriksaan sudah terdapat tanda-tanda kematangan paru-paru janin, maka penanganan sama ddengan pada kasus kehamilan di atas 37 minggu. b. Usia kehamilan di atas 37 minggu 1. Penderita disuruh rawat inap, istirahat mutlak, diberikan makanan dengan kadar garam rendah dan tinggi protein, diberikan injeksi intramuskuler sulfas magnesikus 8 g yang dapat diulang dengan dosis 4 g tiap 4 jam, infus dekstrosa 5 dan ringer laktat. 2. Lakukan pemberian obat anti hipertensi. 3. Diuretika hanya diberikan jika ada edema umum, edema paru, dan gagal jantung kongestif. 4. Setelah pemberian sulfas magnesikus yang kedua, segera lakukan induksi kelahiran. Pada saat kelahiran, ibu dilarang mengedan, sehingga kala II dipersingkat dengan ekstraksi vakum dan forsep. 5. Pemberian sulfas magnesikus dilanjutkan dengan dosis 4 g tiap 4 jam dalam 24 jam postpartum, jika tidak ada kontraindikasi. 6. Jika ada indikasi obstetrik, lakukan seksio sesarea. Tujuan utama pengobatan eklamsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu sudah stabil dan memungkinkan untuk melakukan persalinan. 2.3.6. Komplikasi Komplikasi untuk pre-eklamsia adalah jatuh pada keadaan eklamsia, yang kemudian dapat menyebabkan komplikasi terberat, yaitu kematian ibu dan Universitas Sumatera Utara janin. Komplikasi yang biasa terjadi pada pre-eklamsia berat dan eklamsia adalah a. solusio plasenta; b. hipofibrinogenemia, biasanya ditemukan pada pre-eklamsia berat sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen berkala sangat dianjurkan; c. hemolisis, dengan gejala klinik ikterus; d. perdarahan otak, yang menjadi penyebab utama kematian maternal pada kasus eklamsia; e. kelainan pada mata; f. edema paru-paru; g. nekrosis hati akibat vasospasmus arteriol umum; h. sindroma HELLP, yang terdiri dari haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet; i. kelainan ginjal berupa endoteliosis glomerulus, dapat terjadi anuria sampai gagal ginjal; j. komplikasi lain seperti lidah tergigit, trauma, dan fraktur akibat jatuh karena kejang, serta disseminated intravascular coagulation; dan k. prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra-uterin. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL