Rancang bangun alat pengasapan dingin berbasis mikrokontroler

(1)

Disusun oleh :

ALDO FANSURI

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

RANCANG BANGUN ALAT PENGASAPAN DINGIN

BERBASIS MIKROKONTROLER

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

ALDO FANSURI C54061323


(3)

ALDO FANSURI. Rancang Bangun Alat Pengasapan Dingin Berbasis Mikrokontroler. Dibimbing oleh INDRA JAYA.

Pengasapan ikan sampai saat ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari industri pengolahan ikan di Indonesia dan terbatas untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan konsumsi nelayan itu sendiri padahal pengembangan produk ikan asap mempunyai prospek yang cukup luas dan bagus di masa mendatang. Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk ikan asap di Indonesia. Selama ini, pengasapan ikan di Indonesia sebagian besar dilakukan dengan alat yang masih sederhana, sehingga kurang efektif karena panas dan asap yang dikeluarkan lebih banyak terbuang daripada yang terpusat ke ikan.

Penelitian ini dilakukan untuk merancang alat pengasapan dingin yang efektif dalam hasil dan efisien dalam segi waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah membuat alat pengasapan dan menganalisis hasilnya melalui uji organoleptik dan kadar air.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah hasil uji coba lapang dan laboratorium. Hasil uji coba lapang mencakup pengukuran konsentrasi asap dan suhu pada setiap rak di dalam ruang pengasapan. Konsentrasi asap diukur berdasarkan tegangan pada sensor asap TGS2600. Hasil pengukuran konsentrasi asap pada ruang pengasapan cukup stabil pada masing-masing rak dengan kisaran 4,10 - 4,34 V. Suhu diukur menggunakan sensor DS1820. Hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa suhu di ruang pengasapan stabil pada masing-masing rak dengan kisaran 31,57 - 39,30 oC yang masih berada dalam kisaran pengasapan dingin yaitu 30 - 50 oC.

Hasil uji laboratorium mencakup uji organoleptik dan uji kadar air. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis tetap selama 7 hari berturut-turut. Nilai hasil uji organoleptik dibandingkan dengan nilai SNI ikan asap yaitu ≥ 7. Rasa dan kenampakan ikan asap memiliki kisaran nilai 7 - 8 pada hari 1 sampai hari ke-3. Bau ikan asap memiliki kisaran 7 - 9 dari hari ke-1 hingga hari ke-7. Tekstur ikan asap berkisar 7 - 9 pada hari ke-1 hingga hari ke-5. Jamur dan lendir memiliki nilai 9 pada hari ke-1 hingga hari ke-7. Kadar air pada ikan asap yang dihasilkan telah memenuhi SNI yaitu kurang dari 60 %. Kadar air ikan asap berkisar 51,20 - 52,62 %.


(4)

© Hak cipta milik Aldo Fansuri, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(5)

ALDO FANSURI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

Judul Skripsi : RANCANG BANGUN ALAT PENGASAPAN DINGIN BERBASIS MIKROKONTROLER

Nama Mahasiswa : Aldo Fansuri Nomor Pokok : C54061323

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 19610410 198601 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Si NIP. 19580909 198303 1 003


(7)

Puji dan syukur atas berkah dari Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Rancang Bangun Alat Pengasapan Dingin Berbasis Mikrokontroler merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kurangnya alat pengasapan ikan yang ada di Indonesia terutama alat pengasapan dingin. Padahal dari segi masa simpan, pengasapan dingin memiliki masa simpan yang lebih lama dibandingkan pengasapan panas. Hal ini memotivasi penulis untuk membuat alat pengasapan dingin yang efektif dan efisien.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu, memberikan bimbingan dan arahan serta teman-teman yang telah memberi dukungan dan saran yang berarti demi pelaksanaan penelitian ini. Penulis mengharapkan agar karya ini dapat berguna dalam memberikan manfaat bagi masyarakat luas terutama daerah pesisir.

Bogor, Januari 2011


(8)

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Pengasapan Ikan ... 3

2.1.1 Pengasapan dingin ... 3

2.1.2 Pengasapan panas ... 3

2.2 Bahan Bakar dan Pembakaran ... 4

2.3 Prinsip Pengasapan ... 5

2.4 Model Alat Pengasap ... 7

2.5 Mikrokontroler ATMega 8535 ... 10

2.6 Sensor ... 11

2.6.1 Sensor suhu ... 12

2.6.2 Sensor asap ... 13

3 METODOLOGI ... 15

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 15

3.2 Alat dan Bahan ... 15

3.3 Rancangan dan Dimensi Alat ... 17

3.3.1 Rancangan umum alat pengukur suhu dan konsentrasi asap .... 17

3.3.2 Rancangan sirkuit dasar mikrokontroler ... 18

3.3.3 Rancangan catu daya ... 19

3.3.4 Rancangan sirkuit dasar DS1820 ... 20

3.3.5 Rancangan sirkuit dasar TGS2600 ... 21


(9)

3.6 Analisis Produk ... 26

3.6.1 Uji organoleptik ... 26

3.6.2 Uji kadar air ... 28

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil Uji Coba Lapang ... 29

4.1.1 Hasil uji konsentrasi asap ... 29

4.1.2 Hasil uji suhu... 31

4.2 Karakteristik Analisis Organoleptik ... 33

4.2.1 Rasa ... 33

4.2.2 Kenampakan ... 34

4.2.3 Bau ... 36

4.2.4 Tekstur... 37

4.2.5 Jamur ... 38

4.2.6 Lendir ... 39

4.3 Hasil Uji Kadar Air ... 40

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 45


(10)

Halaman

1 Model alat pengasapan dingin modern ... 10

2 Konfigurasi pin DS1820 ... 13

3 Karakteristik sensitivitas ... 14

4 Struktur dan dimensi TGS2600 ... 14

5 Skema perancangan perangkat keras pengukur suhu dan konsentrasi asap ... 17

6 Rangkaian dasar mikrokontroler ... 19

7 Rancangan catu daya ... 20

8 Rangkaian dasar DS1820 ... 20

9 Rangkaian dasar sensor asap ... 21

10 Alat pengasapan ikan tiga dimensi ... 22

11 Sirkulasi pengasapan ... 24

12 Konsentrasi asap pada tiap rak ... 29

13 Suhu pada tiap rak ... 32

14 Grafik uji organoleptik rasa ... 34

15 Hasil uji organoleptik terhadap kenampakan ... 35

16 Hasil uji organoleptik terhadap bau ... 36

17 Hasil uji organoleptik terhadap tekstur ... 37

18 Hasil uji organoleptik terhadap jamur ... 38


(11)

Halaman

1 Tabel persyaratan mutu ikan asap ... 7

2 Tabel daftar alat yang digunakan ... 15

3 Tabel bahan yang digunakan ... 16

4 Score sheet sensori ... 26

5 Nilai statistik konsentrasi asap ... 30

6 Nilai statistik suhu ... 32


(12)

Halaman

1 Alat pengasapan ikan keseluruhan ... 45

2 Ruang pengasapan ... 45

3 Bahan bakar ... 47

4 Ikan asap yang telah jadi ... 47

5 Rangkaian mikrokontroler ... 48


(13)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan diperkirakan potensi lestari perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton/tahun. Namun dari keseluruhan, hanya termanfaatkan sebesar 59 % (Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2009), sehingga pengembangan perikanan ke arah industri masih sangat menjanjikan.

Pemanfaatan total produksi perikanan di Indonesia sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk segar (43,1 %), beku (30,4 %), pengalengan (13,7 %) dan dalam bentuk olahan lain (12,8 %) (Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2009). Pemanfaatan dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan asin, ikan asap, ikan pindang, produk fermentasi (petis, terasi, peda, dan lain-lain). Sebaran pengolahan ikan dari tangkapan di Indonesia adalah: 30,5 % penggaraman, 5,4 % pemindangan, 2,4 % fermentasi, 1,8 % pengasapan, 1 % pengawetan lain, 6,2 % pembekuan, 1,2 % pengalengan, dan 0,5 % pembuatan tepung ikan (Astawan, 1997). Pengasapan ikan sampai saat ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari industri perikanan dan hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nelayan itu sendiri padahal di beberapa negara maju, tingkat konsumsi produk ikan asap cukup bagus (Hukmi, 2010). Sehingga dibutuhkan peningkatan produksi dan kualitas produk ikan asap di Indonesia.

Pengasapan ikan di Indonesia sebagian besar dilakukan dengan alat yang masih sederhana, yaitu rumah berbentuk para-para (sistem terbuka) dengan bahan bakar kayu bakar. Pengasapan semacam ini kurang efektif karena panas dan asap yang dikeluarkan lebih banyak terbuang sesuai arah angin daripada yang terpusat ke ikan. Dengan demikian untuk menghasilkan produk ikan asap dengan

pengasapan dingin membutuhkan waktu selama 1 - 2 minggu (Adawyah, 2007) dan bahan bakar yang digunakan juga banyak, sementara hasilnya berkualitas rendah, baik dari segi rasa, aroma, tekstur, dan warna.

Alat pengasapan yang berkembang di Indonesia, sebagian besar berupa alat pengasapan panas (suhu 60 - 120 oC), sedangkan yang menggunakan pengasapan dingin relatif (20 - 50 oC) jarang untuk dikembangkan. Padahal dari


(14)

segi ketahanan ikan, ikan yang diasapi dengan pengasapan dingin memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan ikan yang diasapi dengan pengasapan panas (Adawyah, 2007). Melihat kondisi tersebut, diperlukan pengembangan dari alat pengasapan dingin yang sudah ada dengan efisiensi yang lebih baik dari segi waktu dan produk ikan asap yang dihasilkan, mempunyai mutu yang lebih baik.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat alat pengasapan dingin yang efektif dan efisien dengan pengontrolan suhu dan asap.


(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengasapan Ikan

Pengasapan ikan merupakan metode pengawetan tradisional yang menggunakan asap sebagai media untuk mengawetkan. Menurut Harris (1989), pengasapan tradisional merupakan proses yang sifat khas produknya terbentuk dari gabungan perlakuan panas, komponen asap, dan aliran gas. Asap adalah produk yang dihasilkan karena pembakaran yang tidak sempurna dari bahan dasar karbon; untuk pengasapan ikan biasanya menggunakan serbuk kayu atau kepingan kayu (Martin, 1994) . Ada dua metode dalam pengasapan ikan yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas. Metode pengasapan dingin dan pengasapan panas dibedakan hanya dari suhu yang digunakan untuk mengasapi (Martin, 1994).

2.1.1 Pengasapan Dingin

Pada pengasapan dingin, produk ikan secara perlahan diasapi dengan temperatur yang rendah (15 – 30 oC) untuk mencegah koagulasi dari protein otot. Bahan dasarnya bisa segar atau beku (Okuzumi dan Fuji, 2000). Pengasapan dingin biasanya diterapkan di daerah beriklim sedang. Sedangkan di Indonesia pengasapan dingin jarang digunakan. Spesies ikan tropis dapat di asap secara dingin pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan spesies ikan yang berasal dari perairan beriklim sedang karena proteinnya terdenaturasi pada suhu yang lebih tinggi (Irianto dan Giyatmi, 2009).

2.1.2 Pengasapan Panas

Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui aroma dari asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap.


(16)

Pengasapan panas menggunakan suhu yang cukup yaitu 80 - 90 oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek yaitu 3 - 8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam (Adawyah, 2007). Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Pengasapan panas pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara perlahan. Pada pengasapan panas terjadi penyerapan asap, ikan cepat menjadi matang tetapi kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama (Kadir, 2004).

2.2 Bahan Bakar dan Pembakaran

Bahan dasar pengasapan secara umum mengandung sedikit getah dan memiliki aroma yang enak. Terlalu banyak getah menyebabkan banyak asap dan rasa yang tidak enak. Bahan bakar yang lazim digunakan dalam pengasapan adalah kayu, dapat berupa serbuk gergaji, sabut kelapa, merang, ampas tebu, dan lain sebagainya. Kayu keras biasanya digunakan sebagai bahan dasar pengasapan (Okuzumi dan Fuji, 2000). Jika pembakaran tidak sempurna maka asap yang mengandung bahan organik akan bereaksi dengan ikan dan menghasilkan aroma asap.

Saat dibakar, semua komponen berubah, air berubah menjadi uap dan butiran-butiran air. Jika jumlah oksigen cukup banyak, maka hasil pembakaran tersebut akan berupa uap air, gas asam arang, dan abu hasil pembakaran tidak terbentuk asap. Apabila jumlah oksigen tidak mencukupi, akan terbentuk asap yang terdiri atas CO2, alkohol, aldehid, asam organik, dan lain sebagainya


(17)

(Adawyah, 2007). Jadi asap sesungguhnya merupakan campuran dari cairan, gas, dan padatan.

2.3 Prinsip Pengasapan

Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Asap ini mengandung partikel padatan berukuran kecil dan uap. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium, Afrianto dan Liviawaty (2005), mengungkapkan asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut: air, aldehid, asam asetat, keton, alkohol, asam formiat, fenol, dan karbon dioksida. Unsur-unsur kimia ini dapat berperan sebagai:

1). Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab pembusukan yang terdapat dalam tubuh ikan.

2). Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning keemasan.

3). Bahan pengawet, karena unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam asap mampu memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas penyebab ketengikan. Menurut Adawyah (2007), komponen-komponen asap yang merupakan bahan pengawet antara lain: alkohol (metil alkohol), aldehid

(formaldehid dan asetaldehid), asam-asam organik (asam semut dan asam cuka) Tingkat keberhasilan proses pengasapan ikan tergantung pada tiga faktor utama yang saling berkaitan, yaitu:

a. Mutu dan volume asap

Mutu dan volume asap dihasilkan tergantung dari jenis kayu yang digunakan. Untuk menghasilkan ikan asap bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsur fenol dan


(18)

asam organik cukup tinggi, karena kedua unsur ini lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan rasa maupun warna daging ikan asap yang khas.

b. Suhu dan kelembaban ruang pengasapan

Ruangan yang cukup baik untuk digunakan sebagai tempat pengasapan ikan adalah ruangan yang mempunyai suhu dan kelembaban yang rendah. Suhu dan kelembaban yang rendah menyebabkan volume asap yang melekat pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata. Selain itu, kelembaban yang rendah dapat membuat cairan dalam tubuh ikan lebih cepat menguap dan proses pengasapan dapat berlangsung cepat. Ruang pengasapan sebaiknya dibuat terpisah dari tempat pembakaran agar suhu dan konsentrasi asap mudah untuk dikendalikan

(Ashbrook, 1955).

c. Sirkulasi udara dalam ruang pengasapan

Sirkulasi udara yang baik menyebabkan partikel asap yang menempel pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Aliran udara yang cepat pada ruang pengasapan sangat dibutuhkan untuk membuang udara lembab yang ada didalamnya (Ashbrook, 1955).

Standar mutu ikan asap yang telah ditetapkan oleh badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.


(19)

Tabel 1. Persyaratan mutu ikan asap

Jenis uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

b. Cemaran mikroba*

- ALT Koloni/g Maksimal 1,0 x 105

- Escherichia coli APM/g Maksimal < 3 - Salmonella per 25 g Negatif - Vibrio cholerae* per 25 g Negatif - Staphylococcus aureus* koloni/g Maksimal 1,0 x 103

c. Kimia*

- Kadar air % fraksi massa Maksimal 60

- Kadar histamin mg/kg Maksimal 100

- Kadar garam % fraksi massa Maksimal 4

CATATAN *) Bila diperlukan Sumber: SNI 2725.1: 2009

2.4 Model Alat Pengasap

Alat pengasapan ikan yang ada sekarang merupakan hasil pengembangan sebelumnya untuk mendapatkan hasil ikan asap yang bermutu dengan waktu cepat. Menurut Adawyah (2007), alat pengasapan secara umum dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:

a. Alat pengasap semi konvensional

Alat tersebut berupa bangunan mirip rumah dengan kerangka kayu atau besi, yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian tungku terletak dibagian bawah dan tempat pengasapan dibagian atas. Dinding dan bagian atas dibiarkan terbuka dan dibuat bersusun tiga, sedangkan dinding tungku ditutup seng dan dipasang pintu untuk mengurangi asap dan panas yang terbuang. Di atas tungku

ditempatkan pelat baja berlubang untuk meratakan panas/asap. Alat pengasap seperti itu boros karena banyak asap yang terbuang.


(20)

b. Alat pengasap model kabinet atau rumah pengasap

Pengasap kabinet terdiri atas dua bagian, yaitu bagian bawah untuk tungku dan bagian atas untuk ruang pengasapan. Konstruksinya dapat berupa kerangka besi siku, dinding, dan atap dari pelat besi tipis. Dapat juga berupa perangkat kayu atau menggunakan dinding bata yang permanen.

Bagian tungku dan bagian pengasap dipasang pintu dan pada atap dipasang tutup yang dapat diatur bukaannya. Disekitar tungku diberi lubang-lubang untuk ventilasi yang dapat ditutup. Ventilasi serupa dipasang di ruang pengasap. Jarak antara lapisan ikan paling bawah dengan tungku cukup sehingga api tidak menyentuh ikan secara langsung.

c. Alat pengasap model drum

Alat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter. Dasar drum dibuat berlubang agar udara segar masuk dan untuk sarana pembuangan abu, sedangkan dibagian atas pipa dibuat cerobong., Antara tungku dan ruang pengasapan dibuat bersusun dengan ukuran tergantung ukuran ikan dan cara penyusunan ikan.

d. Alat pengasap dengan penggerak motor listrik

Bentuk seperti bangunan rumah atau kamar biasa yang seluruhnya digunakan sebagai ruang pengasap. Dinding dibuat dengan batu bata permanen, kayu atau bahan lain, sedangkan atapnya dari seng atau asbes gelombang. Bagian belakang bangunan dipasang tungku dengan model bermacam-macam. Dapat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter atau dengan tungku batu bata.

Bagian depan bangunan dipasang pintu lebar, sehingga jika dibuka seluruh bagian dalam ruang pengasapan akan tampak. Di dalam ruang pengasap dipasang rak-rak yang dapat diputar (dipasang motor listrik) dan dapat ditarik keluar


(21)

(dipasang roda dibagian bawahnya) untuk menempatkan ikan. Rak tersebut dibuat dengan kerangka besi berbentuk kotak dengan bagian tengah dipasang sumbu dari pipa besi. Sumbu itu kemudian dihubungkan dengan motor listrik sehingga rak dapat diputar agar asap lebih merata.

e. Pengasapan tidak langsung

Model alat pengasapan tidak langsung adalah menempatkan tungku terpisah dari ruang pengasap. Asap dari tungku dialirkan masuk ke dalam ruang pengasap melalui pipa tujuannya agar asap yang masuk ke ruang pengasapan tidak panas (pengasapan dingin). Melalui cara itu , masuknya panas dari tungku ke dalam ruang pengasap lebih mudah diatur sehingga pengaturan suhunya lebih mudah dilakukan (Ashbrook, 1955). Di sisi lain, asap yang masuk ruang pengasap dapat diatur tebal atau tipisnya asap. Kecepatan aliran udara yang tinggi

dibutuhkan untuk mengeluarkan kelebihan udara lembab di dalam ruang

pengasapan. Alat pengasapan dingin modern yang diproduksi mauting (Gambar 1) memiliki elemen pemanas pada ruang pengasapannya sehingga panas dapat diatur sesuai kebutuhan. Suhu maksimal yang dihasilkan adalah 120 oC. Kayu digunakan hanya untuk menghasilkan asap. Ukuran dari alat ini adalah 2320 x 1362 x 1125 mm dengan diameter kipas 120 mm. Alat pengasapan ini dilengkapi dengan sensor suhu dan kelembaban. Alat pengasapan dingin mauting membutuhkan daya 20,7 kW dan tegangan 230 V.


(22)

Gambar 1. Model alat pengasapan dingin modern (Mauting, 2010)

2.5 Mikrokontroler ATMega 8535

Mikrokontroler adalah rangkaian elektronik yang terintegrasi untuk membuat sebuah alat pengontrol. Biasanya terdiri dari CPU (Central Processing Unit), RAM (Random Access Memory), ROM (Read Only Memory), I/O

(Input/Output) port, dan timers. Mikrokontroler ATMega 8535 merupakan jenis mikrokontroler yang diproduksi oleh Atmel. Mikrokontroler ini memiliki

arsitektur RISC 8 bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus clock.

Menurut Wardhana (2006) keunggulan pemakaian ATMega 8535

disebabkan karena memiliki fasilitas yang lengkap. Konfigurasi pin yang ada pada ATMega 8535 sebagai berikut:

1. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan dari catu daya 2. GND adalah pin ground


(23)

3. Port A (PA0..PA7) adalah pin I/O dua arah dan sebagai masukan pin ADC.

4. Port B (PB0..PB7) adalah pin I/O dua arah dan sebagai pin dengan fungsi khusus yaitu timer/counter, komparator analog, dan SPI. 5. Port C (PC0..PC7) adalah pin I/O dua arah dan pin dengan fungsi

khusus berupa TWI, komparator analog, dan timer osilator. 6. Port D (PD0..PD7) adalah pin I/Odua arah dan pin dengan fungsi

khusus berupa komparator analog, interupsi eksternal, dan komunikasi serial.

7. RESET merupakan pin yang berguna untuk menset ulang mikrokontroler.

8. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal. 9. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.

10. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.

2.6 Sensor

Sensor merupakan suatu alat yang menangkap perubahan fisik maupun kimia dan merubahnya menjadi sinyal yang bisa diukur dan dicatat. Proses yang terjadi dalam unit sensor adalah pendeteksian terhadap besaran masukan dan melakukan pengubahan sinyal secara mekanis atau umumnya secara listrik (Sarwono, et.al, 1992). Berdasarkan rangkaian pengkondisi sinyal, sensor dapat dibagi menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Sensor aktif memerlukan pemicu

eksternal yang berupa rangkaian penyangga sensor, sehingga selalu ada arus yang melewati sensor. Contoh sensor aktif adalah termistor, RTD (Resistance


(24)

Temperature Detector), dan strain gages. Sensor pasif menghasilkan sinyal keluaran sendiri tanpa memerlukan rangkaian dan arus tambahan. Contohnya

thermocouple yang menghasilkan tegangan thermoelectric dan fotodioda yang menghasilkan photocurrent (Withamana, 2009).

2.6.1 Sensor Suhu

Sensor suhu merupakan sensor yang mendeteksi rangsangan suhu dan merubahnya menjadi sinyal listrik. Ada enam gejala fisik benda yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengukuran suhu, yaitu: pemuaian zat cair, padat, ataupun gas; perubahan tahanan listrik; perubahan dalam gaya gerak listrik; pancaran gelombang elektromagnetik dari permukaan suatu benda; perubahan frekuensi dari permukaan suatu benda; perubahan frekuensi dari permukaan suatu benda dan kecepatan reaksi kimia (Griffiths, 1976). Sensor suhu merupakan alat yang berfungsi untuk mengindera perubahan suhu lingkungan suatu zat tertentu (padat, cair, gas). Sensor suhu yang baik adalah sensor yang memiliki respon yang peka terhadap perubahan suhu sekecil mungkin.

Sensor suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah sensor suhu digital jenis DS1820 (Gambar 2). Sensor suhu ini mampu mendeteksi suhu dengan kisaran -55 - 125 oC. Tingkat akurasi sensor suhu ini adalah ± 0.5 oC pada kisaran -10 - 85 oC. Kecepatan pembacaan data maksimal 750 ms (DS1820, 2010).


(25)

Gambar 2. Konfigurasi Pin DS1820 (DS1820, 2010)

2.6.2 Sensor Asap

Sensor asap TGS2600 mampu beroperasi pada suhu -10 - 55 oC dengan daya maksimum 535 mW (Datasheet TGS2600). Sensor TGS2600 menggunakan semikonduktor oksida logam yang terbentuk pada substrat aluminium sebagai chip sensor yang digabungkan dengan pemanas. Konduktivitas dari sensor ini akan meningkat sesuai dengan konsentrasi gas yang ada di udara. Sensor TGS2600 memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap konsentrasi gas hidrogen dan karbon monoksida dengan level beberapa ppm. Berikut adalah grafik hubungan antara konsentrasi gas dengan perbandingan resistansi antara udara mengandung gas tertentu dengan udara segar (Gambar 3).

Struktur dan dimensi TGS2600 dapat dilihat pada Gambar 4. Sensor TGS2600 memiliki dua masukan tegangan; tegangan untuk pemanas VH dan

tegangan untuk sirkuit Vc. Tegangan untuk pemanas diperlukan untuk menjaga agar sensor dapat merekam data secara optimal. Konsumsi daya pada sensor TGS2600 akan mencapai titik tertinggi jika nilai resistansi sensor sama dengan nilai resistansi referensi (TGS2600, 2010).


(26)

Gambar 3. Karakteristik Sensitivitas TGS2600 (TGS2600, 2010)


(27)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Oktober 2010. Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan dan uji coba alat. Pembuatan dan uji coba alat dilakukan di Bengkel Workshop Akustik dan

Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar alat yang digunakan

No Alat Fungsi

1 Tang Potong Memotong kabel

2 Komputer intel Pentium dual core E5400 2.7 GHz

Merancang perangkat keras dan merekam data

3 Solder Menyolder antar komponen

4 Multimeter Digital Mengukur voltase, hambatan, dan koneksi komponen

5 Klinik Robot AVR USB ISP Memprogram ATMega 8535 6 Microsoft Excel 2007 Mengolah data

7 Gerinda Listrik Memotong aluminium

8 Pisau akrilik Memotong akrilik


(28)

10 Bor listrik kecil Melubangi PCB

11 Eagle 5.7.0 Membuat skematik rangkaian

12 Codevision AVR Membuat firmware

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan yang digunakan

No Bahan Tipe/Nilai Jumlah

1 Mikrokontroler ATMega 8535 1 buah

2 LCD 16 x 2 1 buah

3 Sensor suhu DS1820 3 buah

4 Sensor asap Figaro TGS2600 3 buah

5 Resistor 1 kΩ, 10 kΩ 6 buah

6 PCB bolong 2 buah

7 Batok kelapa Karung besar 10 karung

8 Arang kelapa Karung besar 1 karung

9 Minyak tanah Liter 1.5 Liter

10 Korek api 2 buah

11 Ikan tongkol 3 Kg

12 Kayu rambutan Karung besar 1 karung

13 Aluminium Batang 5 batang

14 Lembar aluminium 10 lembar

15 Seng 5x2 m


(29)

3.3 Rancangan dan Dimensi Alat

Rancangan dan dimensi alat dari alat pengasapan dingin dibagi menjadi dua bagian, yaitu rancangan alat dan rancangan elektronika. Rancangan alat mencakup tempat pembakaran dan ruang pengasapan. Rancangan elektronika mencakup pembuatan rangkaian untuk mengukur suhu dan konsentrasi asap pada ruang pengasapan.

3.3.1 Rancangan Umum Alat Pengukur Suhu dan Konsentrasi Asap

Perangkat keras pengukur suhu dan konsentrasi asap secara umum dibagi menjadi 6 bagian, yaitu: (1) Sirkuit dasar mikrokontroler, (2) Catu daya 9 V, (3) Rancangan rangkaian dasar DS1820, (4) Rancangan rangkaian dasar TGS2600, (5) Rancangan rangkaian LCD. Secara umum skema perangkat keras ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema perancangan perangkat keras pengukur suhu dan konsentrasi asap

Sensor Suhu DS1820 Mikrokontroler

LCD

Catu Daya

Sensor Asap TGS2600


(30)

Diagram sistem alat terdiri dari catu daya yang berfungsi memberikan tegangan kepada mikrokontroler. Mikrokontroler dapat mengeluarkan tegangan 5 V pada pin Vcc. Tegangan ini berfungsi untuk memberi tegangan kepada sensor suhu dan asap. Sensor suhu dan asap berfungsi untuk mengukur suhu dan

konsentrasi asap pada setiap rak ikan. Setelah data suhu dan konsentrasi asap didapat, maka data akan dikirim ke mikrokontroler ATMega 8535.

Mikrokontroler selanjutnya akan memproses data, setelah itu data dikirim ke LCD dan komputer untuk menampilkan data suhu dan konsentrasi asap (Lampiran 6).

3.3.2 Rancangan Sirkuit Dasar Mikrokontroler

Mikrokontroler ATMega 8535 memiliki sirkuit dasar yang telah ditetapkan oleh produsen yaitu Atmel. Pada mikrokontroler ATMega 8535 terdapat empat port (port A, port B, port C, dan port D). Sensor asap diletakkan pada port A karena keluarannya masih analog (Gambar 6). Port A mikrokontroler ATMega 8535 adalah pin I/O dua arah dan sebagai masukan pin ADC.


(31)

Gambar 6. Rangkaian dasar mikrokontroler (Innovative electronics, 2010)

Mikrokontroler ATMega 8535 menggunakan komponen tambahan seperti regulator, XTAL, induktor, kapasitor, LED, dan reset. ATMega 8535 memerlukan

clock eksternal agar bekerja lebih cepat dalam memproses instruksi yang diperintahkan. Sumber clock berupa XTAL 4MHz dengan kapasitor 22 pF.

3.3.3 Rancangan catu daya

Catu daya merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu

rangkaian karena sebagai sumber tegangan. Rangkaian catu daya terdiri dari trafo, dioda bridge, elko, regulator 7809, dan kapasitor (Gambar 7). Fungsi dari trafo ini adalah merubah tegangan bolak-balik sebesar 220 V menjadi tegangan searah


(32)

sebesar 9 V. Mikrokontroler ATMega 8535 membutuhkan tegangan 9 V agar berfungsi optimal.

Gambar 7. Rancangan catu daya

Penggunaan regulator 7809 pada trafo adalah untuk menurunkan tegangan dari 12 V menjadi 9 V, regulator hanya meneruskan tegangan yang sesuai dengan spesifikasi yang tercantum di regulator itu sendiri. Tegangan ini bernilai positif, sedangkan dioda digunakan untuk menyearahkan arus.

3.3.4 Rancangan Sirkuit Dasar DS1820

Sensor DS1820 merupakan sensor digital yang dapat digunakan untuk mengukur suhu di setiap rak ikan. Sensor ini memiliki tiga kaki yaitu GND, Vcc, dan out. Agar nilai dari sensor stabil, maka pada rangkaian (Gambar 8)

ditambahkan resistor sebagai pull up sebesar 1 kΩ. Sensor memiliki satu keluaran dimana nilainya akan berubah sesuai suhu yang dideteksi. Keluaran dari sensor ini sudah dalam bentuk digital sehingga tidak harus dikonversi lagi.


(33)

Keluaran dari sensor DS1820 akan dihubungkan dengan Port C.1 pada mikrokontroler. Sensor DS1820 yang akan digunakan berjumlah tiga buah yang dirangkai secara paralel.

3.3.5 Rancangan Sirkuit Dasar TGS2600

Sensor TGS2600 merupakan sensor asap produksi Figaro yang dapat mendeteksi gas Karbon monoksida dan Hidrogen. Gas Karbon monoksida dan Hidrogen dapat merubah konduktivitas dari sensor. Perubahan konduktivitas ini akan mempengaruhi tegangan sensor tersebut. Tegangan merupakan besaran analog sehingga dibutuhkan ADC untuk merubah menjadi nilai digital. ADC pada mikrokontroler ATMega 8535 hanya terdapat pada port A, sehingga keluaran dari sensor akan dihubungkan dengan port A.

Gambar 8 menunjukkan rangkaian dasar TGS2600. TGS2600 memiliki empat kaki yaitu dua untuk heater, satu untuk Vcc, dan satu untuk tegangan keluaran. Tegangan dan ground untuk heater digabung dengan tegangan dan

ground untuk sensor.


(34)

3.4 Diagram Alir Kerja Alat Pengasapan Ikan

Alat pengasapan ikan dibuat secara tertutup untuk mencegah udara luar masuk dan melindungi ikan dari cuaca. Tempat pembakaran dengan ruang asap dibuat terpisah sejauh 206 cm (Lampiran 1), dengan ukuran lubang 20 x 20 x 20 cm. Ruang asap berukuran 150 x 80 x 100 cm (Lampiran 2). Berikut adalah gambar alat pengasapan ikan secara tiga dimensi (Gambar 10).

Gambar 10. Alat Pengasapan Ikan tiga Dimensi

Tempat bahan bakar dibuat menjauh dari ruang asap agar suhu yang sampai ke dalam ruang asap tidak melebihi 50 oC karena pada pengasapan dingin suhu yang digunakan berkisar 30 - 50 oC. Untuk pengecekan suhu dan kadar asap, pada masing-masing rak diletakkan sensor suhu dan asap yang terhubung ke mikrokontroler. Hasil pembacaan sensor selanjutnya akan ditampilkan lewat LCD dan komputer. Dari hasil pembacaan komputer diharapkan dapat diketahui


(35)

memiliki satu tempat masukan (inlet) yaitu yang berada di rak paling bawah dan satu tempat keluaran (outlet) yang berada pada rak yang paling atas. Terdapat lima kipas pada ruang asap, masing-masing; satu kipas pada rak bawah, dua kipas pada rak tengah, dan dua kipas pada rak atas.

Kipas pada rak bawah memiliki fungsi untuk menarik asap dari ruang pembakaran, sehingga asap yang masuk ke ruang pembakaran diharapkan dapat maksimal. Pada rak tengah terdapat kipas yang disusun secara horizontal dan vertikal. Kipas yang disusun secara horizontal berguna untuk mengalirkan udara di rak tengah sedangkan kipas yang menghadap secara vertikal berguna agar asap yang berasal dari masukan sebagian ada yang diteruskan ke rak atas, sehingga asap tidak terlalu pekat di rak bawah dan rak tengah. Pada rak atas terdapat dua kipas yang tersusun horizontal, kipas pertama untuk mengalirkan asap dan kipas kedua untuk mengeluarkan asap. Sirkulasi asap dapat dilihat pada Gambar 11.


(36)

Gambar 11. Sirkulasi Pengasapan

Sirkulasi pada ruang asap dibuat agar kondisi di ruang asap tidak lembab dan mempercepat proses pengeringan. Alat pengasapan ikan ini mampu

menampung kapasitas 20 kg ikan. Akan tetapi pada penelitian ini, ikan yang diasapi hanya 3 kg ikan.

3.5 Proses Pembuatan Ikan Asap

Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan sebelum melakukan proses pengasapan ikan yaitu preparasi dan pengasapan.

3.5.1 Preparasi Ikan

Preparasi ikan sangat penting untuk diperhatikan karena preparasi ikan yang baik dapat mengurangi kerusakan pada ikan asap. Ikan yang akan diasapi dalam penelitian ini adalah ikan tongkol. Adapun proses dalam preparasi ikan sebagai berikut.


(37)

1) Pencucian dan penyiangan

Sebelum diasap, ikan asap dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran, sisik-sisik yang lepas, dan juga lendir. Kemudian ikan disiangi dengan cara membelah bagian perut dan membuang isi perut. Setelah itu ikan di fillet.

2) Penggaraman

Penggaraman dilakukan dengan cara merendam fillet dalam larutan garam selama 15 menit. Lalu fillet diangkat dan dikeringkan. Penggaraman bertujuan untuk memudahkan pencucian dan penghilangan lendir, memberi cita rasa produk yang lezat, membantu pengawetan, membantu pengeringan, dan menyebabkan tekstur daging ikan lebih kompak (Adawyah, 2007).

3.5.2 Proses Pengasapan

Proses pengasapan meliputi pemilihan bahan bakar, penyusunan ikan, serta pengasapan.

1) Bahan bakar

Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu rambutan dan batok kelapa. Bahan bakar ini dipilih karena tidak mengandung getah. 2) Penyusunan fillet

Fillet disusun secara mendatar diatas rak dengan jarak antar ikan 10 cm. Cara tersebut cocok untuk fillet ikan. Agar pemanasan merata, selama proses pengasapan, ikan perlu dibalik.

3) Pengasapan

Pengasapan yang akan dilakukan adalah pengasapan dingin dengan suhu 30 - 50 oC.


(38)

3.6 Analisis Produk

Analisis produk diperlukan untuk mengetahui mutu produk yang dihasilkan. Analisis yang digunakan pada penelitian rancang bangun alat

pengasapan dingin berbasis mikrokontroler terdiri dari dua, yaitu uji organoleptik dan uji kadar air.

3.6.1 Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan menggunakan score sheet selama 7 hari untuk melihat daya tahan ikan. Penilaian secara sensori dengan skala sensori yang dinyatakan dalam bentuk angka, meliputi kenampakan, tekstur, bau, rasa , jamur, dan lendir. Uji ini dilakukan oleh panelis berjumlah 25 orang dengan kategori panelis semi terlatih. Berikut adalah contoh tabel score sheet yang digunakan (Tabel 4).

Tabel 4. Score sheet sensori

Spesifikasi Nilai

Kode contoh

1 2 3 4 5 6 7

1. Kenampakkan

Utuh, bersih, warna coklat sangat mengkilat spesifik jenis.

9

Utuh, bersih, warna coklat, mengkilat spesifik jenis. 7

Utuh, bersih, warna coklat, kusam. 5

Tidak utuh, warna coklat tua, kusam 3

Tidak utuh, warna coklat tua, kusam sekali 1

2. Bau


(39)

Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu

7

Netral, sedikit bau tambahan 5

Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan tengik 3

Busuk, bau amoniak kuat dan tengik 1

3. Rasa

Enak, gurih 9

Enak, kurang gurih 7

Tidak enak, tidak gurih 5

Tidak enak dengan rasa tambahan mengganggu 3

Basi 1

4. Tekstur

Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat. 9 Padat, kompak, kering, antar jaringan erat. 7 Kurang kering, antar jaringan longgar 5

Lunak, antar jaringan mudah lepas 3

Sangat lunak, jaringan mudah lepas 1

5. Jamur

Tidak ada 9

Ada 1

6. Lendir

Tidak ada 9

Ada 1


(40)

3.6.2 Uji Kadar Air (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan oven pada suhu 105 oC. Cawan yang digunakan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang sampai berat tetap. Contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sekitar 2 gram pada cawan yang telah diketahui beratnya tersebut dan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 5 jam sampai berat tetap. Cawan yang berisi contoh didinginkan dalam desikator menggunakan penjepit selama 30 menit. Cawan tersebut dikeluarkan dan ditimbang sampai berat tetap.

Kadar air dihitung sebagai pengurangan berat contoh selama dalam oven dan dihitung dengan rumus berikut:

Kadar Air =(A− B)

C x 100 % ………. (1) Keterangan:

A=Berat wadah dan contoh mula-mula (gr)

B=Berat wadah dan contoh setelah dikeringkan (gr) C=Berat contoh mula-mula (gr)


(41)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Coba Lapang

Uji coba lapang alat pengasapan ikan dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan suhu dan asap pada setiap rak di ruang pengasapan. Ada dua parameter yang diambil dari percobaan ini, yaitu konsentrasi asap dan suhu

4.1.1 Hasil Uji Konsentrasi Asap

Uji coba lapang dilakukan. Uji coba dilakukan selama kurang lebih 920 menit. Hasil uji coba lapang berupa grafik konsentrasi asap dalam voltase terhadap waktu (Gambar 12).

Gambar 12.Konsentrasi asap pada tiap rak

0 1 2 3 4 5 6 0

40 80 120 160 200 240 280 320 360 400 440 480 520 560 600 640 680 720 760 800 840 880

K o ns ent ra si Asa p (Vo lt ) Waktu (s)

konsentrasi asap rak 1 konsentrasi asap rak 2 konsentrasi asap rak 3


(42)

Nilai statistik konsentrasi asap setiap rak pada ruang asap dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai statistik tersebut berupa nilai rata-rata dan standar deviasi konsentrasi asap di setiap rak.

Tabel 5. Nilai statistik konsentrasi asap

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Average 4,108676 4,323816 4,334619

Std populasi 0,455683 0,192357 0,286423

Pengukuran konsentrasi asap dilakukan pada setiap rak dengan

menggunakan sensor asap TGS2600. Gas yang diukur pada penelitian ini adalah gas karbon monoksida. Konsentrasi gas karbon monoksida dianggap sebagai konsentrasi asap secara keseluruhan. Menurut Irianto dan Giyatmi (2009), asap kayu mengandung lebih dari 200 senyawa kimia. Senyawa banyak ditemukan adalah karbonil, asam organik, fenol, basa organik, alkohol, hidrokarbon (termasuk aromatik polisiklik), dan gas seperti karbon dioksida, karbon

monoksida, oksigen, nitrogen, dan N2O. Sensor ditempatkan di rak 1, rak 2, dan

rak 3. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi asap pada setiap rak terlihat bahwa konsentrasi asap pada setiap rak merata dengan rata-rata 4.11 V untuk rak 1, 4.32 V untuk rak 2, dan 4.33 V untuk rak 3. Nilai standar deviasi populasi untuk rak 1, 2, dan 3 masing-masing adalah 0.46 V, 0.19 V, 0.29 V. Perbedaan konsentrasi asap terjadi pada selang waktu menit ke 320 - 390 yaitu konsentrasi asap pada rak 1 menjadi lebih rendah dibanding konsentrasi asap pada umumnya


(43)

dengan nilai rata-rata 3.02 V. Hal ini disebabkan sensor mengalami error dalam membaca data, kemungkinan disebabkan oleh kadar asap yang terlalu berlebihan sehingga menempel dan menutupi lubang-lubang tempat masuknya asap. Setelah menit ke 390, pembacaan sensor mulai kembali normal karena asap yang

menempel telah dibersihkan secara manual.

4.1.2 Hasil Uji Suhu

Gambar 13 menunjukkan grafik perubahan suhu di ruang asap pada setiap rak. Pengukuran suhu dilakukan menggunakan sensor suhu digital DS1820. Sensor suhu DS1820 digunakan karena memiliki tingkat akurasi yang baik yaitu ± 0,5 oC pada kisaran -10 - 85 oC . Sensor ini dapat langsung digunakan tanpa pengkonversian terlebih dahulu dari analog ke digital. Pada grafik suhu (gambar 12), perubahan suhu pada setiap rak cenderung stabil. Nilai rata-rata suhu pada rak 1 adalah 31,57oC, rak 2 29,71 oC, dan rak 3 39,30 oC. Nilai standar deviasi populasi untuk rak 1, 2, dan 3 masing-masing adalah 2,53, 2,12, 5,07 oC. Perbedaan hanya terlihat pada nilai suhu pada rak 3 yaitu memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding rak 1 dan 2. Suhu yang tinggi ini kemungkinan disebabkan karena posisi rak 3 yang dekat dengan inlet cerobong asap. Dari hasil nilai rata-rata suhu menunjukkan bahwa ikan asap terasapi dengan baik pada rentang suhu 30 - 50 oC yang merupakan pengasapan dingin.


(44)

Gambar 13. Suhu pada tiap rak

Nilai statistik suhu setiap rak pada ruang asap dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai statistik tersebut berupa nilai rata-rata dan standar deviasi konsentrasi asap di setiap rak.

Tabel 6. Nilai statistik suhu

Rak 1 Rak 2 Rak 3

Average 31,57411 29,70962 39,29798

Std populasi 2,528471 2,123778 5,071021

0 10 20 30 40 50 60

0

40 80 120 160 200 240 280 320 360 400 440 480 520 560 600 640 680 720 760 800 840 880 920

S

u

h

u

(C

)

Waktu (s)

suhu rak 1 suhu rak 2 suhu rak 3


(45)

4.2 Karakteristik Analisis Organoleptik

4.2.1 Rasa

Rasa merupakan faktor yang sangat menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter yang lain baik, tetapi bila rasanya tidak enak atau tidak disukai maka akan ditolak (Soekarto, 1985). Rasa pada ikan asap dipengaruhi oleh jenis kayu yang

digunakan (Adawyah, 2007). Bahan organik (kayu) yang akan digunakan dalam pembakaran, hendaknya dipilih dari kayu yang keras. Karena kayu yang

mengandung damar dapat menimbulkan bau dan rasa yang kurang enak. Berdasarkan gambar 14 dapat dilihat hasil uji organoleptik tehadap rasa ikan tongkol diperoleh rasa yang enak dan kurang gurih dengan nilai rata-rata hari ke-1 adalah 7,48, hari ke-2 adalah 7,32, hari ke-3 adalah 7,16. Mutu rasa mulai berkurang dengan karakteristik rasa tidak enak dan tidak gurih pada hari ke-4 dengan nilai sensori 6,84, hari ke-5 dengan nilai sensori 6,6, hari ke-6 dengan nilai sensori 6,44, dan hari ke-7 dengan nilai sensori 6,36. Menurut Moeljanto (1992), pengasapan menimbulkan rasa yang khas. Rasa ini dihasilkan oleh asam-asam dan fenol serta zat-zat lain sebagai pembantu. Dalam hal ini ketebalan asap yang terserap ikan akan menentukan rasa asap yang disesuaikan dengan selera konsumen, sehingga perlu adanya keseimbangan antara rasa ikan dengan daya simpan ikan asap tersebut.


(46)

Gambar 14.Hasil uji organoleptik terhadap rasa

4.2.2 Kenampakan

Pada uji organoleptik ikan asap, kenampakan merupakan faktor yang pertama kali dinilai oleh konsumen karena dapat mempengaruhi selera terhadap produk ikan asap yang dihasilkan. Umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki kenampakan yang menarik (Soekarto, 1985). Hasil uji organoleptik terhadap kenampakan dapat dilihat pada Gambar 15.

4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7

Uj

i

O

rg

a

no

lept

ik


(47)

Ke-Gambar 15. Hasil uji organoleptik terhadap kenampakan

Nilai rata-rata uji kenampakan diperoleh utuh, bersih, warna coklat, mengkilat spesifik jenis untuk hari ke-1 dengan nilai sensori 7,88, hari ke-2 dengan nilai sensori 7,64, hari ke-3 dengan nilai sensori 7,08. Mutu kenampakan mulai berkurang dengan karakteristik utuh, bersih, warna coklat, kusam pada hari ke-4 dengan nilai sensori 6,52, hari ke-5 dengan nilai sensori 6,2, hari ke-6 dengan nilai sensori 5,96, dan hari ke-7 dengan nilai sensori 5,72. Perubahan yang terlihat adalah warna ikan asap menjadi kusam. Pewarnaan pada ikan asap disebabkan oleh kandungan senyawa asam organik sedangkan fenol dan formaldehid membuat ikan asap mengkilap karena membentuk lapisan damar (Adawyah, 2007).

4.2.3 Bau

Bau dapat mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Melalui pembauan dapat dikenali enak tidaknya suatu makanan,

meskipun hanya mencium bau makanan tersebut dari jarak jauh (Soekarto, 1985).

4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7

Uj i O rg a no lept ik Hari Ke-kenampakan


(48)

Hasil uji penilaian panelis terhadap bau diperoleh nilai rata-rata hari ke-1 adalah 8,76, hari ke-2 adalah 8,44, hari ke-3 adalah 8,2, hari ke-4 adalah 8,04, hari ke-5 adalah 7,64, hari ke-6 adalah 7,4, dan hari ke-7 adalah 7,16. Bau ikan asap yang dihasilkan rata-rata kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan yang

mengganggu. Bau dari ikan asap merupakan hasil efek kombinasi dari senyawa-senyawa pada asap, panas, dan garam karena semua faktor-faktor tersebut menyebabkan perubahan-perubahan fisik dan kimia pada produk. Senyawa-senyawa fenol memiliki peran utama pada pembentukan flavor khas asap(Irianto dan Giyatmi, 2009). Gambar grafik uji organoleptik terhadap kenampakan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Hasil uji organoleptik terhadap bau

4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7

Uj

i

O

rg

a

no

lept

ik

Hari


(49)

4.2.4 Tekstur

Tekstur merupakan aspek penting karena dapat mempengaruhi citra makanan. Penilaian uji organoleptik terhadap tekstur diperoleh nilai rata-rata hari ke-1 adalah 8,68, hari ke-2 adalah 8,28, hari ke-3 adalah 7,96, hari ke-4 adalah 7,48, hari ke-5 adalah 7,24. Karakteristik ikan asap pada hari ke-1 sampai ke-5 adalah padat, kompak, kering, antar jaringan erat, sedangkan pada hari

selanjutnya, ikan asap mengalami penurunan mutu dengan karakteristik kurang kering, antar jaringan longgar yaitu hari ke-6 dengan nilai sensori 6,92, dan hari ke-7 dengan nilai sensori 6,84. Berikut adalah grafik hasil uji organoleptik terhadap tekstur (Gambar 17). Tekstur ikan mulai menurun pada hari ke-5.

Gambar 17. Hasil uji organoleptik terhadap tekstur

4.2.5 Jamur

Jamur merupakan faktor penting dalam menentukan daya tahan ikan. Absorpsi air oleh ikan asap akan menyebabkan degradasi penampakan dan tekstur serta permukaannya sesuai untuk pertumbuhan kapang. Sifat bakterisidal dari asap disebabkan oleh komponen asap, seperti formaldehid, asam asetat, dan kreosota yang apabila terdapat pada permukaan produk dapat mencegah pembentukan

4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7

Uj i O rg a no lept ik Hari Ke-tekstur


(50)

spora serta menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang (Irianto dan Giyatmi, 2009). Hasil uji organoleptik terhadap jamur diperoleh hasil bahwa jamur tidak terdapat pada ikan hingga hari ke-7 (Gambar 18).

Gambar 18. Hasil uji organoleptik terhadap jamur

4.2.6 Lendir

Lendir merupakan faktor yang perlu diwaspadai keberadaannya karena mempengaruhi daya tahan ikan. Lendir disebabkan oleh bakteri yang berkembang biak pada ikan asap. Bakteri adalah mikroorganisme satu sel berkembang biak dengan cara membelah diri dan hidup pada bahan yang memiliki aktivitas air (aW) yang tinggi (Adawyah, 2007). Aktivitas air dari ikan asap adalah sekitar 0.9 dan pada tingkat nilai tersebut beberapa mikroba, seperti Micrococcus,

Staphylococcus, dan kapang akan tumbuh (Irianto dan Giyatmi, 2009). Ikan asap yang dihasilkan tidak terdapat lendir hingga hari ke-7 (Gambar 19). Menurut Irianto dan Giyatmi (2009), ikan asap dengan kadar air yang rendah lebih tahan terhadap pembusukan dibanding dengan yang lain, sedangkan ikan asap yang

4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7

Uj i O rg a no lept ik Hari Ke-jamur


(51)

memiliki permukaan yang lebih luas dan kadar air lebih tinggi akan lebih mudah mengalami pembusukan.

Gambar 19. Hasil uji organoleptik terhadap lendir

4.3 Hasil Uji Kadar Air

Air merupakan komponen utama bahan makanan yang sangat menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut karena berkaitan dengan perkembangan mikroorganisme dalam produk tersebut. Air juga dapat mempengaruhi tekstur, rupa, maupun cita rasa bahan makanan (Winarno, 1997).

Kadar air merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap daya awet suatu bahan olahan. Semakin rendah kadar air, semakin lambat pertumbuhan mikroba sehingga bahan pangan tersebut dapat lebih tahan lama (Winarno, 1997).

Pengasapan yang terlalu lama akan menghilangkan kelezatan ikan karena terlalu banyak air yang hilang (Adawyah, 2007).

4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6 7

Uj i O rg a no lept ik Hari Ke-lendir


(52)

Berdasarkan Tabel 7, nilai rata-rata kadar air ikan asap setelah rehidrasi adalah 51,91%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar air ikan asap yang dihasilkan telah sesuai dengan dengan kadar air ikan dengan pengasapan dingin.

Tabel 7. Kadar Air Cawan Kosong (gr)

Bobot Sampel (gr)

Bobot Setelah Oven (gr)

Kadar Air (%)

Rata-Rata (%)

Mentah

20,68 5,05 21,99 74,06

73,95

26,54 6,61 28,27 73,83

Asap

20,78 4,16 22,81 51,20

51,91


(53)

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Alat pengasapan ikan yang telah dikembangkan dalam penelitian ini merupakan alat pengasapan dingin. Suhu dalam ruang pengasapan cukup stabil dengan rata-rata 29,71 - 39,29 oC dan standar deviasi 2,53 - 5,07 oC. Konsentrasi asap dalam ruang pengasapan juga cukup stabil dengan kisaran 4,11 - 4,33 V dan standar deviasi 0,19 - 0,45 V. Waktu yang dibutuhkan untuk mengasapi ikan tongkol hingga matang adalah 31 jam. Bahan bakar yang digunakan adalah campuran kayu rambutan dan batok kelapa.

Hasil uji organoleptik ikan asap pada penelitian ini menunjukkan bahwa rasa yang dihasilkan enak dan kurang gurih. Ikan asap ini dapat bertahan lebih dari satu minggu karena jamur dan lendir tidak ada. Kadar air dalam ikan asap telah sesuai dengan standar baku yaitu 51,91 %. Hal ini membuktikan bahwa ikan telah terasapi dengan baik.

5.2 Saran

1. Perlu kajian terhadap kecepatan udara yang mengalir dan kelembaban di dalam ruang pengasapan sehingga dapat diketahui kecepatan pengeringan ikan dan pengaruh kipas terhadap lama pengasapan.

2. Perbaikan terhadap cerobong asap dan ruang pengasapan agar udara yang keluar hanya pada lubang keluaran saja.

3. Posisi ikan sebaiknya digantung searah dengan jalannya asap untuk meningkatkan volume kapasitas ruang pengasapan.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Afrianto, E dan E. Liviawaty. 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.

Yogyakarta: Kanisius.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Washington: AOAC Inc .

Ashbrook, F.G. 1955. Butchering, Processing and Preservation of Meat. Canada: D. Van Nostrand Company, Inc.

Astawan, M. 1997. Mengenal makanan tradisional (2) produk olahan ikan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, Vol VIII, No.3.

DS1820. 2010. DS18S20 Digital Precision. http://pdfserv.maxim-ic.com/en/ds/DS18S20.pdf. [5 November 2010]

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. 2009. Pola Pembiayaan Usaha Penangkapan Ikan. http://www.bi.go.id. [4 November 2010]

Griffths, J. F. 1976. Climate and The Environment. London: Paul Elek. Harris, R. S. and E. Karmas. 1989. Evaluasi Pada Pengolahan Bahan Pangan.

Bandung: Penerbit ITB.

Hukmi, F. 2010. Analisis kelayakan pengembangan usaha pengolahan ikan asap (kasus pada aneka ikan asap IACHI petikan cita halus (pch), Desa Raga Jaya, Kecamatan Citayam, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Innovative Electronics. 2010. DT-AVR low cost microsystem.

http://www.innovativeelectronics.com/innovative_electronics/Manual%20D T-AVR%20Low%20Cost%20Micro%20System.pdf. [9 Desember 2010] Irianto, H.E. dan S. Giyatmi. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Kadir, L. 2004. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap jumlah

kandungan bakteri dan kualitas fisik ikan Tongkol asap (Euthynnus afinis). Journal of Biological Physics. Volume 6, No. 2, Mei 2004.

Martin, A.M. 1994. Fisheries Processing-Biotechnological applications. London: Chapman and Hall.

Mauting. 2010. UKM Compact. http://www.mauting.cz/en-smoking-chambers. [7 Januari 2011]

Moeljanto, R. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Okuzumi, M. and T. Fuji. 2000. Nutritional and functional properties of squid and cuttlefish. Tokyo: National Cooperative Association of Squid Processors.


(55)

Sarwono, S dan Subrata. 1992. Petunjuk Penggunaan Piranti Ukur Elektronik untuk Industri Pangan. Bogor : PAU-IPB.

Soekarto, S T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2725.1:2009. Ikan Asap-Bagian 1: Spesifikasi. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

TGS2600. 2010. TGS2600. http://www.figaro.co.jp/en/data /pdf /20091110164549_63.pdf. [5 November 2010]

Wardhana, L. 2006. Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR seri ATMega 8535. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Withamana, A. 2009. Rancang bangun perekam data kelembaban relatif dan suhu udara berbasis mikrokontroler. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan)


(56)

(57)

Lampiran 1. Alat pengasapan ikan keseluruhan


(58)

Lampiran 3. Bahan bakar


(59)

Lampiran 5. Rangkaian mikrokontroler


(60)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok, 10 Mei 1988 dari Ayah Syahrul, S H. dan Ibu Ernawati. Penulis adalah anak

pertama dari dua bersaudara. Tahun 2003-2006 Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 47 Jakarta.

Pada tahun 2006 Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten Luar Biasa mata kuliah Dasar-Dasar Instrumentasi Kelautan tahun ajaran 2008-2009 dan tahun ajaran 2009-2010, dan Asisten Luar Biasa mata kuliah Instrumentasi Kelautan tahun ajaran 2009-2010 dan tahun ajaran 2010-2011. Selain itu Penulis juga aktif dalam organisasi FKM-C (Forum Keluarga Muslim FPIK) sebagai anggota divisi corporation periode 2007-2008, HIMITEKA IPB sebagai anggota divisi hubungan luar dan komunikasi periode 2008-2009 dan 2009-2010, dan MIT (Marine Instrument and Telemetry) sebagai presiden periode 2009-2010. Penulis pernah menjuarai lomba seni yang diadakan oleh IPB, Juara 2 Perkusi Pekan Olahraga Perikanan tahun 2008 dan Juara 1 Perkusi Pekan Olahraga Perikanan tahun 2009, dan Juara 3 Perkusi IPB Art Contest tahun 2009.


(61)

1 1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan diperkirakan potensi lestari perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton/tahun. Namun dari keseluruhan, hanya termanfaatkan sebesar 59 % (Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2009), sehingga pengembangan perikanan ke arah industri masih sangat menjanjikan.

Pemanfaatan total produksi perikanan di Indonesia sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk segar (43,1 %), beku (30,4 %), pengalengan (13,7 %) dan dalam bentuk olahan lain (12,8 %) (Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, 2009). Pemanfaatan dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan asin, ikan asap, ikan pindang, produk fermentasi (petis, terasi, peda, dan lain-lain). Sebaran pengolahan ikan dari tangkapan di Indonesia adalah: 30,5 % penggaraman, 5,4 % pemindangan, 2,4 % fermentasi, 1,8 % pengasapan, 1 % pengawetan lain, 6,2 % pembekuan, 1,2 % pengalengan, dan 0,5 % pembuatan tepung ikan (Astawan, 1997). Pengasapan ikan sampai saat ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari industri perikanan dan hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nelayan itu sendiri padahal di beberapa negara maju, tingkat konsumsi produk ikan asap cukup bagus (Hukmi, 2010). Sehingga dibutuhkan peningkatan produksi dan kualitas produk ikan asap di Indonesia.

Pengasapan ikan di Indonesia sebagian besar dilakukan dengan alat yang masih sederhana, yaitu rumah berbentuk para-para (sistem terbuka) dengan bahan bakar kayu bakar. Pengasapan semacam ini kurang efektif karena panas dan asap yang dikeluarkan lebih banyak terbuang sesuai arah angin daripada yang terpusat ke ikan. Dengan demikian untuk menghasilkan produk ikan asap dengan

pengasapan dingin membutuhkan waktu selama 1 - 2 minggu (Adawyah, 2007) dan bahan bakar yang digunakan juga banyak, sementara hasilnya berkualitas rendah, baik dari segi rasa, aroma, tekstur, dan warna.

Alat pengasapan yang berkembang di Indonesia, sebagian besar berupa alat pengasapan panas (suhu 60 - 120 oC), sedangkan yang menggunakan pengasapan dingin relatif (20 - 50 oC) jarang untuk dikembangkan. Padahal dari


(62)

segi ketahanan ikan, ikan yang diasapi dengan pengasapan dingin memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan ikan yang diasapi dengan pengasapan panas (Adawyah, 2007). Melihat kondisi tersebut, diperlukan pengembangan dari alat pengasapan dingin yang sudah ada dengan efisiensi yang lebih baik dari segi waktu dan produk ikan asap yang dihasilkan, mempunyai mutu yang lebih baik.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuat alat pengasapan dingin yang efektif dan efisien dengan pengontrolan suhu dan asap.


(63)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengasapan Ikan

Pengasapan ikan merupakan metode pengawetan tradisional yang menggunakan asap sebagai media untuk mengawetkan. Menurut Harris (1989), pengasapan tradisional merupakan proses yang sifat khas produknya terbentuk dari gabungan perlakuan panas, komponen asap, dan aliran gas. Asap adalah produk yang dihasilkan karena pembakaran yang tidak sempurna dari bahan dasar karbon; untuk pengasapan ikan biasanya menggunakan serbuk kayu atau kepingan kayu (Martin, 1994) . Ada dua metode dalam pengasapan ikan yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas. Metode pengasapan dingin dan pengasapan panas dibedakan hanya dari suhu yang digunakan untuk mengasapi (Martin, 1994).

2.1.1 Pengasapan Dingin

Pada pengasapan dingin, produk ikan secara perlahan diasapi dengan temperatur yang rendah (15 – 30 oC) untuk mencegah koagulasi dari protein otot. Bahan dasarnya bisa segar atau beku (Okuzumi dan Fuji, 2000). Pengasapan dingin biasanya diterapkan di daerah beriklim sedang. Sedangkan di Indonesia pengasapan dingin jarang digunakan. Spesies ikan tropis dapat di asap secara dingin pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan spesies ikan yang berasal dari perairan beriklim sedang karena proteinnya terdenaturasi pada suhu yang lebih tinggi (Irianto dan Giyatmi, 2009).

2.1.2 Pengasapan Panas

Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui aroma dari asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap.


(64)

Pengasapan panas menggunakan suhu yang cukup yaitu 80 - 90 oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek yaitu 3 - 8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam (Adawyah, 2007). Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Pengasapan panas pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara perlahan. Pada pengasapan panas terjadi penyerapan asap, ikan cepat menjadi matang tetapi kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama (Kadir, 2004).

2.2 Bahan Bakar dan Pembakaran

Bahan dasar pengasapan secara umum mengandung sedikit getah dan memiliki aroma yang enak. Terlalu banyak getah menyebabkan banyak asap dan rasa yang tidak enak. Bahan bakar yang lazim digunakan dalam pengasapan adalah kayu, dapat berupa serbuk gergaji, sabut kelapa, merang, ampas tebu, dan lain sebagainya. Kayu keras biasanya digunakan sebagai bahan dasar pengasapan (Okuzumi dan Fuji, 2000). Jika pembakaran tidak sempurna maka asap yang mengandung bahan organik akan bereaksi dengan ikan dan menghasilkan aroma asap.

Saat dibakar, semua komponen berubah, air berubah menjadi uap dan butiran-butiran air. Jika jumlah oksigen cukup banyak, maka hasil pembakaran tersebut akan berupa uap air, gas asam arang, dan abu hasil pembakaran tidak terbentuk asap. Apabila jumlah oksigen tidak mencukupi, akan terbentuk asap yang terdiri atas CO2, alkohol, aldehid, asam organik, dan lain sebagainya


(65)

(Adawyah, 2007). Jadi asap sesungguhnya merupakan campuran dari cairan, gas, dan padatan.

2.3 Prinsip Pengasapan

Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Asap ini mengandung partikel padatan berukuran kecil dan uap. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium, Afrianto dan Liviawaty (2005), mengungkapkan asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut: air, aldehid, asam asetat, keton, alkohol, asam formiat, fenol, dan karbon dioksida. Unsur-unsur kimia ini dapat berperan sebagai:

1). Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab pembusukan yang terdapat dalam tubuh ikan.

2). Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning keemasan.

3). Bahan pengawet, karena unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam asap mampu memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas penyebab ketengikan. Menurut Adawyah (2007), komponen-komponen asap yang merupakan bahan pengawet antara lain: alkohol (metil alkohol), aldehid

(formaldehid dan asetaldehid), asam-asam organik (asam semut dan asam cuka) Tingkat keberhasilan proses pengasapan ikan tergantung pada tiga faktor utama yang saling berkaitan, yaitu:

a. Mutu dan volume asap

Mutu dan volume asap dihasilkan tergantung dari jenis kayu yang digunakan. Untuk menghasilkan ikan asap bermutu tinggi sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan unsur fenol dan


(66)

asam organik cukup tinggi, karena kedua unsur ini lebih banyak melekat pada tubuh ikan dan dapat menghasilkan rasa maupun warna daging ikan asap yang khas.

b. Suhu dan kelembaban ruang pengasapan

Ruangan yang cukup baik untuk digunakan sebagai tempat pengasapan ikan adalah ruangan yang mempunyai suhu dan kelembaban yang rendah. Suhu dan kelembaban yang rendah menyebabkan volume asap yang melekat pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata. Selain itu, kelembaban yang rendah dapat membuat cairan dalam tubuh ikan lebih cepat menguap dan proses pengasapan dapat berlangsung cepat. Ruang pengasapan sebaiknya dibuat terpisah dari tempat pembakaran agar suhu dan konsentrasi asap mudah untuk dikendalikan

(Ashbrook, 1955).

c. Sirkulasi udara dalam ruang pengasapan

Sirkulasi udara yang baik menyebabkan partikel asap yang menempel pada tubuh ikan menjadi lebih banyak dan merata (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Aliran udara yang cepat pada ruang pengasapan sangat dibutuhkan untuk membuang udara lembab yang ada didalamnya (Ashbrook, 1955).

Standar mutu ikan asap yang telah ditetapkan oleh badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.


(67)

Tabel 1. Persyaratan mutu ikan asap

Jenis uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7

b. Cemaran mikroba*

- ALT Koloni/g Maksimal 1,0 x 105

- Escherichia coli APM/g Maksimal < 3 - Salmonella per 25 g Negatif - Vibrio cholerae* per 25 g Negatif - Staphylococcus aureus* koloni/g Maksimal 1,0 x 103

c. Kimia*

- Kadar air % fraksi massa Maksimal 60

- Kadar histamin mg/kg Maksimal 100

- Kadar garam % fraksi massa Maksimal 4

CATATAN *) Bila diperlukan Sumber: SNI 2725.1: 2009

2.4 Model Alat Pengasap

Alat pengasapan ikan yang ada sekarang merupakan hasil pengembangan sebelumnya untuk mendapatkan hasil ikan asap yang bermutu dengan waktu cepat. Menurut Adawyah (2007), alat pengasapan secara umum dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:

a. Alat pengasap semi konvensional

Alat tersebut berupa bangunan mirip rumah dengan kerangka kayu atau besi, yang terdiri atas dua bagian, yaitu bagian tungku terletak dibagian bawah dan tempat pengasapan dibagian atas. Dinding dan bagian atas dibiarkan terbuka dan dibuat bersusun tiga, sedangkan dinding tungku ditutup seng dan dipasang pintu untuk mengurangi asap dan panas yang terbuang. Di atas tungku

ditempatkan pelat baja berlubang untuk meratakan panas/asap. Alat pengasap seperti itu boros karena banyak asap yang terbuang.


(68)

b. Alat pengasap model kabinet atau rumah pengasap

Pengasap kabinet terdiri atas dua bagian, yaitu bagian bawah untuk tungku dan bagian atas untuk ruang pengasapan. Konstruksinya dapat berupa kerangka besi siku, dinding, dan atap dari pelat besi tipis. Dapat juga berupa perangkat kayu atau menggunakan dinding bata yang permanen.

Bagian tungku dan bagian pengasap dipasang pintu dan pada atap dipasang tutup yang dapat diatur bukaannya. Disekitar tungku diberi lubang-lubang untuk ventilasi yang dapat ditutup. Ventilasi serupa dipasang di ruang pengasap. Jarak antara lapisan ikan paling bawah dengan tungku cukup sehingga api tidak menyentuh ikan secara langsung.

c. Alat pengasap model drum

Alat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter. Dasar drum dibuat berlubang agar udara segar masuk dan untuk sarana pembuangan abu, sedangkan dibagian atas pipa dibuat cerobong., Antara tungku dan ruang pengasapan dibuat bersusun dengan ukuran tergantung ukuran ikan dan cara penyusunan ikan.

d. Alat pengasap dengan penggerak motor listrik

Bentuk seperti bangunan rumah atau kamar biasa yang seluruhnya digunakan sebagai ruang pengasap. Dinding dibuat dengan batu bata permanen, kayu atau bahan lain, sedangkan atapnya dari seng atau asbes gelombang. Bagian belakang bangunan dipasang tungku dengan model bermacam-macam. Dapat dibuat dari drum bekas ukuran 200 liter atau dengan tungku batu bata.

Bagian depan bangunan dipasang pintu lebar, sehingga jika dibuka seluruh bagian dalam ruang pengasapan akan tampak. Di dalam ruang pengasap dipasang rak-rak yang dapat diputar (dipasang motor listrik) dan dapat ditarik keluar


(69)

(dipasang roda dibagian bawahnya) untuk menempatkan ikan. Rak tersebut dibuat dengan kerangka besi berbentuk kotak dengan bagian tengah dipasang sumbu dari pipa besi. Sumbu itu kemudian dihubungkan dengan motor listrik sehingga rak dapat diputar agar asap lebih merata.

e. Pengasapan tidak langsung

Model alat pengasapan tidak langsung adalah menempatkan tungku terpisah dari ruang pengasap. Asap dari tungku dialirkan masuk ke dalam ruang pengasap melalui pipa tujuannya agar asap yang masuk ke ruang pengasapan tidak panas (pengasapan dingin). Melalui cara itu , masuknya panas dari tungku ke dalam ruang pengasap lebih mudah diatur sehingga pengaturan suhunya lebih mudah dilakukan (Ashbrook, 1955). Di sisi lain, asap yang masuk ruang pengasap dapat diatur tebal atau tipisnya asap. Kecepatan aliran udara yang tinggi

dibutuhkan untuk mengeluarkan kelebihan udara lembab di dalam ruang

pengasapan. Alat pengasapan dingin modern yang diproduksi mauting (Gambar 1) memiliki elemen pemanas pada ruang pengasapannya sehingga panas dapat diatur sesuai kebutuhan. Suhu maksimal yang dihasilkan adalah 120 oC. Kayu digunakan hanya untuk menghasilkan asap. Ukuran dari alat ini adalah 2320 x 1362 x 1125 mm dengan diameter kipas 120 mm. Alat pengasapan ini dilengkapi dengan sensor suhu dan kelembaban. Alat pengasapan dingin mauting membutuhkan daya 20,7 kW dan tegangan 230 V.


(70)

Gambar 1. Model alat pengasapan dingin modern (Mauting, 2010)

2.5 Mikrokontroler ATMega 8535

Mikrokontroler adalah rangkaian elektronik yang terintegrasi untuk membuat sebuah alat pengontrol. Biasanya terdiri dari CPU (Central Processing Unit), RAM (Random Access Memory), ROM (Read Only Memory), I/O

(Input/Output) port, dan timers. Mikrokontroler ATMega 8535 merupakan jenis mikrokontroler yang diproduksi oleh Atmel. Mikrokontroler ini memiliki

arsitektur RISC 8 bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode 16-bit (16-bits word) dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus clock.

Menurut Wardhana (2006) keunggulan pemakaian ATMega 8535

disebabkan karena memiliki fasilitas yang lengkap. Konfigurasi pin yang ada pada ATMega 8535 sebagai berikut:

1. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan dari catu daya 2. GND adalah pin ground


(71)

3. Port A (PA0..PA7) adalah pin I/O dua arah dan sebagai masukan pin ADC.

4. Port B (PB0..PB7) adalah pin I/O dua arah dan sebagai pin dengan fungsi khusus yaitu timer/counter, komparator analog, dan SPI. 5. Port C (PC0..PC7) adalah pin I/O dua arah dan pin dengan fungsi

khusus berupa TWI, komparator analog, dan timer osilator. 6. Port D (PD0..PD7) adalah pin I/Odua arah dan pin dengan fungsi

khusus berupa komparator analog, interupsi eksternal, dan komunikasi serial.

7. RESET merupakan pin yang berguna untuk menset ulang mikrokontroler.

8. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal. 9. AVCC merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.

10. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC.

2.6 Sensor

Sensor merupakan suatu alat yang menangkap perubahan fisik maupun kimia dan merubahnya menjadi sinyal yang bisa diukur dan dicatat. Proses yang terjadi dalam unit sensor adalah pendeteksian terhadap besaran masukan dan melakukan pengubahan sinyal secara mekanis atau umumnya secara listrik (Sarwono, et.al, 1992). Berdasarkan rangkaian pengkondisi sinyal, sensor dapat dibagi menjadi dua, yaitu pasif dan aktif. Sensor aktif memerlukan pemicu

eksternal yang berupa rangkaian penyangga sensor, sehingga selalu ada arus yang melewati sensor. Contoh sensor aktif adalah termistor, RTD (Resistance


(72)

Temperature Detector), dan strain gages. Sensor pasif menghasilkan sinyal keluaran sendiri tanpa memerlukan rangkaian dan arus tambahan. Contohnya

thermocouple yang menghasilkan tegangan thermoelectric dan fotodioda yang menghasilkan photocurrent (Withamana, 2009).

2.6.1 Sensor Suhu

Sensor suhu merupakan sensor yang mendeteksi rangsangan suhu dan merubahnya menjadi sinyal listrik. Ada enam gejala fisik benda yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengukuran suhu, yaitu: pemuaian zat cair, padat, ataupun gas; perubahan tahanan listrik; perubahan dalam gaya gerak listrik; pancaran gelombang elektromagnetik dari permukaan suatu benda; perubahan frekuensi dari permukaan suatu benda; perubahan frekuensi dari permukaan suatu benda dan kecepatan reaksi kimia (Griffiths, 1976). Sensor suhu merupakan alat yang berfungsi untuk mengindera perubahan suhu lingkungan suatu zat tertentu (padat, cair, gas). Sensor suhu yang baik adalah sensor yang memiliki respon yang peka terhadap perubahan suhu sekecil mungkin.

Sensor suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah sensor suhu digital jenis DS1820 (Gambar 2). Sensor suhu ini mampu mendeteksi suhu dengan kisaran -55 - 125 oC. Tingkat akurasi sensor suhu ini adalah ± 0.5 oC pada kisaran -10 - 85 oC. Kecepatan pembacaan data maksimal 750 ms (DS1820, 2010).


(73)

Gambar 2. Konfigurasi Pin DS1820 (DS1820, 2010)

2.6.2 Sensor Asap

Sensor asap TGS2600 mampu beroperasi pada suhu -10 - 55 oC dengan daya maksimum 535 mW (Datasheet TGS2600). Sensor TGS2600 menggunakan semikonduktor oksida logam yang terbentuk pada substrat aluminium sebagai chip sensor yang digabungkan dengan pemanas. Konduktivitas dari sensor ini akan meningkat sesuai dengan konsentrasi gas yang ada di udara. Sensor TGS2600 memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap konsentrasi gas hidrogen dan karbon monoksida dengan level beberapa ppm. Berikut adalah grafik hubungan antara konsentrasi gas dengan perbandingan resistansi antara udara mengandung gas tertentu dengan udara segar (Gambar 3).

Struktur dan dimensi TGS2600 dapat dilihat pada Gambar 4. Sensor TGS2600 memiliki dua masukan tegangan; tegangan untuk pemanas VH dan

tegangan untuk sirkuit Vc. Tegangan untuk pemanas diperlukan untuk menjaga agar sensor dapat merekam data secara optimal. Konsumsi daya pada sensor TGS2600 akan mencapai titik tertinggi jika nilai resistansi sensor sama dengan nilai resistansi referensi (TGS2600, 2010).


(74)

Gambar 3. Karakteristik Sensitivitas TGS2600 (TGS2600, 2010)


(75)

3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Oktober 2010. Kegiatan penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan dan uji coba alat. Pembuatan dan uji coba alat dilakukan di Bengkel Workshop Akustik dan

Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar alat yang digunakan

No Alat Fungsi

1 Tang Potong Memotong kabel

2 Komputer intel Pentium dual core E5400 2.7 GHz

Merancang perangkat keras dan merekam data

3 Solder Menyolder antar komponen

4 Multimeter Digital Mengukur voltase, hambatan, dan koneksi komponen

5 Klinik Robot AVR USB ISP Memprogram ATMega 8535 6 Microsoft Excel 2007 Mengolah data

7 Gerinda Listrik Memotong aluminium

8 Pisau akrilik Memotong akrilik


(76)

10 Bor listrik kecil Melubangi PCB

11 Eagle 5.7.0 Membuat skematik rangkaian

12 Codevision AVR Membuat firmware

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan yang digunakan

No Bahan Tipe/Nilai Jumlah

1 Mikrokontroler ATMega 8535 1 buah

2 LCD 16 x 2 1 buah

3 Sensor suhu DS1820 3 buah

4 Sensor asap Figaro TGS2600 3 buah

5 Resistor 1 kΩ, 10 kΩ 6 buah

6 PCB bolong 2 buah

7 Batok kelapa Karung besar 10 karung

8 Arang kelapa Karung besar 1 karung

9 Minyak tanah Liter 1.5 Liter

10 Korek api 2 buah

11 Ikan tongkol 3 Kg

12 Kayu rambutan Karung besar 1 karung

13 Aluminium Batang 5 batang

14 Lembar aluminium 10 lembar

15 Seng 5x2 m


(77)

3.3 Rancangan dan Dimensi Alat

Rancangan dan dimensi alat dari alat pengasapan dingin dibagi menjadi dua bagian, yaitu rancangan alat dan rancangan elektronika. Rancangan alat mencakup tempat pembakaran dan ruang pengasapan. Rancangan elektronika mencakup pembuatan rangkaian untuk mengukur suhu dan konsentrasi asap pada ruang pengasapan.

3.3.1 Rancangan Umum Alat Pengukur Suhu dan Konsentrasi Asap

Perangkat keras pengukur suhu dan konsentrasi asap secara umum dibagi menjadi 6 bagian, yaitu: (1) Sirkuit dasar mikrokontroler, (2) Catu daya 9 V, (3) Rancangan rangkaian dasar DS1820, (4) Rancangan rangkaian dasar TGS2600, (5) Rancangan rangkaian LCD. Secara umum skema perangkat keras ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema perancangan perangkat keras pengukur suhu dan konsentrasi asap

Sensor Suhu DS1820 Mikrokontroler

LCD

Catu Daya

Sensor Asap TGS2600


(78)

Diagram sistem alat terdiri dari catu daya yang berfungsi memberikan tegangan kepada mikrokontroler. Mikrokontroler dapat mengeluarkan tegangan 5 V pada pin Vcc. Tegangan ini berfungsi untuk memberi tegangan kepada sensor suhu dan asap. Sensor suhu dan asap berfungsi untuk mengukur suhu dan

konsentrasi asap pada setiap rak ikan. Setelah data suhu dan konsentrasi asap didapat, maka data akan dikirim ke mikrokontroler ATMega 8535.

Mikrokontroler selanjutnya akan memproses data, setelah itu data dikirim ke LCD dan komputer untuk menampilkan data suhu dan konsentrasi asap (Lampiran 6).

3.3.2 Rancangan Sirkuit Dasar Mikrokontroler

Mikrokontroler ATMega 8535 memiliki sirkuit dasar yang telah ditetapkan oleh produsen yaitu Atmel. Pada mikrokontroler ATMega 8535 terdapat empat port (port A, port B, port C, dan port D). Sensor asap diletakkan pada port A karena keluarannya masih analog (Gambar 6). Port A mikrokontroler ATMega 8535 adalah pin I/O dua arah dan sebagai masukan pin ADC.


(79)

Gambar 6. Rangkaian dasar mikrokontroler (Innovative electronics, 2010)

Mikrokontroler ATMega 8535 menggunakan komponen tambahan seperti regulator, XTAL, induktor, kapasitor, LED, dan reset. ATMega 8535 memerlukan

clock eksternal agar bekerja lebih cepat dalam memproses instruksi yang diperintahkan. Sumber clock berupa XTAL 4MHz dengan kapasitor 22 pF.

3.3.3 Rancangan catu daya

Catu daya merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu

rangkaian karena sebagai sumber tegangan. Rangkaian catu daya terdiri dari trafo, dioda bridge, elko, regulator 7809, dan kapasitor (Gambar 7). Fungsi dari trafo ini adalah merubah tegangan bolak-balik sebesar 220 V menjadi tegangan searah


(80)

sebesar 9 V. Mikrokontroler ATMega 8535 membutuhkan tegangan 9 V agar berfungsi optimal.

Gambar 7. Rancangan catu daya

Penggunaan regulator 7809 pada trafo adalah untuk menurunkan tegangan dari 12 V menjadi 9 V, regulator hanya meneruskan tegangan yang sesuai dengan spesifikasi yang tercantum di regulator itu sendiri. Tegangan ini bernilai positif, sedangkan dioda digunakan untuk menyearahkan arus.

3.3.4 Rancangan Sirkuit Dasar DS1820

Sensor DS1820 merupakan sensor digital yang dapat digunakan untuk mengukur suhu di setiap rak ikan. Sensor ini memiliki tiga kaki yaitu GND, Vcc, dan out. Agar nilai dari sensor stabil, maka pada rangkaian (Gambar 8)

ditambahkan resistor sebagai pull up sebesar 1 kΩ. Sensor memiliki satu keluaran dimana nilainya akan berubah sesuai suhu yang dideteksi. Keluaran dari sensor ini sudah dalam bentuk digital sehingga tidak harus dikonversi lagi.


(81)

Keluaran dari sensor DS1820 akan dihubungkan dengan Port C.1 pada mikrokontroler. Sensor DS1820 yang akan digunakan berjumlah tiga buah yang dirangkai secara paralel.

3.3.5 Rancangan Sirkuit Dasar TGS2600

Sensor TGS2600 merupakan sensor asap produksi Figaro yang dapat mendeteksi gas Karbon monoksida dan Hidrogen. Gas Karbon monoksida dan Hidrogen dapat merubah konduktivitas dari sensor. Perubahan konduktivitas ini akan mempengaruhi tegangan sensor tersebut. Tegangan merupakan besaran analog sehingga dibutuhkan ADC untuk merubah menjadi nilai digital. ADC pada mikrokontroler ATMega 8535 hanya terdapat pada port A, sehingga keluaran dari sensor akan dihubungkan dengan port A.

Gambar 8 menunjukkan rangkaian dasar TGS2600. TGS2600 memiliki empat kaki yaitu dua untuk heater, satu untuk Vcc, dan satu untuk tegangan keluaran. Tegangan dan ground untuk heater digabung dengan tegangan dan

ground untuk sensor.


(82)

3.4 Diagram Alir Kerja Alat Pengasapan Ikan

Alat pengasapan ikan dibuat secara tertutup untuk mencegah udara luar masuk dan melindungi ikan dari cuaca. Tempat pembakaran dengan ruang asap dibuat terpisah sejauh 206 cm (Lampiran 1), dengan ukuran lubang 20 x 20 x 20 cm. Ruang asap berukuran 150 x 80 x 100 cm (Lampiran 2). Berikut adalah gambar alat pengasapan ikan secara tiga dimensi (Gambar 10).

Gambar 10. Alat Pengasapan Ikan tiga Dimensi

Tempat bahan bakar dibuat menjauh dari ruang asap agar suhu yang sampai ke dalam ruang asap tidak melebihi 50 oC karena pada pengasapan dingin suhu yang digunakan berkisar 30 - 50 oC. Untuk pengecekan suhu dan kadar asap, pada masing-masing rak diletakkan sensor suhu dan asap yang terhubung ke mikrokontroler. Hasil pembacaan sensor selanjutnya akan ditampilkan lewat LCD dan komputer. Dari hasil pembacaan komputer diharapkan dapat diketahui


(1)

Sarwono, S dan Subrata. 1992. Petunjuk Penggunaan Piranti Ukur Elektronik untuk Industri Pangan. Bogor : PAU-IPB.

Soekarto, S T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2725.1:2009. Ikan Asap-Bagian 1: Spesifikasi. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

TGS2600. 2010. TGS2600. http://www.figaro.co.jp/en/data /pdf /20091110164549_63.pdf. [5 November 2010]

Wardhana, L. 2006. Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR seri ATMega 8535. Yogyakarta: C.V. Andi Offset.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Withamana, A. 2009. Rancang bangun perekam data kelembaban relatif dan suhu udara berbasis mikrokontroler. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan)


(2)

(3)

Lampiran 1. Alat pengasapan ikan keseluruhan


(4)

Lampiran 3. Bahan bakar


(5)

Lampiran 5. Rangkaian mikrokontroler


(6)

ALDO FANSURI. Rancang Bangun Alat Pengasapan Dingin Berbasis Mikrokontroler. Dibimbing oleh INDRA JAYA.

Pengasapan ikan sampai saat ini masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dari industri pengolahan ikan di Indonesia dan terbatas untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dan konsumsi nelayan itu sendiri padahal pengembangan produk ikan asap mempunyai prospek yang cukup luas dan bagus di masa mendatang. Oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk ikan asap di Indonesia. Selama ini, pengasapan ikan di Indonesia sebagian besar dilakukan dengan alat yang masih sederhana, sehingga kurang efektif karena panas dan asap yang dikeluarkan lebih banyak terbuang daripada yang terpusat ke ikan.

Penelitian ini dilakukan untuk merancang alat pengasapan dingin yang efektif dalam hasil dan efisien dalam segi waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah membuat alat pengasapan dan menganalisis hasilnya melalui uji organoleptik dan kadar air.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah hasil uji coba lapang dan laboratorium. Hasil uji coba lapang mencakup pengukuran konsentrasi asap dan suhu pada setiap rak di dalam ruang pengasapan. Konsentrasi asap diukur berdasarkan tegangan pada sensor asap TGS2600. Hasil pengukuran konsentrasi asap pada ruang pengasapan cukup stabil pada masing-masing rak dengan kisaran 4,10 - 4,34 V. Suhu diukur menggunakan sensor DS1820. Hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa suhu di ruang pengasapan stabil pada masing-masing rak dengan kisaran 31,57 - 39,30 oC yang masih berada dalam kisaran pengasapan dingin yaitu 30 - 50 oC.

Hasil uji laboratorium mencakup uji organoleptik dan uji kadar air. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis tetap selama 7 hari berturut-turut. Nilai hasil uji organoleptik dibandingkan dengan nilai SNI ikan asap yaitu ≥ 7. Rasa dan kenampakan ikan asap memiliki kisaran nilai 7 - 8 pada hari 1 sampai hari ke-3. Bau ikan asap memiliki kisaran 7 - 9 dari hari ke-1 hingga hari ke-7. Tekstur ikan asap berkisar 7 - 9 pada hari ke-1 hingga hari ke-5. Jamur dan lendir memiliki nilai 9 pada hari ke-1 hingga hari ke-7. Kadar air pada ikan asap yang dihasilkan telah memenuhi SNI yaitu kurang dari 60 %. Kadar air ikan asap berkisar 51,20 - 52,62 %.