massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan Ditjen POM, 1995.
Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di dalamnya, sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan tablet
yaitu bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi rasa dan bahan tambahan lainnya Ansel, 1989.
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral Ansel, 1989.
2.2.1 Syarat-Syarat Tablet
Syarat-syarat tablet adalah sebagai berikut: 1.
Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif
merupakan bagian terbesar
dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup
dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope
mensyaratkan tablet bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 bobot sediaan, harus
memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet Syamsuni, 2007.
2. Uji kekerasan
Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka
kekerasan tablet meningkat sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga menentukan kekerasan tablet.
Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan.
Alat yang digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat yang diperlukan untuk memecahkan
tablet Lachman, 1994. 3.
Uji keregasan Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur
keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet digunakan alat Roche
friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan ke dalam alat,
lalu alat dioperasikan selama empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih
berat dihitung sebagai keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8 Ansel, 1989.
4.
Waktu hancur Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali
tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang ditetapkan pada
masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Pada pengujian
waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang berasal
dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak
bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut Syamsuni, 2007.
5. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk
mengetahui banyaknya zat aktif yang terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat tergantung pada
pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan frekuensi pemberian obat Syamsuni, 2007.
6. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang
tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat
maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi Syamsuni, 2007.
2.3 Batuk
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh dalam menghadapi penyakit atau gangguan pada saluran pernafasan. Batuk dapat disebabkan oleh
rangsangan, radang, atau ganguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh lendir Sartono, 1993.
Batuk terjadi secara reflektoris karena rangsangan pada reseptor batuk yang dialirkan melalui serabut aferen serabut sensorik ke pusat batuk dan
kemudian diteruskan ke serabut eferen serabut motorik. Batuk terdapat baik pada orang sakit maupun pada orang sehat dan sering merupakan gejala berbagai
keadaan patologis yang ringan sampai berat Munaf, 1994. Menurut Munaf 1994, terdapat dua jenis batuk, antara lain:
a. Batuk produktif atau batuk yang bermanfaat, yaitu batuk yang
menghasilkan pengeluaran sekretdahak. b.
Batuk tidak produktif atau batuk kering dan disebut juga batuk tidak bermanfaat karena batuk tidak menghasilkan apa-apa.
Obat batuk merupakan salah satu cara penanganan batuk di samping cara lainnya seperti minum banyak cairan. Obat-obat ini berfungsi meredakan gejala
penyakit saja Widodo, 2004.
Menurut Anief 2007, obat yang digunakan untuk mengobati penyakit batuk dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:
1. Ekspektoransia, yaitu mempertinggi sekresi dari saluran pernapasan dan
atau mencairkan riak sehingga mudah dikeluarkan. 2.
Zat–zat pereda batuk antitusif, yaitu zat–zat ini mengerem rangsangan batuk, dan titik tangkapnya dapat sentral, dapat perifer.
2.4 Ekspektoran
Menurut Sartono 1993, Ekspektoran adalah obat yang bekerja dengan cara meningkatkan jumlah cairan sehingga lendir menjadi encer, dan juga
merangsang pengeluaran lendir dari saluran pernafasan. Pengertian yang hampir sama diberikan oleh Setiabudy 2007, yaitu
ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas ekspektorasi. Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris.
Belum ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa
lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N. Vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran
dahak.
2.5 Gliseril Guaiakolat
Menurut Ditjen POM 1995, sifat fisika dan kimia gliseril guaiakolat adalah sebagai berikut:
3-o-Metoksifenoksi-1,2-propanadiol [93-14-1]
Sinonim : Guaifenesin
Rumus molekul : C
10
H
14
O
4
Berat molekul : 198,22
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai agak kelabu; bau khas lemah;
rasa pahit Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform, dan
dalam propilen glikol; agak sukar larut dalam gliserin.
2.5.1 Indikasi
Gliseril guaiakolat termasuk jenis obat batuk basah. Obat batuk ini digunakan untuk batuk yang memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan
dan terasa ringan dan tidak begitu sering intensitas batuknya. Khasiat obat ini adalah mengeluarkan lendir batuk agar jalan napas terbebas dari zat asing
Widodo, 2004. OCH
3
OH OCH
2
CHCH
2
OH