Prespektif Hukum Pidana Adat
2) Prespektif Hukum Pidana Adat
Dalam penelitian selain mengkaji melalui prespektif hukum pidana, penulis juga mengkaji apakah permainan Dadu Gurak Dalam penelitian selain mengkaji melalui prespektif hukum pidana, penulis juga mengkaji apakah permainan Dadu Gurak
Seperti telah dijelaskan pada sub bab Hukum Pidana Adat, bahwa hukum pidana adat ialah hukum yang menunjukan peristiwa dan perbuatan yang harus diselesaikan (dihukum) dikarenakan peristiwa itu telah menganggu keseimbangan masyarakat. Untuk mengetahui perbuatan merupakan delik menurut hukum pidana adat atau bukan harus dijelaskan melalui
2 (dua) katerogi terajadinya delik adat yaitu apakah adanya tata tertib yang dilanggar dan apakah ada kesimbangan masyarakat terganggu.
Dari kedua ketergori terjadinya delik adat tersebut, kemudian penulis akan menjelaskan apakah permainan Dadu Gurak ini termasuk delik dalam Hukum Pidana Adat dengan mengaitkan informasi yang telah diperoleh dari beberapa narasumber. Sesuai hasil wawancara, permainan Dadu Gurak yang mengandung unsur perjudian didalam ritual Kaleker Diau ialah bukan merupakan suatu bagian yang sebenarnya didalam ritual Kaleker Diau yang sesuai dengan tata cara pelaksanaan Upacara Adat Wara dan bahkan didalam ketentuan adat pun tidak ada mengatur tentang permainan Dadu Gurak didalam Ritual Kaleker Diau. Permainan Dadu Gurak hanyalah merupakan manipulasi yang dilakukan oleh masyarakat penganut agama HinduKaharingan di Barito Selatan yang
melaksanakan Upacara Adat Wara dan hal tersebut tidak sesuai dengan hukum adat leluhur yang berlaku karena pada dasarnya dalam ritual Kaleker Diau permainan yang dilakukan ialah Dadu Gasing yang dalam permainannya tidak mempertaruhkan sejumlah uang atau permainan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan bukan Dadu Gurak dengan mempertaruhkan sejumlah uang yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Terkait dengan anggapan bahwa apabila tidak dilaksanakannya permainan Dadu Gurak didalam Ritual Kaleker Diau ini masyarakat penganut agama HinduKaharingan menganggap bahwa syarat dari upacara ini tidak terpenuhi dan mempercayai akan adanya musibah apabila tidak terpenuhi salah satu syarat dari Upacara Adat Wara ini. Namun berdasarkan hasil wawancara bersama Damang Kepala Adat Dayak seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, dalam pelaksanaan Upacara Adat Wara yang dilakukan diluar daerah Barito Selatan tidak melaksanakan permainan Dadu Gurak didalam Ritual Kaleker Diau melainkan melaksanakan permainan Dadu Gasing karena permainan tersebut merupakan bagian yang sesungguhnya dari Ritual Kaleker Diau. Dan dengan tidak dilaksanakannya permainan Dadu Gurak tersebut tidak ada akibat apapun yang terjadi kepada pihak pelaksana upacara adat tersebut maupun kepada melaksanakan Upacara Adat Wara dan hal tersebut tidak sesuai dengan hukum adat leluhur yang berlaku karena pada dasarnya dalam ritual Kaleker Diau permainan yang dilakukan ialah Dadu Gasing yang dalam permainannya tidak mempertaruhkan sejumlah uang atau permainan yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan bukan Dadu Gurak dengan mempertaruhkan sejumlah uang yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Terkait dengan anggapan bahwa apabila tidak dilaksanakannya permainan Dadu Gurak didalam Ritual Kaleker Diau ini masyarakat penganut agama HinduKaharingan menganggap bahwa syarat dari upacara ini tidak terpenuhi dan mempercayai akan adanya musibah apabila tidak terpenuhi salah satu syarat dari Upacara Adat Wara ini. Namun berdasarkan hasil wawancara bersama Damang Kepala Adat Dayak seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, dalam pelaksanaan Upacara Adat Wara yang dilakukan diluar daerah Barito Selatan tidak melaksanakan permainan Dadu Gurak didalam Ritual Kaleker Diau melainkan melaksanakan permainan Dadu Gasing karena permainan tersebut merupakan bagian yang sesungguhnya dari Ritual Kaleker Diau. Dan dengan tidak dilaksanakannya permainan Dadu Gurak tersebut tidak ada akibat apapun yang terjadi kepada pihak pelaksana upacara adat tersebut maupun kepada
Pada dasarnya seperti yang sudah dijelaskan bahwa permainan Dadu Gurak bukanlah merupakan suatu ritual asli dari Ritual Kaleker Diau dalam Upacara Adat Wara dan seperti yang diketahui bahwa ritual aslinya ialah berupa permainan Dadu Gasing. Dengan demikian maka sebenarnya ada suatu tata tertib adat yang telah dilanggar didalam upacara adat tersebut karena sudah tidak sesuai denga tata tertib ritual upacara adat yang sebenarnya. Apabila dilihat dari kategori adanya tata tertib yang dilanggar dalam permainan Dadu Gurak ini maka telah ada tata tertib adat yang dilanggar karena permainan Dadu Gurak ini tidak sesuai dengan tata cara Upacara Adat Wara.
Namun disisi lain, ketika dikaitkan dengan kategori terjadinya delik adat karena ada kesimbangan masyarakat terganggu, ternyata dengan tetap dilaksanakannya permainan Dadu Gurak dalam acara adat ini dianggap tidak mengganggu keseimbangan masyarakat.
Seperti yang pahami telah dijelaskan sebelumnya bahwa ketegori terjadinya delik adat ialah karena adanya tata tertib adat yang dilanggar dan keseimbangan masyarakat terganggu, seketika kedua kategori tersebut terpenuhi maka suatu perbuatan merupakan suatu delik adat. Namun dalam penelitian ini hanya salah satu kategori terjadinya delik adat yang terpenuhi dalam Seperti yang pahami telah dijelaskan sebelumnya bahwa ketegori terjadinya delik adat ialah karena adanya tata tertib adat yang dilanggar dan keseimbangan masyarakat terganggu, seketika kedua kategori tersebut terpenuhi maka suatu perbuatan merupakan suatu delik adat. Namun dalam penelitian ini hanya salah satu kategori terjadinya delik adat yang terpenuhi dalam
Dengan demikian penulis berpendapat bahwa walaupun pada dasarnya ada tata tertib adat yang dilanggar namun didalam masyarakat penganut Agama HinduKaharingan tidak adanya keseimbangan masyarakat yang terganggu dari tetap dilaksankannya permainan Dadu Gurak ini maka permainan Dadu Gurak ini bukanlah merupakan suatu delik adat.
b. Analisis Tidak Diterapkan Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dalam Permainan Dadu Gurak
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, bahwa permainan Dadu Gurak merupakan suatu tindak pidana perjudian karena telah sesuai rumusan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian. Namun pada realitanya permasalahan yang terjadi ialah didalam permainan Dadu Gurak tersebut tidak diberlakukan atau diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan
Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian tersebut.
Untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan permasalahan yang terjadi didalam penerapan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian yang tidak diterapkan didalam permainan Dadu Gurak oleh Pihak Kepolisian, penulis kemudian mengaitkan dengan teori penegakan hukum.
Dalam sub bab penegakan hukum sebelumnya telah dijelaskan bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma – norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat demi terwujudnya 3 (tiga) nilai identitas hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Penegakan hukum ditinjau dari 2 (dua) sudut yaitu subjeknya dan objeknya. Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan kepada penegakan hukum ditinjau dari subjeknya.
Penegakan hukum ditinjau dari sudut subjeknya dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas bahwa proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum didalam setiap hubungan hukum, siapa yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit penegakan hukum Penegakan hukum ditinjau dari sudut subjeknya dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas bahwa proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum didalam setiap hubungan hukum, siapa yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit penegakan hukum
Dari pemaparan diatas kemudian dikaitkan dengan alasan pihak kepolisian tidak menerapkan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak, karena pihak pelaksana Upacara Adat Wara tesebut merasa keberatan dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak kepolisian untuk bertanggungjawab atas musibah yang diperoleh apabila permainan Dadu Gurak maka alasan tersebut tidak sesuai dengan teori penegakan hukum ditinjau dari sudut subjeknya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa permainan Dadu Gurak adalah merupakan tindak pidana menurut Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian namun tetap saja dilaksanakan dalam Upacara Adat Wara. Hal tersebut tidak sejalan aturan normatif yang berlaku sehingga dengan tidak diterapkanya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian oleh pihak Kepolisian maka tidak sejalan dengan upaya aparatur penegakan hukum untuk menjamin dan Dari pemaparan diatas kemudian dikaitkan dengan alasan pihak kepolisian tidak menerapkan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak, karena pihak pelaksana Upacara Adat Wara tesebut merasa keberatan dan meminta pertanggungjawaban kepada pihak kepolisian untuk bertanggungjawab atas musibah yang diperoleh apabila permainan Dadu Gurak maka alasan tersebut tidak sesuai dengan teori penegakan hukum ditinjau dari sudut subjeknya. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa permainan Dadu Gurak adalah merupakan tindak pidana menurut Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian namun tetap saja dilaksanakan dalam Upacara Adat Wara. Hal tersebut tidak sejalan aturan normatif yang berlaku sehingga dengan tidak diterapkanya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian oleh pihak Kepolisian maka tidak sejalan dengan upaya aparatur penegakan hukum untuk menjamin dan
Kemudian terkait dengan tujuan penegakan hukum untuk terwujudnya identitas hukum yang salah satunya ialah Kepastian Hukum, namun dengan tidak diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian pada permainan Dadu Gurak maka tidak adanya kepastian hukum yang sesuai dengan norma hukum positif yang berlaku didalam masyarakat khususnya masyarakat penganut AgamaHindu Kaharingan. Dan dengan tidak adanya kepastian hukum tersebut maka permainan Dadu Gurak ini akan terus berlanjut dan tidak sesuai dengan hukum positif yang berlaku.
Von Savigny pun berpendapat bahwa hukum positif muncul berasal dari masyarakat itu sendiri yang terbentuk dan sesuai dengan perjalanan dan perkembangan masyarakat. Hukum yang muncul dalam masyarakat tentunya memiliki tugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat dan merupakan suatu perlindungan kepada yustisiabel yang dalam hal ini terkait dengan moral dari yustisiable itu sendiri terhadap suatu tindakan yang dilakukan masyarakat. Hukum tanpa adanya nilai kepastian hukum maka akan kehilangan makna dari Von Savigny pun berpendapat bahwa hukum positif muncul berasal dari masyarakat itu sendiri yang terbentuk dan sesuai dengan perjalanan dan perkembangan masyarakat. Hukum yang muncul dalam masyarakat tentunya memiliki tugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat dan merupakan suatu perlindungan kepada yustisiabel yang dalam hal ini terkait dengan moral dari yustisiable itu sendiri terhadap suatu tindakan yang dilakukan masyarakat. Hukum tanpa adanya nilai kepastian hukum maka akan kehilangan makna dari
Terkait dengan tidak diberlakukan atau diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian tersebut penulis pun mengkaitkan permasalahan yang menjadi penelitian penulis ini, dengan faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Seperti yang dipahami menurut Soerjono Soekanto, terdapat 5 (lima) faktor yang menpengaruhi penegakan hukum dan penulis akan mengkaitkan permasalahan yang terjadi dengan masing – masing faktor sebagai berikut:
1) Faktor Hukum Seperti yang telah dipahami bahwa Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian ialah merupakan suatu aturan normatif yang memberikan kepastian hukum terhadap pola perilaku masyarakat yang bertujuan untuk kedamaian. Ada kalanya dalam penyelengaraan hukum dilapangan, terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Karena keadilan bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan normatif.
Sehingga ada kalanya penerapan suatu kepastian hukum mengakibatkan ketidakadilan. Namun berbeda dengan permasalahan yang terjadi didalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, dalam penelitian ini yang terjadi ialah dengan tidak diterapkannya suatu aturan normatif yang memberikan kepastian hukum maka mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang terjadi ialah apabila suatu perbuatan masyarakat yang mengandung unsur perjudian dilakukan diluar dari rangkaian ritual dalam Upacara Adat Wara maka Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian diterapkan terhadap suatu perbuatan tersebut sedangkan apabila suatu perbuatan yang mengandung unsur perjudian dalam penelitian ini ialah permainan Dadu Gurak dilakukan karena dianggap sebagai rangkaian ritual dalam Upacara Adat Wara maka Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian tidak diterapkan. Hal tersebut yang kemudian memunculkan ketidakdilan hukum yang terjadi padahal seperti yang diketahui bahwa permainan Dadu Gurak bukan merupakan Sehingga ada kalanya penerapan suatu kepastian hukum mengakibatkan ketidakadilan. Namun berbeda dengan permasalahan yang terjadi didalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, dalam penelitian ini yang terjadi ialah dengan tidak diterapkannya suatu aturan normatif yang memberikan kepastian hukum maka mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang terjadi ialah apabila suatu perbuatan masyarakat yang mengandung unsur perjudian dilakukan diluar dari rangkaian ritual dalam Upacara Adat Wara maka Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian diterapkan terhadap suatu perbuatan tersebut sedangkan apabila suatu perbuatan yang mengandung unsur perjudian dalam penelitian ini ialah permainan Dadu Gurak dilakukan karena dianggap sebagai rangkaian ritual dalam Upacara Adat Wara maka Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian tidak diterapkan. Hal tersebut yang kemudian memunculkan ketidakdilan hukum yang terjadi padahal seperti yang diketahui bahwa permainan Dadu Gurak bukan merupakan
2) Faktor Penegak Hukum Mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum atau aparatur penegak hukum ialah merupakan satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tidak diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian oleh aparatur penegak hukum dalam hal ini ialah pihak Kepolisian dengan alasan bahwa apabila pihaknya menerapkan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak ini dan permainan tersebut tidak dilaksanakan maka syarat dari upacara adat tersebut tidak terpenuhi akan ada akibat yang harus ditanggung dan
dalam hal ini pihak pelaksana upacara adat tersebut meminta kepada pihak kepolisian tersebut untuk menanggung akibat yang terjadi. Hal tersebut yang menjadi ketakutan tersendiri oleh pihak Kepolisian sehingga pihak Kepolisian memutuskan untuk tidak menerapkan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian terhadap permainan Dadu Gurak. Dengan demikian terlihat bahwa mentalitas dari seorang penegak hukum khususnya Kepolisian masih lemah karena pihaknya terlebih dahulu takut terhadap suatu peristiwa atau akibat yang selama ini belum pernah terbukti secara nyata.
3) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung Saran atau fasilitas yang mendukung penegak hukum ialah mencakup perangkat lunak maupun dalam perangakat keras salah satu contohnya adalah pendidikan. Pendidikan yang cendrung kepada hal – hal praktis konvesional sehingga banyak polisi yang kurang terlalu memahami pemberlakuan dan penerapan suatu aturan normatif contohnya penerapan Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dalam permainan Dadu Gurak.
Dengan pendidikan yang cendrung praktis, maka dalam penegakan hukum pun pihak Kepolisian cendrung berpikir secara praktis, selama suatu perbuatan tidak menimbukan terganggunya keseimbangan masyarakat walaupun hal tersebut merupakan suatu tindak pidana menurut aturan normatif yang berlaku, aturan tersebut bisa saja tidak diterapkan;
4) Faktor Masayarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. adanya kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indiktor berfungsinya hukum yang bersangkutan. Dalam hal ini masyarakat menganggap bahwa permainan Dadu Gurak ialah merupakan bagian ritual Kaleker Diau dalam Upacara Adat Wara yang harus dilaksanakan. Dengan anggapan demikian maka permainan Dadu Gurak tetap dilaksanakan. Pada dasarnya pelaksanaan Dadu Gurak ini tidak menimbulkan terganggunya keseimbangan masyarakat karena permainan ini hanya berlangsung selama Upacara Adat Wara berlangsung. Walau pun permianan Dadu Gurak merupakan suatu tindakan yang telah memenuhi unsur delik perjudian tetapi masyarakat tidak ada yang merasa keseimbangannya terganggu sehingga tidak ada yang 4) Faktor Masayarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. adanya kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indiktor berfungsinya hukum yang bersangkutan. Dalam hal ini masyarakat menganggap bahwa permainan Dadu Gurak ialah merupakan bagian ritual Kaleker Diau dalam Upacara Adat Wara yang harus dilaksanakan. Dengan anggapan demikian maka permainan Dadu Gurak tetap dilaksanakan. Pada dasarnya pelaksanaan Dadu Gurak ini tidak menimbulkan terganggunya keseimbangan masyarakat karena permainan ini hanya berlangsung selama Upacara Adat Wara berlangsung. Walau pun permianan Dadu Gurak merupakan suatu tindakan yang telah memenuhi unsur delik perjudian tetapi masyarakat tidak ada yang merasa keseimbangannya terganggu sehingga tidak ada yang
5) Faktor Kebudayaan Menurut Soerjono Soekanto, kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebudayaan juga suatu garis pokok tentang perilaku yang menetapkan peraturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya dilarang. Seperti yang pahami bahwa adat merupakan suatu wujud dari kebudayaan, dalam hal ini masyarakat menganggap bahwa Dadu Gurak merupakan budaya yang harus dilakukan didalam Upacara Adat Wara karena apabila tidak dilakukan maka akan ada suatu akibat yang akan ditanggung.
Apabila penegakkan hukum terhadap para pelaku dalam permainan Dadu Gurak dikaitkan dengan keberlakuannya ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsi yang negatif, Polisi harus tetap melakukan penegakan hukum terhadap mereka yang terlibat dalam permainan Dadu Gurak tersebut. Persoalan apakah ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi yang negatif itu ada atau tidak, hal tersebut harus melalui proses pembukatian dalam sidang pengadialan. Jadi ada atau tidaknya sifat melawan hukum materil dalam fungsi yang negatif akan ditentukan oleh hakim dan bukan menjadi kewenangan oleh penyidik atau penuntut umum.
Maka dari penjelasan diatas terkait dengan alasan – alasan tidak diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor
7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian yang kemudian dikaitkan kepada beberapa teori, maka penulis berpendapat bahwa alasan – alasan tersebut tidak cukup kuat untuk tidak diterapkannya Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.