MEREKAM GERAKAN MATA SAAT MEMBACA

MEREKAM GERAKAN MATA SAAT MEMBACA

A. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan alat perekam elektro- okulograph (EOG).

B. DASAR TEORI Bola mata diikat dan digerakkan oleh enam otot mata ekstrinsik, yaitu otot lurus atas dan

otot lurus bawah, otot lurus samping dan otot lurus tengah, otot serong atas dan otot serong bawah. Dinding bola mata terdiri dari tiga lapis jaringan, yaitu sklera, koroid, dan retina. Sklera merupakan lapisan dinding bola mata yang paling luar, tersusun dari suatu jaringan fibrosa yang kuat. Koroid merupakan lapisan tengan dari dinding bola mata, lapisan berpigmen dan merupakan lapisan yang penuh dengan pembuluh darah. Dan retina merupakan lapisan paling dalam dari bola mata, yang tersusun atas (dari luar ke dalam) suatu lapisan berpigmen, lapisan fotoreseptor, lapisan bipolar, dan lapisan ganglion. Pengaturan otot pergerakan mata diatur oleh tiga pasang (enam otot mata ekstrinsik), yaitu:

1. Musculus rectus lateralis dan medialis yang berkontraksi timbal balik untuk menggerakkan mata dari sisi ke sisi.

2. Musculus rectus superior dan inferior yang berkontraksi menggerakkan mata ke atas dan ke bawah.

3. Musculus obligus superior dan inferior yang memutar bola mata dalam mempertahankan lapang penglihatan dan posisi berdiri. Mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam orbitnya untuk memperluas medan penglihatan. Gerakan mata tersebut sering disebut dengan gerakan mata berputar (sirkuler) namun dalam praktiknya gerakan mata tersebut dibagi dalam gerakan mata secara horisontal dan vertikal. Dalam keadaan normal, kedua bola mata (kanan dan kiri) selalu bergerak searah atau disebut gerakan mata konjugatif. Oleh karena itu, untuk merekam gerakan bola mata cukup dilakukan perekaman satu bola mata saja. Penempatan elektrode perekam untuk merekam ferakan mata horisontal, pada kedua canthus temporal, sedangkan untuk gerakan vertikal di atas dan dibawah mata.

Gerakan bola mata dapat direkam karena bola mata merupakan suatu dipollistrik yang dapat bergerak. Hal ini disebabkan anatara kornea dan retina terdapat beda potensial yang tetap

(steady). Kornea bermuatan positif terhadap retina dan beda potensial ini akan tetap meskipun bola mata dikeluarkan (eksisi) dari kantung mata.

Gerakan mata yang paling penting adalah gerakan yang menyebabkan mata itu terfiksasi pada bagian yang luas pada dari lapangan pandangan. Gerakan fiksasi ini diatur oleh dua mekanisme saraf, pertama adalah pengaturan yang menyebabkan orang dapat menggerakan mata secara acak untuk menemukan objek dalam penglihatannya yang kemudian akan difiksasinya. Gerakan ini disebut mekanisme fiksasi volunteer. Kedua adalah mekanisme yang dapat menahan mata secara tetap pada obyek seketika setelah itu ditemukan oleh mata, keadaan ini disebut sebagai mekanisme fiksasi involunteer.

Dengan menempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada sumbu kornea- retina, maka potensial kornea-retina ini akan menimbulkan fluktuasi potensial yang sesuai dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena kornea atau retina, yang berbeda polaritas muatannya akan mendekati atau menjauhi kedua elektrode tersebut sesuai dengan gerakan bola mata. Fluktuasi potensial yang timbul pada kedua elektrode pengukur tersebut dapat direkam secara elektro-fisiologik. Hingga dapat dikatakan bahwa elektro-okulografi adalah merubah kualitas gerakan bola mata menjadi kuantitas beda potensial yang direkam pada koordinat cartesian.

Refleks merupakan fenomena stimulus-respon yang dapat terjadi tanpa disadari. Lengkung refleks (reflex arc) merupakan unit fungsional tersederhana dari fungsi sistem nervosum. Lengkung refleks terdiri atas beberapa komponen yaitu reseptor, neuron sensoris, neuron motoris, dan afektor (otot). Jenis dan macam reseptor saraf sebagai contoh yaitu pada kulit (panas, sentuhan, nyeri), pada persendian (pacini), pada tendo (badan Golgi), dan pada otot skelet (muscle spindle). Berdasarkan banyaknya sambungan neuron (sinapsis), maka dapat dibedakan menjadi refleks monosinaptik, disinaptik, dan polisinaptik.

C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan • Elektro-okulograph (EOG) • Elektroda perekam • Gel elektroda • Kapas • Alkohol

• Teks bacaan dalam bahasa Indonesia dan Inggris

2. Cara Kerja • Mengatur kepekaan rekam EOG 0,15 mV/cm.

• Mengatur kecepatan rekam 25 mm/detik. • Mengatur frekuensi rekam 0-30 Hz. • Membersihkan kulit kepala di bagian canthus lateralis dengan kapas yang telah ditetesi

alkohol. • Memasang elektrode perekan pada canthus lateralis nata kanan, mata kiri dan tengah dahi.

• Membaca bacaan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. • Menganalisis hasil rekaman gerakan mata saat membaca.

D. HASIL PRAKTIKUM

Durasi (detik/baris) No

Jumlah Fiksasi

1 Noviana Hapsari

2 Ana Arifatul U.

3 M. Hasbi Ash.

4 Opik Prasetyo

5 Anna Astuti

6 M. Reza Pahlevi

7 Fatharani Yurian W.

8 Kurnia Imalasari

9 Dita Imanasita W.

10 Agustina Budi I.

11 Marbelisa B.

12 Fatma Ismawati

13 Andi Joko P.

14 Citra Ayuliasari

15 Hening T.R.

16 Asri F.

17 Sari Trisnaningsih

18 Shintya Galuh N.S.

75 88 1.8 2.44 Rata-rata

19 Ayu Dien I.

E. PEMBAHASAN Praktikum ini bertujuan untuk merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan alat perekam elektro-okulograph (EOG). Alat dan bahan yang dibutuhkan antara E. PEMBAHASAN Praktikum ini bertujuan untuk merekam refleks gerakan mata saat membaca dengan menggunakan alat perekam elektro-okulograph (EOG). Alat dan bahan yang dibutuhkan antara

Prosedur kerja yang dilakukan antara lain mengatur kepekaan rekam EOG 0,15 mV/cm kemudian engatur kepekaan rekam EOG 0,15 mV/cm dan frekuensi rekam 0-30 Hz. embersihkan kulit kepala di bagian canthus lateralis dengan kapas yang telah ditetesi alkohol lalu memasang elektrode perekan pada canthus lateralis nata kanan, mata kiri dan tengah dahi. Membaca bacaan dalam bahasa Indonesia dan Inggris kemudian menganalisis hasil rekaman gerakan mata saat membaca.

Hasil yang diperoleh dari 19 orang yang melakukan kegiatan merekam gerak mata yaitu rata-rata jumlah fiksasi saat membaca teks berbahasa Indonesia yaitu 67 dan untuk teks berbahasa Inggris diperoleh rata-rata jumlah fiksasi yaitu 53. Kemudian dari penghitungan waktu/durasi saat membaca yaitu untuk teks berbahasa Indonesia rata-rata 2.1 detik per baris dan untuk teks berbahasa Inggris rata-rata 2.3 detik per baris. Dari data yang diperoleh dalam tabel, seseorang yang memiliki jumlah fiksasi yang kecil cenderung memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi serta waktu/durasi yang cepat saat membaca.

Mata sebagai indera penglihatan dapat bergerak ke segala arah dalam orbitnya untuk memperluas medan penglihatan. Gerakan mata tersebut sering disebut dengan gerakan mata berputar (sirkuler) namun dalam praktiknya gerakan mata tersebut dibagi dalam gerakan mata secara horisontal dan vertikal. Dalam keadaan normal, kedua bola mata (kanan dan kiri) selalu bergerak searah atau disebut gerakan mata konjugatif. Oleh karena itu, untuk merekam gerakan bola mata cukup dilakukan perekaman satu bola mata saja. Penempatan elektrode perekam untuk merekam ferakan mata horisontal, pada kedua canthus temporal, sedangkan untuk gerakan vertikal di atas dan dibawah mata.

Gerakan bola mata dapat direkam karena bola mata merupakan suatu dipollistrik yang dapat bergerak. Hal ini disebabkan anatara kornea dan retina terdapat beda potensial yang tetap (steady). Kornea bermuatan positif terhadap retina dan beda potensial ini akan tetap meskipun bola mata dikeluarkan (eksisi) dari kantung mata.

Dengan menempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada sumbu kornea- retina, maka potensial kornea-retina ini akan menimbulkan fluktuasi potensial yang sesuai dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena kornea atau retina, yang berbeda polaritas muatannya akan mendekati atau menjauhi kedua elektrode tersebut sesuai dengan gerakan bola mata. Fluktuasi potensial yang timbul pada kedua elektrode pengukur tersebut dapat direkam secara elektro-fisiologik. Hingga dapat dikatakan bahwa elektro-okulografi adalah merubah Dengan menempatkan dua elektroda pada garis yang tegak lurus pada sumbu kornea- retina, maka potensial kornea-retina ini akan menimbulkan fluktuasi potensial yang sesuai dengan gerakan bola mata. Disebabkan karena kornea atau retina, yang berbeda polaritas muatannya akan mendekati atau menjauhi kedua elektrode tersebut sesuai dengan gerakan bola mata. Fluktuasi potensial yang timbul pada kedua elektrode pengukur tersebut dapat direkam secara elektro-fisiologik. Hingga dapat dikatakan bahwa elektro-okulografi adalah merubah

F. KESIMPULAN

1. Rata-rata jumlah fiksasi saat membaca teks berbahasa Indonesia yaitu 67 dan untuk teks berbahasa Inggris diperoleh rata-rata jumlah fiksasi yaitu 53.

2. Waktu/durasi saat membaca yaitu untuk teks berbahasa Indonesia rata-rata 2.1 detik per baris dan untuk teks berbahasa Inggris rata-rata 2.3 detik per baris.

3. Lengkung refleks (reflex arc) merupakan unit fungsional tersederhana dari fungsi sistem nervosum. Lengkung refleks terdiri atas beberapa komponen yaitu reseptor, neuron sensoris, neuron motoris, dan afektor (otot).

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi Kelima Jilid Tiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA UNY.

MENGUKUR UDARA RESPIRASI

A. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui pengaruh ukuran tubuh terhadap laju respirasi hewan.

2. Mengetahui pengaruh luas permukaan tubuh terhadap laju respirasi hewan.

B. DASAR TEORI Setiap organisme multiseluler memiliki sistem respirasi yang berperan mendapatkan dan mensuplai kebutuhan oksigen untuk aktivitas seluler dan melepaskan karbondioksida untuk kelangsungan kehidupannya. Sistem pernafasan vertebrata tersusun atas saluran pernafasan dan paru-paru sebagai tempat pertukaran udara pernafasan. Pada ikan pertukaran udara terjadi pada insang dan trakea pada serangga.

Semua makhluk hidup melakukan pernafasan (respirasi) untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan membuang karbondioksida. Oksigen digunakan untuk pembakaran (oksidasi) zat- zat makanan terutama glukosa menjadi sumber energi, air, karbondioksida dan panas.

Volume paru-paru manusia sangat terbatas sehingga hanya dapat menghirup udara sebatas kapasitas paru-paru. Volume paru-paru setiap manusia berbeda-beda sesuai dengan ukuran paru- paru, kekuatan, dan cara bernapasnya. Jika kita bernapas secara normal, maka udara yang kita hirup dan dihembuskan ada sebanyak 0,5 liter. Volume udara sebanyak itu disebut udara pernapasan atau udara tidal.

Jika setelah bernapas normal, maka udara dari luar masih dapat kita hirup sedalam- dalamnya masuk ke paru-paru, udara demikian disebut udara komplementer. Volume udara komplementer ada sebanyak 1,5 liter. Begitu juga bila setelah bernapas normal ternyata kita masih dapat mengeluarkan udara dari dalam paru-paru dengan cara mengembuskan napas sekuat-kuatnya, maka udara yang dikeluarkan itu disebut udara suplementer. Volume udara suplementer ada sebanyak 1 liter.

Pada saat kita mengembuskan napas sekuat-kuatnya, di dalam paru-paru tetap masih ada udara sebanyak 1 liter. Udara demikian disebut udara sisa atau udara residu. Jika kita bernapas sedalam-dalamnya dan mengembuskan sekuat-kuatnya, maka volume udara yang masuk dan keluar adasebanyak 3,5 sampai 4 liter. Volume udara sebanyak itu disebut kapasitas vital paru- paru. Kapasitas vital paru-paru meliputi udara pernapasan, udara komplementer, dan ada udara suplementer. Daya tamping maksimal paru-paru (kapisitas total paru-paru) ada sebanyak lebih Pada saat kita mengembuskan napas sekuat-kuatnya, di dalam paru-paru tetap masih ada udara sebanyak 1 liter. Udara demikian disebut udara sisa atau udara residu. Jika kita bernapas sedalam-dalamnya dan mengembuskan sekuat-kuatnya, maka volume udara yang masuk dan keluar adasebanyak 3,5 sampai 4 liter. Volume udara sebanyak itu disebut kapasitas vital paru- paru. Kapasitas vital paru-paru meliputi udara pernapasan, udara komplementer, dan ada udara suplementer. Daya tamping maksimal paru-paru (kapisitas total paru-paru) ada sebanyak lebih

Insecta (serangga) bernafas dengan menggunakan tabung udara yang disebut trakea. melalui lubang-lubang kecil pada eksoskeleton yang disebut stigma atau spirakel. Stigma dilengkapi dengan bulu-bulu untuk menyaring debu. Stigma dapat terbuka dan tertutup karena adanya katup-katup yang diatur oleh otot. Tabung trakea bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Cabang terkecil berujung buntu dan berukuran ± 0,1 nanometer. Cabang ini disebut trakeolus; beisi udara dan cairan. Oksigen larut dalam cairan ini kemudian berdifusi ke dalam sel-sel di dekatnya. Jadi, pada insect, oksigen tidak diedarkan melalui darah, tetapi melalui trakea. Pada belalang misalnya, keluar masuknya udara ke dalam trakea diatur oleh kontraksi otot perut. Ketika otot kendur, volume perut normal dan udara masuk. Ketika otot berkontraksi sehingga udara keluar. Udara masuk melalui empat pasang sigma depan dan keluar melalui enam pasang stigma abdomen. Dengan demikian, udara yang miskin oksigen tidak akan bercampur dengan udara kaya karbondioksida yang masuk.

C. METODE PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan • Respirometer • Pipet pasteur • Penggaris • Butiran KOH • Vaselin • Larutan eosin • Belalang

2. Cara Kerja • Menimbang belalang sebelum melakukan percobaan. • Memasukkan belalang ke dalam respirometer.

• Memasukkan 3 butir KOH ke dalam respirometer dan meleletkan vaselin pada sumbat antara botol dengan selang.

• Meneteskan larutan eosin pada lubang selangnya. • Mencatat skala pada selang dari awal hingga larutan eosin berhenti bergetak.

D. HASIL PRAKTIKUM Waktu Respirasi

No Nama

Hewan

Berat (gr)

(detik)

Belalang Coklat

1 Kelompok 1

Belalang Hitam

Belalang Hijau Besar

2 Kelompok 2

Belalang Hijau Kecil

Belalang Hijau Besar

3 Kelompok 3

Belalang Hijau Kecil

Belalang Coklat

4 Kelompok 4

Belalang Hijau

Belalang A

5 Kelompok 5

Belalang B

6 Kelompok 6

Belalang Hijau

7 Kelompok 7

Belalang Coklat

Belalang Coklat

8 Kelompok 8

Belalang Hijau

Belalang Coklat

9 Kelompok 9

Belalang Hijau

Belalang Coklat

10 Kelompok 10

Tiger Beetle

Belalang Coklat

11 Kelompok 11

Belalang Hijau

1. Berat serangga < 0.5 gram Berat rata-rata 0.3 gram = 244 detik

2. Berat serangga > 0.5 gram Berat rata-rata 0.8 gram = 198 detik

E. PEMBAHASAN Insecta (serangga) bernafas dengan menggunakan tabung udara yang disebut trakea. melalui lubang-lubang kecil pada eksoskeleton yang disebut stigma atau spirakel. Stigma dilengkapi dengan bulu-bulu untuk menyaring debu. Stigma dapat terbuka dan tertutup karena adanya katup-katup yang diatur oleh otot. Tabung trakea bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Cabang terkecil berujung buntu dan berukuran ±0,1 nanometer. Cabang ini disebut trakeolus; beisi udara dan cairan. Oksigen larut dalam cairan ini kemudian berdifusi ke dalam sel-sel di dekatnya. Jadi, pada insect, oksigen tidak diedarkan melalui darah, tetapi melalui trakea. Pada E. PEMBAHASAN Insecta (serangga) bernafas dengan menggunakan tabung udara yang disebut trakea. melalui lubang-lubang kecil pada eksoskeleton yang disebut stigma atau spirakel. Stigma dilengkapi dengan bulu-bulu untuk menyaring debu. Stigma dapat terbuka dan tertutup karena adanya katup-katup yang diatur oleh otot. Tabung trakea bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Cabang terkecil berujung buntu dan berukuran ±0,1 nanometer. Cabang ini disebut trakeolus; beisi udara dan cairan. Oksigen larut dalam cairan ini kemudian berdifusi ke dalam sel-sel di dekatnya. Jadi, pada insect, oksigen tidak diedarkan melalui darah, tetapi melalui trakea. Pada

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran tubuh terhadap laju respirasi hewan dan mengetahui pengaruh luas permukaan tubuh terhadap laju respirasi hewan. Alat dan bahan yang digunakan antara lain yaitu respirometer, pipet pasteur, penggaris, butiran KOH, vaselin, larutan eosin dan belalang.

Prosedur yang dilakukan yaitu menimbang belalang terlebih dahulu sebelum melakukan percobaan kemudian memasukkan belalang ke dalam respirometer. Memasukkan 3 butir KOH ke dalam respirometer dan meleletkan vaselin pada sumbat antara botol dengan selang selanjutnya eneteskan larutan eosin pada lubang selangnya. Langkah terakhir mencatat skala pada selang dari awal hingga larutan eosin berhenti bergetak.

Hasil yang diperoleh yaitu serangga dengan berat di bawah 0.5 gram memiliki berat rata- rata 0.3 gram dengan lama waktu respirasi 244 detik dan serangga dengan berat di atas 0.5 gram memiliki berat rata-rata 0.8 gram dengan lama waktu repirasi 198 detik. Hasil ini menunjukkan bahwa serangga yang memiliki berat tubuh lebih besar memliki waktu respirasi yang lebih cepat. Hal ini dikarena ukuran tubuh sangat menentukan laju respirasi suatu organisme. Karena organisme yang lebih besar cenderung membutuhkan oksigen lebih besar daripada organisme yang lebih kecil, karena kebutuhan untuk bergerak yang juga besar.

Selain ukuran tubuh yang lebih besar, organisme besar juga memiliki organ pernapasan dengan volume yang besar pula. Sehingga apabila diletakkan pada ruang yang yang dihambat dan udah tidak bisa masuk, maka organisme besar tersebut akan lebih cepat mati karena udara yang dibutuhkannya sangat besar sedangkan stok udara yang ada sangat terbatas.

F. KESIMPULAN

1. Serangga dengan berat di bawah 0.5 gram memiliki berat rata-rata 0.3 gram dengan lama waktu respirasi 244 detik dan serangga dengan berat di atas 0.5 gram memiliki berat rata-rata

0.8 gram dengan lama waktu repirasi 198 detik.

2. Ukuran tubuh sangat menentukan laju respirasi suatu organisme.

DAFTAR PUSTAKA

Nurcahyo, Heru dan Harjana, Tri. 2013. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Yogyakarta : FMIPA UNY.

Soedjono, Basuki M.Pd. 1988. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wulangi, S. Kartolo. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.