BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini dunia sangat prihatin terhadap pemanasan global maupun polusi udara. Penggunaan energi berbasis fosil minyak tanah,maupun batu bara sangat
merugikan kepada manusia karena dapat memberikan emisi nitrogen oksida NO
x
, belerang SO
2
,CO
2,
partikel-partikel halus maupun logam-logam berat. Dermibas, A., 2010.
Peningkatan suhu udara selama satu abad yang lampau suhu udara global telah naik 0,56
C. Kenaikan ini disebut dengan perubahan iklim global atau pemanasan global.Gas CO
2
yang terdapat di udara memberikan pemantulan pemanasan ke bumi sehingga suhu bumi akan naik dan diprediksi suhu akan naik 1,5
C-5,8 C.
Pengaruh pemanasan global ini berdampak pada perpindahan pertanian,pencairan es di kutup maupun naiknya permukaan air laut 9-88cm pada tahun 2040,karena
itu maka perlu penggunaan bahan bakar bersifat tidak menaikkan CO
2
di udara. Dermibas,A., 2010.
Kebutuhan bahan bakar minyak bumi dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, seiring dengan penggunaannya di bidang industri maupun
transportasi. sementara cadangan minyak yang ada semakin berkurang. Jika tingkat penggunaan bahan bakar fosil masih terus seperti sekarang cadangan
sumber energi bahan bakar fosil dunia khususnya minyak bumi, diperkirakan hanya akan cukup untuk 10-15 tahun lagi. Karena itu diperlukan bahan pengganti
yang bersumber dari bahan yang dapat diperbarukan seperti minyak nabati maupun lemak hewan. Alamsyah, N., 2006.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bahan alternatif energi telah dicoba menghasilkan metil ester disebut FAME dalam penggunaannya disebut biodiesel. Bahan bakar ini ramah
lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai orang sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila
dibandingkan dengan minyak diesel Hambali, E., 2007. Biodiesel terbuat dari minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji jarak pagar,
minyak kemiri, yang potensial untuk menghasilkan bahan bakar minyak Nurcholis, M., 2007.
Penggunaan secara langsung minyak nabati kurang baik pada mesin, karena minyak nabati memiliki berat molekul yang besar, jauh lebih besar dari biodiesel
metil ester, sehingga menghasilkan senyawa yang dapat menghasilkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada injektor, disamping itu
memiliki viskositas yang tinggi sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam
mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan atomization yang baik
ketika minyak nabati disemprotkan kedalam kamar pembakaran sehingga hasil dari injeksi tidak berwujud kabut yang mudah menguap melainkan tetesan bahan
bakar yang sulit terbakar. Beberapa saran diusulkan untuk mengganti mesin– mesin kendaraan bermotor komersial jika akan menggunakan minyak nabati
secara langsung pengganti bahan bakar solar. Cara lain dapat dibuat dengan mengubah karakteristik minyak nabati sehingga sedapat mungkin menyerupai
solar yaitu menjadikan metil ester asam lemak Suradjaja, T.H., 2005.
Proses konversi minyak nabati kedalam bentuk metil ester asam lemak FAME = Fatty Acid Methyl Ester pada umumnya dilakukan dengan esterifikasi
maupun transesterifikasi. Transesterifikasi minyak nabati dengan campuran metanol dikatalisis oleh NaOH dan KOH menghasilkan FAME dan gliserol
Marchetti, J.M., 2007. Proses transesterifikasi menggunakan katalis asam dengan kosolven dimetil eter telah juga dilaporkan Guan, G., dkk, 2009. Katalis
CaO dipakai pada transesterifikasi minyak nabati telah dilaporkan Liu, 2005 dan Bangun, N., 2009. Penggunaan kosolven dietil eter-metanol untuk reaksi
Universitas Sumatera Utara
transesterifikasi minyak jarak Ricinus Castor Oil dikatalisis oleh MgO dan CaO pada 65°C, hasil optimum didapat dengan perbandingan minyak : methanol
adalah 1:12. Penggunaan CaO sebagai katalis basa mempunyai banyak keuntungan, seperi tingginya aktifitas, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup
katalis yang panjang dan biaya katalis yang rendah Bangun, N., 2009.
Beberapa faktor terkait dengan reaksi adalah lama reaksi, selain dari jenis pelarut, katalis, suhu reaksi maupun konsentrasi. Kecepatan reaksi pada
transesterifikasi ini perlu dipelajari dangan memvariasi waktu untuk mendapat gambaran kecepatan konversi minyak menjadi metil ester. Semakin lama interval
waktu reaksi, diharapkan semakin banyak FAME yang dihasilkan. Penelitian ini akan dicoba transesterifikasi minyak iarak pagar memakai katalis PSS, dalam
metanol-dietil eter pada suhu 80°C sebagai variabel tetap dan waktu sebagai variabel kontrol.
1.2 Batasan Masalah