BAB II SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SEBELUM AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
A. Masa Berlaku Undang-Undang Dasar 1945 18 Agustus 1945-27 Desember 1949
Agar dapat mengetahui sistem pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 harus dimulai dengan mempelajari berbagai persiapan
menjelang kemerdekaan Republik Indonesia yang dilakukan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan BPUPK. Sistem pemerintahan
merupakan salah satu pokok pembahasan yang diperdebatkan pada sidang yang dilakukan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 dan 10-17 Juli 1945. Dalam sidang
tanggal 31 Mei 1945 terdapat banyak gagasan yang diajukan, dan pidato Soepomo termasuk mendapat paling banyak perhatian karena gagasan yang
disampaikan dalam pidato tersebut berkaitan dengan gagasan negara integralistik. Dalam pidatonya Soepomo mengkehendaki adanya suatu jaminan bagi pimpinan
negara terutama Kepala Negara terus menerus bersatu dengan rakyat dan untuk menguatkan pendapat itu Soepomo menghendaki susunan pemerintahan Indonesia
harus dibentuk sistem badan permusyawaratan.
60
Pada rapat 1 Juni 1945, dengan alasan kapitalisme yang merajalela Soekarno secara implisit menolak lembaga legislatif seperti Amerika Serikat.
Walaupun Soekarno mengkritik demokrasi model lembaga legislatif di Amerika
60
Saldi Isra, Op.Cit., hlm 49.
Universitas Sumatera Utara
Serikat, namun bukan berarti Soekarno setuju dengan praktik sistem pemerintahan parlementer.
61
Dalam Rapat Besar saat menyampaikan susunan kekuasaan pemerintahan pada tanggal 15 Juli 1945, Muh.Yamin mengusulkan agar kementrian baik secara
keseluruhan maupun perorangan bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan. Walaupun cenderung menolak sistem pemerintahan parlementer, anggota BPUPK
tidak menemukan pembahasan yang secara eksplisit untuk menerima sistem pemerintahan presidensial. Pandangan yang ditemukan dalam rapat tersebut ialah
bahwa bangsa Indonesia merdeka memerlukan pembentukan pemerintah yang kuat. Atau dengan kata lain stabilitas merupakan syarat mutlak untuk membangun
sebuah negara baru. Bahkan ketika menyampaikan kesempatan tentang rancangan bentuk pemerintahan dalam rancangan undang-undang dasar pada 15 Juli 1945,
Soepomo menjelaskan bahwa sistem pemerintahan yang ditegaskan dalam rancangan undang-undang dasar adalah sistem pemerintahan yang memberikan
dominasi kekuasaan negara kepada pemerintah, terutama kepada Kepala Negara, pertanggungjawaban dan pemusatan kekuasaan berada di tangan Kepala Negara.
62
Maka pada tanggal 18 Agustus 1945, sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan Republik Indonesia disahkan oleh PPKI. Ada empat
alasan pokok yang dijadikan referensi oleh para pendiri bangsa dan pembentuk monstitusi memilih sistem pemerintahan presidensial, yaitu :
1 Indonesia memerlukan kepemimpinan yang kuat, stabil, dan efektif untuk
menjamin keberlangsungan eksistensi negara Indonesia yang baru
61
Ibid., hlm 50.
62
Ibid., hlm 50-51.
Universitas Sumatera Utara
diproklamasikan. Para pendiri bangsa meyakini bahwa model kepemimpinan negara yang kuat dan efektif hanya dapat diciptakan
dengan memilih sistem pemerintahan presidensial dimana presiden tidak hanya berfungsi sebagai kepala negara tetapi, sekaligus sebagai kepala
pemerintahan. 2
Karena alasan teoritis yaitu alasan yang terkait dengan cita negara staatsidee terutama cita negara integralistik pada saat pembahasan UUD
1945 dalam sidang BPUPK. Sistem pemerintahan presidensial diyakini amat kompatibel dengan paham negara integralistik.
3 Pada awal kemerdekaan presiden diberi kekuasaan penuh untuk
melaksanakan kewenangan-kewenangan DPR, MPR, dan DPA. Pilihan pada sistem presidensial dianggap tepat dalam melaksanakan kewenangan
yang luar biasa itu. Tambah lagi, dengan sistem presidensial, presiden dapat bertindak lebih cepat dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan
pada masa teransisi. 4
Merupakan simbol perlawananan atas segala bentuk penjajahan karena sistem parlementer dianggap sebagai produk penjajahan oleh para pendiri
bangsa. Sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan Republik
Indonesia yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia yang pertama dan berdasarkan Aturan Peralihan Pasal IV, sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan
Universitas Sumatera Utara
Pertimbangan Agung dibentuk maka segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional dengan tujuan agar mencegah terkonsentrasinya
kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden serta membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pemerintah. Kabinet presidensial
dilantik pada tanggal 2 September 1945 oleh Presiden Soekarno.
63
Berdasarkan UUD 1945 Pasal IV Aturan Peralihan, 50 orang KNIP kemudian mengeluarkan memorandum yang berisi : pertama, mendesak Presiden
agar menggunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR dan kedua, sebelum MPR terbentuk hendaknya anggota KNIP dianggap sebagai MPR.
Atas desakan tersebut, pada tanggal 16 Oktober 1945, Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang
berbunyi : Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuatan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa
pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih
diantara mereka yang bertanggungjawab kepada Komite Nasional Pusat. Materi maklumat tersebut dimaksudkan untuk menindaklanjuti UUD 1945
Pasal IV Aturan Peralihan yang memberi kekuasaan sangat besar kepada Presiden untuk melaksanakan tugas dan wewenang tiga lembaga negara MPR, DPR, DPA
sebelum ketiga lembaga negara tersebut terbentuk menurut UUD. Besarnya kekuasaan Presiden dikarenakan kedudukan KNIP hanya sebagai pembantu yang
berarti bekerja hanya atas perintah Presiden. Dengan dikeluarkannya maklumat
63
Bibit Suprapto, Perkembangan Kabinet dan Pemerintahan Di Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.
Universitas Sumatera Utara
tersebut, KNIP diserahi kekuasaan legislatif, menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN, serta tugas-tugas yang berhubungan dengan Keadaan
negara yang genting. Maklumat ini juga berisi pembentukan satu Badan Pekerja dari Komite Nasional Pusat .
64
Dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden ini dapat dikatakan bahwa telah terjadi perubahan UUD 1945 khususnya Pasal IV Aturan Peralihan
yaitu kekuasaan Presiden atas MPR, DPR, dan DPA. Dengan dikeluarkannya Maklumat ini kekuasaan legislatif yang semula dipegang oleh Presiden dipegang
oleh KNIP. Yang menjadi dasar hukum dikeluarkannya Maklumat ini adalah Pasal 37 UUD 1945 jo Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal 37
menyatakan perubahan UUD dilakukan oleh MPR tetapi karena MPR pada saat itu belum terbentuk maka berdasar Pasal IV Aturan Peralihan, kekuasaan MPR
dipegang oleh Presiden bersama dengan Komite Nasional Pusat. Dengan demikian syarat-syarat tersebut telah dipenuhi dalam mengeluarkan Maklumat
Wakil Presiden, meskipun yang mengumumkan wakil presiden namun beliau bertindak mewakil lembaga kepresidenan.
65
Apalagi Presiden Soekarno tidak pernah mempersoalkan dikeluarkannya Maklumat tersebut.
66
Kekuasaan Presiden mulai mengalami perubahan untuk kedua kalinya dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945
Tentang Susunan dan Pembentukan Kabinet II yang menegaskan bahwa tanggung
64
Firdaus, Op.Cit., hlm 97.
65
Eddy Sarwanto,. Dasar Hukum dan Kedudukan Maklumat Wakil Presiden No.X1945 dan Maklumat Pemerintah 14 Nopember Tahun 1945, Universitas Diponegoro, 1985, hlm 7
dikutip dari http:eprints.undip.ac.id23433 diakses 11 September 2011.
66
Mahfud MD, Makalah : Kontroversi Perubahan UUD 1945, http:www.mahfudmd.compublicmakalahMakalah_3.pdf, diakses pada 12 september 2011
Universitas Sumatera Utara
jawab ada di tangan menteri. Dengan dikeluarkannya maklumat ini, terjadi perubahan sistem kabinet dalam UUD 1945 dari kabinet presidensial menjadi
kabinet parlementer. Isi Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 antara lain menyatakan :
Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri,
merasa bahwa saat sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam- macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada
susunan demokrasi yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah pertanggungjawaban adalah ditangan Menteri.
67
Maklumat ini kemudian dikuatkan oleh KNIP dalam sidang ke III tanggal 25-27 Nopember dengan membenarkan kebijakan Presiden tentang kedudukan
Perdana Menteri dan anggota kabinet bertanggungjawab kepada KNIP sebagai langkah yang tidak dilarang UUD dan diperlukan dalam situasi sekarang.
68
Dengan adanya perubahan tersebut lingkup kekuasaan Presiden juga mengalami perubahan karena kepala pemerintahan berada ditangan Perdana Menteri bersama
anggota kabinet lainnya. Menurut Ismail Suny, maklumat tersebut menggeser kekuasaan eksekutif dari Presiden kepada Perdana Menteri. Posisi kepala negara
dipegang oleh Presiden, sedangkan kepala eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri bersama seluruh anggota kabinet, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama bertanggungjawab kepada KNIP atas seluruh penyelenggaraan pemerintahan.
69
Untuk menindaklanjuti
Maklumat 14
Nopember 1945 ini, maka dibentuk kabinet parlementer I dan menunjuk Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri.
67
Firdaus, Op.Cit., hlm 98.
68
Ibid.
69
Ibid., hlm 97.
Universitas Sumatera Utara
Namun kabinet ini berhenti pada 12 Maret 1946 dikarenakan adanya oposisi yang kuat dan dari lawan politiknya yaitu Persatuan Perjuangan, suatu koalisi partai-
partai dan golongan-golongan di luar Badan Pekerja atau Komite Nasional Pusat. Setelah itu Kabinet Parlementer II dibentuk dengan Perdana Menteri yang sama,
yaitu Sutan Syahrir periode 12 Maret 1946 sampai 2 Oktober 1946. Kekuasaan pemerintahan pada masa ini diambil alih oleh Presiden Soekarno ketika terjadi
penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir oleh kelompok Persatuan Perjuangan.
70
Kabinet terus dipimpin oleh Presiden Soekarno sampai pada tanggal 2 Oktober 1946 dan setelah Sutan Syahrir dibebaskan, Presiden Soekarno menunjuknya
sebagai formatur kabinet.
71
Pada tanggal 2 Oktober 1946 Kabinet Parlementer III dibentuk. Sutan Syahrir terpilih kembali menjadi perdana menteri tetapi karena Sutan Syahrir
tidak mampu menghadapi Amir Syarifuddin dari Partai Sosialis Kiri, akhirnya Sutan Syahrir mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno pada tanggal 3
Juli 1947. Akhirnya kekuasaan diambil alih oleh presiden sampai terbentuknya Kabinet Parlementer yang dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin.
Namun kabinet ini tak lama kemudian kebinet ini di reshuffle dan kabinet Parlementer ini dikenal dengan Kabinet Parlementer dengan Perdsana Menteri
Amir Syarifuddin periode II. Pada masa ini keluar Maklumat Presiden No. 2 Tahun 1948 pada tanggal 23 Januari yang isinya membubarkan kabinet Amir II.
Pembubaran ini dikarenakan kegagalan Amir dalam perundingan Renville dan pada tanggal itu juga presiden menunjuk Moh.Hatta Wakil Presiden sebagai
70
Bibit Suprapto, Op.Cit., hlm 48.
71
Abdul Ghoffar, Op.Cit., hlm 81.
Universitas Sumatera Utara
formatur kabinet. Pada tanggal 29 Januari 1948 akhirnya terbentuklah kabinet baru yaitu kabinet Hatta Hatta I yang merupakan Kabinet Presidensial.
72
Namun, menurut Bibit Soeprapto kabinet Hatta bukan merupakan kabinet parlementer
yang murni seperti Kabinet Syahrir dan Kabinet Amir Syarifudin karena yang menjadi perdana menteri adalah Moh.Hatta wakil Presiden, tetapi juga bukan
sebagai kabinet presidensial yang murni seperti kabinet presidensial karena pertanggungjawaban para menteri kepada Badan Pekerja parlemen dan bukan
kepada Presiden.
73
Pada tanggal 19 Desember 1948 sampai tanggal 13 Juli 1949, kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh Kabinet darurat dengan KetuaPerdana Menteri
Mr.Syarifuddin Prawiranegara. Kekuasaan diserahkan kembali setelah presiden dan wakil presiden kembali ke Yogyakarta.
74
B. Masa Berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 27 Desember 1949-17 Agustus 1950