B. Analisis Struktural Karya Sastra
Analisis struktural yaitu sebuah pendekatan kesusasastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun sebuah karya yang
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur
yang membangun karya sastra itu sendiri disebut dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Barthes 1966 : 2-3 menjelaskan
“pour décrire et classer l’infinité des récits, il faut donc une «théorie» au sens pragmat
ique que l’on vient de dire, et c’est à la chercher, à l’ésquisser qu’il faut d’abord travailler. L’élaboration de cette théorie
peut être généralemant facilitée si l’on soumet dès d’abord à une
modèle qui lui fournisse ses premiers thèmes principes . Dans l’état
actuel de la rechereche, il parait raisonnable de donner comme une modè
le fondateur à l’analyse struclurale du récit, la linguistique elle- même
” “untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan kesatuan cerita,
diperlukan «teori»
dalam makna
pragmatik seperti
yang dimaksudkan dan mencarinya dan mengupas isinya adalah pekerjaan
utama yang perlu dilakukan. Pelibatan teori tersebut akan mempermudah pekerjaan jika sejak awal kita sudah mempunyai
model yang memberikan prinsip utama atau prinsip dasar teorinya. Dalam konteks penelitian dewasa ini, sepertinya masuk akal
menjadikan bahasa sebagai sebuah model analisis struktural dalam
sebuah cerita” Analisis struktural dilakukan dengan mengkaji, mengidentifikasikan,
mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Unsur intrinsik yang terdapat dalam sebuah roman meliputi, alur, latar, penokohan, tema. Selain itu
penganalisisan unsur intinsik ini juga mengkaji tentang fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik yang membagun roman itu sendiri. Hal yang pertama kali
dilakukan dalam menganalisis unsur intrinsik ini yaitu menguraikan masing-
masing fungsi unsur pembangunnya kemudian mendeskripsikan hubungan antarfungsi tersebut. Berikut wujud unsur-unsur intrinsik dalam karya sastra.
1. Alur
Dalam memahami isi cerita dalam roman, hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah memahami alur cerita. Pemahaman alur cerita ini digunakan
untuk menentukan tahapan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita yang membentuk kesatuan cerita. Hal tersebut diungkapkan oleh Barthes 1966 : 5
“comprendre un récit, ce n’est pas seulement suivre le dévidement de l’histoire, c’est aussi y reconnaitre des «étages», projeter horizontaux
du « fil » narratif sur un axe implicitement vertical, lire écouter un récit, ce n’est pas seulement passer d’un mot à l’autre, c’est aussi
passer d’un niveau à l’autre ” “memahami sebuah cerita, tidak hanya mengikuti perjalanan sejarah,
namun
juga memahaminya
«memahami tahapan-tahapanya»,
memproyeksikan secara horisontal «benang» cerita pada poros vertikal yang tertera secara implisit, membaca mendengarkan sebuah cerita,
tidak hanya dengan melewati dari kata per kata, namun juga melewati satu tingkatan ke tingkatan yang lain”
Maksud dari “memproyeksikan benang cerita” dalam kutipan di atas berarti memahami secara benar jalan cerita mulai dari tahapan awal, tahap
konflik, penyelesaian konflik, hingga akhir cerita tersebut diketahui. Kesemuanya itu saling terhubung dalam suatu rangkaian cerita yang disebut dengan alur. Alur
tersebut akan membentuk satu kesatuan cerita yang di dalamnya memiliki tahapan-tahapan yang membangun cerita.
Alur terdiri dari serangkaian peristiwa yang saling terhubung yang membentuk kesatuan cerita yang didasarkan pada satu titik perhatian yang disebut
dengan sekuen. Sekuen-sekuen tersebutlah yang membentuk alur cerita yang terdapat dalam karya sastra. Analisis sekuen dilakukan untuk mengetahui
bagaimana jalannya cerita dalam sebuah karya. Dari sekuen itu pula dapat diketahui latar terjadinya peristiwa dalam cerita.
Sekuen dalam bahasa Prancis dikenal dengan istilah séquence. Sekuen merupakan urutan yang terbentuk secara logis saling terkait satu sama lain oleh
hubungan kerikatan Barthes, 1966:13. Penjelasan mengenai sekuen tersebut diperkuat Schmitt et Viala 1982: 63 yang menyatakan
“ une séquence est, d’une façon générale, un segment de texte qui forme un
tout coherent autour d’une même centre d’intérêt. Une séquence narrative correspondre à une série de faits
représantant une étape dans l’évolution de l’action”. “Secara umum sekuen merupakan rangkaian cerita yang membentuk hubungan keterkaitan dalam satu
titik perhatian. Sekuen menghubungkan sejumlah tindakan yang dihadirkan dalam suatu tahapan perkembangan cerita
”. Schmitt et Viala 1982 : 27 membagi kriteria sekuen ke dalam dua hal
yaitu. a.
“Les séquences doivent correspondre à une même concentration de l’intérêt ou focalisation soit qu’on y observe un seul même objet un même fait, un
même personnage, une même idée ”
“Sekuen harus berpusat pada satu titik fokus yang sama, yang menitikberatkan pada satu objek yang sama kejadian yang sama, orang yang
sama, ide yang sama ”
b. “Elles doivent former cohérent dans le temps ou dans l’espace , se situer en
même lieu ou en même moment ou rassembler plusieurs lieux et moments ”
“sekuen harus membentuk keterkaitan cerita dalam waktu dan tempat, terletak dalam tempat yang sama atau saat yang sama atau kumpulan
berbagai tempat dan waktu ”
Secara umum terdapat dua fungsi sekuen yaitu fonction cardinale fungsi utama dan fonction catalyse fungsi katalisator Barthes, 1966 : 9-10. Satuan-