HUBUNGAN METODE BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TK SATU ATAP PRINGSEWU TAHUN AJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN METODE BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 4-5 TAHUN DI

TK SATU ATAP PRINGSEWU TAHUN AJARAN

2014/2015

Oleh FEBRI LIANTI

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya perkembangan sosial emosional pada anak usia 4-5 tahun di kelompok A TK Satu Atap Pringsewu. Penelitian ini bertujuannya untuk mengetahui hubungan antara metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosional anak usia dini. Metode yang digunakan adalah metode korelasional. Populasinya adalah semua siswa kelompok A TK Satu Atap Pringsewu. Variabel bebas yaitu metode bermain peran mikro (x) sedangkan variabel terikat yaitu perkembangan sosial emosional (y). Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis uji spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosional anak. Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan korelasi spearman rank sebesar 0,90.


(2)

HUBUNGAN METODE BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 4-5 TAHUN

DI TK SATU ATAP PRINGSEWU TAHUN AJARAN

2014/2015

Oleh FEBRI LIANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

HUBUNGAN METODE BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA 4-5 TAHUN

DI TK SATU ATAP PRINGSEWU TAHUN AJARAN

2014/2015

(Skripsi)

Oleh FEBRI LIANTI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Siklus Perkembangan Sosial Dan Emosi pada Anak Usia Dini ... 14 2.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 38 4.1 Grafik Presentase Keseluruhan Anak pada Setiap Indikator Bermain

Peran Mikro... 51 4.2 Grafik Presentase Aktivitas Keseluruhan Anak pada Setiap Indikator

untuk Aspek Perkembangan Sosial Emosional ... 53 4.3 Grafik Presentase Aktivitas Bermain Peran Mikro ... 54 4.4 Grafik persentase perkembangan sosial emosional ... 55


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Anak Usia Dini ... 8

B. Perkembangan Sosial Emosional ... 9

1. Karakteristik Perkembangan Sosio Emosional ... 13

C. Hakikat Bermain Bagi Anak ... 15

1. Pengertian Bermain ... 18

2. Karakteristik Kegiatan Bermain ... 22

3. Fungsi Bermain ... 24

4. Metode Pengembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Bermain Sosial... 25

5. Bermain Peran Mikro ... 26

D. Media Pembelajaran Anak Usia Dini ... 32

E. Hubungan Metode Bermain Peran Mikro dengan Perkembangan Sosial Emosional ... 33

F. Penelitian Terdahulu ... 35

G. Kerangka Pikir ... 37

H. Hipotesis ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 39


(6)

4. Tahap Akhir ... 40

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian ... 40

2. Waktu Penelitian ... 40

D. Populasi dan Sampel ... 41

E. Variabel Penelitian ... 41

F. Definisi Variabel ... 42

1. Definisi Konseptual Variabel ... 42

2. Definisi Operasional Variabel ... 42

G. Teknik Pengumpulan Data dan Kisi-Kisi Instrumen ... 43

1. Teknik Pengumpulan Data ... 43

2. Kisi-Kisi Instrumen ... 44

H. Analisis Data ... 45

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Deskripsi Proses Penelitian ... 47

2. Deskripsi Data Penelitian ... 49

3. Hasil Pengamatan Pada Setiap Indikator ... 50

4. Hasil Pengamatan pada Setiap Aspek ... 54

5. Uji Hubungan ... 56

B. Pembahasan ... 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kisi-Kisi Instrumen ... 64

2 Kisi-Kisi Panduan Penilaian Kegiatan Bermain Peran Mikro ... 65

3 Kisi-Kisi Panduan Penilaian Perkembangan Sosial Emosional Anak ... 66

4 Instrumen Penilaian Variabel X (Bermain Peran Mikro) ... 69

5 Instrumen Penilaian Variabel Y (Perkemmbangan Sosial Emosional) .. 52

Rencana Kegiatan Harian Pertama... 73

Rencana Kegiatan Harian Kedua ... 75

Rencana Kegiatan Harian Ketiga ... 77

Rencana Kegiatan Harian Keempat ... 79

Tabel 1 Data Aktivitas Bermain Peran Mikro (X) ... 81

Tabel 2 Data Perkembangan Sosial Emosional (Y) ... 82

Tabel 3 Data Aktivitas Bermain Peran Mikro (X) ... 83

Tabel 4 Data Perkembangan Sosial Emosional (Y) ... 84

Tabel 5 Tabel Penolong Untuk Menghitung Koefisien Korelasi Spearman Rank ... 85


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 3.1 Kisi-Kisi Instrumen ... 44 3.2 Tolak Ukur Kriteria Tingkat Kemampuan ... 45 3.3 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 46 4.1 Perolehan Data Pengamatan Keseluruhan Siswa Setiap

Indikator Aktifitas Bermain Peran Mikro ... 50 4.2 Perolehan Data Pengamatan Aktivitas Keseluruhan Siswa Setiap

Indikator Dalam Aspek Perkembangan Sosial Emosional ... 52 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Bermain Peran Mikro... 54 4.8 Hasil Pengamatan Aspek Perkembangan Sosial Emosional ... 55


(9)

MOTO

“Ketika seseorang menghina/menyakitimu lagi dan lagi, anggap saja mereka seperti ampelas, Anda mungkin akan terbaret dan terluka. Tapi ingatlah pada akhirnya Anda akan menjadi

mengkilap/ berkilau/halus dan mereka tak berguna lagi…” (Dedy Corbuzier)

Cintailah yang ada di bumi agar engkau dicintai yang ada di langit (Febri Lianti)


(10)

(11)

(12)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim....

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT beserta Nabi junjungan kami Muhammad SAW

Ucapan terima kasih dan banggaku kepada :

Ayah ku Purwanto dan Ibu ku Nur Khotimah

Yang telah membesarkanku, merawatku , dan menyayangiku dengan penuh kasih sayang serta selalu memanjatkan doa untuk putri tercinta dalam setiap sujudnya.

Suami ku Yayon Supriyanto

Yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam setiap langkahku untuk terus berjuang dalam menggapai cita-cita, terimakasih telah menjadi suami yang selalu ada

untukku disetiap kesulitanku dan dalam setiap senyumanku.

Putri ku Maesha Saufa Nizza

Yang menjadi penyemangat hidupku dalam setiap senyumanmu dan membuat bunda bangga telah melahirkanmu.

Sahabat-sahabatku ( Bagas Oktaris Novia, Lia Restiana, Oktami Dewi, Revina Rizqiyani, Sutri Meilani, Yekti Aqilasari)

yang selalu memberikan motivasi, senyum dan semangat untuk terus berjuang dalam menyelesaikan studi ini, terimakasih.

Serta


(13)

(14)

RIWAYAT HIDUP

Febri Lianti dilahirkan di Kalianda tanggal 26 Februari 1993. Anak tunggal dari pasangan Bapak Purwanto dan Ibu Nur Khotimah. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Aisyah 1 Pringsewu ditamatkan pada tahun 1999, pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 6 Pringsewu Utara, Kabupaten Pringsewu ditamatkan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 3 Pringsewu, Kabupaten Pringsewu ditamatkan pada tahun 2008, dan menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Pringsewu pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1-PG PAUD melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN), Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung


(15)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Metode Bermain Peran Mikro dengan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 4-5 Tahun di TK Satu Atap Pringsewu” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung serta Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Ari Sofia, S.Psi., M.A., Psi., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini FKIP Universitas Lampung


(16)

saran, dan kritik baik selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Ibu Dr. Lilik Sabdaningtyas, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis.

6. Ibu Devi Nawangsasi, M.Pd., sebagai motivator yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

7. Dosen serta Staff Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, motivasi, dan pandangan hidup yang baik kepada penulis. 8. Kepala sekolah TK Satu Atap Pringsewu Bapak Kasum, S.Pd., yang telah

memberikan izin dan bantuan selama penelitian.

9. Dewan guru TK Dharma Wanita Persatuan Pringsewu yang telah bersedia menjadi teman sejawat, membantu dalam pelaksanaan penelitian dan memberikan dukungan dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10.Kedua orang tuaku tercinta (Purwanto & Nur Khotimah) yang selalu

menyayangiku, memberikan do’a, dukungan, semangat serta senantiasa

menantikan keberhasilanku.

11.Suamiku tercinta (Yayon Supriyanto) yang tak henti menyayangiku,

memberikan do’a, dukungan, semangat serta senantiasa menantikan


(17)

12.Putriku tersayang (Maesha Saufa Nizza) yang menjadi penyemangat dalam setiap senyumannya.

13.Sahabat seperjuangan (Bagas Oktaris Novia, Yekti Akilasari, Lia Restiana, Revina Rizqiyani, Sutri Meilani, dan Oktami Dewi) yang telah memberikan senyum, motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. 14.Seluruh rekan-rekan mahasiswa PG-PAUD angkatan 2011 kelas A dan B

yang telah bersama-sama berusaha dari awal hingga akhir.

15.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, September 2015 Penulis,

Febri Lianti NPM 1113054022


(18)

I . PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Anak usia dini adalah manusia kecil yang sedang menjalani suatu proses pertumbuhan dan perkembangan bagi kehidupan selanjutnya. Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan tidak sama dengan orang dewasa, ia selalu aktif, memiliki rasa ingin tahu, bersifat egosentris, unik dan kaya akan fantasi.

Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 14 disebutkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Berdasarkan landasan kebijakan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat penting bagi anak agar pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara terarah secara optimal dengan rangsangan dan stimulus-stimulus yang sesuai dengan kebutuhan anak sehingga stimulus yang diberikan pada anak akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.


(19)

2

Artinya pada usia ini merupakan masa yang baik untuk menerima stimulus-stimulus dari lingkungan untuk menumbuhkembangkan berbagai aspek perkembangan anak usia dini seperti fisik motorik, kognitif, bahasa, moral agama, dan sosial emosional. Sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

Perkembangan sosial emosional merupakan perkembangan yang melibatkan hubungan maupun interaksi dengan orang lain melalui perasaan yang diungkapkan seseorang terhadap orang lain, baik itu perasaan senang atau sedih. Perkembangan sosial emosional mencakup sikap mandiri, mau berbagi, menolong, percaya diri, menghargai orang lain, membantu teman dan lain-lain. Perkembangan sosial emosional anak perlu dikembangkan karena pada dasarnya setiap anak akan memerlukan bantuan orang lain dan akan hidup menjadi manusia sosial yang mampu mengendalikan emosinya dalam berhubungan dengan orang lain.

Kenyataanya perkembangan sosial emosional anak tidak terlalu dihiraukan orang tua dan guru. Orang tua justru menginginkan anaknya untuk dapat membaca, menulis, dan berhitung dengan baik, maka dari itu orang tua selalu menekankan anaknya untuk belajar membaca, menulis dan berhitung sejak usia dini dan guru pun menerapkan proses pembelajaran tersebut karena menuruti keinginan orang tua tanpa melakukan proses pembelajaran belajar melalui bermain, sehingga anak akan merasa terpaksa dan merasa jenuh


(20)

terhadap pembelajaran di sekolah yang mengakibatkan anak malas bersekolah. Jika pembelajaran dilakukan melalui bermain, anak akan belajar mengenali diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Selain itu orang tua menginginkan anaknya dapat berkembang sesuai dengan harapan baik fisik, bahasa maupun kognitif, agar menjadi anak yang pintar dan dibanggakan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Padahal perkembangan sosial emosional anak juga sangat penting bagi anak untuk dikembangkan agar anak dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan teman, percaya diri, mandiri, perbuatan dan sikap yang baik juga perlu dikembangkan oleh anak ketika berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Roff dan Sells dalam Sujiono (2007: 149) menemukan bahwa anak-anak yang tidak disukai oleh lingkungan lebih mungkin memiliki permasalahan emosional ketika beranjak menjadi dewasa. Anak-anak yang gagal di dalam hubungan sosial pada dasarnya dikarenakan mereka tidak mampu meneliti situasi dan menentukan perilaku mana yang perlu diubah.

Sejalan dengan pendapat Roff dan Sells jika perkembangan sosial emosional anak belum berkembang maka akan menyebabkan kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain, tidak perhatian terhadap orang lain, acuh tak acuh dengan lingkungan sekitar, mudah marah, saling bertengkar, kesulitan dalam berteman. Itu semua bukan kesalahan dari anak tetapi juga kesalahan cara guru mengajar di sekolah yang masih berpusat pada guru dan metode yang digunakan monoton sehingga membuat anak merasa bosan, seperti halnya anak disibukkan dengan kegiatan mewarnai, menulis, menggabungkan


(21)

4

garis putus-putus, menggunting, menempel dan lain-lain. Selain itu, aktivitas pembelajarannya masih banyak ditekankan pada segi akademis dan sering kali menggunakan metode tanya jawab atau ceramah. Hal ini hanya mengasah kemampuan motorik halus anak saja. Itu semua yang membuat anak bosan, berbeda jika guru menggunakan media, alat permainan edukatif dan metode yang digunakan menarik pembelajaran akan menjadi bermakna. Untuk mengatasi masalah tersebut upaya yang bisa dilakukan untuk mengembangkan perkembangan sosial emosional anak salah satunya dengan mengoptimalkan metode pembelajarannya. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan sosial emosional anak adalah metode bermain peran.

Metode bermain peran adalah kegiatan pembelajaran dimana anak dapat berperan langsung untuk memerankan dengan apa yang telah dilihatnya serta dengan melaksanakan metode bermain peran anak dapat menyelami perasaan orang lain tanpa anak ikut larut di dalamnya. Melalui bermain peran anak juga belajar menjadi pemimpin dan mengelola sosio emosi saat bermain dengan teman-temannya dimana anak menjadi percaya diri dan bangga terhadap perannya. Dengan anak melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan metode bermain peran atau bermain pura-pura, perkembangan sosial pada anak akan berkembang dan masuk ke dalam diri anak dan melihat keadaan dari sisi orang lain, seolah-olah ia adalah orang itu.


(22)

Kenyataannya, perkembangan sosial emosional anak di TK Satu Atap Pringsewu belum berkembang dengan baik. Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran terdapat 9 anak dari 20 anak yang belum mandiri dalam mengerjakan sesuatu, 13 anak dari 20 anak belum mau berbagi dengan teman, 11 anak dari 20 anak yang belum bisa mengendalikan perasaan, 13 anak dari 20 anak yang belum percaya diri, 15 anak dari 20 anak yang belum mampu berinisiatif, bahkan lingkungan yang tidak kondusif.

Berdasarkan kenyataan di atas maka peneliti ingin memberikan pembelajaran melalui bermain pada anak yang memiliki kebermaknaan melalui pengalaman nyata agar anak memiliki rasa percaya diri, mandiri, berinisiatif, dan bersosialisasi sehingga dapat mengembangkan perkembangan sosial emosional anak.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pengamatan dan penelitian, masalah yang teridentifiksi yaitu : 1. Pembelajaran masih berpusat kepada guru.

2. Metode yang digunakan guru masih monoton.

3. Pembelajaran hanya terpaku pada perkembangan motorik halus seperti mewarnai, melipat, menulis, menggabungkan garis putus-putus, menggunting.

4. Perkembangan sosial emosional anak yang masih rendah.

5. Terbatasnya berbagai mainan bagi anak yang menyebabkan anak saling berebut mainan.


(23)

6

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah

pada “Hubungan metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial

emosional anak usia 4-5 tahun di TK Satu Atap Pringsewu Tahun Ajaran

2014/2015”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Bagaimana hubungan antara metode bermain peran mikro dengan

perkembangan sosial emosional anak?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosional anak.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang meliputi manfaat untuk anak, guru, kepala sekolah, peneliti dan peneliti lain. Adapun manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut:


(24)

a. Bagi Anak

1. Mengembangkan perkembangan sosial emosional anak.

2. Membantu anak untuk belajar bersosialisasi yang baik dengan orang lain.

3. Membantu anak untuk percaya diri, belajar mandiri, berinisiatif dan menjalin persahabatan.

b. Guru

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pendidik untuk mengembangkan perkembangan sosial emosional anak usia dini. Selain itu melalui penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan kreativitas pendidk dalam mengemas suatu kegiatan pembelajaran agar lebih bermakna dan menyenangkan bagi anak. c. Kepala Sekolah

Dapat meningkatkan kualitas sekolah khususnya pendidikan pada umumnya.

d. Peneliti

Bagi peneliti menambah pengetahuan dan pengalaman dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode bermain peran mikro. e. Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan menjadi suatu referensi untuk penelitian selanjutnya di masa yang akan datang tentang hubungan metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosional anak.


(25)

8

II . TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan dari anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak.

Pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orangtua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.


(26)

Pada hakikatnya anak belajar melalui bermain, oleh karena itu pembelajaran pada pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain sambil belajar, artinya anak belajar melalui cara-cara yang menyenangkan, aktif dan bebas. Bebas artinya tidak didasarkan pada perintah atau target orang lain serta memiliki keleluasaan kapan mulai dan kapan berakhir. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai ekplorasi terhadap lingkungannya, maka aktivitas bermain merupakan bagian dari proses pembelajaran.

Pembelajaran diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan potensi kemampuan yang dimiliki seperti kemampuan berbahasa, sosio-emosional, motorik dan intelektual. Untuk itu pembelajaran pada usia dini harus dirancang agar anak merasa tidak terbebani dalam mencapai tugas perkembangnya. Agar suasana belajar tidak memberikan beban dan membosankan anak, suasana belajar perlu dibuat secara alami, hangat dan menyenangkan. Aktivitas bermain yang memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan teman dan lingkungannya merupakan hal yang diutamakan. Selain itu, karena anak merupakan individu yang unik dan sangat variatif, maka unsur variasi individu dan minat anak juga perlu diperhatikan.

B. Perkembangan Sosial Emosional

Perkembangan sosial dan emosional merupakan suatu perkembangan yang saling mempengaruhi. Perkembangan sosial merupakan perkembangan yang melibatkan hubungan maupun interaksi dengan orang lain. Manusia adalah


(27)

10

makhluk sosial sehingga tidak terlepas dengan orang lain. Demikian halnya seorang anak pasti membutuhkan bantuan dan pertolongan. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Hal ini diperoleh ketika anak bermain, berinteraksi, dan bergaul dengan teman sebaya, orang lain, orangtua, dan keluarga.

Menurut Sueann Robinson Ambron dalam Nurihsan dan Mubiar (2011: 36) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.

Menurut Teori Vygotsky dalam Santrock (2007: 50) telah merangsang cukup banyak minat dalam pandangan bahwa pengetahuan dikondisikan dan dikolaboratif (John-Steiner & Mahn, 2003; Rogolf, 2003). Dalam pandangan ini, pengetahuan tidak dihasilkan dari dalam individu melainkan lebih dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan benda budaya, seperti buku. Ini menunjukkan bahwa pemahaman dapat ditingkatkan melalui interaksi dengan orang lain dalam aktivitas yang kooperatif.

Interaksi anak dengan orang tua, keluarga, teman sebaya dan orang lain juga sangat penting, karena melalui interaksi tersebut anak mulai mengembangkan sikap dalam bersosial. Ketika bermain perilaku sosial ditandai dengan adanya kemandirian dan bekerjasama. Misalnya anak mampu menyelesaikan tugasnya sendiri, mau bermain bersama, berbagi dengan orang lain, dan mau membantu teman. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan sosial anak sudah berkembang.


(28)

Menurut Yusuf dalam Nurihsan dan Mubiar (2011: 34) menyatakan bahwa emosi merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Sejalan dengan pendapat tersebut maka emosi adalah perasaan yang ada dalam diri anak tanpa ia sadari, seperti perasaan senang, takut, sedih, marah dan cinta. Emosi seorang anak akan terlihat pada saat bermain. Jika pada saat anak bermain terjadi perselisihan maka akan terlihat perilaku anak yang dapat mengontrol emosi dan yang emosional. Emosi anak usia dini sangat dipengaruhi oleh pemenuhan-pemenuhan kebutuhannya yang harus dipenuni oleh orang lain. Jika kebutuhannya tidak terpenuhi maka akan menyebabkan anak marah. Namun jika kebutuhannya terpenuhi maka anak akan merasa senang.

Menurut Maslow dalam Wiyani (2014: 24) mengungkapkan bahwa setidaknya ada lima kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, kebutuhan akan adanya rasa percaya diri yang dimilikinya, serat kebutuhan untuk dapat mengaktualisasikan diri. Bagi anak usia dini, kelima kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhinya sendiri. Anak memerlukan bantuan dari orang lain agar kelima kebutuhannya terpenuhi.

Ketika kebutuhan anak terpenuhi, anak akan merasa senang dan nyaman. Rasa senang dan nyaman yang dirasakan anak dapat memacu anak untuk menampilkan emosi-emosi yang positif seperti cinta, senang, gembira dan lainnya yang mana emosi-emosi positif tersebut sangat penting dimiliki anak untuk dapat mencapai perkembangan sosial emosional yang baik. Apabila kebutuhan akan rasa aman ini tidak terpenuhi, anak dapat menjadi pribadi yang pencemas, dan penakut.


(29)

12

Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman sudah terpenuhi, kebutuhan yang harus dipenuhi selanjutnya adalah kebutuhan memiliki dan cinta. Kebutuhan memiliki dan cinta dapat terpenuhi jika orangtua atau guru dapat menciptkana hubungan yang hangat hangat diantara mereka sehingga akan menjadikan anak merasa menjadi bagian dalam bagian dalam suatu kelompok. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, anak menjadi tidak nyaman yang mengakibatkan anak menjadi pemalu dan rendah diri. Sebaliknya, jika kebutuhan ini terpenuhi, akan akan merasa dihargai dan menjadikan anak percaya diri.

Perkembangan emosi anak berperan dalam membantu anak untuk mendapatkan penilaian dari lingkungannya melalui perilaku yang ditunjukkan ketika bermain, baik secara positif maupun negatif. Artinya jika seorang anak yang pemarah sedang bermain dengan temannya kemungkinan besar akan sering terjadi pertengkaran.

Maka perkembangan sosial emosional adalah suatu perilaku seseorang dalam bergaul yang diekspresikan melaui perasaannya terhadap orang lain baik berupa perasaan positif maupun perasaan negatif. Perilaku yang distimulus dengan hal yang menyenangkan akan berdampak positif, tetapi perilaku yang distimulus dengan hal tidak menyenangan akan berdampak negatif. Contohnya, jika seorang anak melakukan perilaku terpuji diberi penghargaan maka anak akan mengulanginya lagi.


(30)

Menurut Erikson dalam Sujiono dan Sujiono (2010: 43) yakin bahwa perkembangan sosio emosional yang penting untuk dikembangkan dan harus dibelajarkan pada anak adalah rasa percaya, kemandirian, dan inisiatif.

Rasa percaya diri, kemandirian, dan inisiatif pada anak sangat penting dimiliki pada diri anak. Maka perkembangan sosial emosioanal harus distimulus melalui kegiatan bermain sambil belajar agar anak memiliki rasa percaya diri, mandiri, mau berbagi, membantu orang lain dan mengembangkan idenya sendiri. Jika perkembangan sosial emosional anak tidak distimulus sejak dini akan menyebabkan anak minder (pemalu), selalu mengandalkan bantuan orang lain, ingin menang sendiri, tidak mau bekerjasama dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar yang juga berdampak saat dia dewasa.

1. Karakteristik Perkembangan Sosio Emosional a. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

Karakteristik perkembangan sosial anak usia dini diartikan dengan ciri khas berbagai perubahan terkait dengan kemampuan anak usia 0-6 tahun dalam menjalin relasi dengan dirimya sendiri maupun dengan orang lain untuk mendapatkan keinginannya.

Menurut Saputra dan Masykouri (2011: 8) pada usia 2-3 tahun anak mulai menjalin hubungan pertemanan. Dalam hubungan pertemanan tersebut, anak ingin disukai oleh teman-temannya. Anak mulai memahami bahwa fungsi pertemanan adalah untuk berbagi, memberi dukungan, bergantian, dan berbagai keterampilan lainnya.


(31)

14

Pada usia ini anak juga bisa bermain peran dalam suatu permainan (misalnya dokter, perawat atau pasien, penjual atau pembeli, dan lain sebagainya)

Hubungan pertemanan anak akan semakin erat di usia 3-5 tahun melalui kegiatan bermain, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah. Anak mulai mengenali mana yang baik dan mana yang tidak baik, serta memahami kesalahan. Hal ini dapat menjadikan anak memahami dirinya sendiri untuk bersikap kooperatif, toleran dan menyesuaikan diri dengan orang lain.

b. Karakteristik Perkembangan Emosi Anak Usia Dini

Menurut Hasan (2006: 166) menjelaskan bahwa perkembangan emosi anak usia dini sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosial. Hal itu dikarenakan emosi yang ditampilkan anak usia dini sebenarnya respons dari hubungan sosial yang ia jalani dengan orang lain, dan emosi tersebut juga akan mempengaruhi keberlanjutan hubungan sosial tersebut. Jadi pada dasarnya ada semacam siklus antara perkembangan sosial dengan perkembangan emosi pada anak usia dini. Hubungan keduanya dapat digambarkan berikut ini:

Gambar 2.1 Siklus perkembangan sosial dan emosi pada anak usia dini

Sosial

Emosi


(32)

Dengan demikian karakteristik perkembangan sosio emosional antara lain dapat mengerti keinginan orang lain dan dimengerti oleh lingkungannya, dapat berinteraksi dengan teman dalam suasana bermain dan bergembira, dapat meminta persetujuan orang dewasa yang disayanginya, dapat menunjukkan rasa kepedulian terhadap orang yang mengalami kesulitan, dapat berbagi dengan teman dan orang dewasa lainnya, dapat memilih teman bermain, dapat mengekspresikan emosi secara wajar baik melalui tindakan kata-kata ataupun ekspresi wajah, dapat menunjukkan rasa sayang pada orang lain, dapat meniru dan berminat pada kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa, dapat menunjukkan sikap sabar ketika menunggu giliran, dapat menggunakan barang orang lain secara berhati-hati dan dapat menunjukkan kebanggaan terhadap keberhasilan.

C. Hakikat Bermain Bagi Anak

Bermain merupakan suatu kebutuhan untuk anak agar mereka dapat bereksplor dan mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Pada hakikatnya semua anak senang bermain, setiap anak tentu saja sangat menikmati permainanannya, tanpa terkecuali. Melalui bermain anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, belajar bekerjasama, mengekspresikan inisiatifnya, dan dapat menjadi lebih dewasa.


(33)

16

Menurut Moeslichatoen (1996: 26) ada lima kriteria dalam bermain, yaitu: 1) Motivasi Intrinsik: perilaku anak saat bermain dimotivasi dari dalam diri

anak bukan karena adanya tuntutan masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh. 2) Pengaruh Positif: perilaku anak saat bermain itu menyenangkan atau

menggembirakan untuk dilakukan.

3) Bukan dikerjakan sambil lalu: perilaku anak saat bermain itu bukan dilakukan kemudian dilupakan, karena itu tidak mengikuti pola atau aturan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura.

4) Cara/Tujuan: cara bermain lebih diutamakan dari pada tujuannya. Anak lebih tertarik pada perilaku itu sendiri dari pada keluaran yang dihasikan. 5) Kelenturan: bermain itu perilaku yag lentur. Kelenturan ditunjukkan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta berlaku dalam setiap situasi.

Bermain berperan penting bagi perkembangan fisik, juga memiliki fungsi pada perkembangan sosial dan emosional. Melalui bermain anak mendapatkan berbagai pengalamannya, baik secara sosial maupun emosinya, seperti saat berinteraksi dengan teman, dimana ia akan belajar bergaul, bekerjasama, berbagi, dan menghargai orang lain. Ketika bermain anak juga akan merasakan senang, sedih, gembira, kecewa, dan sebagainya.

Menurut Karl Buhler dan Schenk Danziger dalam Sujiono (2007: 178), bermain adalah kegiatan yang menimbulkan kenikmatan. Dan kenikmatan itulah yang akan menjadi perangsang bagi perilaku lainnya. Misalnya ketika anak mulai belajar bekerjasama dengan temannya, fungsi kenikmatan meluas


(34)

menjadi kenikmatan berekreasi. Sehingga ketika anak bermain mereka akan merasa senang dengan apa yang dilakukannya.

Pada usia ini pula, anak mulai belajar mengembangkan kemampuan sosial dan emosionalnya. Usia emas itu datang hanya sekali dan tidak dapat terulang lagi pada fase berikutnya. Oleh karena itu, masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat penting untuk meningkatkan seluruh potensi kecerdasannya.

Piaget dalam Sujiono (2007: 178) menjelaskan bermain menunjukkan dua realitas anak-anak yaitu adaptasi terhadap apa yang mereka sudah ketahui dan respon mereka terhadap hal-hal baru. Ketika anak bermain, anak melakukan sesuatu perbuatan dan dengan melakukan itulah anak mendapatkan pengetahuan yang baru atau sebagai penyempurna dari pengetahuan yang telah dimilikinya sebelumnya. Piaget menegaskan bahwa melalui bermain anak belajar sesuatu, mereka akan mendapakan sebab akibat atau perubahan dari suatu fenomena dan kejadian.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan untuk mengembangkan berbagai perkembangan anak dan potensi yang ada dalam diri anak dari sejak dini agar anak mendapat pengalaman dan pengetahuan. Melalui bermain, potensi yang ada dalam diri anak akan terungkapkan melalui permainannya.


(35)

18

1. Pengertian Bermain

Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui bermain anak akan memperoleh pengalaman secara nyata. Bermain harus dilakukan atas keinginan dan inisiatif anak sendiri, sehingga anak akan merasa senang dan menghasilkan proses belajar pada anak.

Berhubungan dengan metode dalam kegiatan bermain (play activity

method), Wolfgang dan Wolfgang (1992) dalam Sujiono dan Sujiono

(2010: 73) berpendapat bahwa dalam metode inilah yang memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk berbuat sesuai keinginan sehingga dari perilaku anak tersebutlah akan lahir kurikulum secara ilmiah. Contoh perilaku tersebut adalah saat anak bermain baju-bajuan, membangun balok, melukis, dan kegiatan serupa lainnya.

Menurut Gordon dan Browne (1985) dalam Sujiono dan Sujiono (2010: 73) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang ikut berpengaruh dalam pemilihan metode, yakni: (1) kegiatan di dalam dan di luar kelas, (2) keterampilan yang hendak dikembangkan melalui berbagai kegiatan/materi, (3) tema yang dipilih dalam kegiatan tersebut dan (4) pola dari kegiatan belajar yang dilakukan.

Dasar dari metode kegiatan bermain ini adalah anak yang memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda-beda setiap individu satu dengan individu lain dan tujuan bermain untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak serta kemampuan menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan lingkungan sehingga anak dapat bersosialisasi.

Mildred Parten (Stassen Berger, 1983; Turner & Helms, 1993) dalam Hartati (2005: 87-88) menggolongkan kegiatan bermain sesuai dengan perkembangan sosial anak. Bermain sebagai sarana sosialisasi dan ia


(36)

mengamati ada enam bentuk interaksi antar anak yang terjadi saat mereka bermain. Pada keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat adanya peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri sampai bermain bersama. Tahapan perkembangan bermain yang mecerminkan tingkat perkembangan sosial anak adalah sebagai berikut di bawah ini:

1. Unoccupied Play

Pada Unoccupied Play sebenarnya anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, melainkan hanya mengamati kajadian disekitarnya yang menarik perhatian anak. Bila tidak ada hal yang menarik, anak yang menyibukkan diri dengan melakukan berbagai hal seperti memainkan anggota tubuhnya. Mengikuti orang lain, berkeliling atau naik turun kursi tanpa tujuan yang jelas.

2. Solitary Play (Bermain Sendiri)

Solitary Play (Bermain Sendiri) biasanya tampak pada anak yang

berusia amat muda. Anak sibuk bermain sendiri, dan tampaknya tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain disekitarnya. Perilaku yang bersifat egosentris dengan ciri antara lain tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan anak lain, mencerminkan dengan sikap memusatkan perhatian pada diri sendiri. Anak lain baru dirasakan kehadirannya apabila misalnya, anak tersebut mengambil alat permainannya.


(37)

20

3. Onloker Play (pengamat)

Onloker Play (pengamat) yaitu kegiatan bermain dengan mengamati

anak-anak lain melakukan kegiatan bermain, dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang diamatinya. Jenis kegiatan bermain ini pada umumnya tampak pada anak berusia dua tahun. Dapat juga tampak pada anak yang belum kenal denngan anak lain di suatu lingkungan baru, sehingga malu atau ragu-ragu untuk ikut bergabung dalam kegiatan bermain yang sedang dilakukan oleh anak-anak lainnya. Sambil mengamati anak juga mengajukan pertanyaan serta memperhatikan perilaku dan percakapan anak-anak yang diamatinya.

Ketiga jenis kegiatan bermain ini oleh Berk (1994) dikategorikan sebagai nonsocial play.

4. Paralel play (bermain paralel)

Paralel play (bermain paralel) tampak saat dua anak atau lebih

bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan kegitan dan gerakan yang sama, tetapi bila diperhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada interaksi diantara mereka. Mereka melakukan kegiatan yang sama, secara sendiri-sendiri secara bersamaan. Bentuk kegiatan seperti ini tampak pada anak-anak yang sedang bermain mobil-mobilan, membuat bangunan dari alat permainan lego atau balok-balok menurut kreasi masing-masing, bermain sepeda atau sepatu roda tanpa berinteraksi.


(38)

Dengan melakukan kegiatan yang sama, anak dapat terlibat kontak dengan anak lain. Mereka melakukan kegitana paralel, bukan kerjasama, karena pada dasarnya mereka masih amat egosentris dan belum mampu memahami atau berbagai rasa dan kegiatan dengan anak lain.

5. Assosiative Play (bermain asosiatif)

Assosiative play atau bermain asosiatif ditandai dengan adanya

interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan, akan tetapi bila diamati akan tampak bahwa masig-masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerjasama. Misalnya anak sedang menggambar, mereka saling memberi komentar terhadap gambar masing-masing, berbagai pensil warna, ada interaksi diantara mereka namun sebenarnya kegiatan menggambar itu mereka lakukan sendiri-sendiri.

Kegiatan bermain ini biasanya terlihat pada anak usia prasekolah. Kemampuan anak untuk dapat melakukan kerjasama dalam bermain bersama, tumbuhnya tergantung pada kesempatan yang dimilikinya untuk banyak bergaul dengan anak lain. Oleh karena itu jenis kegiatan bermain asosiatif, bukan kooperatif, yang masih banyak terlihat dilakukan oleh anak-anak di Tamak Kanak-Kanak.

6. Cooperative Play (bermain bersama)

Cooperative Play (bermain bersama) ditandai dengan adanya

kerjasama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainana untuk mencapai satu tujuan


(39)

22

tertentu. Misalnya bermain peran, bekerjasama membuat suatu karya bangunan dari balok-balok dan semacamnya. Kegiatan bermain bersama teman sebenarnya merupakan sarana untuk bersosialisasi atau bergaul serta berbaur dengan orang lain.

2. Karakteristik Kegiatan Bermain

Beberapa karakteristik kegiatan bermain pada anak: 1. Bermain muncul dari dalam diri anak

Keinginan bermain pasti ada dalam diri anak. Melalui bermain kebutuhannya terpenuhi, sehingga anak merasa senang dan menikmati permainannya. Anak akan bermain dengan caranya sendiri tanpa ada paksaan dari orangg lain.

2. Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat, kegiatan untuk dinikmati

Bermain pada anak usia dini harus terbebas dari aturan yang mengikat. Jika dalam bermain terdapat aturan yang mengikat maka anak akan merasa terbebani yang dapat mengakibatkan potensi pada anak terbebani. Untuk itulah bermain pada anak selalu menyenangkan, mengasyikkan, dan menggairahkan sehingga dapat dinikmati anak. 3. Bermain adalah aktivitas nyata atau sesungguhnya

Dalam bermain anak melakukan aktivitas nyata, bukan abstrak. Dimana anak mendapat pengetahuan awal harus benda konkret (nyata), misalnya pada saat anak bermain mengenal warna, anak melakukan aktivitas dengan warna dasar dan pencampuran warna dari


(40)

bermainnya, sehingga anak mengetahui melalui pengalaman bermainnya.

4. Bermain harus difokuskan pada proses daripada hasil

Ketika bermain anak harus difokuskan pada proses, bukan hasil yang diciptakan oleh anak. Melalui bermain anak akan mengenal dan mengetahui apa yang ia mainkan dan mendapatkan keterampilan baru, mengembangkan perkembangan anak dan anak memperoleh pengetahuan dari apa yang ia mainkan.

5. Bermain harus didominasi oleh pemain

Ketika bermain harus didominasi oleh pemain, yaitu anak itu sendiri. Jika bermain didominasi oleh orang dewasa maka anak tidak akan mendapatkan makna apapun dari bermainnnya.

6. Bermain harus melibatkan peran aktif dari pemain

Bermain harus melibatkan peran aktif pemain. Anak sebagai pemain harus terjun langsung dalam bermain. Jika anak pasif saat bermain maka anak tidak memperoleh pengalaman baru. Bermain bagi anak adalah bekerjasama untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru.

3. Fungsi Bermain

Bermain merupakan suatu aktivitas yang sangat bermanfaat bagi anak. Menurut Moeslichatoen (1996: 27) yang menyatakan bahwa bermain memiliki fungsi sebagai berikut:


(41)

24

1) Aspek Psikomotor, melalui kegiatan bermain anak dapat melakukan koordinasi otot kasar. Bermacam cara dan teknik dapat dipergunakan dalam kegiatan ini seperti merayap, merangkak, berjalan, berlari, meloncat, melompat, menendang, melempar, dan lain sebagainya. 2) Aspek Kognitif, melalui kegiatan bermain anak dapat berlatih

menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan berbagai masalah seperti kegiatan mengukur isi, mengukur berat, membandingkan, mencari jawaban yang berbeda dan sebagainya. 3) Aspek Bahasa, melalui kegiatan bermain anak juga dapat melatih

kemampuan bahasanya dengan cara: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya.

4) Aspek Sosial Emosional, melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya. Melalui bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri.

Fungsi bermain sebagaimana yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan bermain merupakan kegiatan yang


(42)

bermanfaat pada anak. Kegiatan bermain sangat penting untuk mendukung perkembangan anak pada semua aspek perkembangan, yang meliputi aspek psikomotor, kognitif, bahasa, serta sosial emosional.

4. Metode Pengembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Bermain Sosial

Dunia anak adalah dunia bermain. Ketika anak bermain dengan teman sebayanya, anak akan belajar bekerjasama, berbagi hak milik, menggunakan mainan secara bergilir, melakukan kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang sudah terbina, mencari cara pemecahan masalah yang dihadapi dengan teman mainya. Membuat peraturan permainan sendiri sehingga pertengkaran dapat dihindari.

Ia juga belajar berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan isi pikiran dan perasaan maupun memahami apa yang diucapkan oleh teman tersebut, sehingga hubungan dapat terbina dan dapat saling bertukar informasi (pengetahuan).

Menurut Mutiah (2010: 113) bermain memiliki makna tersendiri bagi anak. Bermain memiliki makna sebagai sarana mensosialisasikan diri (anak). Ini berarti kegiatan bermain dapat digunakan sebagai bagi anak untuk membawanya ke alam masyarakat. Melalui bermain, anak akan mengenal dan menghargai orang lain. Hal ini akan sangat mempengaruhi


(43)

26

perkembangan sosial emosionalnya. Jadi dapat dikatakan optimalisasi perkembangan sosial emosional anak usia dini dapat dilakukan melalui kegiatan atau metode bermain sosial (bermain peran mikro).

5. Bermain Peran Mikro

Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura, khayalan, fantasi, make believe. Menurut Vygotsky dalam Mutiah (2010: 115) mengemukakan bahwa “Main peran disebut juga main simbolis, pura-pura, make-believe, fantasi, imajinasi, atau main drama sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak usia tiga sampai enam tahun”. Bermain peran adalah bermain pura-pura yang bertingkah laku seperti orang lain, binatang, tumbuhan dan yang ada dalam dunia nyata. Melalui bermain peran anak akan berimajinasi dan menggali potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Ketika mereka bermain, mereka menjadi kreatif dan dapat membuat keputusan apa yang ingin dilakukan oleh anak.

Definisi metode bermain peran yang lebih luas dikemukakan oleh Supriyati dalam Gunarti, dkk, (2008:10.10) bahwa metode bermain peran adalah permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda sekitar anak sehingga dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.

Melalui bermain peran anak dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) seperti tokoh yang diperankannya sehingga anak akan menjadi lebih kreatif dalam menuangkan idenya saat bermain.


(44)

Bermain peran merupakan bentuk kegiatan bermain dimana anak memerankan sesuatu dari pengalamanannya yang diperoleh dari melihat dan mendengar kemudian akan dilakukan dalam kegiatan bermain peran tersebut. Dengan anak melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan metode bermain peran, perkembangan sosial emosional pada anak akan tumbuh dan masuk ke dalam diri anak dan belajar melihat keadaan sekitar.

Metode bermain peran merupakan metode untuk memerankan sikap atau perilaku seseorang atau lainnya. Diantaranya manfaat metode bermain peran (simulasi) bagi anak ialah dapat menggali perasaannya, memperoleh inspirasi, dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, persepsinya, dan untuk mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah.

Bermain peran ini sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun. Bermain peran dipandang sebagai dasar perkembangan daya cipta, tahapan ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan spasial, afeksi, dan keterampilan kognisi. Bermain peran memungkinkan anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali masa lalu.


(45)

28

Pada umumnya anak-anak menyukai bermain peran (dramatik) (Garvey, 1997 dalam Berger, 1983 dan dalam Tedjasaputra, 1995: 25). Hal ini dikarenakan melalui bermain dramatik membantu anak mencobakan berbagai peran sosial yang diamati, melepaskan ketakutan, mewujudkan khayalan, serta belajar bekerja sama (Garvey, 1990; Singer dan Singer, 1990 dalam Berk, 1994) dalam Tedjasaputra: 1995:25).

Sejalan dengan pendapat tersebut maka bermain peran merupakan permainan dimana anak memainkan peran dari tokoh yang dimainkannya untuk mengembangkan daya imajinasi anak, percaya diri, menuangkan, dan belajar bekerjasama dengan temannya dalam merencanakan kegiatan.

Menurut Mutiah (2010: 115) bermain peran terbagi kedalam dua jenis kegiatan, yaitu bermain peran makro dan mikro. Bermain peran mikro dimaksudkan bahwa anak memainkan peran dengan menggunakan alat bermain berukuran kecil, misalnya orang-orangan kecil yang lagi berjual beli. Sedangkan bermain peran makro, anak secara langsung bermain menjadi tokoh untuk memainkan peran-peran tertentu sesuai dengan tema. Misalnya peran sebagai ayah, ibu, dan anak dalam sebuah rumah tangga.

Manfaat bermain peran dikemukakan oleh Tarigan dalam Skripsi yang ditulis Yola Indira (2008: 33) bahwa melalui bermain peran yang baik dan terorganisir akan diperoleh manfaat antara lain:

1) memupuk kerja sama yang baik dalam hubungan sosial; 2) memberi kesempatan pada anak untuk melahirkan daya kreasi masing-masing; 3)


(46)

mengembangkan emosi yang sehat bagi anak-anak; 4) menghilangkan sifat malu, gugup, dan lain-lain; 5) mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik, 6) menghargai pikiran dan pendapat orang lain; 7) menanmkan kepercayaan pada diri sendiri, 8) dapat mengurangi kejahatan dan kenakalan anak-anak.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan hal yang sangat penting bagi anak, karena melalui bermain peran, anak dapat belajar bagaimana berinteraksi, berkomunikasi yang baik dengan lawan bicara sehingga akan terciptalah suatu hubungan yang harmonis, dimana anak juga mampu belajar untuk bekerja sama dengan teman sebaya, percaya diri dan memiliki rasa empati terhadap lingkungan sosialnya, belajar saling tolong menolong serta mau berbagi miliknya dengan orang lain.

Menurut Mutiah (2010: 115) bermain peran mikro adalah awal bermain kerjasama. Dimana anak bermain untuk bekerjasama menjadi sutradara atau dalang. Biasanya mereka akan menciptakan percakapan sendiri secara spontan tanpa harus diberi naskah oleh orang lain atau orang dewasa.

Sejalan dengan pendapat tersebut maka saat anak bermain peran mikro anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya untuk bekerjasama menciptakan suasana bermain yang menyenangkan dalam kelompoknya.

Menurut Feindan Smilansky dalam Gunarti, dkk (2010: 10.21-10.22), dalam metode bermain peran mikro anak menggunakan simbol, seperti


(47)

30

kata-kata, gerakan, dan mainan untuk mewakili dunia yang sesungguhnya. Sedangkan menurut Gunarti, dkk (2010: 10.18-10.19) perbedaan antara metode bermain peran makro dan mikro dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu sebagai berikut:

1) Dari keluasan tema. Dalam metode bermain peran makro tema berkaitan dengan kehidupan nyata, kehidupan sosial dan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, tema pada metode bermain peran mikro bersifat luas, imajinatif, berkaitan dengan kehidupan nyata maupun fiktif.

2) Dari sudut kesinambungan jalan cerita. Metode bermain peran makro mengembangkan adanya jalinan cerita dan kesinambungan peran antara semua tokoh yang terlibat. Selain itu, dalam metode bermain peran makro ini terdapat masalah sosial yang harus dipecahkan sehingga menuntut adanya kerja sama yang sinergis untuk menemukan solusi. Sedangkan metode bermain peran mikro, anak menekankan pada penampilan yang menunjukkan peran yang dibawakan dalam perilaku dan pembicaraan, namun tidak menekankan pada ada atau tidaknya jalan cerita.

3) Dari sudut permasalahan yang ditampilkan. Dalam metode bermain peran makro terdapat masalah sosial yang harus dipecahkan bersama. Sedangkan pada metode bermain peran mikro tidak ada masalah sosial yang harus dipecahkan.

4) Dari sudut waktu. Dalam metode bermain peran makro, jalan cerita berlangsung cukup lama sampai pada segmen selesainya suatu


(48)

masalah. Sedangkan dalam metode bermain peran mikro, jalan cerita berlangsung singkat, namun anak suka berganti-ganti peran sehingga dari segi waktu, kegiatan anak dalam bermain peran dapat berlangsung lama. Akan tetapi jalan cerita berlangsung singkat dalam setiap segmen.

5) Dari sudut tingkat kesulitan. Metode bermain peran makro memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan dalam metode bermain peran makro mempersyaratkan adanya kerja sama yang sinergis.

Metode bermain peran mikro lebih bersifat spontan, imajinatif, dan singkat sehingga memiliki tingkat kesulitan yang rendah.

6) Dari sudut inisiatif. Metode bermain peran makro lebih mengutamakan inisiatif guru dalam membuat cerita, merencanakan kegiatan langkah demi langkah, mengarahkan peran, serta dialog para pemainnya. Sedangkan metode bermain peran mikro lebih membuka ruang kepada anak untuk membentuk jalan cerita sendiri sesuai dengan imajinasi dan kreativitasnya.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan metode bermain peran makro dan mikro dapat terlihat pada alur cerita. Alur cerita pada metode bermain peran makro ditentukan oleh guru dan anak yang memerankan sesuai dengan jalan cerita yang sudah ada. Sedangkan alur cerita pada metode bermain peran mikro diciptakan oleh anak sendiri. Hal ini menunjukkan dalam metode bermain peran mikro anak berperan sebagai sutradara.


(49)

32

Adapun langkah-langkah kegiatan dalam melaksanakan metode bermain peran mikro menurut Sujiono dan Sujiono (2010: 90) adalah sebagai berikut:

a. Guru memberikan pengarahan dan aturan-aturan, tata tertib bermain di sentra bermain peran kecil.

b. Guru mengabsen murid dan menghitung jumlah murid bersama-sama sambil menyebutkan warna kelompoknya yang sesuai dengan usia yang berdekatan.

c. Setelah anak-anak mengetahui dan mengerti peraturan serta tata tertib di sentra, anak-anak diperbolehkan untuk bermain.

d. Apabila ada anak yang tidak mematuhi peraturan tata tertib, guru dapat menegur langsung kepada anak tersebut.

e. Anak yang di luar biasa (cacat) dapat ditemani oleh guru sambil mengarahkan bermain. Setelah waktu bermain telah hampir habis, guru dapat menyiapkan berbagai macam-macam buku cerita sebagai penenang dapat dilihat/dibaca anak.

f. Guru dibantu anak-anak merapihkan permainan-permainan apabila waktu hampir selesai.

g. Setelah selesai anak-anak kembali kepada guru.

D. Media Pembelajaran Anak Usia Dini

Media merupakan salah satu alat penyampai materi kepada anak. Media tidak hanya dipahami sebagai alat peraga, tetapi juga sebagai pembawa informasi atau pesan pengajaran kepada anak. Dengan adanya media, pembelajaran akan lebih menarik, interaktif, dan menyenangkan sehingga secara tidak langsung pembelajaran pun dapat ditingkatkan lebih baik lagi dan proses pembelajaran akan berjalan lebih maksimal.

Menurut Yusufhadi Miarso dalam Fadlillah (2012: 206) menyebutkan bahwa yang dinamankan media pembelajaran ialah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali.


(50)

Sedangkan menurut Education Association (NEA) dalam Fadlillah (2012: 206) mengartikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibacakan beserta instrumen yang dipergunakan, baik dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat mempengaruhi efektivitas program instruksional.

Dari beberapa pendapat di atas maka media adalah suatu alat yang dijadikan perantara untuk menyampaikan pesan (materi pembelajaran), supaya pesan yang diinginkan dapat tersampaikan dengan tepat, mudah, dan diterima serta dipahami sebagaimana mestinya sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran. Dalam lingkungan pendidikan, yang menerima pesan adalah peserta didik yang melakukan interaksi pembelajaran.

E. Hubungan Metode Bermain Peran Mikro dengan Perkembangan Sosial Emosional

Suatu penelitian perlu didukung oleh teori sebagai dasar rujukan agar dapat terarah dengan baik, pada bagian ini peneliti akan membahas tentang teori bermain peran mikro yang berhubungan dengan perkembangan sosial emosional anak. Vygotsky dalam Mutiah (2010: 115) yang menyatakan bahwa “main peran disebut juga main simbolis, pura-pura, make-believe, fantasi, imajinasi, atau main drama sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak usia tiga sampai enam tahun”. Artinya bahwa Perkembangan sosial emosional dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain peran, karena melalui bermain peran anak melakukan interaksi dengan orang lain kemudian dalam bermain peran anak dapat belajar bekerja sama dan berinisiatif.


(51)

34

Pendapat di atas senada dengan pendapat Tarigan dalam Skripsi yang ditulis Yola Indira (2008: 33) bahwa melalui bermain peran yang baik dan terorganisir akan diperoleh manfaat antara lain:

1) memupuk kerja sama yang baik dalam hubungan sosial; 2) memberi kesempatan pada anak untuk melahirkan daya kreasi masing-masing; 3) mengembangkan emosi yang sehat bagi anak-anak; 4) menghilangkan sifat malu, gugup, dan lain-lain; 5) mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik, 6) menghargai pikiran dan pendapat orang lain; 7) menanmkan kepercayaan pada diri sendiri, 8) dapat mengurangi kejahatan dan kenakalan anak-anak.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Tedjasaputra (1995: 25) bahwa anak-anak menyukai bermain dramatik. Hal ini dikarenakan melalui bermain dramatik membantu anak mencobakan berbagai peran sosial yang diamati, melepaskan ketakutan, mewujudkan khayalan, serta belajar bekerja sama.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu hal yang sangat penting bagi anak untuk mengembangkan perkembangan sosial emosional, melalui bermain anak secara tidak langsung berinteraksi dengan orang lain dan belajar bekerja sama.

F. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rindah Susiana, M.Si dengan judul Pengaruh Bermain Peran Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 3-4 Tahun Siswa Paud Rumah Balita Cerdas Banguntapan Bantul Tahun Pelajaran 2013 / 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Bermain Peran Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 3-4 Tahun Siswa PAUD Rumah Balita Cerdas.


(52)

Pendekatan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan One Group

Pretest and Postest. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

Siswa PAUD Rumah Balita Cerdas Banguntapan, Bantul. Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive sample, terambil dua sampel yaitu Kelas A dan B siswa PAUD Rumah Balita Cerdas dengan 30 peserta didik sebagai kelompok eksperimen. Metode pengumpulan data menggunakan skala Perkembangan Sosial Emosional. Bermain Peran sebagai perlakuan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis t-test.

Analisis perhitungan t-test posttest menghasilkan nilai t-hitung sebesar 33,809 > t-tabel sebesar 2,045. Nilai sig (2-tailed) < 0,05 yaitu 0,00 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Rata-rata atau mean sosial emosional mengalami peningkatan sebesar 4,97.

Berdasarkan perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan perkembangan sosial emosional dengan perlakuan bermain peran.

2. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Bagas Oktaris Novia dengan judul Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro Dengan Keterampilan Sosial Pada Anak Usia 5-6 tahun di kelompok B2 TK Assalam Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini. Metode yang digunakan adalah metode korelasional. Pengumpulan data primer menggunakan observasi dan pengumpulan data sekunder


(53)

36

menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan uji korelasi spearman rank.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial anak. Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan korelasi spearman rank sebesar 0,75 yang berarti bahwa kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini memiliki hubungan yang kuat dan bernilai positif. Oleh sebab itu hendaknya kegiatan bermain peran mikro dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran di PAUD, terutama dalam mengembangkan keterampilan sosial.

3. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meylia Herli Susanti dengan judul Upaya Meningkatkan Kecerdasan Sosial-Emosional Anak Melalui Bermain Peran Pada TK A PAUD Taman Belia Candi Semarang Tahun Ajaran 2012/2013. Metode penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing siklusnya berupa Perencanaan, Pelaksanaan, Hasil Pengamatan, dan Refleksi. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan pada 8 anak dimana 4 perempuan dan 4 laki-laki pada PAUD Belia Candi Semarang.pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dokumentasi, praktek langsung, dan demonstrasi. Tujuan umum penelitian ini untuk meningkatkan Kecerdasan Sosial-Emosional Anak Melalui Bermain Peran Pada TK A PAUD Taman Belia Candi Semarang Tahun Ajaran 2012/2013.


(54)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan bermain peran dapat meningkatkan kecerdasan sosial-emosional anak hal ini terbukti pada siklus I sebesar 50% anak mendapatkan nilai baik, 25% anak mendapatkan nilai cukup, dan 25% anak mendapatkan nilai kurang. Sedangkan siklus II sebesar 76% anak mendapatkan nilai baik, 12% anak mendapatkan nilai cukup, 12% anak mendapatkan nilai kurang. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa melalui bermin peran dapat meningkatkan perkembangan sosial-emosional anak pada TK A PAUD Taman Belia Candi Semarang Tahun Ajaran 2012/2013.

G. Kerangka Pikir

Pembelajaran akan menjadi bermakna bagi anak apabila guru dapat merencanakan pembelajaran secara langsung dengan menggunakan metode yang menarik dan memfasilitasi media atau alat permainan yang dapat merangsang kemampuan anak. Pembelajaran juga harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Perkembangan sosial emosional merupakan salah satu perkembangan yang sangat penting dalam kehidupan seorang individu. Stimulus yang diberikan kepada anak sejak dini sangat menentukan bagaimana perkembangan sosial emosional anak di masa depannya. Aspek sosial emosional di dalamnya


(55)

38

terdapat rasa percaya diri, kemandirian, dan berinisiatif. Salah satu stimulus yang dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan sosial emosional yaitu dengan menggunakan metode bermain peran mikro.

Maka dari itu penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(Hipotesis kerja), ada hubungan antara metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosonal pada anak usia dini.

.

Metode bermain peran mikro

Perkembangan sosial emosional


(56)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel lainnya (Sukmadinata, 2007: 56). Hubungan antara satu dengan variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian secara statistik. Adanya korelasi antara dua variable atau lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab akibat dari suatu variabel terhadap variabel lainnya.

B. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan

a. Pembuatan kisi-kisi instrument penelitian.

b. Membuat Rancangan Kegiatan Harian (RKH) menggunakan metode bermain peran mikro.

c. Pembuatan lembar observasi/ pedoman observasi.

d. Menyiapkan media berupa alat permainan untuk bermain peran mikro.

2. Tahap Pelaksanaan


(57)

40

b. Lembar observasi/ pedoman observasi menggunakan metode bermain peran mikro.

3. Tahap Pengumpulan

a. Pengamatan pada pembelajaran konvensional menggunakan lembar observasi/ pedoman observasi.

b. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode bermain peran mikro dan diamati dengan lembar observasi/ pedoman observasi.

4. Tahap Akhir

Pengolahan dan analisis data hasil penelitian yang diperoleh dengan instrument penelitian dan lembar observasi/ pedoman observasi.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat : TK Satu Atap Pringsewu Kelas/ Usia : A / 4-5 tahun

Alamat : Jalan KH Gholib gg Panda Kecamatan Pringsewu Utara Kabupaten : Pringsewu

Provinsi : Lampung Tahun Ajaran : 2014/ 2015

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 selama 4 minggu berturut-turut pada hari Senin pukul 08.00-10.00 WIB. Pembelajaran dilaksanakan selama 60 menit atau satu jam untuk setiap pertemuannya.


(58)

D. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2011 : 117-118) menyatakan populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel yang digunakan adalah sampel populasi study yang mana populasi dijadikan sampel yaitu seluruh siswa kelompok A TK Satu Atap Pringsewu.

E. Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).

a. Variabel bebas menurut Sugiyono (2011: 61) merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen/terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode bermain peran mikro yang dilambangkan dengan (X).

b. Variabel terikat menurut Sugiyono (2011: 61) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat (Y) adalah peningkatan perkembangan sosial emosional anak kelas A TK Satu Atap Pringsewu.


(59)

42

F. Definisi Variabel

1. Definisi Konseptual Variabel

a. Variabel X (Bermain Peran Mikro): Menurut Mutiah (2010: 115) bermain peran mikro adalah awal bermain kerjasama. Dimana anak bermain untuk bekerjasama menjadi sutradara atau dalang. Biasanya mereka akan menciptakan percakapan sendiri secara spontan tanpa harus diberi naskah oleh orang lain atau orang desawa.

b. Variabel Y (Perkembangan Sosial Emosional): Menurut Erikson dalam Sujiono dan Sujiono (2010: 43) yakin bahwa perkembangan sosio emosional yang penting untuk dikembangkan dan harus dibelajarkan pada anak adalah rasa percaya, kemandirian, dan inisiatif.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Variabel X (Bermain Peran Mikro): metode bermain peran mikro merupakan suatu bentuk kegiatan bermain bersama untuk bekerjasama menjadi sutradara dengan menggunakan media berukuran kecil. Dimensi kegiatan bermain peran mikro adalah bekerjasama. Adapun indikator dalam kegiatan bermain peran mikro ini meliputi: 1) mau bermain bersama, 2) mau berinteraksi dengan orang lain, 3) mau merencanakan kegiatan bersama

c. Variabel Y (Perkembangan Sosial Emosional): berdasarkan definisi konseptual di atas, maka dimensi perkembangan sosial emosional


(60)

adalah rasa percaya, kemandirian, dan inisiatif. Maka indikator perkembangan sosial emosional meliputi: 1) berani tampil di depan orang lain, 2) berani bertanya, 3) berani mengungkapkan pendapatnya, 4) mampu mengerjakan tugas sendiri, 5) mampu memilih benda untuk bermain, 6) bermain sesuai dengan jenis permainan yang dipilihnya, 7) mampu menuangkan ide, 8) berani mengungkapkan ide, 9) mampu bertukar pikiran/ide.

G. Teknik Pengumpulan Data dan Kisi-Kisi Instrumen 1. Teknik pengumpulan data

a. Observasi

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2011: 203) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang penting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, peneliti berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

Observasi dilakukan oleh peneliti untuk Observasi ini digunakan untuk mengamati kegiatan anak yang sedang berlangsung yaitu pada saat anak bermain peran mikro dan alat yang digunakan adalah lembar observasi. Lembar observasi merupakan panduan dalam melakukan


(61)

44

penilaian terhadap indikator-indikator yang ingin dicapai oleh anak di TK Satu Atap Pringsewu Kabupaten Pringsewu.

b. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2011: 329) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh data sebagai penunjang dalam penelitian ini.

2. Kisi-Kisi Instrumen

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen

Variabel Dimensi Indikator

Bermain Peran Mikro

(X)

1. Bekerjasama 1. mau bermain bersama 2. mau berinteraksi dengan

orang lain

3. mau merencanakan kegiatan bersama

Perkembangan Sosial Emosional

(Y)

1. Percaya Diri 1. berani tampil di depan orang lain

2. berani bertanya

3. berani mengungkapkan pendapatnya

2. Mandiri 1. mampu mengerjakan tugas sendiri

2. mampu memilih benda untuk bermain

3. bermain sesuai dengan jenis permainan yang dipilihnya 3. Inisiatif 1. mampu menuangkan ide

2. berani mengungkapkan ide 3. mampu bertukar pikiran/ide


(62)

H. Analisis Data

Teknis analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam proses penelitian, karena disinilah hasil penelitian akan tampak. Analisis data mencakup seluruh kegiatan menganalisa dan menarik kesimpulan dari semua data yang terkumpul.

Teknik yang digunakan menggunakan presentasi untuk mengetahui perkembangan sosial emosional anak. Teknik statistik yang digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan lembaran observasi diperoleh dari hasil checklist yang dilihat dari rubrik yang telah dibuat peneliti seperti dibawah ini :

Nilai =

x 100%

Tabel 3.2 Tolak Ukur Kriteria Tingkat Kemampuan Interval Persentasi

Tingkat Kemampuan

Keterangan

76%-100% BSB (Berkembang Sangat Baik) 51%- 75% BSH (Berkembang Sesuai Harapan)

26%-50% MB (Mulai Berkembang) 0%-25% BB (Belum Berkembang)

Sumber : Ditjen Mamdas DIKNAS 2010 (Dimyati, 2013: 103) 1. Analisis Uji Hubungan

Untuk menguji hubungan antara metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosional anak usia dini dihitung dengan rumus korelasi.


(63)

46

Korelasi dapat dihitung dengan rumus Spearman Rank dalam Sugiyono (2014: 244) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

= Korelasi Spearman 6 & 1 = Bilangan konstan

= Difference

n = Number of Cases

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Korelasi Spearman Rank, maka dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau tidak. Ho : = 0 ( tidak ada hubungan)

Ha : ≠ 0 (ada hubungan)

Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut kemudian dilihat keeratannya menggunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

Tabel 3.3 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Kategori Tingkat Keeratan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat


(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosional anak kelompok A TK Satu Atap Pringsewu Tahun Ajaran 2014/205. Berdasarkan uji statistik menggunakan korelasi Spearman Rank dengan r sebesar 0,90

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut.

1. Kepada Anak

Diharapkan anak lebih aktif dalam proses belajar mengajar untuk mengembangkan semua aspek perkembangan yang dimiliki terutama aspek perkembangan sosial emosional.

2. Kepada Guru

a. Diharapkan guru mengembangkan perkembangan sosial emosional anak dengan menggunakan metode pembelajaran yang menarik untuk anak usia dini, sehingga dalam proses pembelajaran terasa menyenangkan.


(65)

61

b. Guru sebaiknya lebih aktif, kreatif dan inovatif sehingga anak-anak akan termotivasi dalam proses belajar mengajar.

c. Diharapkan dapat mengembangkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan kreativitas pendidk dalam mengemas suatu kegiatan pembelajaran agar lebih bermakna.

3. Kepada Kepala Sekolah

Diharapkan dapat menyediakan fasilitas untuk mendukung proses belajar mengajar.

4. Kepada Peneliti

Dapat menggunakan ilmu dan pengalaman yang diperoleh pada saat melaksanakan penelitian untuk diterapkan pada saat menjadi pendidik. 5. Kepada Peneliti Lain

Bagi peneliti lain diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan agar dapat menyusun penelitian yang lebih baik lagi dan dapat mencoba menggunakan metode lain dalam mengembangkan perkembangan sosial emosional anak.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Johni. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya pada

Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada.

Fadlillah, Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD Tinjauan Teoritik dan

Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Gunarti, Winda, dkk. 2010. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan

Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hartati, Sofia. 2005. Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hasan, Aliah. 2006. Psikologi Perkembangan Islami: Menyikap Rentang

Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian. Jakarta:

Rajawali Press.

Indira, Yola. 2008. Pengaruh Kegiatan Bermain Peran Terhadap Kemampuan

Interpersonal Anak Usia 5-6 Tahun. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Moeslichatoen. 1996. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Novia, Bagas Oktaris. 2015. Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro Dengan

Keteramplan Sosial Pada Anak Usia Dini. Universitas Lampung:


(67)

63

Nurihsan, Ahmad Juantika & Mubiar, Agustin. 2011. Dinamika Perkembangan

Anak dan Remaja. Bandung: Refika Aditama.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Saputra, Ilman & Masykouri, Alzena. 2011. Membangun Sosial Emosi Anak Usia

2-4 Tahun. Jakarta: Dirjen PAUDNI.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

. 2012. Statistika Untuk Penelititian. Bandung : Alfabeta

. 2014. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sujiono, Yuliani Nurani. 2007. Konsep Dasar Pendidkan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Sujiono, Yuliani Nurani & Sujiono, Bambang. 2010. Bermain Kreatif Berbasis

Kecerdasan Jamak. Jakarta: Indeks.

Susanti, Meylia Herli. 2013. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Melalui Bermain Peran Pada TK A PAUD Taman

Belia Candi Semarang Tahun Ajaran 2012/2013.

http://yhanapratiwi.files.wordpress.com/2014/03/sosem-main-peran.pdf. Pada tanggal 25 Juni 1015. Skripsi

Susiana, Rindah. 2014. Pengaruh Bermain Peran Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 3-4 Tahun Siswa Paud Rumah Balita Cerdas

Banguntapan Bantul Tahun Pelajaran 2013/2014.

http://paud-tpacerdas.blogspot.com/2014/11/jurnal-tesis-pengaruh-bermain peran.html. Pada tanggal 24 Maret 2015. Skripsi


(68)

Tedjasaputra, Mayke.S. 1995. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Wiyani, Novan Ardy. 2014. Mengelola dan Mengembangkan Kecerdasan Sosial


(1)

Keterangan:

= Korelasi Spearman 6 & 1 = Bilangan konstan = Difference n = Number of Cases

Berdasarkan hasil perhitungan dengan Korelasi Spearman Rank, maka dapat diketahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau tidak.

Ho : = 0 ( tidak ada hubungan) Ha : ≠ 0 (ada hubungan)

Selanjutnya dari hasil perhitungan tersebut kemudian dilihat keeratannya menggunakan pedoman interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:

Tabel 3.3 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Kategori Tingkat Keeratan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara metode bermain peran mikro dengan perkembangan sosial emosional anak kelompok A TK Satu Atap Pringsewu Tahun Ajaran 2014/205. Berdasarkan uji statistik menggunakan korelasi Spearman Rank dengan r sebesar 0,90

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut.

1. Kepada Anak

Diharapkan anak lebih aktif dalam proses belajar mengajar untuk mengembangkan semua aspek perkembangan yang dimiliki terutama aspek perkembangan sosial emosional.

2. Kepada Guru

a. Diharapkan guru mengembangkan perkembangan sosial emosional anak dengan menggunakan metode pembelajaran yang menarik untuk anak usia dini, sehingga dalam proses pembelajaran terasa menyenangkan.


(3)

keterampilan dan kreativitas pendidk dalam mengemas suatu kegiatan pembelajaran agar lebih bermakna.

3. Kepada Kepala Sekolah

Diharapkan dapat menyediakan fasilitas untuk mendukung proses belajar mengajar.

4. Kepada Peneliti

Dapat menggunakan ilmu dan pengalaman yang diperoleh pada saat melaksanakan penelitian untuk diterapkan pada saat menjadi pendidik.

5. Kepada Peneliti Lain

Bagi peneliti lain diharapkan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan agar dapat menyusun penelitian yang lebih baik lagi dan dapat mencoba menggunakan metode lain dalam mengembangkan perkembangan sosial emosional anak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, Johni. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya pada Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada.

Fadlillah, Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD Tinjauan Teoritik dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Gunarti, Winda, dkk. 2010. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hartati, Sofia. 2005. Perkembangan Belajar Pada Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Hasan, Aliah. 2006. Psikologi Perkembangan Islami: Menyikap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran Hingga Pascakematian. Jakarta: Rajawali Press.

Indira, Yola. 2008. Pengaruh Kegiatan Bermain Peran Terhadap Kemampuan Interpersonal Anak Usia 5-6 Tahun. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Moeslichatoen. 1996. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Novia, Bagas Oktaris. 2015. Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro Dengan Keteramplan Sosial Pada Anak Usia Dini. Universitas Lampung: Bandarlampung


(5)

Remaja Rosdakarya

Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak Edisi Kesebelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Saputra, Ilman & Masykouri, Alzena. 2011. Membangun Sosial Emosi Anak Usia 2-4 Tahun. Jakarta: Dirjen PAUDNI.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

. 2012. Statistika Untuk Penelititian. Bandung : Alfabeta

. 2014. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sujiono, Yuliani Nurani. 2007. Konsep Dasar Pendidkan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Sujiono, Yuliani Nurani & Sujiono, Bambang. 2010. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: Indeks.

Susanti, Meylia Herli. 2013. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Melalui Bermain Peran Pada TK A PAUD Taman

Belia Candi Semarang Tahun Ajaran 2012/2013.

http://yhanapratiwi.files.wordpress.com/2014/03/sosem-main-peran.pdf. Pada tanggal 25 Juni 1015. Skripsi

Susiana, Rindah. 2014. Pengaruh Bermain Peran Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia 3-4 Tahun Siswa Paud Rumah Balita Cerdas

Banguntapan Bantul Tahun Pelajaran 2013/2014.

http://paud-tpacerdas.blogspot.com/2014/11/jurnal-tesis-pengaruh-bermain peran.html. Pada tanggal 24 Maret 2015. Skripsi


(6)

Tedjasaputra, Mayke.S. 1995. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Wiyani, Novan Ardy. 2014. Mengelola dan Mengembangkan Kecerdasan Sosial dan Emosional Anak Usia Dini. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.