BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
Penelitian Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 74 perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit. Pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 24 Maret – 19 April 2014 di RSUD Sidikalang. Penyajian data penelitian ini meliputi karakteristik responden dan gambaran praktik kolaboratif perawat dan
dokter. 5.1.1.
Karakteristik Responden
Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 74 orang. Karakteristik responden yang akan dipaparkan mencakup usia, jenis kelamin,
agama, suku, dan pendidikan terakhir responden. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rentang usia terbanyak 37,8 adalah 33-36 tahun. Hampir
seluruh responden 98,6 berjenis kelamin perempuan. Lebih dari setengah responden 67,6 berasal dari suku Batak Toba. Lebih dari setengah responden
62,2 beragama Kristen Protesan. Mayoritas responden 91,9 memiliki latar belakang pendidikan D3. Mayoritas responden 81,1 bekerja kurang dari
10 tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUD Sidikalang N=74
Data Demografi Frekuensi n
Persentase Usia :
21-40 41-60
60 Total
65 9
74 87,8
12,2
100 Suk u :
Batak Toba Batak Simalungun
Batak Karo Batak Pak-Pak
Batak Mandailing Lainnya
Total 50
8 4
10 1
1 74
67,5 10,8
5,4 13,5
1,4 1,4
100 Pendidikan Terakhir:
SPK DIII
S1 Total
2 68
4 74
2,7 91,9
5,4 100
Agama : Islam
Katolik Protestan
Total 13
1 60
74 17,5
1,4 81,1
100 Lama Bekerja :
10 tahun =10 tahun
Total 60
14 74
81,1 18,9
100
Universitas Sumatera Utara
1.2. Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Dari 20 pernyataan yang dapat menunjukkan gambaran praktik kolaboratif
yang dilakukan perawat terhadap dokter. Mayoritas perawat bekerja sama dengan dokter untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesembuhan pasien 81,1, selalu
mendiskusikan kepada dokter tentang rencana penanganan dan perawatan pasien 73, kadang–kadang merencanakan perawatan dan mempraktikkannya bersama
dokter 43,2, sering mempertimbangkan pendapat dokter saat mengembangkan rencana perawatan 51,4. Dapat dilihat di tabel distribusi frekuensi gambaran
praktik kolaboratif antara perawat dan dokter di RSUD Sidikalang lampiran 4. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas perawat di RSUD
Sidikalang memiliki praktik kolaboratif yang baik 86,5. Dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif di Ruang Rawat Inap di RSUD Sidikalang n=74
No. Tingkat Kecemasan Pasien
Frekuensi n Persentase
1 Kolaborasi Baik
64 86,5
2 3
Kolaborasi Sedang Kolaborasi Buruk
10 13,5
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif di Ruang Rawat Inap di RSUD Sidikalang Berdasarkan Empat Indikator n=74
Indikator Frekuensi Persentase
Kontrol Kekuasaan - Baik
- Sedang - Buruk
Total 50
24
74 67,57
32,43
100 Lingkup Praktik
- Baik - Sedang
- Buruk Total
68 6
74 91,9
8,1 100
Kepentingan Bersama - Baik
- Sedang - Buruk
Total 51
21 2
74 68,9
28,4 2,7
100 Tujuan Bersama
- Baik - Sedang
- Buruk Total
62 12
74 83,8
16,2
100
1.2.1 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Berdasarkan Indikator Kontrol Kekuasaan
Hasil penelitian yang didapatkan dari indikator kontrol kekuasaan adalah mayoritas perawat 67,57 memiliki praktik kolaboratif yang baik, selalu
memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien kepada dokter 54,1. Namun hanya 45,9 dari perawat yang selalu bertindak sebagai
penghubung antara pasien dengan dokter, hanya 37,8 yang melakukan tindakan medis apabila ada permintaan tertulis yang jelas dari dokter, dan 13,5 yang
selalu tidak berani menyatakan tidak pendapatnya. Dapat dilihat pada tabel 5.4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Kontrol Kekuasaan n=74
NO. Pernyataan TP
KK SRG
S f
f f f 1. Saya
memberi informasi yang
akurat tentang keadaan pasien
kepada dokter. 3 4,1
3 4,1 28
37,8 40 54,1
2. Saya bertindak
sebagai penghubung antara pasien dengan
dokter. 1
1,4 11
14,9 28
37,8 34 45,9
3. Saya hanya
melakukan tindakan medis apabila ada
permintaan tertulis yang jelas dari
dokter. 2
2,7 17
23,0 27
36,5 28 37,8
4. Saya tidak berani menyatakan tak
sependapat ketika berbeda pendapat
dengan dokter dalam hal perawatan pasien.
20 27 32
43,2 12
16,2 10 13,5
5. Saya secara proaktif
menghubungi dokter apabila belum
melakukan visitasi kepada pasien
1 1,4
11 14,9
21 28,4 41
55,4
Universitas Sumatera Utara
1.2.2 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Lingkup Praktik
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh perawat 91,9 memiliki praktik kolaboratif yang baik, selalu menyiapkan data terbaru tentang
kondisi umum pasien 53, selalu melaporkan perkembangan kesehatan paien kepada dokter 55,4, selalu segera menghubungi dokter bila terjadi penurunan
atau kegawatan kondisi pasien 79,7, selalu bekerja sama dengan dokter dalam mengidentifikasi kondisi yang membahayakan jiwa pasien 59,5 dan selalu
mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan baik 67,6. Dapat dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Lingkup Praktik n=74
NO. Pernyataan TP
KK SRG
S f f f F
1. Saya tidak
menyiapkan data terbaru tentang
kondisi umum pasien seperti TTV pasien
sebelum dokter visit 53 71,6
9 12,2
11 14,9 1 1,4
2. Saya melaporkan perkembangan
kesehatan pasien kepada dokter
13 17,6 20 27 41 55,4
3. Ketika terjadi
penurunan kegawatan kondisi
pasien saya segera menghubungi dokter
1 1,4 2
2,7 12 16,2 59
79,7
Universitas Sumatera Utara
4. Saya dan dokter bekerjasama dalam
mengidentifikasi kondisi yang
membahayakan jiwa pasien
5 6,8 1 1,4 24 32,4 44 59,5
5. Saya mendokumentasikan
asuhan keperawatan yang akurat yang
dapat memberikan kontribusi yang
berharga bagi kerjasama saya
dengan dokter 0 4
5,4 20 27 50
67,6
1.2.3 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Kepentingan Bersama
Hasil penelitian yang didapatkan adalah lebih dari setengah perawat 69,9 memiliki praktik kolaboratif yang baik. Mayoritas perawat 78,4 selalu
mengerti bahwa perawat dan dokter mempunyai kepentingan yang sama yaitu memberikan yang terbaik bagi pasien, selalu berkewajiban mendampingi dokter
ketika visitasi kepada pasien 66,2, hanya 16,2 yang selalu mempertimbangkan pendapat dokter saat mengembangkan rencana perawatan,
hanya 20,3 mengatakan tidak pernah memberi saran kepada dokter cara pendekatan perawatan pasien yang akan bermanfaat, dan 13,6 yang selalu
merencanakan perawatan dan mempraktikkannya bersama dokter. Dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Kepentingan Bersama n=74
NO. Pernyataan TP
KK SRG
S f f F F
1. Saya mengerti
bahwa saya dan dokter
punya kepentingan yang sama yaitu
memberikan yang terbaik bagi pasien
0 15 6,8 11
14,9 58 78,4
2. Saya mempertimbangkan
pendapat dokter saat mengembangkan
rencana perawatan 8
10,8 16
21,6 38
51,4 12 16,2
3. Saya berkewajiban untuk mendampingi
dokter ketika visitasi kepada pasien
2 2,7 2
2,7 21 28,4 49
66,2
4. Saya memberi
saran kepada dokter cara
pendekatan perawatan pasien yang akan
bermanfaat 15 20,3 21 28,4 28 37,8 10 13,5
5. Saya merencanakan
perawatan dan mempraktekkannya
bersama dokter 6 8,1 32 43,2 23 31,1 13 17,6
1.2.4 Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Tujuan Bersama
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat 83,8 memiliki praktik kolaboratif yang baik. Mayoritas perawat 81,1 selalu bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesembuhan pasien, selalu
Universitas Sumatera Utara
menghargai keputusan dokter dalam pelayanan medik 66,2, hampir mayoritas perawat yang selalu mendiskusikan kepada dokter tentang rencana penanganan
dan perawatan pasien dan mayoritas perawat 71,6 selalu memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan bersama dengan dokter untuk mendukung
kesembuhan pasien. Hanya 29,7 yang selalu berdiskusi dengan dokter tentang penentuan jadwal kepulangan pasien. Dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Gambaran Praktik Kolaboratif antara Perawat dan Dokter Berdasarkan Indikator Tujuan Bersama n=74
NO. Pernyataan TP
KK SRG
S F f F f
1. Saya dan dokter bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang sama yaitu
kesembuhan pasien 2 2,7 1 1,4 11 14,9
60 81,1
2. Saya berdiskusi dengan
dokter tentang penentuan jadwal kepulangan
pasien 3 4,1 17 23,0
32 43,2 22
29,7
3. Saya tidak
mendiskusikan kepada dokter tentang rencana
penanganan dan perawatan pasien
54 73,3 8 10,8
8 10,8 4 5,4
4. Saya menghargai
keputusan dokter dalam pelayanan medis
0 0 3 4,1 22 29,7 49
66,2
5. Saya dan dokter memberikan penyuluhan
atau pendidikan kesehatan untuk
mendukung kesembuhan pasien
1 1,4 4 5,4 16 21,6 53 71,6
Universitas Sumatera Utara
5.2. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran praktik
kolaboratif yang terjadi antara perawat dan dokter. Hasil yang didapatkan adalah mayoritas perawat 86,5 memiliki kolaborasi yang baik dengan dokter. Hal ini
berpengaruh baik untuk peningkatan kualitas pelayanan terhadap tujuan bersama petugas kesehatan yaitu kesembuhan pasien. Tujuan bersama itu dicapai dengan
berkolaborasi, berkoordinasi, bekerja sama dan saling memberikan informasi antara satu petugas pelayanan dengan yang lainnya terkhusus perawat dan dokter
Siegler Whitney, 2000. Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh usia perawat yakni mayoritas 87,8 berada pada rentang 21-40 yaitu Masa Dewasa Awal.
Pada masa ini seseorang akan lebih produktif, pencarian kemantapan dan berusaha untuk memajukan karier sebaik-baiknya serta menembankan ciri kedewasaan
dalam hubungan sosial Jahja, 2011. Hasil yang menunjukkan kolaborasi yang baik ini kemungkinan karena
perawat dan dokter sudah saling mengenal atau mempunyai hubungan komunikasi interpersonal yang baik. Namun indikator ini tidak dicantumkan dalam kuesioner
karena peneliti belum mempunyai pengalaman yang cukup untuk membuat kuesioner yang baik sehingga ada komponen-komponen yang tidak terwakilkan.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rumanti 2009 di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, bahwa dari seluruh
perawat yang menjadi responden belum ada perawat yang mencapai praktik kolaboratif yang diharapkan. Rumah sakit ini adalah rumah sakit khusus yang
hanya melayani pasien kejiwaan maka pekerjaan perawat cenderung menjadi
Universitas Sumatera Utara
rutinitas. Sehingga jarang sekali ditemukan komunikasi bahkan kolaborasi antara perawat dengan dokter. Selain itu tidak adanya kepastian jenjang karier bagi
perawat di RSJD juga menyebabkan perawat yang dapat bekerja optimal tidak dapat mengembangkan dirinya sementara pada hakikatnya pendidikan juga
merupakan faktor yang mempengaruhi kesuksesan kolaborasi. Hasil penelitian Leticia 2005 mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka
profesionalisme pun akan semakin meningkat dan kolaborasi tenaga kesehatan yang lain akan semakin baik.
5.2.1 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Kontrol Kekuasaan Kontrol kekuasaan adalah keadaan dimana dokter dan perawat dapat
menyadari kewenangannya masing–masing dan mengkomunikasikan dengan baik kepada anggota timmya Siegler Whitney, 2000. Komunikasi yang dilakukan
dapat secara tatap muka atau tertulis seperti rekam medik. Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi dua arah dimana perawat dan dokter saling berbagi
ide dan berani menyatakan tidak sependapat apabila memang tidak sesuai dengan pengetahuan perawat Siegler
Whitney, 2000.
Hasil penelitian yang didapatkan dari indikator kontrol kekuasaan adalah lebih dari setengah perawat 67,57 memiliki praktik kolaboratif yang baik.
Meski sudah melewati nilai setengah tetapi angka ini masih belum optimal. Dalam tabel 5.4 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah perawat 54,1 selalu memberi
informasi yang akurat tentang keadaan pasien kepada dokter. Hal ini sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan hasil observasi yang dialami peneliti ketika melakukan penelitian di rumah sakit seperti ketika visitasi ke ruangan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hampir setengah perawat 45,9 selalu bertindak sebagai penghubung antara pasien dengan dokter. Artinya sebagian besar perawat belum mengerti dan
menjalankan perannya sebagai penghubung antara pasien dengan dokter Siegler Whitney, 2000. Seharusnya
perawat mampu memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain yaitu
dokter.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat 55,4 selalu secara proaktif menghubungi dokter apabila belum melakukan
visitasi kepada pasien. Sesuai dengan definisi kolaborasi menurut American Medical Assosiation 1994 bahwa profesi yang terlibat harus bekerja dengan
saling melengkapi dan saling ketergantungan satu sama lain. Data yang ada juga menunjukkan bahwa terdapat 13,5 responden
menyatakan tidak berani untuk menyampaikan pendapat mereka ketika berbeda pendapat dengan dokter dalam hal perawatan pasien. Hal ini diakibatkan bahwa
stigma perawat sebagai pembantu dokter sulit dihilangkan sehingga perawat merasa canggung dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya dalam
berkomunikasi dengan dokter sebagi rekan kerjanya Palupi, Sedyowinarso, Setyawati, 2009. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hanya 37,8
perawat yang selalu melakukan tindakan medis apabila ada permintaan tertulis yang jelas dari dokter. Seyogianya seluruh perawat mengerti akan hal ini bahwa
perawat dan dokter memiliki kewenangan masing-masing. Perawat berperan dalam caring pasien dan curing medis adalah peran dokter Keputusan Menteri
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239 MenKes SK XI 2001. Maka dari itu jika dokter memberikan kewenangan tertentu untuk melakukan tindakan
medis kepada perawat maka perawat harus memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik Siegler
Whitney, 2000. 5.2.2 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Lingkup Praktik
Lingkup praktik adalah pengetahuan perawat tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai perawat dalam berkolaborasi dengan dokter dan kemandirian
perawat sesuai disiplin ilmu yang dimiliki Rumanti, 2009. Peran perawat sebagai ujung tanduk pelayanan sangat dibutuhkan karena perawat adalah orang
yang akan 24 jam mendampingi pasien. Perawat harus mampu mengkaji fisik dan mental pasien sehingga dapat melaporkan kondisi yang buruk kepada dokter.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir seluruh perawat 91,9 memiliki praktik kolaboratif yang baik. Hal ini sesuai dengan data pada tabel 5.5
yang menunjukkan bahwa hampir mayoritas perawat 71,6 selalu menyiapkan data terbaru tentang kondisi umum pasien seperti tanda-tanda vital ttv pasien
sebelum dokter visit 71,6, segera menghubungi dokter ketika terjadi penurunan kegawatan kondisi pasien 79,7, selalu mendokumentasikan
asuhan keperawatan yang akurat karena dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi kerjasama dengan dokter 67,6, dan mayoritas perawat
menyatakan mengerti bahwa perawat dan dokter punya kepentingan yang sama yaitu memberikan yang terbaik bagi pasien 78,4. Hal ini sejalan dengan hasil
observasi peneliti di rumah sakit yakni dokter dan perawat memiliki jadwal yang
Universitas Sumatera Utara
rutin untuk kunjungan keliling ke setiap ruangan dan langsung membahas kondisi pasien pada saat visitasi. Dokumentasi atau status pasien mempunyai manfaat
yang sangat penting, karena merupakan komunikasi tertulis antara dokter dengan perawat Siegler Whitney, 2000. Sehingga jika ada informasi yang ingin
diklarifikasi, dapat dilihat di dokumentasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat
55,4 selalu melaporkan perkembangan kesehatan pasien kepada dokter dan 59,5 perawat selalu bekerjasama dengan dokter dalam mengidentifikasi kondisi
yang membahayakan jiwa pasien hanya. Meski sudah melewati setengah dari jumlah perawat namun angka ini masih jauh dari harapan. Sehingga bisa dapat
dikatakan bahwa masih ada perawat yang belum mengerti tugas perawat dalam ruang rawat inap Rumanti, 2009.
5.2.3 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Kepentingan bersama Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan kepentingan bersama adalah
lebih dari setengah responden 69,9 memiliki praktik kolaboratif yang baik. Nilai ini cukup baik namun tetap perlu peningkatan dalam hal bekerjasama dan
adanya 2,7 responden yang memiliki kolaborasi yang buruk harus menjadi perhatian bagi pihak rumah sakit dan pihak terkait. Jawaban perawat terhadap
pernyataan pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa mayoritas perawat 66,2 selalu berkewajiban untuk mendampingi dokter ketika visitasi kepada pasien.
Kenyataannya adalah tidak semua perawat bisa mendampingi dokter ketika
Universitas Sumatera Utara
visitasi karena pada beberapa ruangan mempunyai pasien yang lebih banyak sehingga beban kerja perawat lebih tinggi. Pada shift-shift tertentu jumlah perawat
yang bertugas tidak sesuai dengan jumlah pasien, sehingga waktu perawat harus dihabiskan untuk pemenuhan asuhan keperawatan pasien. Hasil yang signifikan
juga dilihat dari sebagian besar responden 78,4 yang mengerti bahwa perawat dan dokter memiliki kepentingan yang sama yaitu memberikan yang terbaik untuk
pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat 51,4 sering
mempertimbangkan pendapat dokter saat mengembangkan rencana perawatan. Meski perawat adalah orang yang menangani perawatan sementara dokter
menangani pengobatan tetapi sebagian besar perawat memandang penting untuk berbagi pendapat dan saling menghargai. Siegler dan Whitney 2000 mengatakan
bahwa saling menghargai hanya terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan rasa hormat dan dapat memberikan apresiasi satu sama lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 20,3 responden tidak pernah memberi saran kepada dokter tentang cara pendekatan perawatan pasien yang
akan bermanfaat. Mundakir 2006 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi komunikasi adalah kemiripan, yaitu kecenderungan manusia untuk
berkomunikasi dengan orang yang mempunyai kemiripan dengannya misalnya suku, atau daerah asal bahkan kepentingan. Jika ingin komunikasi diperbaiki
maka dilihat perlu untuk mengembangkan tujuan awal dan motivasi agar dapat bekerja sama lebih baik karena kesatuan visi dan tujuan sangat penting dalam
sebuah hubungan kerjasama Lindeke Sieckert, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil responden 17,6 yang selalu merencanakan perawatan dan mempraktikkannya bersama
dokter. Dari hasil ini terlihat bahwa intensitas perawat berdiskusi untuk mendiskusikan rencana perawatan masih sangat kurang. Padahal seharusnya jika
kedua pihak sudah paham dengan kepentingan bersama maka mereka akan lebih sering untuk diskusi dan mempraktikkannya. Hal ini kemunginan disebabkan
karena mayoritas perawat masih bekerja kurang dari 10 tahun sehingga belum memiliki pengalaman yang cukup dalam berkolaborasi. Sejalan dengan
Ngadiyono 2009 bahwa pengalaman yang dimiliki mendukung responden dalam membina komunikasi dan berinteraksi dengan rekan kerja termasuk dokter
sehingga dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitas dalam mengerjakan tugas-tugas.
Kepentingan bersama adalah ketegasan perawat dalam untuk memuaskan kepentingan diri sendiri dan bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka
memuaskan kepentingan orang lain. Ketegasan atau keasertifan harus disampaikan tanpa menyinggung perasaan orang lain. Perawat dan dokter juga
sebagai individu mempunyai kepentingan untuk mengaktualisasikan dirinya lewat kegiatan profesionalisme pada pelayanan kesehatan di rumah sakit Siegler
Whitney, 2000 . Dari hasil penelitian yang didapat, bisa dilihat bahwa secara umum perawat sudah melakukan kolaborasi diukur dari indikator kepentingan
bersama. Mayoritas perawat mengerti kewajiban mereka dalam menyatukan pendapat, saling menghargai dan saling percaya serta memelihara sikap ketegasan
antar profesi.
Universitas Sumatera Utara
5.2.4 Gambaran Praktik Kolaboratif Berdasarkan Tujuan Bersama Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat 83,8
memiliki praktik kolaboratif yang baik. Sehingga tetap perlu ada pengawasan agar kolaborasi ini meningkat bukan cenderung menurun. Hasil penelitian pada tabel
5.7 menunjukkan bahwa mayoritas perawat 81,1 menyatakan selalu bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama yaitu kesembuhan pasien. Artinya adalah
semua pelayanan kesehatan terkhusus yang dilakukan oleh dokter dan perawat adalah berorientasi kepada pasien sesuai dengan model kolaborasi ketiga yang
dicantumkan di
tinjauan pustaka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat 73 selalu mendiskusikan kepada dokter tentang rencana penanganan dan perawatan pasien.
Dengan kata lain perawat selalu mendiskusikan dengan dokter penanganan dan perawatan pasien. Hasil ini cukup berbeda dengan hasil pada pernyataan
sebelumnya yang menyatakan bahwa hanya sedikit perawat yang merencanakan perawatan bersama dokter dan mempraktikkannya. Hal ini kemungkinan
disebabkan adanya keterbatasan penelitian yaitu tidak semua perawat dapat diawasi oleh peneliti satu persatu sehingga ada perawat yang tidak serius mengisi
kuesioner. Selain itu kuesioner yang dibuat juga memiliki keterbatasan karena merupakan pengalaman pertama peneliti untuk membuat kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah perawat 66 selalu menghargai keputusan dokter dalam pelayanan medik. Rasa saling
menghargai dan saling percaya sangan diperlukan agar tercapainya kolaborasi yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat
Universitas Sumatera Utara
71,6 bersama dengan dokter selalu memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk mendukung kesembuhan pasien. Adanya tujuan bersama sangat
mempengaruhi kinerja dari kedua profesi ini Siegler Whitney ,2000. Sehingga perawat dan dokter akan memberikan pelayanan terbaik, baik dalam pengobatan,
perawatan bahkan penyuluhan atau pendidikan kesehatan. Indikator tujuan bersama terdiri dari 5 pernyataan, dan dapat dilihat di
tabel 5.6 atas bahwa perawat di rumah sakit ini pada umumnya sudah melaksanakan kolaborasi yang baik. Namun hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa perawat 43,2 atau 32 orang dari 74 responden menyatakan sering berdiskusi dengan dokter tentang penentuan jadwal kepulangan pasien. Bahkan
ada juga yang mengatakan tidak pernah sama sekali 4,1. Jumlah ini dipandang cukup rendah atau jauh dari harapan. Pengambilan keputusan yang tepat dan baik
membutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif guna menyatukan data kesehatan pasien secara komperensif sehingga hasil yang
diharapkan yaitu kepuasan pasien dapat tercapai Rumanti, 2009. Jadi jika kondisi ini tidak diperbaiki maka akan menimbulkan ketidakpuasan pada pasien
dan tentunya kualitas pelayanan pun menurun.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN