35
BAB IV PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami terdiri dari tiga bab. Data yang akan dianalisis berupa kutipan kalimat yang terdapat pada
novel tersebut. Peneliti akan menganalisis unsur alur dan pengaluran yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, kemudian akan
mengimplementasikan bab satu dalam pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester I dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Alasan peneliti memilih pembelajaran sastra dengan pendekatan kontekstual adalah metode ini dapat membuat siswa berpikir kritis dalam
mengikuti pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pembelajaran sastra dengan pendekatan kontekstual dimaksudkan untuk memperkenalkan nilai-
nilai yang dikandung karya sastra kepada siswa yang nantinya siswa mampu menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan.
B. Hasil Penelitian
Langkah-langkah pendekatan kontekstual untuk menganalisis unsur alur dan pengaluran dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu
Utami sebagai berikut. 1.
Membuat sinopsis novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami Siswa membuat sinopsis cerita novel Pengakuan Eks Parasit Lajang
karya Ayu Utami. Tujuan dibuatnya sinopsis agar memudahkan dalam
mengetahui isi dari bacaaan. Berikut ini sinopsis novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.
Saat masih anak-anak A tinggal di kota hujan. Ayah yang bekerja sebagai seorang jaksa memiliki karakter galak, berbeda dengan ibunya yang
lemah lembut. A memiliki dua bibi, sebut saja Bibi kurus dan Bibi gendut. Kedua bibi A telah mengadu domba ayah dan ibunya. Mereka mengatakan
kepada ayahnya bahwa sebenarnya ibunya selingkuh. Perselingkuhan terjadi saat sang ayah mendapatkan tugas keluar kota. Ayahnya murka. Ibunya
menangis. A melihat bahwa kedua bibinya menjadi jahat karena mereka iri. Mereka belum menikah juga.
Pada usia kedua puluh, A berkeinginan untuk melepaskan keperawanannya. A tidak menyukai budaya Patriarki di Indonesia.
Keperawanan kemudian menjadi hal yang sangat diagungkan. Wanita yang sudah tidak perawan dirasa tidak terhormat lagi. Vagina menjadi hal yang
begitu sensitif. Masalah muncul kepada siapa A akan melepaskan keperawanannya.
A memiliki dua pacar. Mat, laki-laki yang suka mengapelinya dengan mobil. Nik, laki-laki sederhana yang suka bepergian menaiki sepeda motor. A
harus memilih salah satu dari mereka. Pilihan A jatuh kepada Nik. Hubungan mereka hanya bertahan kurang lebih selama setahun. A pun sempat menjadi
wanita simpanan pria beristri. Hingga kemudian A bertemu dengan Rik yang kini menjadi pendamping hidupnya. Bukan berarti A dapat setia dengan
pasangannya, A juga mengkhianati Rik. A tidak bisa setia dengan laki-laki.
Keinginannya untuk tidak menikah pada saat kanak-kanak sudah tidak berlaku lagi. A dewasa mantap memutuskan untuk menikah. A yang dulu
hidup melawan nilai-nilai adat, agama, dan hukum Patriarkal kemudian menemukan kedamaian di dalam gereja. Namun disaat dirinya mulai
menemukan hidup baru, Nik meninggal. 2.
Menganalisis unsur alur novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami
Siswa menganalisis unsur alur sesuai dengan rancangan kegiatan pembelajaran yang sudah disiapkan. Alur akan merangsang munculnya
pertanyaan di pikiran pe mbaca, “Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Bagaimana ending cerita itu?”
Siswa menganalisis unsur alur dan pengaluran novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami menggunakan penahapan alur yang
dikemukakan oleh Sudjiman 1992: 30 –36 yang meliputi bagian awal,
tengah, dan akhir. Bagian awal meliputi paparan, rangsangan, gawatan. Bagian tengah meliputi tikaian, rumitan, klimaks. Bagian akhir meliputi
leraian dan selesaian. Untuk mempermudah, peneliti menganalisis alur dalam beberapa bagian, sesuai dengan jumlah bagian dalam novel Pengakuan Eks
Parasit Lajang karya Ayu Utami. a.
Bab Satu Alur yang menonjol dalam bab satu novel Pengakuan Eks Parasit
Lajang adalah paparan, rangsangan dan gawatan tahap awal, tikaian, rumitan dan klimaks tahap tengah.
1 Paparan
Siswa mulai menentukan paparan yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.
Paparan biasanya merupakan fungsi awal suatu cerita. Tentu saja bukan informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan keterangan
sekadarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya Sudjiman, 1991: 32.
Cerita bermula dari tokoh A yang sedang bercermin. Ia menyadari perubahan pada bentuk tubuhnya dari masa kanak-kanak menjadi wanita
dewasa. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. 1
Bayangkanlah aku. A namaku, gadis duapuluh tahun. Aku memandang ke dalam cermin. Sesungguhnya aku terlambat
tumbuh menjadi wanita. Terlalu lama aku menjadi anak-anak Utami, 2013: 7.
Kemudian A mulai menyukai bagian-bagian tubuhnya. Ia sadar betul setiap orang tidak sempurna secara fisik. Kekurangan yang
dimilikinya tidak lantas membuat dirinya minder. A menutupi kekurangannya dengan berdandan, sedangkan kelebihan yang Ia miliki
mampu menarik perhatian lawan jenisnya. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.
2 Baru sekarang kubiarkan rambutku berbentuk, sedikit melebihi bahu. Aku mulai memperhatikan kelebihan dan kekurangan
wajahku. Aku mulai menggambar garis mata dan alisku. Aku mulai menatapi tubuhku dalam takjub. Baru sekarang aku
menyukai
lekuk pinggangku,
atau menyenangi
buahdadaku −sambil berharap bahwa keduanya masih bisa
tumbuh lebih besar. Itu, kau tahu, tak mungkin. Kecuali jika seluruh bagian lain ikut bertambah besar juga. Utami, 2013:
7
3 Sudah lama aku tahu dalam teori bahwa lelaki menyenangi tubuh demikian. Sebentuk tubuh dengan lekuk, seperti gitar.
Ceruk kecil yang lembab di pusatnya, serta sepasang kesuburan yang akan menyihir mereka dalam pengalaman
indah menghisap di masa kanak. Aku tahu. Tapi, pengetahuan bahwa aku kini memiliki tubuh itu menciptakan rasa ganjil.
Ya, kini; sebelumnya tidak demikian. Tubuh yang baru ada padamu kini akan membangkitkan hasrat lelaki. Mengetahui
itu sungguh aneh. Sekaligus menyenangkan. Semakin kau memikirkannya, semakin kau tak faham Utami, 2013: 8.
Kutipan selanjutnya menceritakan tentang pengarang yang menggambarkan bagaimana manusia jatuh dalam dosa. Pengandaian itu
gambaran dari niatan A untuk melepas keperawanannya. 4 Setelah kau mencicipi buah dari Pohon Pengetahuan, kau
memang harus pergi dari taman surgawi itu. Sekalipun tidak ada malikat yang mengusirmu, selain dirimu sendiri. Persisnya
demikian: Setelah kau mengalami rasa pengetahuan... ya, rasa yang menakjubkan itu, rasa yang sekaligus membuatmu
makhluk fana... taman itu akan lenyap dengan sendirinya bagimu, seperti istana pasir yang perlahan ditiup angin Utami,
2013: 10.
Pengarang tidak lupa menyisipkan butir-butir yang memancing pembacanya untuk mengikuti kisah selanjutnya. Hal ini terdapat pada
kutipan berikut. 5 Begitulah, sekali lagi, aku telah memutuskan untuk menutup
masa perawanku. Tapi siapa lelaki itu? Utami, 2013: 11. 6 Aku melangkah keluar taman surgawi. Kututupkan daun-daun
gerbangnya yang sunyi. Lalu, ketika aku telah berada di luar, aku berpikir-pikir. Sesungguhnya aku tidak punya gambaran
yang nyata tentang lelaki yang kuinginkan. Aku tidak punya kriteria. Aku tidak punya kesadaran apapun mengenai lelaki
ideal Utami, 2013: 11.
Kutipan diatas membuat kita bertanya-tanya, siapa laki-laki yang dipilih oleh A.
2 Rangsangan
Kegiatan selanjutnya adalah siswa menemukan rangasangan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator. Rangsangan dapat pula ditimbulkan
oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan tentang panjang paparan, kapan
disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah itu sampai gawatan Sudjiman 1992: 32.
Rangsangan yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami adalah ketika A memulai aktivitas pertamanya
menjadi mahasiswa Universitas Indonesia. A anak Fakultas Sastra. Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
7 Namanya Nik. Ia adalah manusia pertama yang aku kenal di Taman Firdaus buatan. Kampus Universitas Indonesia, Depok.
Itu adalah tahun ketika kampus UI mulai dipindahkan dari bangunan perkotaan Jakarta yang berpencaran ke sebuah
taman berhektar-hektar di pinggir kota. Ketika itu Depok masih sepi dan tenang. Jalan baru menuju ke sana masih putih
dan berkapur, seolah-olah untuk mencapai Firdaus itu kau harus melalui gurun gamping berdebu. Di tengah taman ada
bukan pohon pengetahuan melainkan danau. Kampus-kampus di sebelah utara memiliki jalan setapak menuju danau itu. Di
antaranya adalah Fakultas Sastra dan Fakultas Teknik, dua kampus yang penting dalam hidupku Utami, 2013: 12.
Kutipan di bawah ini menceritakan tentang bagaimana A tertarik dengan Nik. A memuji ketampanan yang dimiliki oleh Nik. Hal ini dapat
ditunjukkan dalam kutipan berikut. 8 Nik memiliki senyum yang sangat bagus. Bibirnya segar
kemerahanan. Bulu-bulu kumisnya masih begitu halus dan perawan, tetapi alisnya tegas. Giginya berbaris rapi alami,
kecil baik, pada rahangnya yang kekar. Kelak aku tahu gigi seri bawahnya bukan empat melinkan lima. Ia tampan. Kelak
aku tahu bahwa Ia pun mengenang aku sebagai gadis cantik dalam gaun biru dengan bibir merah segar Utami, 2013: 13.
Kutipan di bawah ini menceritakan kekecewaan yang dirasakan A. Nik pergi meninggalkannya begitu saja karena melihat perbedaan
keyakinan di antara mereka. Disaat A mulai melupakan Nik, muncullah Mat. Mat tidak mempersoalkan perbedaan keyakinan. Sejak pertemuan
pertama kali, Mat selalu menemani A. 9 Bangku di sebelahku tidak lama kosong. Pada hari yang sama,
seseorang telah mengisinya. Namanya Mat. Bukan Matius, melainkan matahari. Bukan nama baptis; Mat datang dari
keluarga Islam juga. Tapi dia jauh lebih rileks. Ia tak peduli kalung salib. Ia adalah ketua grup penataran kami. Ia sedikit
lebih tinggi dari Nik dan agak gemuk. Pipinya menunjukkan bekas jerawat, ia punya tawa yang lepas, ia jauh lebih terbuka
dan terang-terangan. Sejak hari itu Mat nyaris selalu mengiringi aku, juga di saat-saat istirahat Utami, 2013: 14.
Setelah bertemu dengan Mat, A sudah merasa siap untuk melepas keperawanannya. A sempat berpikir bahwa dia akan melakukan
persetubuhan yang pertama kali dengan Mat. 10 Maka tibalah masa itu. Umurku memasuki tahun keduapuluh.
Aku telah siap untuk menutup masa perawanku. Aku telah berani untuk mengalami persetubuhan yang sesungguhnya.
Aku pikir pada akhirnya aku akan melakukannya dengan
Mat. Aku sayang dan senang padanya. Tapi... Utami, 2013: 18
3 Gawatan
Siswa diminta menemukan gawatan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Tidak ada patokan tentang panjang paparan, kapan disusul oleh manusia pribadi yang biasanya menjadi protagonis dalam cerita
Sudjiman, 1991: 34 –35 .
A memiliki
dua pacar.
Dia selalu
dihantui perasaan
ketidakpantasan mencintai dua pria sekaligus. Nik tahu bahwa ia mempunyai saingan, tetapi Mat tidak tahu bahwa dia mempunyai musuh.
A harus memilih salah satu agar tidak ada hati yang tersakiti. A juga tidak mau dihantui rasa bersalah.
11 Tapi pertanyaan tentang ketidakadilan hidup yang menghantui itu juga terlalu jauh untuk dijawab, sementara persoalanku
sekarang begitu nyata dan mendesak: aku punya pacar dua dan aku harus memutuskan salah satu. Siapa yang harus
kupilih? Jawabannya sebetulnya sudah jelas. Tapi, kenapa aku memilih dia? Bagaimana mempertanggungjawabkan
pilihan itu? Pertanyaan ini sulit, sebab memaksa aku membuat perhitungan yang menyedihkan tentang manusia.
Dalam hati kecilku aku tahu bahwa manusia tidak pantas diterapkan dalam skala nilai. Manusia tidak akan bahagia
dibegitukan. Skala penilaian akan menghasilkan manusia super dan manusia pecundang. Dan itu sangat menyedihkan
Utami, 2013: 21.
A memiliki sahabat, namanya Tri. A menceritakan apapun termasuk tetang kedua pacarnya, Nik dan Mat. Tri sangat memahami
sifat A. Hanya pada Tri, A berani menceritakan apapun yang dialaminya.
12 Aku punya sahabat. Tri namanya, temanku sejak umur dua belas tahun. Kami pernah jatuh cinta pada lelaki yang sama di
SMP. Tak satu pun diantara kami berdua mendapatkan lelaki itu. Selepas SMP pemuda itu menghamili anak orang. Aku
dan Tri diam-diam merasa lega bahwa kami yang tomboy ini tidak menarik hatinya sehingga tak menjadi hamil. Peristiwa
itu menambah erat hubunganku dengan Tri. Lebih-lebih lagi, aku juga pernah cinta monyet dengan anak yang dulunya
adalah pacar Tri di SD. Berbagi ketertarikan yang sama, aku percaya
bahwa Tri
memahami kecenderungan-
kecenderunganku, yang paling konyol sekalipun. Hanya padanya aku berani cerita tentang si pecinta alam celana
rombeng yang bagaimanapun sempat membangkitkan gairahku Utami, 2013: 24.
A memutuskan hubungannya dengan Mat. A memberikan alasan yang rasional tetapi Mat tidak menerimanya. Kemudian Mat bercerita
kepada Tri, sahabat A. Tri mendengarkan secara langsung keluh kesah A dan sekarang dia mendengarkan lagi keluh kesah Mat. Sampai akhirnya
Mat menerima dengan lapang dada bahwa A sudah memiliki Nik. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut.
13 Di tengah kegalauannya, Mat pun mengadu pada sahabatku, Tri. Tri mendengarkan entah dengan perasaan apa. Mat
curhat sampai akhirnya ia menemukan bahwa aku memang sudah punya pacar baru, Nik, yang sedang menikmati
kemenangan yang apa-boleh-buat. Tapi Nik tidak tahu −tak
seorangpun tahu −bahwa bertahun-tahun kemudian akan tiba
gilirannya curhat pada Tri dengan air mata bercucuran. Dan Tri... dengan demikian sesungguhnya ia kecipratan sebagai
ampas yang aku tak mampu bersihkan dari perbuatan- perbuatanku Utami, 2013: 28.
4 Tikaian
Siswa menemukan tikaian yang terdapat pada bab satu novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Tikaian ialah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan; satu di antaranya diwakili oleh
manusiapribadi yang biasanya menjadi protagonis di dalam cerita. Tikaian merupakan pertentangan antara dirinya dengan kekuatan alam
dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, atau pun pertentangan antara dua unsur di dalam diri satu tokoh itu Sudjiman, 1991: 34
–35. Pertikaian terjadi ketika Nik berbicara dengan A tentang
kesediannya untuk mengatakan bahwa A memilih dirinya kepada Mat. Nik begitu mencintai dirinya. Nik tak mau berbagi dengan yang lain. Hal
ini ditunjukkan dalam kutipan berikut. 14 Nik belum pernah disentuh perempuan. Dengan pengalaman
barunya, tentu ia segera ingin memiliki aku seorang diri. Ia tak mau lagi berbagi dengan Mat. Dengan baik-baik ia bilang
padaku, apakah aku membutuhkan dia untuk mengatakan ini pada Mat. Apakah aku memerlukan dia untuk menghadapi
Mat dan memberitahu bahwa aku telah memilih dia Utami, 2013: 25.
A memberanikan diri untuk bicara dengan Mat. Hubungan mereka tidak bisa dilanjutkan. Mat terkejut dan bertanya-tanya alasan A
memutuskannya. Padahal Mat merasa bahwa hubungannya selama ini baik-baik saja. A beralasan bahwa Mat tidak bisa diandalkan. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut. 15 Kujawab Nik, “Biar aku yang bicara dengan Mat.”
Akhirnya aku bicara dengan Mat, dengan alasan yang tak bisa kulupakan seumur hidupku. Kubilang padanya aku mau
hubungan ini berakhir. Tentu ia terkejut dan bertanya kenapa. Sebab ia sangat senang dengan hubungan ini dan tidak
merasa ada persoalan sama sekali. Bahkan ibu dan kakak- kakaknya senang juga padaku. Itulah. Kubilang ada masalah.
Ternyata ada masalah. Sebab ia malas. Prestasi akademiknya kurang. Indeks prestasinya di bawah angkaku. Kredit yang ia
ambil per semester kurang dari yang kuambil. Bahkan aku sampai harus ikut membuatkan tugas kuliahnya. Lalu aku
mengatakan hal yang aku malu bahwa aku sampai hati mengatakannya: Lelaki tidak boleh begitu. Lelaki kan akan
jadi kepala keluarga. Dia akan jadi pemimpin. Dia harus lebih dari perempuan Utami, 2013: 26.
Mat menyayangkan alasan A memutuskan hubungan dengannya. Dia tidak terima. Sebelum mereka resmi menjadi kekasih, tidak ada
perjanjian khusus yang mereka buat. Tidak ada larangan harus begini begitu. Semua berjalan begitu saja. A yakin bahwa alasan yang
dikatakannya sudah tepat. Alasan yang menurutnya tidak menyakiti hati Mat dengan sudah adanya orang lain dihatinya. Hal ini dibuktikan dalam
kutipan berikut. 16 Mat memandangi aku dengan tidak percaya. Aku tak bisa
melupakan matanya. Soal indeks prestasi itu kan tidak ada dalam perjanjian di awal hubungan? Dulu tidak jadi masalah,
kok sekarang tiba-tiba jadi masalah? Ia tidak mengatakannya, tetapi aku merasa matanya berkata begitu Utami, 2013: 27.
17 Tapi aku merasa harus memberi alasan yang rasional untuk mengakhiri hubungan. Atau tampak rasional. Masa aku
memutuskan Mat dengan bilang karena sekarang ada Nik? Dan aku memang tidak mau mengaku bahwa sudah ada Nik.
Yang kulakukan sesungguhnya membikin rasionalisasi untuk bisa memuluskan jalan bagi Nik. Ya, aku mencari-cari
pembenaran yang tampak masuk akal untuk melancarkan kehendak dan nafsuku sendiri, meskipun pada saat itu aku
belum mau mengakuinya. Aku membikin alasan agar ia gugur dan Nik menempati tempat yang syarat-syaratnya
memang kusiapkan untuk dia Utami, 2013: 27.
5 Rumitan
Siswa diminta menemukan rumitan yang terdapat pada bab satu novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan Sudjiman, 1992: 35.
Di dalam cerita rekaan rumitan sangat penting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk
menerima seluruh dampak dari klimaks Sudjiman, 1992: 35. Setelah memutuskan hubungannya dengan Mat, A menimbang-
nimbang kembali keputusannya untuk menyerahkan keperawanannya dengan Nik. A melihat gambaran tiap-tiap keluarga yang taat memeluk
agamanya. Tidak ada yang membenarkan melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
18 Sementara ini, kini Nik adalah pacarku ketika usiaku duapuluh tahun dan aku merasa matang untuk menutup masa
perawanku. Aku mau melakukannya dengan Nik, meskipun aku belum yakin betul dengan keputusanku. Sebab,
sesungguhnya kami berdua datang dari keluarga yang taat agama. Melepaskan keperawanan sebelum pernikahan tidak
pernah merupakan ajaran dalam keluarga kami Utami, 2013: 30.
Semasa kecil keduanya adalah anak yang religius. A selalu rajin pergi ke gereja dan membaca Alkitab. Nik tidak pernah lupa menjalankan
salat lima waktu dan membaca Qur’an. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
19 Nik maupun aku adalah adalah anak yang religius di masa bocah. Kami masing-masing punya ketertarikan pada agama
lebih dibanding saudara-saudara kandung kami. Aku suka membaca Alkitab sejak kecil. Nik pernah menjuarai lomba
Musabaqah Tilawatil Qur’an. Katanya orang mengagumi suara sengaunya yang bagus untuk melantunkan kitab suci.
Pada suatu periode di masa remaja, aku ke gereja hampir setiap pagi. Nik tidak pernah melalaikan salat lima waktu.
Aku pernah ingin menjadi biarawati. Nik masih bercita-cita punya rumah di sebelah mesjid dan ia sangat rindu untuk
membisikkan adzan di telinga bayinya begitu lahir Utami, 2013: 30.
Usia keduapuluh membuat A semakin ingin mencoba hal baru yang ia temukan dalam tubuhnya sebagai perempuan. A bertanya
kesediaan Nik melakukan hubungan seksual dengannya. Tidak ada perasaan takut akan dosa ketika menanyakannya. Seperti kutipan berikut.
20 Dan usiaku duapuluh. Usia tatkala manusia baru saja memiliki tubuh mudanya dan penuh dorongan untuk
mencoba tubuh yang baru itu. Aku bertanya, tidak dengan genit, kepada Nik: apakah ia mau melakukan itu sebelum
menikah. Aku memang betul-betul ingin tahu pendapatnya secara umum, bukan mau mengajaknya sekarang. Untuk
urusan itu tak perlu ajak-mengajak. Sebaliknya malah, jika kita tidak menahan diri hal itu pasti akan terjadi dengan
sendirinya. Lagipula aku punya banyak waktu lain untuk genit. Dan tanpa genit pun aku tahu tubuh baruku ini menarik
Utami, 2013: 31.
Namun A mendapati jawaban Nik menolak ajakannya. Nik tidak akan melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan Nik sadar betul
bahwa itu dosa. A dapat membaca keraguan yang ada pada diri Nik, Nik berkata tidak tetapi tubuhnya menginginkannya. Hal ini dibuktikan dalam
kutipan berikut. 21
Nik menjawab dengan yakin: “Tidak akan.” Ia bilang dengan mantap, ia tidak akan bersetubuh sebelum menikah meskipun
ia sangat suka perempuannya. Ia tidak mau berzinah. Itu dosa.
Tapi beberapa saat kemudian aku melihat wajahnya menampakkan keraguan.
Aku telah mulai tahu. Anak muda yang datang dari keluarga kelas menengah dengan nilai-nilai konservatif punya per
tarungan batin yang kurang lebih sama. Nilai-nilai mereka melarang, tetapi tubuh mereka menginginkan Utami, 2013:
31
–32.
Kutipan di bawah ini mengungkapkan bahwa perempuan yang terhormat adalah mereka yang mampu menjaga keutuhan selaput daranya
sampai pernikahan nanti. A melihat bahwa hal tersebut tidak adil. Laki- laki hanya mau menerima perempuan yang masih perawan, kalaupun
tidak hanya ada belas kasihan yang dapat menyelamatkan perempuan yang sudah tidak perawan. Kecuali laki-laki itu benar-benar menyukai
pasangannya, menerima pasangannya apa adanya. 22 Pada masa itu perempuan masih hidup dengan ditakut takuti.
Perempuan harus menjaga selaput daranya sampai malam pertama pernikahan. Seorang gadis yang tidak perawan
layaklah dicampakkan oleh suaminya. Di televisi kulihat berita tentang penyanyi gendut FH yang menceraikan istrinya
dengan alasan sudah tidak perawan lagi. Beberapa tahun
kemudian pernah ku lihat da’i ganteng Aa G. Kiai muda ini sedang sangat tenar. Ia selalu memakai sorban dan jubah,
tetapi bibirnya selalu sedikit terbuka menggemaskan. Kulihat di televisi ia berkhotbah di hadapan para remaja putri. Ia
berkata, selaput dara ibarat segel dari Allah Utami, 2013: 33.
23 Ibuku pernah berkata bahwa perempuan itu seperti porselin. Jika sudah pecah, jadi tidak berharga. Ia bilang begitu bukan
dengan nada menggurui, tapi lebih dengan nada muram dan tak berdaya.
Aku bilang padanya, “Tapi itu kan tidak adil, Ibu?” Ibu tidak bisa menjawab Utami, 2013: 34.
Hal tersebut yang membuat A mantap untuk melepas keperawanannya pada usia dupuluh tahun. A berpikir bahwa tidak ada
jawaban letak keadilan dalam memuliakan dan menuntut keperawanan. Agama pun tidak mempermasalahkan hal itu. Agama hanya melarang
persetubuhan di luar pernikahan. Jika dilakukan, manusia melakukan dosa. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
24 Kembali pada Agama. Agama hanya melarang persetubuhan di luar pernikahan. Apa yang salah dengan hal itu? Bukankah
itu berlaku untuk pria maupun wanita? Dan bukankah baik bahwa seks berada dalam hubungan yang bertanggungjawab
dan terbatas?Utami, 2013: 36.
25 Jadi, kalau aku sudah tidak beragama lagi, kenapa pula aku harus percaya pada konsep perzinahan? Aku percaya bahwa
seks itu harus bertanggungjawab, pada diri sendiri maupun pasangan. Jika ada dosa, itu bukan terhadap Tuhan,
melainkan terhadap orang lain. Kita berdosa pada orang lain jika mengkhianati, menyakiti, atau mempermainkan mereka.
Tapi, diam-diam aku masih percaya bahwa aborsi adalah dosa. Dosa pada orang lain, yaitu individu yang sudah
terlanjur dibentuk dalam kandungan oleh perbuatan main- mainmu. Aku masih diam-diam percaya bahwa ada yang
disebut dosa... Utami, 2013: 36.
6 Klimaks
Siswa diminta untuk menemukan klimaks yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Klimaks terjadi apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya Sudjiman, 1992: 35.
Akhirnya, A memutuskan untuk melepas keperawanannya dengan Nik. A melalukannya dengan sadar dan ia sudah membangun tata
moralnya sendiri. Berbeda dengan Nik, ia menggunakan sistem yang menguntungkan laki-laki. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
26 Kini kami berhadap-hadapan. Aku dengan sistemku sendiri. Dia dengan sistem yang dicangkokkan dari luar. Tentu saja
dia yang terguncang. Peristiwa itu terjadi.
Persetubuhan yang pertama. Peristiwa itu selesai.
Persetubuhan yang pertama Utami, 2013: 37.
Kutipan di bawah ini menceritakan tentang A yang sudah tidak perawan. Melakukan hubungan seks di luar nikah seperti narkoba. Sejak
pertama kali melakukan persetubuhan dengan Nik, A melakukannya lagi. Nik takut apa yang sudah ia lakukan dengan A disebut zinah. Maka dari
itu, Nik ingin segera menikahi A. Tidak mudah bagi mereka untuk menikah karena Nik dan A berbeda keyakinan. Nik meminta A untuk
pindah agama. 27 Aku bukan lagi seorang perawan. Ini tahap baru dalam
hidupku. Kami sedang berbaring-baring di ranjang seusai bercinta,
ketika Nik tiba- tiba berkata, “Sayang, kamu harus pindah
agama. Soalnya, aku harus mengawini kamu.” “Kenapa?” aku bertanya.
Ia menjawab bersetubuh tanpa menikah adalah zinah. “Iya. Terus?” sahutku.
“Zinah itu hukumnya berat sekali. Sekali zinah empatpuluh tahun di neraka. Coba, kita sudah berapa kali begini. Kita
tidak bisa terus-terusan zinah. Berapa tahun nanti kita di
neraka?” Lalu kami bercinta lagi. Atau lalu kami berzinah lagi.
Utami, 2013: 39 –40.
Nik meminta A agar segera pindah agama tidak hanya sekali. Nik terus membujuk A. Hal ini ada dalam kutipan berikut.
28 Setelah itu Nik kembali membujuk aku untuk pindah agama. Aku bertanya lagi, “Kenapa?”
“Karena aku mau mengawini kamu.” A tidak menuruti permintaan Nik. Justru ia melihat
ketidakadilan dalam masalah itu. Kalaupun Nik ingin menikahi dirinya kenapa ia yang harus pindah agama. A pindah agama
supaya dinikahi Nik. Itu terdengar tidak adil Utami, 2013: 40.
29 “Kenapa harus aku yang pindah agama? Kenapa bukan kamu saja yang pindah?” kataku. Meskipun ayah kami masuk
agama ibu kami, sebetulnya aku tidak pernah ingin mengubah agama orang, apalagi orang yang aku cintai. Aku punya ideal
untuk mencintai orang apa adanya. Cuma, ini tes soal keberimbangan aja. Ya, kalau ia merasa kami harus seagama,
kenapa harus aku yang berubah? Utami, 2013: 40.
Nik merasa bahwa agamanya lebih benar. Setelah apa yang mereka lakukan, Nik merasa bahwa tindakan A yang tidak benar. Nik patut
menuntun A ke jalan yang benar. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. 30 Setelah itu, Nik berkata lagi bahwa, menurut guru agamanya,
karena diciptakan dari rusuk lelaki, perempuan cenderung bengkok. Maka ia harus diluruskan oleh lelaki Utami, 2013:
41.
A masih tidak percaya dan kecewa terhadap apa yang dikatakan Nik kepadanya. A tidak menyukai ajaran agama yang menyatakan
perempuan sebagai nomor dua. A melawan nilai-nilai adat dan agama. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
31 Tafsir yang sama persis pernah aku baca dikatakan oleh para Bapa Gereja dari abad-abad awal. Jauh sebelum abad
keenam. Persis itulah yang aku benci dari agama: sikap pemukanya yang merendahkan perempuan. Perempuan
dianggap makhluk kelas dua dibanding lelaki. Itulah salah satu penyebab utama aku meninggalkan agama. Itulah
penyebab aku mencopot kalung salibku Utami, 2013: 41.
A merasakan ketidakadilan lagi dalam hubungannya dengan Nik. Nik pernah memintanya jika nanti mereka sudah menikah, A harus
memanggil Nik dengan “Mas”. Padahal dari segi usia, Nik lebih muda dibanding dirinya. Tradisi orang Jawa mengenalkan sapaan kata ganti
orang mas untuk laki-laki, dan mbak untuk perempuan. Mas biasa digunakan sebagai sapaan untuk laki-laki yang dianggap lebih tua.
Sapaan tersebut juga sebagai bentuk hormat untuk laki-laki, tanpa memandang usia. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
Lama kelamaan terjadi pergulatan batin pada diri A. Kebiasaan melakukan hubungan seks bersama Nik membuat dirinya meninggalkan
gereja. A sudah melakukan dosa. Ia merasa kotor. Ia tidak pantas berada dalam lingkungan gereja. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan
berikut. 32 Dalam sistem Katolik zinah juga merupakan dosa berat.
Memang tidak ada lagi hukuman fisik untuk itu. Hanya saja, orang yang berdosa berat tidak pantas menerima apa yang
disebut Sakramen Mahakudus −yang berupa roti bulat tipis
yang besarnya seperti manisa lobi-lobi buatan Cina tapi warnanya putih dan rasanya hambar mirip wafer bulat pengapit
gula-gula arumanis −yang dinamakan juga sebagai hosti.
Pendeknya, rasa hosti itu mirip simping, tapi hanya orang Jawa kampung yang tahu kue ini. Setelah upacara persembahan
dalam Misa, hosti itu berubah menjadi tubuh Kristus sendiri. Jadi, kita tidak boleh sembarangan menerimanya. Bagaikan
menyambut tubuh kekasih, kita tidak boleh dalam keadaan kotor. Kita harus melakukan pemeriksaan batin dan ibadat
tobat yang serius dulu. Dan kalau kau punya dosa besar, kau harus melalukan pengakuan dosa Utami, 2013: 45.
Hubungan mereka selalu dipenuhi oleh perbedaan pendapat. Pada kutipan 33 Nik tipe orang tidak gampang patah semangat. Dalam hal
pekerjaan Nik terlihat pemilih. Ia tidak mau bekerja jika atasannya seorang wanita. Nik bersitegas bahwa laki-laki sudah memiliki kodrat
sebagai pemimpin. 33 “Aku tidak mau kerja di bawah atasan wanita,” katanya.
“Aku tak mau punya bos perempuan.” “Kenapa?” tanyaku heran.
Dia mengangkat bahu sambil menggelengkan kepala. “Tidak bisa. Aku tidak bisa dipimpin perempuan. Aku tidak
bisa jadi bawahannya cewek. Tidak bisa saja...”Utami, 2013: 51.
Kutipan di bawah ini menceritakan tentang kemarahan A saat Nik meminta untuk dibelikan sebatang cokelat padanya. A merasa Nik tidak
pantas melakukan tindakan itu karena untuk hal-hal yang melibatkan uang, lelaki hanya diperbolehkan untuk memberi tidak meminta. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut. 34 Aku kesal kalau aku harus mengatakan kenapa aku marah.
Seharusnya ia kan tahu sendiri. Tapi ai tidak tahu. Maka, akhirnya, dengan sangat jengkel kubilang, “Masa kamu minta
beliin coklat sama aku? Gak pantas laki-laki minta dibeliin sama perempuan”
Ia mas ih tidak mengerti. “Masa aku ga boleh sekali-kali
kepingin coklat?” katanya heran. “Kepingin sih boleh saja. Tapi jangan minta. Beli aja sendiri.
Gak pantas cowok minta sama cewek. Cowok itu kan akan jadi kepala keluarga. Dia yang harusnya beliin ini-itu buat
cewek.” Utami, 2013: 52. A juga mulai bersikap kritis terhadap segala permasalahan yang
berkaitan dengan ketidakadilan dan nilai-nilai yang diterapkan oleh agama. Terlebih A sering dihadapkan dengan adat istiadat yang
bertentangan dengan sistem yang dibangunnya sendiri. Nilai adat istiadat tersebut dirasa tidak adil untuk diterapkan. Hal tersebut dapat dibuktikan
pada kutipan berikut. 35 Aku selalu merasa ada yang tidak adil setiap kali manusia
diterapkan dalam skala nilai kesempurnaan. Itu menempatkan manusia dalam hirarki kesempurnaan. Membayang sebuah
kontes dimana manusia dinilai akumulatif baik penampilan fisik, perilaku, maupun intelektualitasnya akan menghasilkan
pemenang
−mereka yang mendekati sempurna: rupawan, pintar, cerdas, elegan, dan barangkali juga berbudi
−serta manusia pecundang
−mereka yang buruk rupa, tolol, cacat, tidak terpelajar, kikuk dan barangkali juga pendengki. Dalam
hidupku aku memang bertemu manusia-manusia yang begitu kontras. Ada yang sudah keren, pintar, kaya, berbakat, dan
baik pula. Ada yang sudah jelek, miskin, bodoh, pengkor, pece, iri hati, dan jahat pula. Betapa tak adil dunia. Dan,
betapa mengerikan bahwa manusia masih membikin kompetetisi untuk merayakan ketidakadilan itu. Hirarki
kesempurnaan Utami, 2013: 60.
Muncul permasalahan besar dalam hidup A. Perjuangan A yang menuntut keadilan perlakuan antara laki-laki dan perempuan justru
menjadikannya pribadi yang jahat. A melanggar sumpahnya. A berselingkuh dengan suami orang. Ia mengkhianati Nik yang
mengasihinya dengan tulus. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut. 36 Aku mulai merindukan Dan. Perlahan tapi pasti aku jatuh
cinta padanya. Aku tidak ingin memanjang-manjangkan cerita romantis, atau meromantisir drama di bagian ini.
Pendek kata, dalam tahun kedua persahabatan kami yag intim itu, akhirnya kami bercinta. Dialah satu-satunya pria yang
dengannya aku bersetubuh setelah menyayanginya. Dengan semua lelaki lain, rasa sayang itu baru datang belakangan,
setelah kami sering bersetubuh. Tapi, itu juga pertama kalinya aku bercinta dengan suami orang. Itu merupakan titik
perubahan besar dalam hidupku... Utami, 2013: 72.
A yang menyayangi kekasihnya bernama Dan tidak menyetujui poligami. Poligami hanya akan menyakiti hati perempuan, makhluk yang
lemah. Dia tidak ingin menyakiti sesamanya. 37 “Maksudnya?” tanyaku. Sungguh mati, waktu itu aku
belum pernah bertemu orang yang secara terang-terangan mendukung poligami. Aku masih muda dan tidak
berpengalaman. Agaknya dialah orang pertama yang kukenal.
Aku tak suka jawabannya. Aku merasa ada yang tidak adil dalam pikirannya. Kubilang padanya, “Tuhan kan sangat
kuat. Sakit hatinya tak akan seberapa. Tapi kalau kamu menikah lagi, istri kamu yang kamu sakiti secara sah.”
Kalau aku, aku lebih memilih menyakiti hati pihak yang kuat daripada menyakitti pihak yang lemah. Jika aku
melukai yang lemah, itu berarti aku sewenang-wenang Utami, 2013: 77.
Sebelum berselingkuh, A pernah membayangkan pernikahannya dengan Nik, kekasihnya. A tidak menyenangi rangkaian upacara adat
Jawa dan upacara agama. Menurutnya, budaya patriarki masih melekat dengan masyarakat Indonesia terutama pada pernikahan adat Jawa.
Budaya ini meletakkan laki-laki memiliki posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan dengan perempuan. Perempuan masih
dipandang sebagai pribadi yang lemah. Perempuan harus hormat dan tunduk pada laki-laki. A kemudian berpikir ulang keputusannya untuk
menikah. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. 38 Aku pernah memikirkan pernikahanku dengan Nik. Seperti
apa pesta perkawinan kami nanti? Aku tak suka upacara Jawa Kakak pertamaku menjalani seremoni adat secara penuh.
Mulai dari pertunangan, pingitan simbolis, serah-serahan, siraman, dan lain-lain. Aku tidak suka prosesi itu. Terutama
pada bagian di mana pengantin perempuan membasuh kaki suaminya.Itu tanda bakti dan melayani. Tak ada yang salah
dengan berbakti dan melayani.Tapi jika itu tidak dilakukan secara setara, buatku itu tidak benar. Ada yang salah di sana.
Jika hanya perempuan yang membasuh kaki lelaki, dan tidak sebaliknya juga, maka aku tidak bisa menerimanya. Jadi, aku
suka masygul membayangkan harus mencuci kaki Nik. Kenapa pula aku harus mencuci kakinya di depan umum
dengan wajah cemong? Utami, 2013: 75
A merasakan ketidakadilan dengan adat istiadat seperti yang dipaparkan di bawah ini. Contoh tersebut menjadi beban bagi dirinya
terhadap apa yang harus ia lakukan harus sama dengan apa yang dilakukan oleh perempuan lain.
39 Aku tak mau pindah agama. Tapi aku rela menikah di Kantor Urusan Agama
−seperti yang dilakukan kakakku yang lain. Aku bisa saja mengalah dengan kawin di KUA tanpa harus
jadi beriman. Tapi aku juga tidak suka perkawinan cara itu. Selain janji diucapkan di antara pihak lelaki saja
−antara calon suami dan ayah saja
−pengantin perempuan juga mencium tangan suaminya. Kenapa aku harus mencium tangannya di
depan umum dan dia tidak mencium tanganku? Utami, 2013: 76
Kasus tersebut memberikan dampak perbedaan kelas antara laki- laki dan perempuan. Ruang gerak wanita menjadi sempit. Wanita
mendapatkan perlakuan yang tidak adil dalam hal perlakuan dan pekerjaan. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
40 Perempuan kurang suka pria yang tak punya bagasi lebih. Maka, kita kembali pada persoalan kelas. Kita bertemu lagi
dengan nilai-nilai yang menempatkan lelaki lebih dari perempuan.
Akibatnya, perempuan mencari lelaki dari kelas yang setidaknya sama atau lebih rendah darinya. Tentu ada
pengecualian disana-sini. Tapi, yang terjadi di kantor A adalah pola umum Utami, 2013: 75.
Suatu ketika ayah A mengetahui bahwa Nik yang sedang bertamu dirumahnya tidur sekamar dengan A. Terlihat jelas bahwa si ayah tidak
menyukai tindakan yang dilakukan anaknya dengan Nik. Ajaran agama dan tentunya adat di Indonesia memang tidak memperbolehkan pasangan
tinggal bersama sebelum menikah walaupun mereka berniat untuk menikah. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
41 Suatu subuh, Nik pacarnya keluar dari kamarnya untuk mandi keramas sebelum sembahyang. Dalam perjalanan menuju
kamar mandi, pemuda itu bertemu dengan ayah A yang sedang berada di rumah. “Pagi Om,” kata Nik dengan sopan.
Ayah A mengangguk dan manggut-manggut Utami, 2013: 188.
Ayah A marah besar. Keesokan harinya A diniterogasi oleh ayahnya. Baginya, laki-laki menginap di rumah perempuan dan berbagi
ranjang merupakan perbuatan sundal. Pengertian sundal disini adalah kelakuan buruk seperti layaknya pelacur. Hal tersebut dapat dibuktikan
dalam kutipan berikut. 42 “Jadi kamu sudah tidur dengan Nik?” tahnya sang ayah.
A menjawab iya. Ayahnya mencela perbuatan itu, dengan nada datar, sebagai
perbuatan sundal. “Kalau kamu mau berbuat begitu terus, silahkan pergi dari rumah ini.” Utami, 2013: 188
b. Bab Dua
Alur yang menonjol dalam bab dua novel Pengakuan Eks Parasit Lajang adalah leraian tahap akhir.
Siswa diminta untuk menemukan leraian yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukkan perkembangan ke peristiwa ke arah selesaian Sudjiman, 1992:
35. Leraian yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang
karya Ayu Utami terjadi saat A mengingat kembali ingatan masa kecilnya. A lahir di Bogor. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
43 Aku lahir pada suatu musim hujan. Di kota hujan. Kota itu terletak di kaki gunung sekitar delapanpuluh kilometer dari laut,
persis pada sebuah jarak yang pas bagi uap air untuk mencurah. Embun dan kabut masih hidup di sana Utami, 2013: 87.
A mulai mendeskripsikan seperti apa rumah yang ia tinggali sewaktu kecil. Rumah A terdiri dari bangunan utama dan paviliun. Rumah itu yang
membentuk dunia pertamanya. A tumbuh besar di rumah itu. 44 Rumah itu terdiri dari bangunan utama dan sebuah paviliun.
Bagian utama terbuat dari dinding yang kokoh. Pintu dan jendelanya jangkung, berdaun dua, dengan kisi-kisi. Langit-
langitnya tinggi. Lubang angin tampak begitu jauh di atas, gerbang bagi cicak dan burung kecil untuk menyusup. Rumah
itu menghadap ke timur. Beranda depannya mendapat curah sinar pagi. Perdu berbunga ungu dan putih, yang sarinya manis,
di tanam disekeliling. Aku suka menghisap sari bunga itu, yang selalu matang oleh matahari. Aku sangat senang cahaya jam
sepuluh pagi. Hangat yang disukai kucing dan kadal untuk berjemur. Di bangunan utama itulah aku, Ibu, empat kakakku,
dan Ayah tinggal Utami, 2013: 93.
45 Sedangkan paviliun menempati pojok baratlaut. Lembab dan sangat sedikit terbasuh matahari. Paviliun itu semula adalah
garasi, yang direnovasi. Tembok pagar dekat paviliun ditumbuhi lumut yang tebal. Suatu kali pernah ku lihat kawanan cacing
berduyun-duyun merayap di sana. Kekuningan dan berlendir seperti darah setan. Lebih menakutkan lagi, di ujung tembok
yang sama ada pohon daun kedondong yang dihuni bekicot Utami, 2013: 94.
A sangat dekat dengan keluarganya. Sosok Ibu sangat berpengaruh dalam hidupnya. Ibu merupakan sumber kebahagian bagi A. Sewaktu kecil, A
tidak bisa jauh dari ibunya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
46 Perkenalkan ibuku. Ia cantik dan bersahaja, matanya teduh, dan ia tak pernah kekurangan atau kelebihan berat badan. Ibuku
adalah sumber kebahagiaanku. Kalau ia tidak kelihatan barang lima menit saja, aku akan menangis. Kalau ia pergi belanja
tanpa membawaku, aku akan duduk di pagar jembatan di tepi hutan menunggu ia kembali. Kalau ia terlalu lama, aku mulai
menitikkan air mata, di sana, di tepi hutan. Di hutan itu tumbuh pohon bumi yang buahnya disukai setan.
Sewaktu kecil A sangat penakut. A mengingat kembali apa yang dikatakan ibunya ketika ia merasa ketakutan. Pesan itu terekam jelas di
kepalanya. 47
”Kalau kau takut sesuatu, maka sesuatu itu harus diperjelas,” kata Ibu. “Kalau kamu takut sesuatu, maka sesuatu itu harus
dihadapi.” Itu sebetulnya adalah pelajaran sangat penting bagiku. Tapi aku lebih dikuasai oleh dongeng sepasang bibiku
Utami, 2013: 100.
Ayah dan ibu A memiliki sifat yang berbeda. Ayahnya keras dan tegas sedangkan ibunya lemah lembut. Curahan cinta dari kedua orang tuanya
memberikan pengaruh dalam membentuk kepribadiannya. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
48 Ibuku adalah keturunan anak manusia, bahkan keturunan “anak-
anak Allah”. Ibuku baik sekali, seperti malaikat, seperti malaikat, seperti Bunda Maria. Sementara itu, ayahku dan
saudara-daudaranya adalah keturunan para raksasa, yaitu monster. Ciri-cirinya dapat dilihat pada tabiat dan sedikit raut
wajah. Ibuku bermata teduh. Keluarga ayahku bermata tajam. Hidung ibuku bagus. Hidung keluarga ayahku tidak. Lagipula
rahang mereka seperti masih membawa ciri makhluk pemakan mangsa. Dari rahang karnivoranya, keluarga itu mengalirkan
dongeng seru dan ungkapan beracun. Tabiat mereka lain sekali dari Ibu. Dari rahangnya yang kecil, Ibu tak pernah mengelurkan
kata-kata jahat Utami, 2013: 118.
Sumber kebahagiaan bagi A adalah ibunya. Setiap anak membangun relasi yang dekat dengan ibunya. Begitu juga dengan A. A tidak dapat
membayangkan apabila ibunya tiada. Memori saat dirinya bersama ibunya terasa indah dan menyenangkan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
49 Ibu adalah sumber kebahagiaanku, sampai-sampai aku tak begitu ingat momen-momen paling berkesan dengannya. Aku
justru hanya mengingat jelas momen-momen tak menyenangkan ketika aku tak bisa menemukan Ibu. Kelak, setelah dewasa aku
ditanya tentang memori paling indah bersama Ibu, dan aku tidak bisa menjawab. Ia seperti rahim dan aku bayi. Aku tak bisa
melihatnya tapi ketika terlepas darinya aku menjerit mau mati. Ia adalah udara. Aku tak menyadarinya, tapi jika ia tak ada aku
tak bisa bernafas Utami, 2013: 118.
Kedekatan A tidak hanya dengan ibunya, sang ayah juga berpengaruh dalam hidupnya.
50 Aku bisa mengenang beberapa peristiwa di mana aku begitu senang pada Ayah. Misalnya, saat-saat ia menurutiku untuk
membasahi saputanganku dengan bensin. Aku suka sekali bau bensin. Ia punya satu jerigen di kamarnya. Aku juga suka bau
knalpot, dan Ayah tertawa-tawa saja kalau aku berjongkok dan menciumi knalpot mobil
−mobilnya maupun mobil tamu sampai hidungku hitam. Aku juga suka pura-pura tertidur di sofa hanya
agar Ayah menggendongku ke kamar. Ia tak segera membopongku, padahal aku sudah ketakutan tidur di sofa
sendirian. Aku juga ingat saat ia memberiku notes kejaksaan berwarna kuning dengan gambar Ibu Kartini Utami, 2013:
119.
Sepuluh tahun kemudian, A menyadari banyak perubahan yang terjadi dalam dirinya. Ia memutuskan untuk melepas keperawanannya. Memori
pengakuan dosa pertama kali dengan seorang pastor ia lakukan di masa sekarang. Sewaktu kecil A mengakui perbuatannya berbuat cabul. Ia hanya
melihat gambar senonoh, namun anak kecil mengartikannya sebagai perbuatan cabul.
51 Sepuluh tahun setelah pengakuan dosa dulu, aku telah berubah. Aku kini telah siap melakukan apa yang dulu
−ya, sepuluh tahun lalu
−telah kuakui pada Pastor. Aku kini gadis yang memutuskan untuk melepas keperawananku Utami, 2013: 158.
c. Bab Tiga
Alur yang menonjol dalam bab tiga novel Pengakuan Eks Parasit Lajang adalah selesaian tahap akhir.
Siswa diminta untuk menemukan selesaian yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian boleh jadi mengandung penyelesaian masalah yang melegakan happy ending. Boleh
juga mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan; misalnya si tokoh bunuh diri. Boleh jadi juga pokok masalah tetap menggantung tanpa
pemecahan. Jadi, cerita sampai pada selesaian tanpa menyelesaikan masalah, keadaan yang penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidakpastian
Sudjiman, 1991: 36. A memutuskan hubungannya dengan Nik. Tak lama, A mencintai
seseorang bernama Rik. Rik adalah seorang fotografer yang membebaskan perempuan A untuk tidak menikah. Rik cerminan diri A. Rik pun setuju
bahwa perempuan berhak hidup sejajar dengan laki-laki. Cinta A kepada Rik tumbuh dalam satu persamaan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
52 Rik juga berasal dari dongeng yang sama. Ia bertumbuh dengan membaca Alkitab. Ia hafal rinci cerita Abraham. Daud dan
Hatsyeba, sampai penunggang kuda yang meniup sangkakala dari Apokalips. Sekali lagi betapa aneh menemukan lelaki
seperti itu di Indonesia. A ingat betapa Nik dulu ingin
membuatnya berganti iman. Kini A bilang pada Rik: “Baru pertama kali aku melihat burung Kristen.” Ia telah melihat
burung Muslim, Yahudi, Hindu, Konfusius, dan ateis. Tapi yang Kristen ya baru satu ini Utami, 2013: 240
–241 .
Setelah berselang tiga tahun, banyak perubahan yang terjadi dalam hidup A. Begitu pula kedua bibinya yang salah satu memutuskan untuk
menikah. Suatu hari A mengajak Bibinya mengobrol. Ia mengutarakan alasannya tidak menikah kepada Bibi Gemuk. Menurutnya, sang Bibi
memberikan pengaruh terhadap keputusannya untuk tidak menikah. Perempuan menjadi sempurna setelah pernikahan. Hal ini dapat dibuktikan
dalam kutipan berikut. 53
“Tahu tidak Bibi kenapa aku sampai memutuskan untuk tidak mau menikah? Itu karena Bibi Betul-betul karena Bibi. Bibi
terlalu mengagung-agungkan perkawinan. Seolah-olah kalau tidak kawin, perempuan itu tidak sempurna, Seolah-olah tanpa
suami, hidup perempuan itu hampa. Padahal Bibi bekerja dan mandiri,tapi Bibi tidak menghargai itu. Karena pandangan
seperti itulah banyak perempuan jadi perawan tua yang dengki. Gara-gara Bibi, aku memutuskan untuk menunjukkan bahwa
tidak sebegitunya perempuan butuh suami. Ya sejujurnya, Bibi-
lah yang membikin aku tidak mau kawin” Utami, 2013: 268. Ayah A meninggal dunia. Keluarganya mengadakan misa requiem.
Ketika menyambut komuni, A ragu-ragu untuk menerima komuni. Ia masih belum bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Dirinya sudah kotor. Pada
akhirnya A memberanikan dirinya untuk menerima komuni. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
54 Misa dimulai. Dipimpin oleh Romo A, seorang pastor muda. Lalu tibalah saat menyambut komuni. Ini saat yang sulit bagi A.
Misa ini terlalu intim. Sulit baginya untuk tidak maju untuk menerima hosti. Padahal, jika aturan Gereja mau ditegakan
secara kaku, seharusnya ia tidak menyambut, sebab ia terang- terangan hidup dalam perzinahan. Pengakuan publiknya bahwa
ia tidak menikah dan toh hidup bersama laki-laki sebetulnya dapat menempatkan seorang pastor dalam dilema untuk
memberi atau tidak memberi dia kue simping Tubuh Kristus itu. Jika sang pastor memberi, bisa saja ada di antara umat yang
tidak suka. Jika sang pastor tidak memberi, keluarga A pasti terluka. Dengan segala canggung A maju untuk menyambut. Ia
bertatapan mata sebentar dengan Romo A, dan pastor muda itu meletakkan hosti di tangan A Utami, 2013: 269.
Timbul rasa simpatik A terhadap agama minoritas, agamanya sendiri. Banyak terjadi tindakan kekerasan yang dilakukan organisasi yang
mengatasnamakan agama. Korbannya adalah gereja Katolik. Agama minoritas ini tidak diperkenankan memperluas bangunan dan pelayanan. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut. 55 Sebuah kapel dalam rumah sakit Katolik adalah hal yang sangat
wajar. Bagaimana mungkin sekelompok orang memilih tidak memberi fasilitas kepada ibu hamil dan bayinya karena
ketidaksukaan mereka pada gereja? Bagaimana mungkin ketidaksukaan mengalahkan kepentingan ibu dan bayi?
Bagaimana mungkin orang memprioritaskan larangan beribadah dibanding kesehatan ibu-anak?
Bayangkan Kau punya dua pilihan: 1melarang orang beribadah atau 2 memberi fasilitas bagi ibu dan anak. Kau memilih
melarang orang beribadah Utami, 2013: 272.
Ketika A berjuang keras memperjuangkan ketidakadilan sebagai perempuan, ia tidak menyadari bahwa agamanya perlu ia bela. Selama ini ia
hanya membantu sesamanya melawan ketakutan. Sekarang, ia menyadari bahwa ia merasa menjauh dengan ajaran agamanya. Hal tersebut dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut ini. 56 Itu adalah titik-titik peristiwa yang membuat A melihat dirinya
secara lain sama sekali. Sebelum ini, ia merasa menjadi bagian dari kaum perempuan, yang dipinggirkan dan ditidakadili oleh
istana Patriarki. Karena itu ia mencoba mengambil jalan alternatif untuk membantu kaumnya bebas dari rasa takut
Utami, 2013: 272.
57 Tapi, kini, tiba-tiba ia merasa menjadi bagan dari kaum tertindas yang lain. Yaitu komunitas agama darimana ia berasal. Padahal
ia sudah tidak beragama lagi. Ia bahkan telah meninggalkan
semua ritualnya, kecuali doa pribadi, pemeriksaan batin, dan pengakuan dosa kepada diri sendiri Utami, 2013: 272.
A merasa dirinya bukan orang yang taat. Pada suatu kesempatan, A bertanya kepada salah satu imam Gereja tentang perkawinan Katolik. A ingin
memastikan apakah ada bukti tertulis yang mengatakan bahwa suami adalah pemimpin istri dan kepala keluarga. A mendapatkan jawaban yang
memuaskan. Menurut imam, hal tersebut berkaitan dengan adat istiadat masyarakat setempat saja. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan
berikut. 58 Di teras rumah para yesuit di Kramat itu A bertanya,
“Sebetulnya, ada tidak aturan dalam perkawinan Katolik bahwa suami adalah pemimpin istri dan kepala keluarga?”
“Dalam Hukum Kanonik tidak ada,” kata Romo A. “Kamu juga bisa beli kitab hukumnya, kalau mau. Di toko buku Obor ada.”
Ia agaknya tahu, A jenis yang suka membeli buku. Lalu ia menyebutkan pasal-
pasalnya. “Bahwa selama ini suami menjadi kepala keluarga, itu adalah adat istiadat setempat. Gereja tidak
melarang, tapi juga tidak mengharuskan.” Utami, 2013: 273. Tak hanya itu, A kembali bertanya tentang peluang bagi dirinya
menikah di gereja tanpa menikah secara negara. Jawaban yang diperoleh tidak menemukan persoalan dalam perkawinan Katolik. Hal tersebut dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut. 59
Satu lagi,” A melanjutkan. “Bisakah saya menikah di gereja tanpa menikah secara neg
ara?” “Yang tidak bisa di Indonesia ini justru sebaliknya: Kantor sipil
mencatat pernikahan tanpa pengesahan agama.” Utami, 2013: 274.
A memutuskan untuk menikah di gereja pada usia kurang lebih empat puluh tahun. Ia tidak merencanakan pernikahan yang mewah. Pernikahan itu
hanya sebagai simbol. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
60 Ia kini seorang wanita dewasa. Usianya sudah lewat empat puluh
ketika memutuskan
untuk menjalani
Sakramen Perkawinan. Ia sudah melampaui keinginan romantis. Ia ingin
upacara yang sederhana dan praktis. Perkawinan ini tidak berarti apa-apa bagi dirinya sendiri. Sakramen ini hanya merupakan
tanda solidaritas, dan tanda bahwa ia tidak lagi menemukan kesalahan ontologis dalam komunitas kecilnya Utami, 2013:
292.
61 Rik dan A tetap menganggap perkawinan tidak penting untuk diri mereka sendiri. Rik mau menikah sebab ia mau menemani
A menjalani entah apa yang perempuan itu mau jalani. Bagaimanapun A tidak pernah merebut kemerdekaannya.
Lepas dari kenyataan bahwa tak seorang pun betul-betul mengerti kenapa mereka akhirnya menikah, toh mereka merasa
ada banyak berkah yang turun lembut perlahan, bersama sari- sari kapuk beterbangan di luar gereja kecil itu Utami, 2013:
296.
Kutipan 61 menceritakan Rik dan A menganggap pernikahan mereka tidak istimewa. Berbeda dengan orang lain yang menganggap
pernikahan sebagai suatu perayaan yang sakral. Rik sudah mantap menjalin hidup bersama dengan A. Suka dan duka sudah mereka lewati bersama.
A merasa tidak percaya bahwa ia akhirnya memutuskan untuk menikah. A melepaskan masa lajangnya di dalam sebuah gereja.Ketika masih
kecil, A sering mengunjungi gereja itu. Sekarang, A kembali lagi ke gereja itu untuk mengucapkan janji sehidup semati dan menerima sakramen dengan
Rik. Pernikahan itu sesuai dengan yang ia inginkan, tidak ada cincin kawin dan paduan suara. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut.
62 Ia masih takjub bahwa ia berada di sini. Ia hanya menginginkan Sakramen yang praktis, tanpa perlambangan apapun. Tanpa
cincin kawin dan paduan suara. Tapi tak satu pun kapel di Jakarta membuka pintu buat dia. Sebab mereka semua tidak
bermakna. Sesuatu membimbingnya untuk pulang. Dulu ia pergi dari pintu depan itu. Kini is harus pulang melalui gerbang yang
sama. Ia tak boleh masuk lewat pintu samping yang tak memiliki arti Utami, 2013: 296.
Menjelang pernikahan, A mendapatkan berita duka. Nik meninggal kurang lebih pada usia empatpuluh dua tahun. A merasakan kesedihan yang
mendalam. A tidak sempat untuk menjenguknya di rumah sakit. Ia pergi ke makam Nik. A masih tidak percaya, takdir lain ada pada Nik. Hal tersebut
terdapat dalam kutipan berikut. 63 Nik meninggal dunia esok paginya. Selasa. Pada usia
empatpuluh dua belum penuh. A tidak sempat menjenguknya di rumah sakit. Ia berencana mengunjunginya hari itu dengan
sahabatnya, Tri ia enggan datang sendiri, ia khawatir mengganggu. Ia mencoba mengejar ke pemakaman bersama
Nik. Tapi hari itu terjadi kemacetan parah. Mereka telah berangkat jam dua lebih sedikit. Mobil terjebak, dan akhirnya
tiba di pintu pemakaman persis senjakala tiba. Mereka memutuskan untuk tidak berhenti. Mobil mengelilingi
pemakaman yang ditelan gelap. A memandangi barisan tonggak-tonggak nisan yang menjelma bayang-bayang dengan
rasa tidak percaya Utami, 2013: 299.
Pada hari pernikahan, di saat semua orang berpesta penuh kegembiraan, A merenung sendirian. A teringat oleh kata-kata Nik. Nik
berpesan kepadanya agar ia menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut.
64 Dan Rik, yang menemukan ia tiba-tiba termenung, berkata: “Kamu ingat Nik ya?”
A mengangguk. “Kamu ingat apa yang dia bilang dulu?”
A mengangguk. “Sudah cukup ya. Yayang jangan nakal-nakal lagi.” Utami, 2013: 302
Selain menganalisis novel berdasarkan penahapan alur, siswa akan menganalisis pengaluran yang terdiri pembedaan alur berdasarkan kriteria
urutan waktu yang meliputi alur lurus atau progresif, sorot balik atau flash- back, alur campuran. Pembedaan alur berdasarkan kriteria jumlah yang
meliputi alur tunggal, alur sub-subplot. Pembedaan alur berdasarkan kriteria kepadatan yang meliputi alur padat, alur longgar. Pembedaan alur
berdasarkan kriteria isi yang meliputi alur peruntungan, alur tokohan, alur pemikiran Nurgiyantoro, 2012: 14
–150. Berikut ini analisis pengaluran yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
a. Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Kegiatan selanjutnya, siswa diminta untuk menemukan unsur alur berdasarkan kriteria urutan waktu yang terdapat pada novel Pengakuan Eks
Parasit Lajang karya Ayu Utami. Urutan waktu yang dimaksud adalah urutan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan. Atau lebih tepatnya, urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan. Urutan
waktu, dalam hal ini, berkaitan dengan logika cerita. Dengan mendasarkan diri pada logika cerita pembaca akan dapat menentukan peristiwa mana yang
terjadi lebih dahulu dan mana yang lebih kemudian, terlepas dari penempatannya yang mungkin berada dibagian awal, tengah atau akhir teks
Nurgiyantoro, 2012: 153. Unsur alur berdasarkan kriteria waktu dalam novel Pengakuan Eks
Parasit Lajang karya Ayu Utami menggunakan alur sorot-balik atau flashback. Terdapat alur maju dan alur mundur dalam novel Pengakuan Eks
Parasit Lajang. Alur maju menceritakan keputusan tokoh A untuk melepas keperawanannya. Alasan A melepas keperawanannya diceritakan pada bagian
pertama novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami. A membuat keputusan menyerahkan keperawanannya kepada Nik. Alur mundur dalam
novel ini menceritakan ingatan masa kecil A yang begitu dekat dengan keluarganya.
Kehidupan para tokoh dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang diceritakan dengan alur sorot balik atau flashback dan secara progresif atau
alur lurus. b.
Berdasarkan Kriteria Jumlah
Siswa menemukan unsur alur berdasarkan kriteria jumlah yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Dengan kriteria jumlah dimaksudkan sebagai banyaknya plot cerita yang terdapat pada sebuah karya fiksi. Sebuah novel mungkin hanya
menampilkan sebuah plot, tetapi mungkin pula mengandung lebih dari satu plot. Kemungkinan pertama adalah untuk novel fiksi yang berplot tunggal,
sedang yang kedua adalah yang menampilkan sub-plot Nurgiyantoro, 2012: 157.
Unsur alur berdasarkan kriteria jumlah yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami menggunakan alur tunggal.
Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang merupakan otobiografi seksualitas dan
spiritualitas. Novel ini adalah catatan riwayat hidup yang ditulis sendiri oleh si pengarang.
Novel ini menceritakan A, seorang perempuan yang memutuskan melepas keperawanannya pada usia duapuluh tahun. Menurutnya, konsep
keperawanan yang diketahui oleh masyarakat masih terasa tidak adil. Ketidakadilan sangat dirasakan oleh dirinya dan perempuan pada umumnya.
Sebagai bentuk protesnya, ia mencoba melawan nilai-nilai adat, agama, dan hukum Patriarkal di Indonesia. Hal tersebut terdapat pada kutipan 26 dan
27. c.
Berdasarkan Kriteria Kepadatan Siswa diminta untuk menemukan unsur alur berdasarkan kriteria
kepadatan yang terdapat dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Dengan kriteria kepadatan dimaksudkan sebagai padat atau tidaknya pengembangan dan perkembangan cerita pada sebuah karya fiksi. Peristiwa
demi peristiwa yang dikisahkan mungkin berlangsung susul-menyusul secara tepat, tetapi mungkin juga sebaliknya. Keadaan yang pertama digolongkan
sebagai karya yang berplot padat, rapat, sedangkan yang kedua berplot longgar, renggang Nurgiyantoro, 2012: 159.
Unsur alur berdasarkan kriteria kepadatan novel Pengakuan Eks Parasit Lajang menggunakan alur longgar karena pengarang menyisipkan
peristiwa tambahan agar terlihat lebih hangat dan menarik ketika dibaca. Penambahan peristiwa tersebut adalah terjalinnya hubungan keluarga A yang
sangat erat. A memprioritaskan keluarganya, terlebih ibu. Baginya, keluarga mampu memberikan kebahagiaan yang tidak dapat ditukar dengan apapun. A
sangat dekat dengan ibunya. Hal tersebut terdapat pada kutipan 49. d.
Berdasarkan Kriteria Isi Siswa diminta untuk menemukan unsur alur berdasarkan kriteria isi
yang terdapat dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami. Dengan isi dimaksudkan sebagai sesuatu, masalah, kecenderungan
masalah yang diungkapkan dalam cerita. Jadi, sebenarnya, ia lebih merupakan isi cerita itu sendiri secara keseluruhan daripada sekedar urusan
plot Nurgiyantoro, 2012: 162. Unsur alur berdasarkan kriteria isi novel Pengakuan Eks Parasit
Lajang karya Ayu Utami menggunakan alur pemikiran plot of thought. Cerita ini mengungkapkan bahwa terjadi masalah hidup dan kehidupan
manusia. Terjadi konflik batin pada diri tokoh A. Perjalanan hidup A menentang nilai-nilai kehidupan yang dirasanya tidak adil. Dia memutuskan
melepaskan keperawanannya di usia dupa puluh tahun. Dia ingin menghapus konsep keperawanan yang dianut oleh masyarakat. Suatu konsep
menyebutkan bahwa laki-laki lebih pantas untuk menikahi perempuan yang masih perawan. Konsep ini pun termasuk dalam norma dalam masyarakat. A
pun menentang hukum patriarkal. Dia tidak bersedia untuk masuk ke dalam agama yang dianut Nik. Bertahun-tahun A melawan nilai-nilai adat, agama,
dan hukum patriarkal. Namun yang ia temui justru kenyataan bahwa apa yang
ia yakini selama ini bertolak belakang dengan kenyataan konsep dalam hal seksualitas dan spiritualitas. Hal tersebut terdapat pada kutipan 38 dan 39.
3. Pemodelan
Membandingkan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu dengan novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Guru menjelaskan dan menunjukkan contoh novel yang sudah dianalisis sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar. Siswa
memperhatikan contoh analisis novel tersebut. Contoh yang diberikan sebagai acuan kepada siswa nantinya akan dapat membantu siswa dalam menganalisis
unsur alur yang terdapat dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang. Contoh ringkasan novel yang dapat dijadikan pemodelan atau contoh adalah novel
Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Secara ringkas cerita novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu dapat dikemukakan sebagai berikut.
Sewaktu kecil, Nayla mendapatkan hukuman dari ibu kandungnya. Ibunya sering menghukum Nayla dengan memasukkan peniti di vagina dan
selakangannya karena dirinya mengompol. Tak hanya itu, ibunya mengajarkan Nayla untuk membenci ayah kandungnya. Nayla mengalami
pelecehan seksual oleh laki-laki simpanan Ibunya yang sering diajak tinggal di rumah. Lalu Nayla pun diajak untuk mengencani laki-laki teman ibunya.
Nayla memberotak. Ia mencari ayahnya dan tinggal bersama dengan ayahnya. Tak lama ayahnya meninggal. Nayla memutuskan kembali ke
rumah ibunya namun ibunya tidak membukakan pintu untuknya. Nayla
dikirim ke tempat Panti Rehabilitasi Anak Pengguna Narkoba. Setelah keluar dari panti itu, Nayla hidup di jalanan. Ia pernah menjadi seorang lesbian.
Pertemuan Nayla dengan Juli terjadi ketika Juli menolong Nayla saat Nayla tidak memiliki siapa-siapa. Nayla jatuh cinta padanya, pada Juli, pada
perempuan. Hingga suatu saat, Nayla bertemu dengan Ben, laki-laki yang memberikan apa yang ia punya untuk Nayla. Namun, hubungan mereka tidak
lama. Nayla putus dengan Ben. Kemudian Nayla mencoba memasuki dunia menulis. Salah satu
karyanya diterbitkan dan membuat nama Nayla Kinar menjadi terkenal. Nayla menulis kisah tentang Ibu. Ibu kandungnya membaca tulisan Nayla, ia
marah kepadanya. Tulisan Nayla menggambarkan sosok ibu kandungnya dan laki-laki simpanannya. Disaat Nayla mendapatkan tawaran untuk
menampilkan karya sastranya, ia kebingungan. Nayla tidak tahu bagaimana ia harus menggambarkan tokoh ibu.
Berdasarkan ringkasan di atas, novel tersebut menggunakan alur maju atau progresif. Namun di dalam cerita ini juga terdapat adegan-adegan sorot
balik. Cerita ini dimulai dengan masa kecil Nayla dan diakhiri dengan keberhasilan Nayla menjadi seorang pengarang yang terkenal.
4. Bertanya
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan terkait pembelajaran alur dan pengaluran. Guru akan terlebih
dahulu memberikan
beberapa pertanyaan
untuk merangsang
dan
membangkitkan semangat belajar siswa. Adanya kegiatan bertanya akan menunjukkan interaksi antara guru dengan siswa. Kegiatan bertanya di dalam
proses pembelajaran akan memberikan informasi dan pengetahuan yang baru terkait materi pembelajaran alur dan pengaluran, meningkatkan partisipasi
siswa untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar, membangkitkan rasa ingin tahu siswa terhadap jawaban dari pertanyaan atau masalah yang
dibicarakan. Tak hanya itu, guru dapat mengecek tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran alur dan pengaluran melalui beberapa
pertanyaan. Siswa dituntut menguasai materi pembelajaran alur dan pengaluran
yang sudah diajarkan. Guru dapat membagi sesi tanya-jawab ke dalam dua sesi. Sesi pertama, siswa mendapatkan kesempatan bertanya berkaitan dengan
penahapan alur yaitu tahap awal paparan, rangsangan, gawatan, tahap tengah tikaian, rumitan, klimaks, tahap akhir leraian, selesaian. Pertanyaan
yang diajukan pun harus berbobot, mudah dimengerti dan relevan dengan materi yang sedang dibicarakan. Sesi kedua, siswa bertanya jawab mengenai
pengaluran yang terdiri dari pembedaan alur berdasarkan kriteria urutan waktu, berdasarkan kriteria urutan jumlah, berdasarkan kriteria kepadatan dan
berdasarkan kriteria isi. 5.
Belajar kelompok
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, kemudian siswa bergabung dengan kelompoknya. Belajar kelompok ini akan membantu siswa
mengatasi kesulitan belajarnya dan menambah pengetahuan siswa dalam
proses belajar mengajar. Siswa memulai diskusi dalam kelompok belajarnya membahas unsur alur yang terdapat dalam novel Pengakuan Eks Parasit
Lajang karya Ayu Utami. Kegiatan belajar kelompok ini juga dapat mengolah emosi siswa untuk dapat menghargai pendapat orang lain. Siswa yang
tergolong pintar dapat membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar.
Siswa berdiskusi tentang penahapan alur yaitu tahap awal paparan, rangsangan, gawatan, tahap tengah tikaian, rumitan, klimaks, tahap akhir
leraian, selesaian. Kemudian dilanjutkan berdiskusi tentang pengaluran yang terdiri dari pembedaan alur berdasarkan kriteria urutan waktu,
berdasarkan kriteria urutan jumlah, berdasarkan kriteria kepadatan, berdasarkan kriteria isi.
6. Penilaian autentik
Penilaian autentik authentic assessment merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukur
pemahaman dan pengetahuan siswa yang sebenarnya autentik. Cara yang dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan penilaian autentik.
Guru menyiapkan satu penggalan novel Pengakuan Eks Parasit Lajang. Penggalan ini akan dijadikan sebagai bahan penilaian autentik. Berikut ini
ringkasan cerita bab tiga novel Pengakuan Eks Parasit Lajang yang berjudul dua lelaki.
Namanya Nik. Ia adalah manusia pertama yang aku kenal di Taman Firdaus buatan. Kampus Universitas Indonesia, Depok. Itu adalah tahun
ketika kampus UI mulai dipindahkan dari bangunan perkotaan Jakarta yang berpencaran ke sebuah taman berhektar-hektar di pinggir kota. Ketika itu
Depok masih sepi dan tenang. Jalan baru menuju ke sana masih putih dan berkapur, seolah-olah untuk mencapai Firdaus itu kau harus melalui gurun
gamping berdebu. Di tengah taman ada bukan pohon pengetahuan melainkan danau. Kampus-kampus di sebelah utara memiliki jalan setapak menuju
danau itu. Di antaranya adalah Fakultas Sastra dan Fakultas Teknik, dua kampus yang penting dalam hidupku.
Semua mahasiswa baru wajib memulai masa kuliah dengan program indoktrinasi yang sering disebut Penataran P4 atau penataran Pancasila saja.
Kami dikelompokkan ke dalam grup-grup yang mewakili seluruh jurusan. Aku mendapat undi ditempatkan di Fakultas Teknik.
Hari itu menakjubkan. Aku bukan lagi anak SMA yang berseragam. Aku boleh memakai baju pilihanku sendiri. Aku mengenakan terusan kaus
warna biru, yang kontras dengan jaket kuningku. Aku bangga dengan jaket itu. Semua mahasiswa baru bungah dengan jaket universitas kami, satu-
satunya universitas yang memakai nama Indonesia, titik. Bau semen dan cat masih menyengat di setiap lorong dan ruang. Semua baru. Semua asing dan
menggairahkan. Aku tak punya lagi teman lama. Kalaupun ada, aku belum bisa menemukan mereka di antara ratusan pemuda-pemudi di grup ini. Itu
menyenangkan, sebab aku boleh meninggalkan diriku yang lama. Aku ingin menjadi diriku yang baru.
Bangsal itu berbentuk amfiteater. Karena penataran sangat mungkin membosankan, aku memilih bangku agak di belakang, di ketinggian. Di
situlah kami bertemu pandang. Seorang pemuda berambut cepak dengan bahu bidang. Ia tersenyum padaku. Aku tersenyum padanya. Kami sedang menuju
deret kursi yang sama. Dan kami pun duduk bersebelahan. Aku melihat bets biru pada jaketnya. Ia melihat bets putih pada jaketku. Dia anak teknik. Aku
anak sastra. Tidak ada yang lebih ideal lagi bagi stereotipe jender di masa itu. Nik memiliki senyum yang sangat bagus. Bibirnya segar kemerahan.
Bulu-bulu kumisnymasih begitu halus dan perawan, tetapi alisnya tegas. Giginya berbaris rapi alami, kecil baik,pada rahangnya yang kekar. Kelak aku
tahu gigi seri bawahnya bukan empat melainkan lima. Ia tampan. Kelak aku tahu bahwa ia pun mengenang aku sebagai gadis cantik dalam gaun biru
dengan bibir merah segar. Aku berharap “Nik” adalah singkatan dari nama baptis. Nikolas,
misalnya. Atau Nikodemus. Aku datang dari keluarga Katolik yang taat. Kakakku punya pacar seorang Muslim dan itu sedikit menimbulkan persoalan
juga. Aku akan lebih senang punya pacar seagama. Tapi aku tidak berani menanyakan itu pada Nik. Aku tahu pertanyaan itu tidak pantas. Sama tidak
pantasnya memikirkan calon suami di hari pertama jadi mahasiswa. Sore pun
tiba dengan kesimpulan diam-diam bahwa kami sama menikmati duduk berdampingan.
Esoknya kami kembali di deret yang sama lagi, bersebelahan lagi. Hari itu aku tahu “Nik” bukan singkatan dari nama baptis. “Nik” hanya
nickname. Tapi aku terlanjur menyukainya. Aku tak peduli lagi apa agamanya.
Pagi ketiga kami tetap kembali ke bangku yang sama. Hari itu aku mengenakan baju dengan bukaan sedikit rendah, sehingga bandul kalung
emasku tampak: sebuah salib. Seusai istirahat makan siang, Nik tidak kembali ke bangku sebelahku. Aku hampir tidak percaya, kursi itu kosong. Kursi itu
ditinggalkan begitu saja. Bapak penatar telah muncul di panngung. Ia mulai mengajar. Kursi itu tetap disia-siakan. Aku merasa seperti kekasih yang
dicampakkan tanpa kabar berita, tapi aku malu mengakui perasaan itu bahkan pada diri sendiri. Lalu kulihat Nik beberapa baris, agak jauh, di depan. Kami
bertatapan. Ia melambai juga, seperti mengatakan bahwa ia menemukan teman SMA-nya dan ingin duduk bersama kawan lama. Ia tak ingin lagi
duduk di sebelahku. Kelak aku tahu, jauh setelah peristiwa itu, Nik meninggalkan aku
setelah ia melihat kalung salib di dadaku Ia terpikat padaku. Tapi aku Kristen. Maka ia pergi dariku. Kelak aku berkata padanya bahwa ia seperti drakula
saja, takut pada kalung salib.
Bangku di sebelahku tidak lama kosong. Pada hari yang sama, seseorang telah mengisinya. Namanya Mat. Bukan Matius, melainkan
Matahari. Bukan nama baptis; Mat datang dari keluarga Islam juga. Tapi dia jauh lebih rileks. Ia tak seperti drakula. Ia tak peduli kalung salib. Ia adalah
ketua grup penataran kami. Ia sedikit lebih tinggi dari Nik dan agak gemuk. Pipinya menunjukkan bekas jerawat, ia punya tawa yang lepas, ia jauh lebih
terbuka dan terang-terangan. Sejak hari itu Mat nyaris selalu mengiringi aku, juga di saat-saat istirahat.
Aku pun melupakan Nik. Aku mengingatnya sebagai salah satu cowok cakep, sambil diam-diam menyimpan tanya tentang kenapa ia meninggalkan
aku begitu saja. Tapi pernah aku tak sengaja melihatnya di saat rehat. Aku sedang menuju toilet dan kulihat ia masuk ke mushola. Aku tak pernah begitu
tahu apa mushola sebelumnya. Nik tampak sangat akrab dengan tempat itu. Celana dan lengan bajunya disisingkan. Wajah dan rambutnya basah. Titik-
titik air masih menggantung di alisnya. Sungguh, ia tampak sangat tampan. Aku melongok ke dalam mushola, melalui dinding bata kerawangnya yang
bercelah-celah. Diam-diam aku mengintip ia sembahyang. Sedangkan Mat; Mat tidak pernah kulihat sembahyang.
Berdasarkan penggalan novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami, siswa akan mengerjakan beberapa soal tentang unsur alur dan
pengaluran novel tersebut. Berikut ini instrumen soal yang akan dikerjakan oleh siswa.
a. Apakah pengertian novel menurut Anda?
b. Apakah pengertian pengaluran menurut Anda?
c. Sebutkan struktur umum alur yang terdapat pada novel
d. Analisislah unsur alur berdasarkan struktur umum alur tahap awal,
tahap tengah dan tahap akhir yang terdapat dalam ringkasan bab satu novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami
e. Analisislah unsur pengaluran berdasarkan kriteria waktu, kriteria
jumlah, kriteria kepadatan, dan kriteria isi
C. Implementasi Pembelajaran Alur Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang