35
BAB IV PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang  karya  Ayu  Utami  terdiri  dari tiga bab. Data yang akan dianalisis berupa kutipan kalimat yang terdapat pada
novel  tersebut.    Peneliti  akan  menganalisis  unsur  alur  dan  pengaluran  yang terdapat  pada  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang,  kemudian  akan
mengimplementasikan bab satu  dalam pembelajaran sastra di  SMA kelas XI semester I dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Alasan  peneliti  memilih  pembelajaran  sastra  dengan  pendekatan kontekstual  adalah  metode  ini  dapat  membuat  siswa  berpikir  kritis  dalam
mengikuti  pembelajaran  bahasa  dan  sastra  Indonesia.  Pembelajaran  sastra dengan  pendekatan  kontekstual  dimaksudkan  untuk  memperkenalkan  nilai-
nilai yang dikandung karya sastra kepada siswa yang nantinya siswa mampu menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan.
B. Hasil Penelitian
Langkah-langkah  pendekatan  kontekstual  untuk  menganalisis  unsur alur  dan  pengaluran  dalam  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang  karya  Ayu
Utami sebagai berikut. 1.
Membuat sinopsis novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami Siswa  membuat  sinopsis  cerita  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang
karya  Ayu  Utami.  Tujuan  dibuatnya  sinopsis  agar  memudahkan  dalam
mengetahui  isi  dari  bacaaan.  Berikut  ini  sinopsis  novel  Pengakuan  Eks Parasit Lajang.
Saat  masih  anak-anak  A  tinggal  di  kota  hujan.  Ayah  yang  bekerja sebagai  seorang  jaksa  memiliki  karakter  galak,  berbeda  dengan  ibunya  yang
lemah  lembut.  A  memiliki  dua  bibi,  sebut  saja  Bibi  kurus  dan  Bibi  gendut. Kedua  bibi  A  telah  mengadu  domba  ayah  dan  ibunya.  Mereka  mengatakan
kepada  ayahnya  bahwa  sebenarnya  ibunya  selingkuh.  Perselingkuhan  terjadi saat  sang  ayah  mendapatkan  tugas  keluar  kota.  Ayahnya  murka.  Ibunya
menangis.  A  melihat  bahwa  kedua  bibinya  menjadi  jahat  karena  mereka  iri. Mereka belum menikah juga.
Pada  usia  kedua  puluh,  A  berkeinginan  untuk  melepaskan keperawanannya.  A  tidak  menyukai  budaya  Patriarki  di  Indonesia.
Keperawanan  kemudian  menjadi  hal  yang  sangat  diagungkan.  Wanita  yang sudah  tidak  perawan  dirasa  tidak  terhormat  lagi.  Vagina  menjadi  hal  yang
begitu  sensitif.  Masalah  muncul  kepada  siapa  A  akan  melepaskan keperawanannya.
A memiliki dua pacar. Mat, laki-laki yang suka mengapelinya dengan mobil. Nik, laki-laki sederhana yang suka bepergian menaiki sepeda motor. A
harus memilih salah satu dari mereka. Pilihan A jatuh kepada Nik. Hubungan mereka hanya bertahan  kurang lebih selama setahun. A pun sempat  menjadi
wanita simpanan pria beristri. Hingga kemudian A bertemu dengan Rik yang kini  menjadi  pendamping  hidupnya.  Bukan  berarti  A  dapat  setia  dengan
pasangannya, A juga mengkhianati Rik. A tidak bisa setia dengan laki-laki.
Keinginannya untuk tidak menikah pada saat kanak-kanak sudah tidak berlaku  lagi.  A  dewasa  mantap  memutuskan  untuk  menikah.  A  yang  dulu
hidup  melawan  nilai-nilai  adat,  agama,  dan  hukum  Patriarkal  kemudian menemukan  kedamaian  di  dalam  gereja.  Namun  disaat  dirinya  mulai
menemukan hidup baru, Nik meninggal. 2.
Menganalisis  unsur  alur  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang  karya  Ayu Utami
Siswa  menganalisis  unsur  alur  sesuai  dengan  rancangan  kegiatan pembelajaran  yang  sudah  disiapkan.  Alur  akan  merangsang  munculnya
pertanyaan  di  pikiran  pe mbaca,  “Apa  yang  akan  terjadi  selanjutnya?
Bagaimana ending cerita itu?”
Siswa  menganalisis  unsur  alur  dan  pengaluran  novel  Pengakuan  Eks Parasit  Lajang  karya  Ayu  Utami  menggunakan  penahapan  alur  yang
dikemukakan  oleh  Sudjiman  1992:  30 –36    yang  meliputi  bagian  awal,
tengah,  dan  akhir.  Bagian  awal  meliputi  paparan,  rangsangan,  gawatan. Bagian  tengah  meliputi  tikaian,  rumitan,  klimaks.  Bagian  akhir  meliputi
leraian dan selesaian. Untuk mempermudah, peneliti menganalisis alur dalam beberapa  bagian,  sesuai  dengan  jumlah  bagian  dalam  novel  Pengakuan  Eks
Parasit Lajang karya Ayu Utami. a.
Bab Satu Alur  yang  menonjol  dalam  bab  satu  novel  Pengakuan  Eks  Parasit
Lajang  adalah  paparan,  rangsangan  dan  gawatan  tahap  awal,  tikaian, rumitan dan klimaks tahap tengah.
1 Paparan
Siswa  mulai  menentukan  paparan  yang  terdapat  pada  novel Pengakuan Eks Parasit Lajang.
Paparan  biasanya  merupakan  fungsi  awal  suatu  cerita.  Tentu  saja bukan  informasi  selengkapnya  yang  diberikan,  melainkan  keterangan
sekadarnya  untuk  memudahkan  pembaca  mengikuti  kisahan  selanjutnya Sudjiman, 1991: 32.
Cerita bermula dari tokoh A yang sedang bercermin. Ia menyadari perubahan pada bentuk tubuhnya dari masa kanak-kanak menjadi wanita
dewasa. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. 1
Bayangkanlah  aku.  A  namaku,  gadis  duapuluh  tahun.  Aku memandang  ke  dalam  cermin.  Sesungguhnya  aku  terlambat
tumbuh  menjadi  wanita.  Terlalu  lama  aku  menjadi  anak-anak Utami, 2013: 7.
Kemudian  A  mulai  menyukai  bagian-bagian  tubuhnya.  Ia  sadar betul  setiap  orang  tidak  sempurna  secara  fisik.  Kekurangan  yang
dimilikinya  tidak  lantas  membuat  dirinya  minder.  A  menutupi kekurangannya  dengan  berdandan,  sedangkan  kelebihan  yang  Ia  miliki
mampu menarik perhatian lawan jenisnya. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.
2 Baru sekarang kubiarkan rambutku berbentuk, sedikit melebihi bahu.  Aku  mulai  memperhatikan  kelebihan  dan  kekurangan
wajahku.  Aku  mulai  menggambar  garis  mata  dan  alisku.  Aku mulai  menatapi  tubuhku  dalam  takjub.  Baru  sekarang  aku
menyukai
lekuk pinggangku,
atau menyenangi
buahdadaku −sambil  berharap  bahwa  keduanya  masih  bisa
tumbuh  lebih  besar.  Itu,  kau  tahu,  tak  mungkin.  Kecuali  jika seluruh bagian lain ikut  bertambah besar juga. Utami, 2013:
7
3  Sudah  lama  aku  tahu  dalam  teori  bahwa  lelaki  menyenangi tubuh  demikian.  Sebentuk  tubuh  dengan  lekuk,  seperti  gitar.
Ceruk  kecil  yang  lembab  di  pusatnya,  serta  sepasang kesuburan  yang  akan  menyihir  mereka  dalam  pengalaman
indah menghisap di masa kanak. Aku tahu. Tapi, pengetahuan bahwa  aku  kini  memiliki  tubuh  itu  menciptakan  rasa  ganjil.
Ya,  kini;  sebelumnya  tidak  demikian.  Tubuh  yang  baru  ada padamu  kini  akan  membangkitkan  hasrat  lelaki.  Mengetahui
itu  sungguh  aneh.  Sekaligus  menyenangkan.  Semakin  kau memikirkannya, semakin kau tak faham Utami, 2013: 8.
Kutipan  selanjutnya  menceritakan  tentang  pengarang  yang menggambarkan  bagaimana  manusia  jatuh  dalam  dosa.  Pengandaian  itu
gambaran dari niatan A untuk melepas keperawanannya. 4  Setelah  kau  mencicipi  buah  dari  Pohon  Pengetahuan,  kau
memang  harus  pergi  dari  taman  surgawi  itu.  Sekalipun  tidak ada malikat yang mengusirmu, selain dirimu sendiri. Persisnya
demikian: Setelah kau mengalami  rasa pengetahuan...  ya, rasa yang  menakjubkan  itu,  rasa  yang  sekaligus  membuatmu
makhluk  fana...  taman  itu  akan  lenyap  dengan  sendirinya bagimu, seperti istana pasir yang perlahan ditiup angin Utami,
2013: 10.
Pengarang  tidak  lupa  menyisipkan  butir-butir  yang  memancing pembacanya  untuk  mengikuti  kisah  selanjutnya.  Hal  ini  terdapat  pada
kutipan berikut. 5  Begitulah,  sekali  lagi,  aku  telah  memutuskan  untuk  menutup
masa perawanku. Tapi siapa lelaki itu? Utami, 2013: 11. 6  Aku  melangkah  keluar  taman  surgawi.  Kututupkan  daun-daun
gerbangnya  yang  sunyi.  Lalu,  ketika  aku  telah  berada  di  luar, aku  berpikir-pikir.  Sesungguhnya  aku  tidak  punya  gambaran
yang  nyata  tentang  lelaki  yang  kuinginkan.  Aku  tidak  punya kriteria.  Aku  tidak  punya  kesadaran  apapun  mengenai  lelaki
ideal Utami, 2013: 11.
Kutipan  diatas  membuat  kita  bertanya-tanya,  siapa  laki-laki  yang dipilih oleh A.
2 Rangsangan
Kegiatan selanjutnya adalah siswa menemukan rangasangan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang  berlaku  sebagai  katalisator.  Rangsangan  dapat  pula  ditimbulkan
oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula  terasa  laras.  Tak  ada  patokan  tentang  panjang  paparan,  kapan
disusul  oleh  rangsangan,  dan  berapa  lama  sesudah  itu  sampai  gawatan Sudjiman 1992: 32.
Rangsangan  yang  terdapat  pada  novel  Pengakuan  Eks  Parasit Lajang karya Ayu Utami adalah ketika A memulai aktivitas pertamanya
menjadi  mahasiswa  Universitas  Indonesia.  A  anak  Fakultas  Sastra.  Hal ini terdapat pada kutipan berikut.
7  Namanya  Nik.  Ia  adalah  manusia  pertama  yang  aku  kenal  di Taman Firdaus buatan. Kampus Universitas Indonesia, Depok.
Itu  adalah  tahun  ketika  kampus  UI  mulai  dipindahkan  dari bangunan  perkotaan  Jakarta  yang  berpencaran  ke  sebuah
taman  berhektar-hektar  di  pinggir  kota.  Ketika  itu  Depok masih sepi dan tenang. Jalan baru menuju ke sana masih putih
dan  berkapur,  seolah-olah  untuk  mencapai  Firdaus  itu  kau harus  melalui  gurun  gamping  berdebu.  Di  tengah  taman  ada
bukan  pohon  pengetahuan  melainkan  danau.  Kampus-kampus di  sebelah  utara  memiliki  jalan  setapak  menuju  danau  itu.  Di
antaranya  adalah  Fakultas  Sastra  dan  Fakultas  Teknik,  dua kampus yang penting dalam hidupku Utami, 2013: 12.
Kutipan  di  bawah  ini  menceritakan  tentang  bagaimana  A  tertarik dengan Nik. A memuji ketampanan yang dimiliki oleh Nik. Hal ini dapat
ditunjukkan dalam kutipan berikut. 8  Nik  memiliki  senyum  yang  sangat  bagus.  Bibirnya  segar
kemerahanan.  Bulu-bulu  kumisnya  masih  begitu  halus  dan perawan,  tetapi  alisnya  tegas.  Giginya  berbaris  rapi  alami,
kecil  baik,  pada  rahangnya  yang  kekar.  Kelak  aku  tahu  gigi seri  bawahnya  bukan  empat  melinkan  lima.  Ia  tampan.  Kelak
aku  tahu  bahwa  Ia  pun  mengenang  aku  sebagai  gadis  cantik dalam gaun biru dengan bibir merah segar Utami, 2013: 13.
Kutipan di bawah ini menceritakan kekecewaan yang dirasakan A. Nik  pergi  meninggalkannya  begitu  saja  karena  melihat  perbedaan
keyakinan di  antara mereka. Disaat  A mulai  melupakan Nik, muncullah Mat.  Mat  tidak  mempersoalkan  perbedaan  keyakinan.  Sejak  pertemuan
pertama kali, Mat selalu menemani A. 9 Bangku di sebelahku tidak lama kosong. Pada hari yang sama,
seseorang  telah  mengisinya.  Namanya  Mat.  Bukan  Matius, melainkan  matahari.  Bukan  nama  baptis;  Mat  datang  dari
keluarga  Islam  juga.  Tapi  dia  jauh  lebih  rileks.  Ia  tak  peduli kalung  salib.  Ia  adalah  ketua  grup  penataran  kami.  Ia  sedikit
lebih  tinggi  dari  Nik  dan  agak  gemuk.  Pipinya  menunjukkan bekas jerawat, ia punya tawa yang lepas, ia jauh lebih terbuka
dan  terang-terangan.  Sejak  hari  itu  Mat  nyaris  selalu mengiringi aku, juga di saat-saat istirahat Utami, 2013: 14.
Setelah  bertemu  dengan  Mat,  A  sudah  merasa  siap  untuk  melepas keperawanannya.  A  sempat  berpikir  bahwa  dia  akan  melakukan
persetubuhan yang pertama kali dengan Mat. 10  Maka tibalah masa itu. Umurku memasuki tahun keduapuluh.
Aku  telah  siap  untuk  menutup  masa  perawanku.  Aku  telah berani  untuk  mengalami  persetubuhan  yang  sesungguhnya.
Aku  pikir  pada  akhirnya  aku  akan  melakukannya  dengan
Mat. Aku sayang dan senang padanya. Tapi...  Utami,  2013: 18
3 Gawatan
Siswa  diminta  menemukan  gawatan  dalam  novel  Pengakuan  Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Tidak  ada  patokan  tentang  panjang  paparan,  kapan  disusul  oleh manusia  pribadi  yang  biasanya  menjadi  protagonis  dalam  cerita
Sudjiman, 1991: 34 –35 .
A memiliki
dua pacar.
Dia selalu
dihantui perasaan
ketidakpantasan  mencintai  dua  pria  sekaligus.  Nik  tahu  bahwa  ia mempunyai saingan, tetapi Mat tidak tahu bahwa dia mempunyai musuh.
A  harus  memilih  salah  satu  agar  tidak  ada  hati  yang  tersakiti.  A  juga tidak mau dihantui rasa bersalah.
11  Tapi pertanyaan tentang ketidakadilan hidup yang menghantui itu  juga  terlalu  jauh  untuk  dijawab,  sementara  persoalanku
sekarang  begitu  nyata  dan  mendesak:  aku  punya  pacar  dua dan  aku  harus  memutuskan  salah  satu.  Siapa  yang  harus
kupilih?  Jawabannya  sebetulnya  sudah  jelas.  Tapi,  kenapa aku  memilih  dia?  Bagaimana  mempertanggungjawabkan
pilihan  itu?  Pertanyaan  ini  sulit,  sebab  memaksa  aku membuat  perhitungan  yang  menyedihkan  tentang  manusia.
Dalam  hati  kecilku  aku  tahu  bahwa  manusia  tidak  pantas diterapkan  dalam  skala  nilai.  Manusia  tidak  akan  bahagia
dibegitukan.  Skala  penilaian  akan  menghasilkan  manusia super  dan  manusia  pecundang.  Dan  itu  sangat  menyedihkan
Utami, 2013: 21.
A  memiliki  sahabat,  namanya  Tri.  A  menceritakan  apapun termasuk  tetang  kedua  pacarnya,  Nik  dan  Mat.  Tri  sangat  memahami
sifat A. Hanya pada Tri, A berani menceritakan apapun yang dialaminya.
12  Aku  punya  sahabat.  Tri  namanya,  temanku  sejak  umur  dua belas tahun. Kami pernah jatuh cinta pada lelaki yang sama di
SMP. Tak satu pun diantara kami berdua mendapatkan lelaki itu.  Selepas  SMP  pemuda  itu  menghamili  anak  orang.  Aku
dan Tri diam-diam merasa lega bahwa kami yang tomboy ini tidak menarik hatinya sehingga tak menjadi hamil. Peristiwa
itu menambah erat hubunganku dengan Tri. Lebih-lebih lagi, aku  juga  pernah  cinta  monyet  dengan  anak  yang  dulunya
adalah pacar Tri di SD. Berbagi ketertarikan yang sama, aku percaya
bahwa Tri
memahami kecenderungan-
kecenderunganku,  yang  paling  konyol  sekalipun.  Hanya padanya  aku  berani  cerita  tentang  si  pecinta  alam  celana
rombeng  yang  bagaimanapun  sempat  membangkitkan gairahku Utami, 2013: 24.
A memutuskan hubungannya dengan Mat.  A memberikan alasan yang  rasional  tetapi  Mat  tidak  menerimanya.  Kemudian  Mat  bercerita
kepada Tri, sahabat A. Tri mendengarkan secara langsung keluh kesah A dan sekarang dia mendengarkan lagi  keluh kesah Mat. Sampai akhirnya
Mat menerima dengan lapang dada bahwa A sudah memiliki Nik. Hal ini ditunjukkan dalam kutipan berikut.
13  Di tengah kegalauannya, Mat pun mengadu pada sahabatku, Tri.  Tri  mendengarkan  entah  dengan  perasaan  apa.  Mat
curhat sampai akhirnya ia menemukan bahwa aku memang sudah  punya  pacar  baru,  Nik,  yang  sedang  menikmati
kemenangan  yang  apa-boleh-buat.  Tapi  Nik  tidak  tahu −tak
seorangpun tahu −bahwa bertahun-tahun kemudian akan tiba
gilirannya curhat pada Tri dengan air mata bercucuran. Dan Tri...  dengan  demikian  sesungguhnya  ia  kecipratan  sebagai
ampas  yang  aku  tak  mampu  bersihkan  dari  perbuatan- perbuatanku Utami, 2013: 28.
4 Tikaian
Siswa  menemukan  tikaian  yang  terdapat  pada  bab  satu  novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Tikaian  ialah  perselisihan  yang  timbul  sebagai  akibat  adanya  dua kekuatan  yang  bertentangan;  satu  di  antaranya  diwakili  oleh
manusiapribadi  yang  biasanya  menjadi  protagonis  di  dalam  cerita. Tikaian  merupakan  pertentangan  antara  dirinya  dengan  kekuatan  alam
dengan masyarakat,  orang  atau tokoh  lain,  atau pun pertentangan  antara dua unsur di dalam diri satu tokoh itu Sudjiman, 1991: 34
–35. Pertikaian  terjadi  ketika  Nik  berbicara  dengan  A  tentang
kesediannya  untuk  mengatakan  bahwa  A  memilih  dirinya  kepada  Mat. Nik begitu mencintai dirinya. Nik tak mau berbagi dengan yang lain. Hal
ini ditunjukkan dalam kutipan berikut. 14  Nik belum pernah disentuh perempuan. Dengan  pengalaman
barunya,  tentu  ia  segera  ingin  memiliki  aku  seorang  diri.  Ia tak mau lagi berbagi dengan Mat. Dengan baik-baik ia bilang
padaku, apakah aku membutuhkan dia untuk mengatakan ini pada  Mat.  Apakah  aku  memerlukan  dia  untuk  menghadapi
Mat  dan  memberitahu  bahwa  aku  telah  memilih  dia  Utami, 2013: 25.
A memberanikan diri untuk bicara dengan Mat. Hubungan mereka tidak  bisa  dilanjutkan.  Mat  terkejut  dan  bertanya-tanya  alasan  A
memutuskannya.  Padahal  Mat  merasa  bahwa  hubungannya  selama  ini baik-baik  saja.  A  beralasan  bahwa  Mat  tidak  bisa  diandalkan.  Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut. 15  Kujawab Nik, “Biar aku yang bicara dengan Mat.”
Akhirnya  aku  bicara  dengan  Mat,  dengan  alasan  yang  tak bisa kulupakan seumur hidupku. Kubilang padanya aku mau
hubungan ini berakhir. Tentu ia terkejut dan bertanya kenapa. Sebab  ia  sangat  senang  dengan  hubungan  ini  dan  tidak
merasa  ada  persoalan  sama  sekali.  Bahkan  ibu  dan  kakak- kakaknya senang juga padaku. Itulah. Kubilang ada masalah.
Ternyata ada masalah. Sebab ia malas. Prestasi akademiknya kurang. Indeks prestasinya di bawah angkaku. Kredit yang ia
ambil  per  semester  kurang  dari  yang  kuambil.  Bahkan  aku sampai  harus  ikut  membuatkan  tugas  kuliahnya.  Lalu  aku
mengatakan  hal  yang  aku  malu  bahwa  aku  sampai  hati mengatakannya:  Lelaki  tidak  boleh  begitu.  Lelaki  kan  akan
jadi kepala keluarga. Dia akan jadi pemimpin. Dia harus lebih dari perempuan Utami, 2013: 26.
Mat  menyayangkan  alasan  A  memutuskan  hubungan  dengannya. Dia  tidak  terima.  Sebelum  mereka  resmi  menjadi  kekasih,  tidak  ada
perjanjian  khusus  yang  mereka  buat.  Tidak  ada  larangan  harus  begini begitu.  Semua  berjalan  begitu  saja.  A  yakin  bahwa  alasan  yang
dikatakannya sudah tepat. Alasan  yang menurutnya tidak menyakiti hati Mat dengan sudah adanya orang lain dihatinya. Hal ini dibuktikan dalam
kutipan berikut. 16  Mat  memandangi  aku  dengan  tidak  percaya.  Aku  tak  bisa
melupakan  matanya.  Soal  indeks  prestasi  itu  kan  tidak  ada dalam perjanjian di awal hubungan? Dulu tidak jadi masalah,
kok sekarang tiba-tiba jadi masalah? Ia tidak mengatakannya, tetapi aku merasa matanya berkata begitu Utami, 2013: 27.
17  Tapi  aku  merasa  harus  memberi  alasan  yang  rasional  untuk mengakhiri  hubungan.  Atau  tampak  rasional.  Masa  aku
memutuskan  Mat  dengan  bilang  karena  sekarang  ada  Nik? Dan aku memang tidak mau mengaku bahwa sudah ada Nik.
Yang kulakukan sesungguhnya membikin rasionalisasi untuk bisa  memuluskan  jalan  bagi  Nik.  Ya,  aku  mencari-cari
pembenaran  yang  tampak  masuk  akal  untuk  melancarkan kehendak  dan  nafsuku  sendiri,  meskipun  pada  saat  itu  aku
belum  mau  mengakuinya.  Aku  membikin  alasan  agar  ia gugur  dan  Nik  menempati  tempat  yang  syarat-syaratnya
memang kusiapkan untuk dia Utami, 2013: 27.
5 Rumitan
Siswa  diminta  menemukan  rumitan  yang  terdapat  pada  bab  satu novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Perkembangan  dari  gejala  mula  tikaian  menuju  ke  klimaks  cerita disebut rumitan Sudjiman, 1992: 35.
Di dalam cerita rekaan rumitan sangat penting. Tanpa rumitan yang memadai  tikaian  akan  lamban.  Rumitan  mempersiapkan  pembaca  untuk
menerima seluruh dampak dari klimaks Sudjiman, 1992: 35. Setelah  memutuskan  hubungannya  dengan  Mat,  A  menimbang-
nimbang  kembali  keputusannya  untuk  menyerahkan  keperawanannya dengan  Nik.  A  melihat  gambaran  tiap-tiap  keluarga  yang  taat  memeluk
agamanya.  Tidak  ada  yang  membenarkan  melakukan  hubungan  seksual di luar pernikahan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
18  Sementara  ini,  kini  Nik  adalah  pacarku  ketika  usiaku duapuluh tahun dan aku merasa matang untuk menutup masa
perawanku.  Aku  mau  melakukannya  dengan  Nik,  meskipun aku  belum  yakin  betul  dengan  keputusanku.  Sebab,
sesungguhnya  kami  berdua  datang  dari  keluarga  yang  taat agama.  Melepaskan  keperawanan  sebelum  pernikahan  tidak
pernah merupakan ajaran dalam keluarga kami Utami, 2013: 30.
Semasa  kecil  keduanya  adalah  anak  yang  religius.  A  selalu  rajin pergi ke gereja dan membaca Alkitab. Nik tidak pernah lupa menjalankan
salat lima waktu dan membaca Qur’an. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
19  Nik  maupun  aku  adalah  adalah  anak  yang  religius  di  masa bocah.  Kami  masing-masing  punya  ketertarikan  pada  agama
lebih  dibanding  saudara-saudara  kandung  kami.  Aku  suka membaca  Alkitab  sejak  kecil.  Nik  pernah  menjuarai  lomba
Musabaqah  Tilawatil  Qur’an.  Katanya  orang  mengagumi suara    sengaunya  yang  bagus  untuk  melantunkan  kitab  suci.
Pada  suatu  periode  di  masa  remaja,  aku  ke  gereja  hampir setiap  pagi.  Nik  tidak  pernah  melalaikan  salat  lima  waktu.
Aku  pernah  ingin  menjadi  biarawati.  Nik  masih  bercita-cita punya  rumah  di  sebelah  mesjid  dan  ia  sangat  rindu  untuk
membisikkan  adzan  di  telinga  bayinya  begitu  lahir  Utami, 2013: 30.
Usia  keduapuluh  membuat  A  semakin  ingin  mencoba  hal  baru yang  ia  temukan  dalam  tubuhnya  sebagai  perempuan.  A  bertanya
kesediaan  Nik  melakukan  hubungan  seksual  dengannya.  Tidak  ada perasaan takut akan dosa ketika menanyakannya. Seperti kutipan berikut.
20  Dan  usiaku  duapuluh.  Usia  tatkala  manusia  baru  saja memiliki  tubuh  mudanya  dan  penuh  dorongan  untuk
mencoba  tubuh  yang  baru  itu.  Aku  bertanya,  tidak  dengan genit,  kepada  Nik:  apakah  ia  mau  melakukan  itu  sebelum
menikah.  Aku  memang  betul-betul  ingin  tahu  pendapatnya secara  umum,  bukan  mau  mengajaknya  sekarang.  Untuk
urusan  itu  tak  perlu  ajak-mengajak.  Sebaliknya  malah,  jika kita  tidak  menahan  diri  hal  itu  pasti  akan  terjadi  dengan
sendirinya.  Lagipula  aku  punya  banyak  waktu  lain  untuk genit. Dan tanpa genit pun aku tahu tubuh baruku ini menarik
Utami, 2013: 31.
Namun  A  mendapati  jawaban  Nik  menolak  ajakannya.  Nik  tidak akan melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan Nik sadar betul
bahwa itu dosa. A dapat membaca keraguan yang ada pada diri Nik, Nik berkata tidak tetapi tubuhnya menginginkannya. Hal ini dibuktikan dalam
kutipan berikut. 21
Nik menjawab dengan yakin: “Tidak akan.” Ia bilang dengan mantap, ia tidak akan bersetubuh sebelum menikah meskipun
ia  sangat  suka  perempuannya.  Ia  tidak  mau  berzinah.  Itu dosa.
Tapi  beberapa  saat  kemudian  aku  melihat  wajahnya menampakkan keraguan.
Aku telah mulai tahu. Anak muda yang datang dari keluarga kelas  menengah  dengan  nilai-nilai  konservatif  punya  per
tarungan  batin  yang  kurang  lebih  sama.  Nilai-nilai  mereka melarang,  tetapi  tubuh  mereka  menginginkan  Utami,  2013:
31
–32.
Kutipan  di  bawah  ini  mengungkapkan  bahwa  perempuan  yang terhormat adalah mereka yang mampu menjaga keutuhan selaput daranya
sampai pernikahan nanti. A melihat bahwa hal  tersebut  tidak adil. Laki- laki  hanya  mau  menerima  perempuan  yang  masih  perawan,  kalaupun
tidak  hanya  ada  belas  kasihan  yang  dapat  menyelamatkan  perempuan yang  sudah  tidak  perawan.  Kecuali  laki-laki  itu  benar-benar  menyukai
pasangannya, menerima pasangannya apa adanya. 22  Pada masa itu perempuan masih hidup dengan ditakut takuti.
Perempuan  harus  menjaga  selaput  daranya  sampai  malam pertama  pernikahan.  Seorang  gadis  yang  tidak  perawan
layaklah  dicampakkan  oleh  suaminya.  Di  televisi  kulihat berita tentang penyanyi gendut FH yang menceraikan istrinya
dengan  alasan  sudah  tidak  perawan  lagi.  Beberapa  tahun
kemudian pernah ku lihat da’i ganteng Aa G. Kiai muda ini sedang  sangat  tenar.  Ia  selalu  memakai  sorban  dan  jubah,
tetapi bibirnya selalu sedikit terbuka menggemaskan. Kulihat di  televisi  ia  berkhotbah  di  hadapan  para  remaja  putri.  Ia
berkata,  selaput  dara  ibarat  segel  dari  Allah  Utami,  2013: 33.
23    Ibuku  pernah  berkata  bahwa  perempuan  itu  seperti  porselin. Jika sudah pecah, jadi tidak berharga. Ia bilang begitu bukan
dengan  nada  menggurui,  tapi  lebih  dengan  nada  muram  dan tak berdaya.
Aku bilang padanya, “Tapi itu kan tidak adil, Ibu?” Ibu tidak bisa menjawab Utami, 2013: 34.
Hal  tersebut  yang  membuat  A  mantap  untuk  melepas keperawanannya  pada  usia  dupuluh  tahun.  A  berpikir  bahwa  tidak  ada
jawaban  letak  keadilan  dalam  memuliakan  dan  menuntut  keperawanan. Agama  pun  tidak  mempermasalahkan  hal  itu.  Agama  hanya  melarang
persetubuhan  di  luar  pernikahan.  Jika  dilakukan,  manusia  melakukan dosa. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
24  Kembali  pada  Agama.  Agama  hanya  melarang  persetubuhan di luar pernikahan. Apa yang salah dengan hal itu? Bukankah
itu  berlaku  untuk  pria  maupun  wanita?  Dan  bukankah  baik bahwa  seks  berada  dalam  hubungan  yang  bertanggungjawab
dan terbatas?Utami, 2013: 36.
25  Jadi,  kalau  aku  sudah  tidak  beragama  lagi,  kenapa  pula  aku harus  percaya  pada  konsep  perzinahan?  Aku  percaya  bahwa
seks  itu  harus  bertanggungjawab,  pada  diri  sendiri  maupun pasangan.  Jika  ada  dosa,  itu  bukan  terhadap  Tuhan,
melainkan terhadap orang lain. Kita berdosa pada orang lain jika  mengkhianati,  menyakiti,  atau  mempermainkan  mereka.
Tapi,  diam-diam  aku  masih  percaya  bahwa  aborsi  adalah dosa.  Dosa  pada  orang  lain,  yaitu  individu  yang  sudah
terlanjur  dibentuk  dalam  kandungan  oleh  perbuatan  main- mainmu.  Aku  masih  diam-diam  percaya  bahwa  ada  yang
disebut dosa... Utami, 2013: 36.
6 Klimaks
Siswa diminta untuk menemukan klimaks yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Klimaks  terjadi  apabila  rumitan  mencapai  puncak  kehebatannya Sudjiman, 1992: 35.
Akhirnya, A memutuskan untuk  melepas  keperawanannya dengan Nik.  A  melalukannya  dengan  sadar  dan  ia  sudah  membangun  tata
moralnya  sendiri.  Berbeda  dengan  Nik,  ia  menggunakan  sistem  yang menguntungkan laki-laki. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
26  Kini  kami  berhadap-hadapan.  Aku  dengan  sistemku  sendiri. Dia  dengan  sistem  yang  dicangkokkan  dari  luar.  Tentu  saja
dia yang terguncang. Peristiwa itu terjadi.
Persetubuhan yang pertama. Peristiwa itu selesai.
Persetubuhan yang pertama Utami, 2013: 37.
Kutipan  di  bawah  ini  menceritakan  tentang  A  yang  sudah  tidak perawan. Melakukan hubungan seks di luar nikah seperti narkoba. Sejak
pertama kali melakukan persetubuhan dengan Nik, A melakukannya lagi. Nik takut apa yang sudah ia lakukan dengan A disebut zinah. Maka dari
itu,  Nik  ingin  segera  menikahi  A.  Tidak  mudah  bagi  mereka  untuk menikah  karena  Nik  dan  A  berbeda  keyakinan.  Nik  meminta  A  untuk
pindah agama. 27  Aku  bukan  lagi  seorang  perawan.  Ini  tahap  baru  dalam
hidupku. Kami  sedang  berbaring-baring  di  ranjang  seusai  bercinta,
ketika  Nik  tiba- tiba  berkata,  “Sayang,  kamu  harus  pindah
agama. Soalnya, aku harus mengawini kamu.” “Kenapa?” aku bertanya.
Ia menjawab bersetubuh tanpa menikah adalah zinah. “Iya. Terus?” sahutku.
“Zinah  itu  hukumnya  berat  sekali.  Sekali  zinah  empatpuluh tahun  di  neraka.  Coba,  kita  sudah  berapa  kali  begini.  Kita
tidak  bisa  terus-terusan  zinah.  Berapa  tahun  nanti  kita  di
neraka?” Lalu  kami  bercinta  lagi.  Atau  lalu  kami  berzinah  lagi.
Utami, 2013: 39 –40.
Nik meminta A agar segera pindah agama tidak hanya sekali. Nik terus membujuk A. Hal ini ada dalam kutipan berikut.
28 Setelah itu Nik kembali membujuk aku untuk pindah agama. Aku bertanya lagi, “Kenapa?”
“Karena aku mau mengawini kamu.” A  tidak  menuruti  permintaan  Nik.  Justru  ia  melihat
ketidakadilan dalam masalah itu. Kalaupun Nik ingin menikahi dirinya  kenapa  ia  yang  harus  pindah  agama.  A  pindah  agama
supaya dinikahi Nik. Itu terdengar tidak adil Utami, 2013: 40.
29 “Kenapa harus aku yang pindah agama? Kenapa bukan kamu saja  yang  pindah?”  kataku.  Meskipun  ayah  kami  masuk
agama ibu kami, sebetulnya aku tidak pernah ingin mengubah agama orang, apalagi orang yang aku cintai. Aku punya ideal
untuk  mencintai  orang  apa  adanya.  Cuma,  ini  tes  soal keberimbangan aja. Ya, kalau ia merasa kami harus seagama,
kenapa harus aku yang berubah? Utami, 2013: 40.
Nik merasa bahwa agamanya lebih benar. Setelah apa yang mereka lakukan,  Nik  merasa  bahwa  tindakan  A  yang  tidak  benar.  Nik  patut
menuntun A ke jalan yang benar. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. 30  Setelah itu, Nik berkata lagi bahwa, menurut guru agamanya,
karena  diciptakan  dari  rusuk  lelaki,  perempuan  cenderung bengkok. Maka ia harus diluruskan oleh lelaki Utami, 2013:
41.
A  masih  tidak  percaya  dan  kecewa  terhadap  apa  yang  dikatakan Nik  kepadanya.  A  tidak  menyukai  ajaran  agama  yang  menyatakan
perempuan  sebagai  nomor  dua.  A  melawan  nilai-nilai  adat  dan  agama. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
31  Tafsir yang sama persis pernah aku baca dikatakan oleh para Bapa  Gereja  dari  abad-abad  awal.  Jauh  sebelum  abad
keenam.  Persis  itulah  yang  aku  benci  dari  agama:  sikap pemukanya  yang  merendahkan  perempuan.  Perempuan
dianggap  makhluk  kelas  dua  dibanding  lelaki.  Itulah  salah satu  penyebab  utama  aku  meninggalkan  agama.  Itulah
penyebab aku mencopot kalung salibku Utami, 2013: 41.
A  merasakan  ketidakadilan  lagi  dalam  hubungannya  dengan  Nik. Nik  pernah  memintanya  jika  nanti  mereka  sudah  menikah,  A  harus
memanggil  Nik  dengan  “Mas”.  Padahal  dari  segi  usia,  Nik  lebih  muda dibanding  dirinya.  Tradisi  orang  Jawa  mengenalkan  sapaan  kata  ganti
orang  mas  untuk  laki-laki,  dan  mbak  untuk  perempuan.  Mas  biasa digunakan  sebagai  sapaan  untuk  laki-laki  yang  dianggap  lebih  tua.
Sapaan  tersebut  juga  sebagai  bentuk  hormat  untuk  laki-laki,  tanpa memandang usia. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
Lama  kelamaan  terjadi  pergulatan  batin  pada  diri  A.  Kebiasaan melakukan  hubungan  seks  bersama  Nik  membuat  dirinya  meninggalkan
gereja. A sudah melakukan dosa. Ia merasa kotor. Ia tidak pantas berada dalam  lingkungan  gereja.  Hal  tersebut  dapat  dibuktikan  dalam  kutipan
berikut. 32  Dalam  sistem  Katolik  zinah  juga  merupakan  dosa  berat.
Memang  tidak  ada  lagi  hukuman  fisik  untuk  itu.  Hanya  saja, orang  yang  berdosa  berat  tidak  pantas  menerima  apa  yang
disebut  Sakramen  Mahakudus −yang  berupa  roti  bulat  tipis
yang  besarnya  seperti  manisa  lobi-lobi  buatan  Cina  tapi warnanya putih dan rasanya hambar mirip wafer bulat pengapit
gula-gula  arumanis −yang  dinamakan  juga  sebagai  hosti.
Pendeknya, rasa hosti itu mirip simping, tapi hanya orang Jawa kampung  yang  tahu  kue  ini.  Setelah  upacara  persembahan
dalam  Misa,  hosti  itu  berubah  menjadi  tubuh  Kristus  sendiri. Jadi,  kita  tidak  boleh  sembarangan  menerimanya.  Bagaikan
menyambut  tubuh  kekasih,  kita  tidak  boleh  dalam  keadaan kotor.  Kita  harus  melakukan  pemeriksaan  batin  dan  ibadat
tobat  yang  serius  dulu.  Dan  kalau  kau  punya  dosa  besar,  kau harus melalukan pengakuan dosa Utami, 2013: 45.
Hubungan  mereka  selalu  dipenuhi  oleh  perbedaan  pendapat.  Pada kutipan  33  Nik  tipe  orang  tidak  gampang  patah  semangat.  Dalam  hal
pekerjaan  Nik  terlihat  pemilih.  Ia  tidak  mau  bekerja  jika  atasannya seorang  wanita.  Nik  bersitegas  bahwa  laki-laki  sudah  memiliki  kodrat
sebagai pemimpin. 33 “Aku tidak mau kerja di bawah atasan wanita,” katanya.
“Aku tak mau punya bos perempuan.” “Kenapa?” tanyaku heran.
Dia mengangkat bahu sambil menggelengkan kepala. “Tidak  bisa.  Aku  tidak  bisa  dipimpin  perempuan.  Aku  tidak
bisa jadi bawahannya cewek. Tidak bisa saja...”Utami, 2013: 51.
Kutipan di bawah ini menceritakan tentang kemarahan A saat Nik meminta untuk dibelikan sebatang cokelat padanya. A merasa Nik tidak
pantas  melakukan  tindakan  itu  karena  untuk  hal-hal  yang  melibatkan uang,  lelaki  hanya  diperbolehkan  untuk  memberi  tidak  meminta.  Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut. 34   Aku kesal kalau aku harus mengatakan kenapa aku marah.
Seharusnya  ia  kan  tahu  sendiri.  Tapi  ai  tidak  tahu.  Maka, akhirnya, dengan sangat jengkel kubilang, “Masa kamu minta
beliin  coklat  sama  aku?  Gak  pantas  laki-laki  minta  dibeliin sama perempuan”
Ia  mas ih  tidak  mengerti.  “Masa  aku  ga  boleh  sekali-kali
kepingin coklat?” katanya heran. “Kepingin sih boleh saja. Tapi jangan minta. Beli aja sendiri.
Gak  pantas  cowok  minta  sama  cewek.  Cowok  itu  kan  akan jadi  kepala  keluarga.  Dia  yang  harusnya  beliin  ini-itu  buat
cewek.” Utami, 2013: 52. A  juga  mulai  bersikap  kritis  terhadap  segala  permasalahan  yang
berkaitan  dengan  ketidakadilan  dan  nilai-nilai  yang  diterapkan  oleh agama.  Terlebih  A  sering  dihadapkan  dengan  adat  istiadat  yang
bertentangan dengan sistem yang dibangunnya sendiri. Nilai adat istiadat tersebut dirasa tidak adil untuk diterapkan. Hal tersebut dapat dibuktikan
pada kutipan berikut. 35  Aku  selalu  merasa  ada  yang  tidak  adil  setiap  kali  manusia
diterapkan dalam skala nilai kesempurnaan. Itu menempatkan manusia  dalam  hirarki  kesempurnaan.  Membayang  sebuah
kontes  dimana  manusia  dinilai  akumulatif  baik  penampilan fisik, perilaku, maupun intelektualitasnya akan menghasilkan
pemenang
−mereka  yang  mendekati  sempurna:  rupawan, pintar,  cerdas,  elegan,  dan  barangkali  juga  berbudi
−serta manusia  pecundang
−mereka  yang  buruk  rupa,  tolol,  cacat, tidak terpelajar, kikuk dan barangkali juga pendengki. Dalam
hidupku aku memang bertemu manusia-manusia yang begitu kontras.  Ada  yang  sudah  keren,  pintar,  kaya,  berbakat,  dan
baik  pula.  Ada  yang  sudah  jelek,  miskin,  bodoh,  pengkor, pece,  iri  hati,  dan  jahat  pula.  Betapa  tak  adil  dunia.  Dan,
betapa  mengerikan  bahwa  manusia  masih  membikin kompetetisi  untuk  merayakan  ketidakadilan  itu.  Hirarki
kesempurnaan Utami, 2013: 60.
Muncul  permasalahan  besar  dalam  hidup  A.  Perjuangan  A  yang menuntut  keadilan  perlakuan  antara  laki-laki  dan  perempuan  justru
menjadikannya  pribadi  yang  jahat.  A  melanggar  sumpahnya.  A berselingkuh  dengan  suami  orang.  Ia  mengkhianati  Nik  yang
mengasihinya dengan tulus. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut. 36  Aku  mulai  merindukan  Dan.  Perlahan  tapi  pasti  aku  jatuh
cinta  padanya.  Aku  tidak  ingin  memanjang-manjangkan cerita  romantis,  atau  meromantisir  drama  di  bagian  ini.
Pendek kata, dalam tahun kedua persahabatan kami yag intim itu,  akhirnya  kami  bercinta.  Dialah  satu-satunya  pria  yang
dengannya  aku  bersetubuh  setelah  menyayanginya.  Dengan semua  lelaki  lain,  rasa  sayang  itu  baru  datang  belakangan,
setelah  kami  sering  bersetubuh.  Tapi,  itu  juga  pertama kalinya aku bercinta dengan suami orang. Itu merupakan titik
perubahan besar dalam hidupku... Utami, 2013: 72.
A  yang  menyayangi  kekasihnya  bernama  Dan  tidak  menyetujui poligami. Poligami hanya akan menyakiti hati perempuan, makhluk yang
lemah. Dia tidak ingin menyakiti sesamanya. 37  “Maksudnya?”  tanyaku.  Sungguh  mati,  waktu  itu  aku
belum  pernah  bertemu  orang  yang  secara  terang-terangan mendukung  poligami.  Aku  masih  muda  dan  tidak
berpengalaman.  Agaknya  dialah  orang  pertama  yang kukenal.
Aku tak suka jawabannya. Aku merasa ada yang tidak adil dalam  pikirannya.  Kubilang  padanya,  “Tuhan  kan  sangat
kuat.  Sakit  hatinya  tak  akan  seberapa.  Tapi  kalau  kamu menikah lagi, istri kamu yang kamu sakiti secara sah.”
Kalau  aku,  aku  lebih  memilih  menyakiti  hati  pihak  yang kuat  daripada  menyakitti  pihak  yang  lemah.  Jika  aku
melukai  yang  lemah,  itu  berarti  aku  sewenang-wenang Utami, 2013: 77.
Sebelum  berselingkuh,  A  pernah  membayangkan  pernikahannya dengan  Nik,  kekasihnya.  A  tidak  menyenangi  rangkaian  upacara  adat
Jawa  dan  upacara  agama.  Menurutnya,  budaya  patriarki  masih  melekat dengan  masyarakat  Indonesia  terutama  pada  pernikahan  adat  Jawa.
Budaya  ini  meletakkan  laki-laki  memiliki  posisi  dan  kekuasaan  yang lebih  dominan  dibandingkan  dengan  perempuan.  Perempuan  masih
dipandang  sebagai  pribadi  yang  lemah.  Perempuan  harus  hormat  dan tunduk  pada  laki-laki.  A  kemudian  berpikir  ulang  keputusannya  untuk
menikah. Hal ini terdapat pada kutipan berikut. 38  Aku  pernah  memikirkan  pernikahanku  dengan  Nik.  Seperti
apa pesta perkawinan kami nanti? Aku tak suka upacara Jawa Kakak  pertamaku  menjalani  seremoni  adat  secara  penuh.
Mulai  dari  pertunangan,  pingitan  simbolis,  serah-serahan, siraman,  dan  lain-lain.  Aku  tidak  suka  prosesi  itu.  Terutama
pada  bagian  di  mana  pengantin  perempuan  membasuh  kaki suaminya.Itu  tanda  bakti  dan  melayani.  Tak  ada  yang  salah
dengan  berbakti  dan  melayani.Tapi  jika  itu  tidak  dilakukan secara setara, buatku itu tidak benar. Ada yang salah di sana.
Jika hanya perempuan yang membasuh kaki lelaki, dan tidak sebaliknya juga, maka aku tidak bisa menerimanya. Jadi, aku
suka  masygul  membayangkan  harus  mencuci  kaki  Nik. Kenapa  pula  aku  harus  mencuci  kakinya  di  depan  umum
dengan wajah cemong? Utami, 2013: 75
A  merasakan  ketidakadilan  dengan  adat  istiadat  seperti  yang dipaparkan  di  bawah  ini.  Contoh  tersebut  menjadi  beban  bagi  dirinya
terhadap  apa  yang  harus  ia  lakukan  harus  sama  dengan  apa  yang dilakukan oleh perempuan lain.
39  Aku tak mau pindah agama. Tapi aku rela menikah di Kantor Urusan  Agama
−seperti  yang  dilakukan  kakakku  yang  lain. Aku  bisa  saja  mengalah  dengan  kawin  di  KUA  tanpa  harus
jadi  beriman.  Tapi  aku  juga  tidak  suka  perkawinan  cara  itu. Selain janji diucapkan di antara pihak lelaki saja
−antara calon suami  dan  ayah  saja
−pengantin  perempuan  juga  mencium tangan  suaminya.  Kenapa  aku  harus  mencium  tangannya  di
depan umum dan dia tidak mencium tanganku? Utami, 2013: 76
Kasus  tersebut  memberikan  dampak  perbedaan  kelas  antara  laki- laki  dan  perempuan.  Ruang  gerak  wanita  menjadi  sempit.  Wanita
mendapatkan  perlakuan  yang  tidak  adil  dalam  hal  perlakuan  dan pekerjaan. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
40  Perempuan  kurang  suka  pria  yang  tak  punya  bagasi  lebih. Maka,  kita  kembali  pada  persoalan  kelas.  Kita  bertemu  lagi
dengan  nilai-nilai  yang  menempatkan  lelaki  lebih  dari perempuan.
Akibatnya,  perempuan  mencari  lelaki  dari  kelas  yang setidaknya  sama  atau  lebih  rendah  darinya.  Tentu  ada
pengecualian  disana-sini.  Tapi,  yang  terjadi  di  kantor  A adalah pola umum Utami, 2013: 75.
Suatu ketika ayah A mengetahui bahwa Nik yang sedang bertamu dirumahnya  tidur  sekamar  dengan  A.  Terlihat  jelas  bahwa  si  ayah  tidak
menyukai  tindakan  yang  dilakukan  anaknya  dengan  Nik.  Ajaran  agama dan tentunya adat di Indonesia memang tidak memperbolehkan pasangan
tinggal  bersama  sebelum  menikah  walaupun  mereka  berniat  untuk menikah. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
41  Suatu subuh, Nik pacarnya keluar dari kamarnya untuk mandi keramas  sebelum  sembahyang.  Dalam  perjalanan  menuju
kamar  mandi,  pemuda  itu  bertemu  dengan  ayah  A  yang sedang berada di rumah. “Pagi Om,” kata Nik dengan sopan.
Ayah  A  mengangguk  dan  manggut-manggut  Utami,  2013: 188.
Ayah  A  marah  besar.  Keesokan  harinya  A  diniterogasi  oleh ayahnya.  Baginya,  laki-laki  menginap  di  rumah  perempuan  dan  berbagi
ranjang  merupakan  perbuatan  sundal.  Pengertian  sundal  disini  adalah kelakuan  buruk  seperti  layaknya  pelacur.  Hal  tersebut  dapat  dibuktikan
dalam kutipan berikut. 42 “Jadi kamu sudah tidur dengan Nik?” tahnya sang ayah.
A menjawab iya. Ayahnya  mencela  perbuatan  itu,  dengan  nada  datar,  sebagai
perbuatan  sundal.  “Kalau  kamu  mau  berbuat  begitu  terus, silahkan pergi dari rumah ini.” Utami, 2013: 188
b. Bab Dua
Alur  yang  menonjol  dalam  bab  dua  novel  Pengakuan  Eks  Parasit Lajang adalah leraian tahap akhir.
Siswa  diminta  untuk  menemukan  leraian  yang  terdapat  pada  novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Leraian  adalah  bagian  struktur  alur  sesudah  klimaks  yang menunjukkan perkembangan ke peristiwa ke arah selesaian Sudjiman, 1992:
35. Leraian  yang  terdapat  pada  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang
karya Ayu Utami terjadi saat A mengingat kembali ingatan masa kecilnya. A lahir di Bogor. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
43  Aku  lahir  pada  suatu  musim  hujan.  Di  kota  hujan.  Kota  itu terletak di kaki gunung sekitar delapanpuluh kilometer dari laut,
persis pada sebuah jarak yang pas bagi uap air untuk mencurah. Embun dan kabut masih hidup di sana Utami, 2013: 87.
A mulai mendeskripsikan seperti apa rumah  yang ia tinggali sewaktu kecil.  Rumah  A  terdiri  dari  bangunan  utama  dan  paviliun.  Rumah  itu  yang
membentuk dunia pertamanya. A tumbuh besar di rumah itu. 44  Rumah  itu  terdiri  dari  bangunan  utama  dan  sebuah  paviliun.
Bagian  utama  terbuat  dari  dinding  yang  kokoh.  Pintu  dan jendelanya  jangkung,  berdaun  dua,  dengan  kisi-kisi.  Langit-
langitnya  tinggi.  Lubang  angin  tampak  begitu  jauh  di  atas, gerbang  bagi  cicak  dan  burung  kecil  untuk  menyusup.  Rumah
itu  menghadap  ke  timur.  Beranda  depannya  mendapat  curah sinar pagi. Perdu berbunga ungu dan putih, yang sarinya manis,
di tanam disekeliling. Aku suka menghisap sari bunga itu, yang selalu  matang  oleh  matahari.  Aku  sangat  senang  cahaya  jam
sepuluh  pagi.  Hangat  yang  disukai  kucing  dan  kadal  untuk berjemur.  Di  bangunan  utama  itulah  aku,  Ibu,  empat  kakakku,
dan Ayah tinggal Utami, 2013: 93.
45  Sedangkan  paviliun  menempati  pojok  baratlaut.  Lembab  dan sangat  sedikit  terbasuh  matahari.  Paviliun  itu  semula  adalah
garasi, yang direnovasi. Tembok pagar dekat paviliun ditumbuhi lumut  yang  tebal.  Suatu  kali  pernah  ku  lihat  kawanan  cacing
berduyun-duyun  merayap  di  sana.  Kekuningan  dan  berlendir seperti  darah  setan.  Lebih  menakutkan  lagi,  di  ujung  tembok
yang  sama  ada  pohon  daun  kedondong  yang  dihuni  bekicot Utami, 2013: 94.
A  sangat  dekat  dengan  keluarganya.  Sosok  Ibu  sangat  berpengaruh dalam hidupnya. Ibu merupakan sumber kebahagian bagi A. Sewaktu kecil, A
tidak  bisa  jauh  dari  ibunya.  Hal  tersebut  dapat  dibuktikan  dalam  kutipan berikut.
46  Perkenalkan ibuku. Ia cantik dan bersahaja, matanya teduh, dan ia  tak  pernah  kekurangan  atau  kelebihan  berat  badan.  Ibuku
adalah  sumber  kebahagiaanku.  Kalau  ia  tidak  kelihatan  barang lima  menit  saja,  aku  akan  menangis.  Kalau  ia  pergi  belanja
tanpa  membawaku,  aku  akan  duduk  di  pagar  jembatan  di  tepi hutan  menunggu  ia  kembali.  Kalau  ia  terlalu  lama,  aku  mulai
menitikkan air mata, di sana, di tepi hutan. Di hutan itu tumbuh pohon bumi yang buahnya disukai setan.
Sewaktu  kecil  A  sangat  penakut.  A  mengingat  kembali  apa  yang dikatakan  ibunya  ketika  ia  merasa  ketakutan.  Pesan  itu  terekam  jelas  di
kepalanya. 47
”Kalau  kau  takut  sesuatu,  maka  sesuatu  itu  harus  diperjelas,” kata  Ibu.  “Kalau  kamu  takut  sesuatu,  maka  sesuatu  itu  harus
dihadapi.”  Itu  sebetulnya  adalah  pelajaran  sangat  penting bagiku.  Tapi  aku  lebih  dikuasai  oleh  dongeng  sepasang  bibiku
Utami, 2013: 100.
Ayah dan ibu A memiliki sifat yang berbeda. Ayahnya keras dan tegas sedangkan  ibunya  lemah  lembut.  Curahan  cinta  dari  kedua  orang  tuanya
memberikan pengaruh dalam membentuk kepribadiannya. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
48 Ibuku adalah keturunan anak manusia, bahkan keturunan “anak-
anak  Allah”.  Ibuku  baik  sekali,  seperti  malaikat,  seperti malaikat,  seperti  Bunda  Maria.  Sementara  itu,  ayahku  dan
saudara-daudaranya  adalah  keturunan  para  raksasa,  yaitu monster.  Ciri-cirinya  dapat  dilihat  pada  tabiat  dan  sedikit  raut
wajah.  Ibuku  bermata  teduh.  Keluarga  ayahku  bermata  tajam. Hidung  ibuku  bagus.  Hidung  keluarga  ayahku  tidak.  Lagipula
rahang  mereka  seperti  masih  membawa  ciri  makhluk  pemakan mangsa.  Dari  rahang  karnivoranya,  keluarga  itu  mengalirkan
dongeng  seru  dan  ungkapan  beracun.  Tabiat  mereka  lain  sekali dari Ibu. Dari rahangnya yang kecil, Ibu tak pernah mengelurkan
kata-kata jahat Utami, 2013: 118.
Sumber  kebahagiaan  bagi  A  adalah  ibunya.  Setiap  anak  membangun relasi  yang  dekat  dengan  ibunya.  Begitu  juga  dengan  A.  A  tidak  dapat
membayangkan  apabila  ibunya  tiada.  Memori  saat  dirinya  bersama  ibunya terasa indah dan menyenangkan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
49  Ibu  adalah  sumber  kebahagiaanku,  sampai-sampai  aku  tak begitu  ingat  momen-momen  paling  berkesan  dengannya.  Aku
justru hanya mengingat jelas momen-momen tak menyenangkan ketika aku tak bisa menemukan Ibu. Kelak, setelah dewasa aku
ditanya tentang memori paling indah bersama Ibu, dan aku tidak bisa  menjawab.  Ia  seperti  rahim  dan  aku  bayi.  Aku  tak  bisa
melihatnya  tapi  ketika  terlepas  darinya  aku  menjerit  mau  mati. Ia adalah udara. Aku tak menyadarinya, tapi jika ia tak ada aku
tak bisa bernafas Utami, 2013: 118.
Kedekatan A tidak hanya dengan ibunya, sang ayah juga berpengaruh dalam hidupnya.
50  Aku  bisa  mengenang  beberapa  peristiwa  di  mana  aku  begitu senang  pada  Ayah.  Misalnya,  saat-saat  ia  menurutiku  untuk
membasahi  saputanganku  dengan  bensin.  Aku  suka  sekali  bau bensin.  Ia  punya  satu  jerigen  di  kamarnya.  Aku  juga  suka  bau
knalpot,  dan  Ayah  tertawa-tawa  saja  kalau  aku  berjongkok  dan menciumi knalpot mobil
−mobilnya maupun mobil tamu sampai hidungku hitam. Aku juga suka pura-pura tertidur di sofa hanya
agar  Ayah  menggendongku  ke  kamar.  Ia  tak  segera membopongku,  padahal  aku  sudah  ketakutan  tidur  di  sofa
sendirian.  Aku  juga  ingat  saat  ia  memberiku  notes  kejaksaan berwarna  kuning  dengan  gambar  Ibu  Kartini  Utami,  2013:
119.
Sepuluh tahun kemudian, A menyadari banyak perubahan yang terjadi dalam  dirinya.  Ia  memutuskan  untuk  melepas  keperawanannya.  Memori
pengakuan  dosa  pertama  kali  dengan  seorang  pastor  ia  lakukan  di  masa sekarang.  Sewaktu  kecil  A  mengakui  perbuatannya  berbuat  cabul.  Ia  hanya
melihat  gambar  senonoh,  namun  anak  kecil  mengartikannya  sebagai perbuatan cabul.
51  Sepuluh tahun setelah pengakuan dosa dulu, aku telah berubah. Aku kini telah siap melakukan apa yang dulu
−ya, sepuluh tahun lalu
−telah kuakui pada Pastor. Aku kini gadis yang memutuskan untuk melepas keperawananku Utami, 2013: 158.
c. Bab Tiga
Alur  yang  menonjol  dalam  bab  tiga  novel  Pengakuan  Eks  Parasit Lajang adalah selesaian tahap akhir.
Siswa  diminta  untuk  menemukan  selesaian  yang  terdapat  pada  novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian boleh jadi mengandung  penyelesaian  masalah  yang  melegakan  happy  ending.  Boleh
juga  mengandung  penyelesaian  masalah  yang  menyedihkan;  misalnya  si tokoh  bunuh  diri.  Boleh  jadi  juga  pokok  masalah  tetap  menggantung  tanpa
pemecahan. Jadi, cerita sampai pada selesaian tanpa menyelesaikan masalah, keadaan  yang  penuh  ketidakpastian,  ketidakjelasan,  ataupun  ketidakpastian
Sudjiman, 1991: 36. A  memutuskan  hubungannya  dengan  Nik.  Tak  lama,  A  mencintai
seseorang  bernama  Rik.  Rik  adalah  seorang  fotografer  yang  membebaskan perempuan  A  untuk  tidak  menikah.  Rik  cerminan  diri  A.  Rik  pun  setuju
bahwa perempuan berhak hidup sejajar dengan laki-laki. Cinta A kepada Rik tumbuh dalam satu persamaan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut.
52  Rik juga berasal dari dongeng yang sama. Ia bertumbuh dengan membaca  Alkitab.  Ia  hafal  rinci  cerita  Abraham.  Daud  dan
Hatsyeba,  sampai  penunggang  kuda  yang  meniup  sangkakala dari  Apokalips.  Sekali  lagi  betapa  aneh  menemukan  lelaki
seperti  itu  di  Indonesia.  A  ingat  betapa  Nik  dulu  ingin
membuatnya  berganti  iman.  Kini  A  bilang  pada  Rik:  “Baru pertama  kali  aku  melihat  burung  Kristen.”  Ia  telah  melihat
burung Muslim, Yahudi, Hindu, Konfusius, dan ateis. Tapi yang Kristen ya baru satu ini Utami, 2013: 240
–241 .
Setelah  berselang  tiga  tahun,  banyak  perubahan  yang  terjadi  dalam hidup  A.  Begitu  pula  kedua  bibinya  yang  salah  satu  memutuskan  untuk
menikah.  Suatu  hari  A  mengajak  Bibinya  mengobrol.  Ia  mengutarakan alasannya  tidak  menikah  kepada  Bibi  Gemuk.  Menurutnya,  sang  Bibi
memberikan  pengaruh  terhadap  keputusannya  untuk  tidak  menikah. Perempuan  menjadi  sempurna  setelah  pernikahan.  Hal  ini  dapat  dibuktikan
dalam kutipan berikut. 53
“Tahu  tidak  Bibi  kenapa  aku  sampai  memutuskan  untuk  tidak mau  menikah?  Itu  karena  Bibi  Betul-betul  karena  Bibi.  Bibi
terlalu  mengagung-agungkan  perkawinan.  Seolah-olah  kalau tidak  kawin,  perempuan  itu  tidak  sempurna,  Seolah-olah  tanpa
suami,  hidup  perempuan  itu  hampa.  Padahal  Bibi  bekerja  dan mandiri,tapi  Bibi  tidak  menghargai  itu.  Karena  pandangan
seperti  itulah banyak perempuan jadi perawan tua  yang dengki. Gara-gara  Bibi,  aku  memutuskan  untuk  menunjukkan  bahwa
tidak sebegitunya perempuan butuh suami. Ya sejujurnya, Bibi-
lah yang membikin aku tidak mau kawin” Utami, 2013: 268. Ayah  A  meninggal  dunia.  Keluarganya  mengadakan  misa  requiem.
Ketika  menyambut  komuni,  A  ragu-ragu  untuk  menerima  komuni.  Ia  masih belum  bisa  berdamai  dengan  dirinya  sendiri.  Dirinya  sudah  kotor.  Pada
akhirnya  A  memberanikan  dirinya  untuk  menerima  komuni.  Hal  ini  dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
54  Misa  dimulai.  Dipimpin  oleh  Romo  A,  seorang  pastor  muda. Lalu tibalah saat menyambut komuni. Ini saat yang sulit bagi A.
Misa  ini  terlalu  intim.  Sulit  baginya  untuk  tidak  maju  untuk menerima  hosti.  Padahal,  jika  aturan  Gereja  mau  ditegakan
secara  kaku,  seharusnya  ia  tidak  menyambut,  sebab  ia  terang- terangan  hidup  dalam  perzinahan.  Pengakuan  publiknya  bahwa
ia  tidak  menikah  dan  toh  hidup  bersama  laki-laki  sebetulnya dapat  menempatkan  seorang  pastor  dalam  dilema  untuk
memberi atau tidak memberi dia kue simping Tubuh Kristus itu. Jika  sang  pastor  memberi,  bisa  saja  ada  di  antara  umat  yang
tidak  suka.  Jika  sang  pastor  tidak  memberi,  keluarga  A  pasti terluka. Dengan segala  canggung  A maju untuk  menyambut.  Ia
bertatapan mata sebentar dengan Romo  A, dan pastor muda itu meletakkan hosti di tangan A Utami, 2013: 269.
Timbul rasa simpatik A terhadap agama minoritas, agamanya sendiri. Banyak  terjadi  tindakan  kekerasan  yang  dilakukan  organisasi  yang
mengatasnamakan  agama.  Korbannya  adalah  gereja  Katolik.  Agama minoritas ini tidak diperkenankan memperluas bangunan dan pelayanan. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut. 55  Sebuah kapel dalam rumah sakit Katolik adalah hal yang sangat
wajar.  Bagaimana  mungkin  sekelompok  orang  memilih  tidak memberi  fasilitas  kepada  ibu  hamil  dan  bayinya  karena
ketidaksukaan  mereka  pada  gereja?  Bagaimana  mungkin ketidaksukaan  mengalahkan  kepentingan  ibu  dan  bayi?
Bagaimana mungkin orang memprioritaskan larangan beribadah dibanding kesehatan ibu-anak?
Bayangkan Kau punya dua pilihan: 1melarang orang beribadah atau  2  memberi  fasilitas  bagi  ibu  dan  anak.  Kau  memilih
melarang orang beribadah Utami, 2013: 272.
Ketika  A  berjuang  keras  memperjuangkan  ketidakadilan  sebagai perempuan, ia tidak menyadari bahwa agamanya perlu ia bela. Selama ini ia
hanya  membantu  sesamanya  melawan  ketakutan.  Sekarang,  ia  menyadari bahwa  ia  merasa  menjauh  dengan  ajaran  agamanya.  Hal  tersebut  dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut ini. 56  Itu  adalah  titik-titik  peristiwa  yang  membuat  A  melihat  dirinya
secara lain sama sekali.  Sebelum ini, ia merasa  menjadi  bagian dari  kaum  perempuan,  yang  dipinggirkan  dan  ditidakadili  oleh
istana  Patriarki.  Karena  itu  ia  mencoba  mengambil  jalan alternatif    untuk  membantu  kaumnya  bebas  dari  rasa  takut
Utami, 2013: 272.
57 Tapi, kini, tiba-tiba ia merasa menjadi bagan dari kaum tertindas yang lain. Yaitu komunitas agama darimana ia berasal. Padahal
ia  sudah  tidak  beragama  lagi.  Ia  bahkan  telah  meninggalkan
semua  ritualnya,  kecuali  doa  pribadi,  pemeriksaan  batin,  dan pengakuan dosa kepada diri sendiri Utami, 2013: 272.
A  merasa  dirinya  bukan  orang  yang  taat.  Pada  suatu  kesempatan,  A bertanya kepada salah satu imam Gereja tentang perkawinan Katolik. A ingin
memastikan apakah ada bukti tertulis  yang mengatakan bahwa suami  adalah pemimpin  istri  dan  kepala  keluarga.  A  mendapatkan  jawaban  yang
memuaskan.  Menurut  imam,  hal  tersebut  berkaitan  dengan  adat  istiadat masyarakat  setempat  saja.  Hal  tersebut  dapat  dibuktikan  dalam  kutipan
berikut. 58  Di  teras  rumah  para  yesuit  di  Kramat  itu  A  bertanya,
“Sebetulnya, ada tidak aturan dalam perkawinan Katolik bahwa suami adalah pemimpin istri dan kepala keluarga?”
“Dalam Hukum Kanonik tidak ada,” kata Romo A. “Kamu juga bisa beli kitab hukumnya, kalau mau. Di toko buku Obor ada.”
Ia  agaknya  tahu,  A  jenis  yang  suka  membeli  buku.  Lalu  ia menyebutkan pasal-
pasalnya. “Bahwa selama ini suami menjadi kepala  keluarga,  itu  adalah  adat  istiadat  setempat.  Gereja  tidak
melarang, tapi juga tidak mengharuskan.” Utami, 2013: 273. Tak  hanya  itu,  A  kembali  bertanya  tentang  peluang  bagi  dirinya
menikah  di  gereja  tanpa  menikah  secara  negara.  Jawaban  yang  diperoleh tidak  menemukan  persoalan  dalam  perkawinan  Katolik.  Hal  tersebut  dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut. 59
Satu  lagi,”  A  melanjutkan.  “Bisakah  saya  menikah  di  gereja tanpa menikah secara neg
ara?” “Yang tidak bisa di Indonesia ini justru sebaliknya: Kantor sipil
mencatat  pernikahan  tanpa  pengesahan  agama.”  Utami,  2013: 274.
A memutuskan untuk menikah di gereja pada usia kurang lebih empat puluh tahun. Ia tidak merencanakan pernikahan yang mewah. Pernikahan itu
hanya sebagai simbol. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan berikut.
60  Ia  kini  seorang  wanita  dewasa.  Usianya  sudah  lewat  empat puluh
ketika memutuskan
untuk menjalani
Sakramen Perkawinan.  Ia  sudah  melampaui  keinginan  romantis.  Ia  ingin
upacara yang sederhana dan praktis. Perkawinan ini tidak berarti apa-apa  bagi  dirinya  sendiri.  Sakramen  ini  hanya  merupakan
tanda  solidaritas,  dan  tanda  bahwa  ia  tidak  lagi  menemukan kesalahan  ontologis  dalam  komunitas  kecilnya  Utami,  2013:
292.
61  Rik  dan  A  tetap  menganggap  perkawinan  tidak  penting  untuk diri  mereka  sendiri.  Rik  mau  menikah  sebab  ia  mau  menemani
A  menjalani  entah  apa  yang  perempuan  itu  mau  jalani. Bagaimanapun  A  tidak  pernah  merebut  kemerdekaannya.
Lepas  dari  kenyataan  bahwa  tak  seorang  pun  betul-betul mengerti  kenapa mereka akhirnya menikah, toh  mereka merasa
ada  banyak  berkah  yang  turun  lembut  perlahan,  bersama  sari- sari  kapuk  beterbangan  di  luar  gereja  kecil  itu  Utami,  2013:
296.
Kutipan  61  menceritakan  Rik  dan  A  menganggap  pernikahan mereka  tidak  istimewa.  Berbeda  dengan  orang  lain  yang  menganggap
pernikahan  sebagai  suatu  perayaan  yang  sakral.  Rik  sudah  mantap  menjalin hidup bersama dengan A. Suka dan duka sudah mereka lewati bersama.
A  merasa  tidak  percaya  bahwa  ia  akhirnya  memutuskan  untuk menikah. A melepaskan masa lajangnya di dalam sebuah gereja.Ketika masih
kecil, A sering mengunjungi gereja itu. Sekarang, A kembali lagi ke gereja itu untuk  mengucapkan  janji  sehidup  semati  dan  menerima  sakramen  dengan
Rik.  Pernikahan  itu  sesuai  dengan  yang  ia  inginkan,  tidak  ada  cincin  kawin dan paduan suara. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut.
62  Ia masih takjub bahwa ia berada di sini. Ia hanya menginginkan Sakramen  yang  praktis,  tanpa  perlambangan  apapun.  Tanpa
cincin  kawin  dan  paduan  suara.  Tapi  tak  satu  pun  kapel  di Jakarta  membuka  pintu  buat  dia.  Sebab  mereka  semua  tidak
bermakna. Sesuatu membimbingnya untuk pulang. Dulu ia pergi dari pintu depan itu. Kini is harus pulang melalui gerbang yang
sama.  Ia  tak  boleh  masuk  lewat  pintu  samping  yang  tak memiliki arti Utami, 2013: 296.
Menjelang  pernikahan,  A  mendapatkan  berita  duka.  Nik  meninggal kurang lebih pada usia  empatpuluh  dua tahun. A merasakan kesedihan  yang
mendalam.  A  tidak  sempat  untuk  menjenguknya  di  rumah  sakit.  Ia  pergi  ke makam  Nik.  A  masih  tidak  percaya,  takdir  lain  ada  pada  Nik.  Hal  tersebut
terdapat dalam kutipan berikut. 63  Nik  meninggal  dunia  esok  paginya.  Selasa.  Pada  usia
empatpuluh dua belum penuh. A tidak sempat menjenguknya di rumah  sakit.  Ia  berencana  mengunjunginya  hari  itu  dengan
sahabatnya,  Tri  ia  enggan  datang  sendiri,  ia  khawatir mengganggu.  Ia  mencoba  mengejar  ke  pemakaman  bersama
Nik.  Tapi  hari  itu  terjadi  kemacetan  parah.  Mereka  telah berangkat  jam  dua  lebih  sedikit.  Mobil  terjebak,  dan  akhirnya
tiba  di  pintu  pemakaman  persis  senjakala  tiba.  Mereka memutuskan  untuk  tidak  berhenti.  Mobil  mengelilingi
pemakaman  yang  ditelan  gelap.  A  memandangi  barisan tonggak-tonggak  nisan  yang  menjelma  bayang-bayang  dengan
rasa tidak percaya Utami, 2013: 299.
Pada  hari  pernikahan,  di  saat  semua  orang  berpesta  penuh kegembiraan,  A  merenung  sendirian.  A  teringat  oleh  kata-kata  Nik.  Nik
berpesan  kepadanya  agar  ia  menjadi  seseorang  yang  lebih  baik  lagi.  Hal tersebut terdapat dalam kutipan berikut.
64  Dan  Rik,  yang  menemukan  ia  tiba-tiba  termenung,  berkata: “Kamu ingat Nik ya?”
A mengangguk. “Kamu ingat apa yang dia bilang dulu?”
A  mengangguk.  “Sudah  cukup  ya.  Yayang  jangan  nakal-nakal lagi.” Utami, 2013: 302
Selain  menganalisis  novel  berdasarkan  penahapan  alur,  siswa  akan menganalisis  pengaluran  yang  terdiri  pembedaan  alur  berdasarkan  kriteria
urutan  waktu  yang  meliputi  alur  lurus  atau  progresif,  sorot  balik  atau  flash- back,  alur  campuran.  Pembedaan  alur  berdasarkan  kriteria  jumlah  yang
meliputi  alur  tunggal,  alur  sub-subplot.  Pembedaan  alur  berdasarkan  kriteria kepadatan  yang  meliputi  alur  padat,  alur  longgar.  Pembedaan  alur
berdasarkan  kriteria  isi  yang  meliputi  alur  peruntungan,  alur  tokohan,  alur pemikiran  Nurgiyantoro,  2012:  14
–150.  Berikut  ini  analisis  pengaluran yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
a. Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu
Kegiatan  selanjutnya,  siswa  diminta  untuk  menemukan  unsur  alur berdasarkan  kriteria  urutan  waktu  yang  terdapat  pada  novel  Pengakuan  Eks
Parasit Lajang karya Ayu Utami. Urutan  waktu  yang  dimaksud  adalah  urutan  terjadinya  peristiwa-
peristiwa  yang  diceritakan  dalam  karya  fiksi  yang  bersangkutan.  Atau  lebih tepatnya,  urutan  penceritaan  peristiwa-peristiwa  yang  ditampilkan.  Urutan
waktu,  dalam  hal  ini,  berkaitan  dengan  logika  cerita.  Dengan  mendasarkan diri pada logika cerita pembaca akan dapat menentukan peristiwa mana yang
terjadi  lebih  dahulu  dan  mana  yang  lebih  kemudian,  terlepas  dari penempatannya  yang  mungkin  berada  dibagian  awal,  tengah  atau  akhir  teks
Nurgiyantoro, 2012: 153. Unsur  alur  berdasarkan  kriteria  waktu  dalam  novel  Pengakuan  Eks
Parasit  Lajang  karya  Ayu  Utami  menggunakan  alur  sorot-balik  atau flashback. Terdapat  alur  maju dan alur mundur dalam novel  Pengakuan  Eks
Parasit  Lajang.  Alur  maju  menceritakan  keputusan  tokoh  A  untuk  melepas keperawanannya. Alasan A melepas keperawanannya diceritakan pada bagian
pertama novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami. A membuat keputusan  menyerahkan  keperawanannya  kepada  Nik.  Alur  mundur  dalam
novel  ini  menceritakan  ingatan  masa  kecil  A  yang  begitu  dekat  dengan keluarganya.
Kehidupan  para  tokoh  dalam  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang diceritakan  dengan  alur  sorot  balik  atau  flashback  dan  secara  progresif  atau
alur lurus. b.
Berdasarkan Kriteria Jumlah
Siswa  menemukan  unsur  alur  berdasarkan  kriteria  jumlah  yang terdapat pada novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Dengan  kriteria  jumlah  dimaksudkan  sebagai  banyaknya  plot  cerita yang  terdapat  pada  sebuah  karya  fiksi.  Sebuah  novel  mungkin  hanya
menampilkan  sebuah  plot,  tetapi  mungkin  pula  mengandung  lebih  dari  satu plot. Kemungkinan pertama adalah untuk  novel  fiksi  yang berplot  tunggal,
sedang  yang kedua adalah yang menampilkan sub-plot Nurgiyantoro, 2012: 157.
Unsur  alur  berdasarkan  kriteria  jumlah  yang  terdapat  pada  novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami menggunakan alur tunggal.
Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang merupakan otobiografi seksualitas dan
spiritualitas. Novel ini adalah catatan riwayat hidup yang ditulis sendiri oleh si pengarang.
Novel  ini  menceritakan  A,  seorang  perempuan  yang  memutuskan melepas  keperawanannya  pada  usia  duapuluh  tahun.  Menurutnya,  konsep
keperawanan  yang  diketahui  oleh  masyarakat  masih  terasa  tidak  adil. Ketidakadilan sangat  dirasakan oleh dirinya dan  perempuan pada umumnya.
Sebagai  bentuk  protesnya,  ia  mencoba  melawan  nilai-nilai  adat,  agama,  dan hukum  Patriarkal  di  Indonesia.  Hal  tersebut  terdapat  pada  kutipan  26  dan
27. c.
Berdasarkan Kriteria Kepadatan Siswa  diminta  untuk  menemukan  unsur  alur  berdasarkan  kriteria
kepadatan  yang  terdapat  dalam  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang  karya Ayu Utami.
Dengan  kriteria  kepadatan  dimaksudkan  sebagai  padat  atau  tidaknya pengembangan  dan  perkembangan  cerita  pada  sebuah  karya  fiksi.  Peristiwa
demi peristiwa yang dikisahkan mungkin berlangsung susul-menyusul secara tepat,  tetapi  mungkin  juga  sebaliknya.  Keadaan  yang  pertama  digolongkan
sebagai  karya  yang  berplot  padat,  rapat,  sedangkan  yang  kedua  berplot longgar, renggang Nurgiyantoro, 2012: 159.
Unsur  alur  berdasarkan  kriteria  kepadatan  novel  Pengakuan  Eks Parasit  Lajang  menggunakan  alur  longgar  karena  pengarang  menyisipkan
peristiwa  tambahan  agar  terlihat  lebih  hangat  dan  menarik  ketika  dibaca. Penambahan peristiwa tersebut adalah  terjalinnya hubungan keluarga A yang
sangat  erat.  A memprioritaskan keluarganya, terlebih  ibu.  Baginya, keluarga mampu memberikan kebahagiaan yang tidak dapat ditukar dengan apapun. A
sangat dekat dengan ibunya. Hal tersebut terdapat pada kutipan 49. d.
Berdasarkan Kriteria Isi Siswa  diminta  untuk  menemukan  unsur  alur  berdasarkan  kriteria  isi
yang terdapat dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami. Dengan  isi  dimaksudkan  sebagai  sesuatu,  masalah,  kecenderungan
masalah  yang  diungkapkan  dalam  cerita.  Jadi,  sebenarnya,  ia  lebih merupakan  isi  cerita  itu  sendiri  secara  keseluruhan  daripada  sekedar  urusan
plot Nurgiyantoro, 2012: 162. Unsur  alur  berdasarkan  kriteria  isi  novel  Pengakuan  Eks  Parasit
Lajang  karya  Ayu  Utami  menggunakan  alur  pemikiran  plot  of  thought. Cerita  ini  mengungkapkan  bahwa  terjadi  masalah  hidup  dan  kehidupan
manusia.  Terjadi  konflik  batin  pada  diri  tokoh  A.  Perjalanan  hidup  A menentang  nilai-nilai  kehidupan  yang  dirasanya  tidak  adil.  Dia  memutuskan
melepaskan keperawanannya di usia dupa puluh tahun. Dia ingin menghapus konsep  keperawanan  yang  dianut  oleh  masyarakat.  Suatu  konsep
menyebutkan  bahwa  laki-laki  lebih  pantas  untuk  menikahi  perempuan  yang masih perawan. Konsep ini pun termasuk dalam norma dalam masyarakat. A
pun  menentang  hukum  patriarkal.  Dia  tidak  bersedia  untuk  masuk  ke  dalam agama  yang  dianut  Nik.  Bertahun-tahun  A  melawan  nilai-nilai  adat,  agama,
dan hukum patriarkal. Namun yang ia temui justru kenyataan bahwa apa yang
ia  yakini  selama  ini  bertolak  belakang  dengan  kenyataan  konsep  dalam  hal seksualitas dan spiritualitas. Hal tersebut terdapat pada kutipan 38 dan 39.
3. Pemodelan
Membandingkan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu dengan novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami.
Guru  menjelaskan  dan  menunjukkan  contoh  novel  yang  sudah dianalisis  sebagai  pedoman  dalam  proses  belajar  mengajar.  Siswa
memperhatikan contoh analisis novel tersebut. Contoh yang diberikan sebagai acuan kepada siswa nantinya akan dapat membantu siswa dalam menganalisis
unsur alur yang terdapat dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang. Contoh ringkasan  novel  yang  dapat  dijadikan  pemodelan  atau  contoh  adalah  novel
Nayla  karya  Djenar  Maesa  Ayu.  Secara  ringkas  cerita  novel  Nayla  karya Djenar Maesa Ayu dapat dikemukakan sebagai berikut.
Sewaktu  kecil,  Nayla  mendapatkan  hukuman  dari  ibu  kandungnya. Ibunya  sering  menghukum  Nayla  dengan  memasukkan  peniti  di  vagina  dan
selakangannya  karena  dirinya  mengompol.  Tak  hanya  itu,  ibunya mengajarkan  Nayla  untuk  membenci  ayah  kandungnya.  Nayla  mengalami
pelecehan seksual  oleh laki-laki simpanan  Ibunya  yang sering diajak tinggal di rumah. Lalu Nayla pun diajak untuk mengencani laki-laki teman ibunya.
Nayla  memberotak.  Ia  mencari  ayahnya  dan  tinggal  bersama  dengan ayahnya.  Tak  lama  ayahnya  meninggal.  Nayla  memutuskan  kembali  ke
rumah  ibunya  namun  ibunya  tidak  membukakan  pintu  untuknya.  Nayla
dikirim ke tempat Panti Rehabilitasi Anak Pengguna Narkoba. Setelah keluar dari panti itu, Nayla hidup di jalanan. Ia pernah menjadi seorang lesbian.
Pertemuan Nayla dengan Juli terjadi ketika Juli menolong Nayla saat Nayla tidak memiliki siapa-siapa. Nayla jatuh cinta padanya, pada Juli, pada
perempuan.  Hingga  suatu  saat,  Nayla  bertemu  dengan  Ben,  laki-laki  yang memberikan apa yang ia punya untuk Nayla. Namun, hubungan mereka tidak
lama. Nayla putus dengan Ben. Kemudian  Nayla  mencoba  memasuki  dunia  menulis.  Salah  satu
karyanya  diterbitkan  dan  membuat  nama  Nayla  Kinar  menjadi  terkenal. Nayla menulis kisah tentang Ibu. Ibu kandungnya membaca tulisan Nayla, ia
marah kepadanya. Tulisan Nayla menggambarkan sosok ibu kandungnya dan laki-laki  simpanannya.  Disaat  Nayla  mendapatkan  tawaran  untuk
menampilkan karya sastranya, ia kebingungan. Nayla tidak tahu bagaimana ia harus menggambarkan tokoh ibu.
Berdasarkan ringkasan di atas, novel tersebut menggunakan alur maju atau progresif. Namun  di  dalam cerita ini juga terdapat  adegan-adegan sorot
balik.  Cerita  ini  dimulai  dengan  masa  kecil  Nayla  dan  diakhiri  dengan keberhasilan Nayla menjadi seorang pengarang yang terkenal.
4. Bertanya
Guru  memberikan  kesempatan  pada  siswa  untuk  mengajukan pertanyaan  terkait  pembelajaran  alur  dan  pengaluran.  Guru  akan  terlebih
dahulu memberikan
beberapa pertanyaan
untuk merangsang
dan
membangkitkan  semangat  belajar  siswa.  Adanya  kegiatan  bertanya  akan menunjukkan interaksi antara guru dengan siswa. Kegiatan bertanya di dalam
proses pembelajaran akan memberikan informasi dan pengetahuan yang baru terkait  materi  pembelajaran  alur  dan  pengaluran,  meningkatkan  partisipasi
siswa  untuk  lebih  aktif  dalam  proses  belajar  mengajar,  membangkitkan  rasa ingin  tahu  siswa  terhadap  jawaban  dari  pertanyaan  atau  masalah  yang
dibicarakan.  Tak  hanya  itu,  guru  dapat  mengecek  tingkat  pemahaman  siswa terhadap  materi  pembelajaran  alur  dan  pengaluran  melalui  beberapa
pertanyaan. Siswa  dituntut  menguasai  materi  pembelajaran  alur  dan  pengaluran
yang  sudah  diajarkan.  Guru  dapat  membagi  sesi  tanya-jawab  ke  dalam  dua sesi. Sesi pertama, siswa mendapatkan kesempatan bertanya berkaitan dengan
penahapan  alur  yaitu  tahap  awal  paparan,  rangsangan,  gawatan,  tahap tengah tikaian, rumitan, klimaks, tahap akhir leraian, selesaian. Pertanyaan
yang  diajukan  pun  harus  berbobot,  mudah  dimengerti  dan  relevan  dengan materi yang sedang dibicarakan. Sesi kedua, siswa bertanya jawab mengenai
pengaluran  yang  terdiri  dari  pembedaan  alur  berdasarkan  kriteria  urutan waktu, berdasarkan kriteria urutan jumlah, berdasarkan kriteria kepadatan dan
berdasarkan kriteria isi. 5.
Belajar kelompok
Guru  membagi  siswa  ke  dalam  beberapa  kelompok,  kemudian  siswa bergabung dengan kelompoknya. Belajar kelompok ini akan membantu siswa
mengatasi  kesulitan  belajarnya  dan  menambah  pengetahuan  siswa  dalam
proses belajar mengajar. Siswa memulai diskusi dalam kelompok belajarnya membahas  unsur  alur  yang  terdapat  dalam  novel  Pengakuan  Eks  Parasit
Lajang karya Ayu Utami. Kegiatan belajar kelompok ini juga dapat mengolah emosi  siswa  untuk  dapat  menghargai  pendapat  orang  lain.  Siswa  yang
tergolong  pintar  dapat  membantu  temannya  yang  mengalami  kesulitan belajar.
Siswa  berdiskusi  tentang  penahapan  alur  yaitu  tahap  awal  paparan, rangsangan,  gawatan,  tahap  tengah  tikaian,  rumitan,  klimaks,  tahap  akhir
leraian,  selesaian.  Kemudian  dilanjutkan  berdiskusi  tentang  pengaluran yang  terdiri  dari  pembedaan  alur  berdasarkan  kriteria  urutan  waktu,
berdasarkan  kriteria  urutan  jumlah,  berdasarkan  kriteria  kepadatan, berdasarkan kriteria isi.
6. Penilaian autentik
Penilaian  autentik  authentic  assessment  merupakan  ciri  khusus  dari pendekatan  kontekstual.  Penilaian  autentik  dimaksudkan  untuk  mengukur
pemahaman  dan  pengetahuan  siswa  yang  sebenarnya  autentik.  Cara  yang dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan penilaian autentik.
Guru  menyiapkan  satu  penggalan  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang. Penggalan  ini  akan  dijadikan  sebagai  bahan  penilaian  autentik.  Berikut  ini
ringkasan cerita bab tiga novel Pengakuan Eks Parasit Lajang yang berjudul dua lelaki.
Namanya  Nik.  Ia  adalah  manusia  pertama  yang  aku  kenal  di  Taman Firdaus  buatan.  Kampus  Universitas  Indonesia,  Depok.  Itu  adalah  tahun
ketika  kampus  UI  mulai  dipindahkan  dari  bangunan  perkotaan  Jakarta  yang berpencaran  ke  sebuah  taman  berhektar-hektar  di  pinggir  kota.  Ketika  itu
Depok  masih  sepi  dan  tenang.  Jalan  baru  menuju  ke  sana  masih  putih  dan berkapur,  seolah-olah  untuk  mencapai  Firdaus  itu  kau  harus  melalui  gurun
gamping berdebu. Di tengah taman ada bukan pohon pengetahuan melainkan danau.  Kampus-kampus  di  sebelah  utara  memiliki  jalan  setapak  menuju
danau  itu.  Di  antaranya  adalah  Fakultas  Sastra  dan  Fakultas  Teknik,  dua kampus yang penting dalam hidupku.
Semua  mahasiswa  baru  wajib  memulai  masa  kuliah  dengan  program indoktrinasi  yang  sering  disebut  Penataran  P4  atau  penataran  Pancasila  saja.
Kami  dikelompokkan  ke  dalam  grup-grup  yang  mewakili  seluruh  jurusan. Aku mendapat undi ditempatkan di Fakultas Teknik.
Hari  itu  menakjubkan.  Aku  bukan  lagi  anak  SMA  yang  berseragam. Aku  boleh  memakai  baju  pilihanku  sendiri.  Aku  mengenakan  terusan  kaus
warna  biru,  yang  kontras  dengan  jaket  kuningku.  Aku  bangga  dengan  jaket itu.  Semua  mahasiswa  baru  bungah  dengan  jaket  universitas  kami,  satu-
satunya universitas  yang memakai  nama  Indonesia, titik.  Bau semen dan cat masih  menyengat  di  setiap  lorong  dan  ruang.  Semua  baru.  Semua  asing  dan
menggairahkan.  Aku  tak  punya  lagi  teman  lama.  Kalaupun  ada,  aku  belum bisa  menemukan  mereka  di  antara  ratusan  pemuda-pemudi  di  grup  ini.  Itu
menyenangkan, sebab  aku boleh meninggalkan diriku  yang lama. Aku ingin menjadi diriku yang baru.
Bangsal  itu  berbentuk  amfiteater.  Karena  penataran  sangat  mungkin membosankan,  aku  memilih  bangku  agak  di  belakang,  di  ketinggian.  Di
situlah kami bertemu pandang. Seorang pemuda berambut cepak dengan bahu bidang. Ia tersenyum padaku. Aku tersenyum padanya. Kami sedang menuju
deret kursi yang sama. Dan kami pun duduk bersebelahan. Aku melihat bets biru pada jaketnya. Ia melihat bets putih pada jaketku. Dia anak teknik. Aku
anak sastra. Tidak ada yang lebih ideal lagi bagi stereotipe jender di masa itu. Nik  memiliki  senyum  yang  sangat  bagus.  Bibirnya  segar  kemerahan.
Bulu-bulu  kumisnymasih  begitu  halus  dan  perawan,  tetapi  alisnya  tegas. Giginya berbaris rapi alami, kecil baik,pada rahangnya yang kekar. Kelak aku
tahu gigi seri bawahnya bukan empat melainkan lima. Ia tampan. Kelak aku tahu  bahwa  ia  pun  mengenang  aku  sebagai  gadis  cantik  dalam  gaun  biru
dengan bibir merah segar. Aku  berharap  “Nik”  adalah  singkatan  dari  nama  baptis.  Nikolas,
misalnya.  Atau  Nikodemus.  Aku  datang  dari  keluarga  Katolik  yang  taat. Kakakku punya pacar seorang Muslim dan itu sedikit menimbulkan persoalan
juga.  Aku  akan  lebih  senang  punya  pacar  seagama.  Tapi  aku  tidak  berani menanyakan  itu pada Nik. Aku tahu pertanyaan itu tidak pantas. Sama tidak
pantasnya memikirkan calon suami di hari pertama jadi mahasiswa. Sore pun
tiba  dengan  kesimpulan  diam-diam  bahwa  kami  sama  menikmati  duduk berdampingan.
Esoknya  kami  kembali  di  deret  yang  sama  lagi,  bersebelahan  lagi. Hari  itu  aku  tahu  “Nik”  bukan  singkatan  dari  nama  baptis.  “Nik”  hanya
nickname.  Tapi  aku  terlanjur  menyukainya.  Aku  tak  peduli  lagi  apa agamanya.
Pagi  ketiga  kami  tetap  kembali  ke  bangku  yang  sama.  Hari  itu  aku mengenakan  baju  dengan  bukaan  sedikit  rendah,  sehingga  bandul  kalung
emasku tampak: sebuah salib. Seusai istirahat makan siang, Nik tidak kembali ke bangku sebelahku. Aku hampir tidak percaya, kursi itu kosong. Kursi  itu
ditinggalkan  begitu  saja.  Bapak  penatar  telah  muncul  di  panngung.  Ia  mulai mengajar.  Kursi  itu  tetap  disia-siakan.  Aku  merasa  seperti  kekasih  yang
dicampakkan tanpa kabar berita, tapi aku malu mengakui perasaan itu bahkan pada diri sendiri. Lalu kulihat Nik beberapa baris, agak jauh, di depan. Kami
bertatapan.  Ia  melambai  juga,  seperti  mengatakan  bahwa  ia  menemukan teman  SMA-nya  dan  ingin  duduk  bersama  kawan  lama.  Ia  tak  ingin  lagi
duduk di sebelahku. Kelak  aku  tahu,  jauh  setelah  peristiwa  itu,  Nik  meninggalkan  aku
setelah ia melihat kalung salib di dadaku Ia terpikat padaku. Tapi aku Kristen. Maka  ia  pergi  dariku.  Kelak  aku  berkata  padanya  bahwa  ia  seperti  drakula
saja, takut pada kalung salib.
Bangku  di  sebelahku  tidak  lama  kosong.  Pada  hari  yang  sama, seseorang  telah  mengisinya.  Namanya  Mat.  Bukan  Matius,  melainkan
Matahari. Bukan nama baptis; Mat datang dari keluarga Islam juga. Tapi dia jauh lebih rileks.  Ia tak  seperti  drakula.  Ia tak peduli kalung salib.  Ia  adalah
ketua grup penataran kami. Ia sedikit  lebih tinggi  dari Nik dan agak gemuk. Pipinya menunjukkan bekas jerawat, ia punya tawa yang lepas, ia jauh lebih
terbuka dan terang-terangan. Sejak hari itu Mat nyaris selalu mengiringi aku, juga di saat-saat istirahat.
Aku pun melupakan Nik. Aku mengingatnya sebagai salah satu cowok cakep, sambil diam-diam menyimpan tanya tentang kenapa ia meninggalkan
aku  begitu  saja.  Tapi  pernah  aku  tak  sengaja  melihatnya  di  saat  rehat.  Aku sedang menuju toilet dan kulihat ia masuk ke mushola. Aku tak pernah begitu
tahu  apa  mushola  sebelumnya.  Nik  tampak  sangat  akrab  dengan  tempat  itu. Celana  dan  lengan  bajunya  disisingkan.  Wajah  dan  rambutnya  basah.  Titik-
titik  air  masih  menggantung  di  alisnya.  Sungguh,  ia  tampak  sangat  tampan. Aku  melongok  ke  dalam  mushola,  melalui  dinding  bata  kerawangnya  yang
bercelah-celah. Diam-diam aku mengintip ia sembahyang. Sedangkan Mat; Mat tidak pernah kulihat sembahyang.
Berdasarkan  penggalan  novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang  karya Ayu  Utami,  siswa  akan  mengerjakan  beberapa  soal  tentang  unsur  alur  dan
pengaluran  novel  tersebut.  Berikut  ini  instrumen  soal  yang  akan  dikerjakan oleh siswa.
a. Apakah pengertian novel menurut Anda?
b. Apakah pengertian pengaluran menurut Anda?
c. Sebutkan struktur umum alur yang terdapat pada novel
d. Analisislah unsur alur berdasarkan struktur umum alur tahap awal,
tahap  tengah  dan  tahap  akhir  yang  terdapat  dalam  ringkasan  bab satu novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami
e. Analisislah  unsur  pengaluran  berdasarkan  kriteria  waktu,  kriteria
jumlah, kriteria kepadatan, dan kriteria isi
C. Implementasi  Pembelajaran  Alur  Novel  Pengakuan  Eks  Parasit  Lajang